Pernikahan adalah hal yang didambakan oleh setiap orang. Dengan menikah, dua orang lawan jenis dapat memadukan perasaan cinta dan sebuah tanda yang sah untuk mengarungi hidup bersama-sana. Tujuan utama dari pernikahan tentunya adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah, wa rahmah sesuai prinsip rukun iman, rukun islam, dan fungsi agama islam. Keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah hal yang diharapkan islam tercipta oleh keluarga muslim.
Permasalahan pernikahan memang bukanlah hal yang sepela atau mudah untuk dicapai perjalanannya. Untuk itu, pernikahan memiliki syarat-syarat atau rukun yang harus dipenuhi, agar kedua belah pihak baik calon pasangan dan keluarga dari calon pasangan dapat mendukung dan berkomitmen mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, yang terpenting dalam keluarga adalah proses mencapai tujuan membangun Keluarga Sakinah Dalam Islam dan Keluarga Harmonis Menurut Islam. Hal ini dikarenakan Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah adalah tujuan utama yang diharapkan mampu tercapai. Rumah Tangga Menurut Islam tentunya membutuhkan prinsip dan komitmen tinggi pasangan yang siap menjalani dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Perselingkuhan dalam Islam dan Konflik dalam Keluarga terjadi karena rumah tangga tersebut dijalankan dengan kurang teroganisir.
Untuk itu, dalam syarat pernikahan islam, diharuskan untuk sang calon pasangan suami memberikan mahar kepada wanita. Pemberian mahar kepada wanita dalam sudut pandang islam adalah sebagai bentuk tanggung jawab dan bukti bahwa laki-laki dapat menafkahi wanita sebagai istrinya nanti. Pemberian mahar dilakukan oleh laki-laki karena laki-laki yang memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah. Berikut adalah mengenai Mahar Pernikahan dalam sudut pandang islam.
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”(QS Annisa : 4)
Mahar dalam rukun dan syarat pernikahan adalah syarat sah dilangsungkannya pernikahan. Untuk itu, tanpa mahar seorang lelaki tidak dapat menikahi wanita begitupun pernikahannya tidak sah. Selain itu, dalam islam, mahar menjadi simbol bahwa sang calon suami benar-benar siap. Mahar ini juga sekaligus menunjukkan bahwa islam memuliakan wanita. Wanita benar-benar dihargai dan dihormati dengan adanya ikatan pernikahan dengan syarat pemberian mahar.
Adanya mahar ini juga menunjukkan bahwa calon pasangan (suami) benar-benar serius untuk menikah dan bukan hanya permainan belaka. Tentunya ciri wanita yang baik untuk dinikahi menurut islam bukanlah menilai calon suaminya hanya dari mahar, melainkan dari kesungguhan, niat menikah yang tulus, akhlak, dan tanggung jawab membina rumah tangga.
Besarnya Mahar Tidak di Tentukan Islam
Dalam islam, mahar biasanya menggunakan acuan mata uang. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dan mahar merupakan harta yang bukan hanya simbol saja. Wanita bisa saja mengajukan mahar tertentu kepada calon suaminya dengan bentuk harta tertentu seperti uang, emas, tanah, rumah, kendaraan, atau benda berharga lainnya. Selain itu, mahar juga dapat berupa Al-Quran dan Alat shalat. Dalam islam juga diperbolehkan mahar diberikan dalam bentuk cincin dari bahan apapun, kurma, ataupun jasa.
Dalam hal ini pihak wanita juga diperbolehkan untuk menerima atau menolak mahar yang akan diberikan oleh pihak laki-laki. Dalam hal ini, besaran mahar pernikahan tidak ditentukan oleh islam. Yang terpenting adalah adanya kesepakatan antara wanita dan laki-laki. Begitupun wanita, tidak boleh memaksakan kehendaknya pada laki-laki calon suaminya. Tentu wanita dalam meminta mahar atau mengajukan mahar harus sesuai dengan kemampuan laki-laki juga tidak memberatkannya.
Dalam islam terdapat beberapa bentuk yang dapat diberikan kepada calon istri dari calon suami. Bentuk-bentuk mahar dapat dijelaskan dalam poin-poin dan ayat berikut.
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 24)
Bentuk mahar bisa berbagai macam dalam islam, bisa berupa harta apapun dengan nilai berapapun, sebagaimana yang disampaikan dalam ayat di atas. Berbagai macam harta atau materi ini dapat disesuaikan tentunya dengan kemampuan dan kapasitas dari calon suami.
“Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik’.” (QS. Al-Qoshosh: 27)
Dalam ayat di atas dijelaskan pula bahwa mahar bisa berupa jasa. Jasa ini sebagaimana ayat di atas dapat diambil contoh dengan bekerja dengan orang tertentu selama delapan tahun. Untuk itu, bisa juga dicari jasa lainnya yang bermanfaat bagi wanita, asalkan tidak sampai kepada merendahkan derajat diri diantara suami dan istri.
Hal lain yang bisa digunakan juga adalah yang dapat memberikan manfaat bagi wanita. Hal ini misalnya adalah memberikan kemerdekaan pada budak sebagaimana zaman dahulu. Disampaikan dalam hadist berikut, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (HR Bukhari)
Selain itu ada juga hadist yang mengemukakan bahwa keislaman seseorang atau masuknya islam seseorang dapat menjadi mahar dalam pernikahan.
“Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku akan menikah denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat al-qur’an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum Pernikahan dalam Islam adalah sunnah muakad artinya adalah sunnah yang dianjurkan. Untuk itu sebelum nantinya mempersiapkan mahar pernikahan tentunya persiapan pernikahan dalam Islam juga harus dipersiapkan lebih matang seperti mengetahui syarat Pernikahan dalam Islam, Fiqih Pernikahan, Tujuan Pernikahan Dalam Islam.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…