Hukum Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Menikah merupakan salah satu cara suatu kaum untuk mempertahankan keturunan. Menikah dapat dilakukan setelah seorang pria dan wanita telah mencapai baah. Hukum tidak menikah dalam Islam telah menjelaskan bahwa wajib apabila telah mampu melaksanakannya. Banyak sekali tujuan pernikahan dalam Islam tidak sekadar memiliki keturunan dan menghindari zina.

Banyak sekali tantangan yang akan dilalui selama mempersiapkan pernikahan. Tak jarang juga pasangan yang akan menikah, terlebih wanita, merupakan wanita berasal dari keluarga non muslim yang telah mualaf. Pernikahan yang akan berlangsung ini lantas bagaimana dengan wali nikah untuk wanita mualaf tersebut?  Apakah pernikahan masih dapat dilangsungkan?

Ada syarat-syarat dalam akad nikah, yaitu mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua orang saksi, dan shighat. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:

فَصْلٌ فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا وَأَرْكَانُهُ خَمْسَةٌ صِيغَةٌ وَزَوْجَةٌ وَشَاهِدَانِ وَزَوْجٌ وَوَلِيٌّ

Artinya: “Fasal tentang rukun nikah dan selainnya. Rukun nikah itu ada lima yaitu, shigat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 3, h. 139)

Ketika wanita mualaf tersebut masih memiliki wali non muslim, maka wanita tersebut tidak memiliki wali meskipun ayahnya sendiri. Ada beberapa syarat seorang wali, antara lain:

  1. Berakal
  2. Baligh
  3. Merdeka (bukan budak)
  4. Kesamaan agama
  5. Adil, bukan fasik.
  6. Laki-laki
  7. Bijak

Syarat wali sudah jelas dan ulama juga sepakat bahwa seorang wali pada wanita harus memiliki agama yang sama karena Allah berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ

Artinya:  “Mukmin lelaki dan mukmin wanita, satu sama lain menjadi wali.” (QS. at-Taubah: 71)

Urutan wali nikah pada anggota keluarga adalah ayahnya, kakek dari ayah, anak, cucu lelaki dari anak lelaki, saudara lelaki kandung, saudara lelaki sebapak, keponakan lelaki dari saudara lelaki sekandung atau sebapak, lalu paman. Apabila seluruh keluarga nyatanya tidak ada yang muslim, maka wali nikah dapat diberikan kepada penguasa. Maksud dari penguasa adalah hak perwalian dialihkan ke pemerintah muslim setempat. Hal ini dijelaskan pada hadits berikut,

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ، وَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Artinya: “Tidak ada menikah kecuali dengan wali dan sultan yang merupakan wali dari mereka yang tidak memiliki wali” (HR. Ahmad 26235, Ibn Majah 1880)

Bagaimana jika wanita muallaf ini hidup di sebuah daerah yang memiliki mayoritas non muslim. Siapakah yang akan menjadi wali bagi wanita ini?

Agama Islam merupakan agama yang indah. Islam selalu memberikan kemudahan bagi umatNya. Siapapun muslim tidak dihalangi untuk melakukan pernikahan, hanya karena latar belakang posisi dan lingkungannya. Wanita mualaf ini tetap dapat menikah dengan keadaan berada pada penguasa atau pemerintah non muslim dengan cara seseorang yang menjadi wali adalah pemuka agama di lingkungan wanita ini. Hal ini dijelaskan sebagai berikut

فإنْ لم يوجَدْ لِلمرأة وليٌّ ولا ذو سُلطان، فَعَنْ أحْمَد ما يدلُّ على أنَّه يزوِّجها رجلٌ عدْلٌ بِإِذْنِها

Artinya: “Jika seorang wanita tidak memiliki wali di dalam keluarganya dan tidak memiliki pemerintah yang muslim, itu diriwayatkan dari Imam Ahmad, yang menunjukkan bahwa dia dinikahkahkan dengan lelaki adil (terpercaya) atas izin wanita tersebut” (Al-Mughni, 7/18).

fbWhatsappTwitterLinkedIn