Kisah Teladan Ummu Zar’i yang Menutupi Aib Suaminya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Ada sebelas wanita sedang duduk bersama. Mereka berjanji untuk tidak menyembunyikan sedikitpun perihal suami mereka.

Wanita pertama bercerita, ‘Suamiku laksana daging una yang kurus, berada di atas puncak gunung yang sukar dilalui. Jalannya tidak mudah sehingga bisa didaki, tidak pula gemuk dagingnya sehingga bisa dibawa pulang ke rumah’.

Wanita kedua bercerita, ‘Aku tidak bisa memberitahukan kondisi suamiku, aku khawatir tidak menyisakan apapun, jika pun aku sebutkan, yang kusebut hanyalah segala aibnya’.

Wanita ketiga bercerita, ‘Suamiku sangat jangkung sekali. Jika berbicara, kata-kata talak selalu ia ucapkan. Dan jika diam, ia menggantung (status) ku tanpa keputusan’.

Wanita keempat bercerita, ‘Suamiku adalah orang Tihamah yang lemah, tidak panas dan tidak pula dingin, tidak menakutkan dan tidak pula menjemukan’.

Wanita kelima bercerita, ‘Suamiku laksana macan kumbang saat masuk rumah, dan laksana singa saat keluar rumah, dan tidak pernah bertanya apa yang ada di dalam rumah’.

Wanita keenam bercerita, ‘Saat makan, suamiku makan dengan lahap, dan saat minum, ia teguk hingga tetesan terakhir. Saat tidur, ia berselimut, tidak memasukkan tangan (ke dalam pakaian si istri) untuk mengetahui kesedihan (yang ia rasakan)’.

Wanita ketujuh bercerita, ‘Suamiku lemah, dungu, semua penyakit menyerangnya, suka melukai, kadang memecahkan dan kadang mematahkan (bagian tubuhku)’.

Wanita kedelapan bercerita, ‘Suamiku laksana kelinci kala menyentuh, dan harum laksana aroma zarnab’.

Wanita kesembilan bercerita, ‘Suamiku mempunyai tiang rumah yang tinggi, panjang tali pedangnya, besar abunya, dan rumahnya dekat dengan tempat kerumunan orang’.

Wanita kesepuluh bercerita, ‘Suamiku namanya Malik, dan siapa itu Malik? Malik lebih baik dari seorang raja. Dia mempunyai banyak unta yang jarang pergi mengembara. Ketika mereka mendengar suara kayu-kayu dipecah, mereka yakin pasti mati (akan disembelih)’.

Wanita kesebelas menuturkan, ‘Suami bernama Abu Zar’i, siapa gerangan Abu Zar’i? Dia menggerak-gerakkan telingaku dengan perhiasan, membuatku gemuk dan senang. Dia mendapatkan aku di tengah-tengah keluarga yang hanya memiliki sedikit kambing, lalu dia menempatkanku di tengah-tengah keluarga yang memiliki kuda-kuda meringkik dan buah-buahan yang selalu dibersihkan. Bersamanya, aku bisa mengucapkan kata-kata dan dia tidak menjelek-jelekkanku. Aku bisa tidur nyenyak hingga pagi hari dan aku bisa minum sampai puas.

Ummi Abu Zar’i, siapa gerangan Ummi Abi Zar’i? bejana-bejana makanan miliknya berat dan rumahnya luas.

Putra Abu Zar’i , siapa gerangan putra Abu Zar’i? kala tidur, dia seperti irisan pelepah, dan dia sudah kenyang dengan memakan lengan kambing bagian depan.

Putri Abu Zar’i, siapa gerangan putri Abu Zar’i? dia patuh pada ibu dan ayahnya. Dia gemuk dan membuat madunya iri.

Budak wanita milik Abu Zar’i, siapa gerangan budak wanita milik Abu Zar’i? dia tidak menceritakan hal-hal seperti yang kami ceritakan ini, tidak membawa makanan kami keluar rumah, dan tidak memenuhi rumah kami dengan sampah.

Suatu ketika Abu Zar’i  pergi saat keju sudah siap dihasilkan dari susu. Lalu dia bertemu dengan seorang wanita dengan kedua anaknya yang laksana macan. Keduanya tengah bermain-main di bawah susu ibu (menetek). Dia kemudian menceraikanku dan menikahi wanita itu. Setelah itu, aku menikahi seorang lelaki kaya raya, sering berpergian tanpa lelah, dan menetap di Khathib. Dia kemudian membawaku dalam kehidupan yang nikmat, memberiku berpasang-pasang hewan ternak. Di kala sore hari, dia berkata, ‘Makanlah wahai Ummu Zar’i dan berikan keluargamu seperti yang engkau mau’. Andai aku mengumpulkan semua pemberiannya, tentu tidak sepadan dengan pemberian Abu Zar’i dalam wadah yang paling kecil sekalipun’.

Wahai Aisyah, Aku bagimu laksana Abu Zar’i  bagi Ummu Zar’i.” (HR. Bukhari, Muslim, An Nasa’i)

Riwayat lain menambahkan di bagian akhir hadits, “Hanya saja Abu Zar’i menceraikan Ummu Zar’i, namun Aku (Nabi Muhammad SAW) tidak akan menceraikanmu (Aisyah ra).”

Saudaraku seiman, setelah kita simak hadits yang panjang di atas, tentunya banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Namun pelajaran yang paling penting adalah ketika Ummu Zar’i memilih untuk tidak mengumbar aib suaminya.

Ketika Ummu Zar’i  diminta untuk tidak menyembunyikan perihal tentang suaminya, dia lebih memilih untuk fokus terhadap kelebihan suaminya. Sosok Ummu Zar’i mencerminkan sosok istri yang sholehah yang menjaga kehormatannya dan kehormatan keluarganya.

Seorang istri yang menyebarkan aib suaminya sebetulnya dia hanya menampakkan aibnya sendiri. Marilah kita untuk selalu menutupi kekurangan suami dengan akhlak karimah kita agar Allah senantiasa menjaga kehormatan keluarga kita.

fbWhatsappTwitterLinkedIn