Sebagai seorang yang sudah menikah, pasti selalu ada hubungan istimewa yang diinginkan dalam kedua belah pihak. Contohnya adalah hubungan intim. Hubungan intim hanya diperbolehkan bagi mereka yang telah menikah saja. Hubungan intim juga dipercaya bisa merekatkan antara pihak istri dengan suami.
Hubungan intim adalah kebutuhan dasar bagi pasangan. Islam juga memberi amalan-amalan apa saja yang mesti dilakukan dan tidak boleh dilakukan jika hendak melakukan hubungan intim. Salah satu amalan jika hendak berhubungan intim adalah disunahkan membaca basmallah terlebih dahulu.
Kunci harmonis dalam hubungan rumah tangga bisa jadi terletakpada hubungannya. Semua akan indah jika keduanya mau sama mau, lalu bagaimana jika terdapat ketidak mauan dalam salah satu pihak, contohnya dalam pihak sang istri. Bagaimana hukum seorang suami yang memaksa hubungan intim dengan sang istri jika istri telah menolak?
Rasulullah SAW dalam sejumlah hadits menyebutkan bagaimana perlakuan kepada pasangan sebelum melakukan hubungan intim. Rasulullah SAW bersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kamu mencampuri istri seperti bercampurnya binatang. Tetapi, hendaklah ada pengantarnya.” Ada yang bertanya, “Apakah pengantar itu, wahai Rasulullah?” Baliau menjawab, “Ciuman dan perkataan.” (HR. Abu Manshur dan Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus dari hadits Anas).
Dari sabda Rasul di atas menjelaskan bahwa untuk memulai hubungan intim, maka yang perlu suami lakukan adalah berkata baik dan manis sebagai pembuka agar sang istri tidak menolak, lalu disusul dengan ciuman. Karena pada dasarnya, seorang wanita sangat luluh terhadap perkataan dan perbuatan manis.
Allah memberi hak kepada perempuan untuk menahan diri dari suaminya jika terdapat alasan memungkinkan seperti haid yang menghalangi terjadinya hubungan intim. Di dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : “Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid: Katakanlah,”Ini adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu, jauhilah istri pada waktu haid. Dan, jangan mendekati mereka sampai mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah 2 : 222).
Jika seorang suami menggunakan kekerasan untuk memaksa istri berhubungan intim, secara hukum suami tersebut berdosa. Dan seorang istri memiliki hak untuk mengadukan hal tersebut ke pengadilan terkait perbuatan suaminya. Sang istri juga memiliki hak untuk menolak ajakan suaminya.
Dalam hubungan intim selain dilarang memaksa pasangan juga dilarang untuk menggunakan gaya atau posisi tertentu. Hal ini harus dilakukan dengan benar dan membuat pasangan nyaman. Sebagaimana dalam firman Allah yang berbunyi,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ
Artinya : “Istri-istrimu adalah (laksana) tanah tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu sebagaimana saja yang engkau kehendaki.” (QS. Al-Baqarah 2 : 223).
Dalam syariat Islam, sangat dianjurkan untuk berhubunga intim antara suami dan istri harus dilakukan dengan rasa cinta dan tidak ada keterpaksaan. Hal ini selaras dengan firman Allah di atas mengenai bagaimana seorang suami memperlakukan istrinya dengan senyaman mungkin.
Dalam Islam juga diatur mengenai adab berhubungan intim, agar mendapatkan keberkahan di dalamnya dan mendapat ridha Allah SWT. Wanita tidak boleh menolak permintaan suaminya jika ingin melakukan hubungan intim. Bahkan hukumnya wajib bagi sang istri untuk memenuhi keinginan suami.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang suami mengajak istrinya (untuk hubungan intim), kemudian si istri menolak, lalu suami marah kepadanya, maka para malaikat melaknatnya sampai subuh.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh sebab itu, sang istri tidak boleh menolak ajakan suaminya tanpa alasan yang tidak jelas dan tidak dibenarkan, karena itu bisa jadi melawan perkataan suami. Di sisi lain, jika sang istri memiliki alasan khusus dan suami tetap memaksanya maka tetap salah juga apalagi sampai marah kepada sang istri.
Yang perlu suami lakukan adalah menasihati sang istri dengan baik dan lemah lembut. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surah An-Nisa,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Artinya : “Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (kaum laki-laki) ata sebahagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh, ialah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Q. An-Nisa : 34).
Kesimpulannya
Bahwa sepatutnya bagi suami mengajak sang istri dengan perkataan dan perbuatan baik serta manis, agar sang istri mudah untuk diajak berhubungan intim. Suami tidak bisa memaksa bahkan hingga marah kepada sang istri jika sang istri menolak.
Dan sebaliknya, seorang wanita shaleh adalah wanita yang mematuhi semua keinginan suami contohnya adalah berhubungan intim tersebut karena pada dasarnya keberkahan terletak jika keduanya sama-sama mau. Malah menjadi pahala bagi keduanya.