Childfree bisa disebut juga pasangan suami istri yang lebih memilih tidak ingin memiliki sebuah anak atau bisa di sebut juga keturunan. Di negara Barat dan non muslim hal ini bukan lagi suatu hal yang bisa di katakan asing. Melainkan sebuah hal yang umum bagi kalangan orang barat atau non muslim.
Childfreen tidak termasuk dalam hal-hal yang diharamkan dalam pernikahan. Namun belakangan ini istiliah childfree kembali ramai menjadi perbincangan di Indonesia. Namun ada beberapa pandangan islam tentang childfree yaitu:
1. Anak Merupakan Karunia bagi Pasangan Suami Istri
Dan hadirnya sebuah anak adalah salah satu kebahagiaan bagi seorang pasangan suami istri. Jika pernikahan didasarkan dengan rasa cinta tetapi tidak ingin memiliki sebuah keturunan maka pasangan suami istri itu sama saja menentang sebuah fitrah.
hadis Nabi dalam Shahih Al-Bukhari:
ُد َمْولُوٍد ُك ُّل ُيول ى َ ْط َعل َرِة، َ الِف َبَواهُ ُي َهِّوَداِن ِه ْو َفَأ ، َأ َأ ُيَن ِّص َراِن ِه، ْو َأ ِل َأ ُي َم ِّج َساِن ِه، َأ ي َمِة َكَمثَ الَبه َت ُج ِ نْ ي َمَة تُ الَبه َه ْل َت َرى ِفي َها َجْد َعا َء ِ
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi, sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna, apakah kamu melihat ada cacatnya ?”
“Keharmonisan dan kebahagiaan pasangan suami istri adalah memiliki anak dan bila ada pasangan suami istri yang tidak ingin memiliki keturuna bisa di katan menyimpang”
kata Hayyaturrohman pada 10 September 2021.
2. Arti Kehadiran Anak dalam Sebuah Pernikahan
Dapat pula mendatangkan banyaknya rezeki dengan izin Allah SWT, seperti yang di kutip dalam Surat Al-Isra ayat 31 yang berbunyi:
َو ا اَل ْوٓ لُ تُ َي َة اَْواَلَد ُكْم َتقْ ُهْم َن ِا ْم ْح ُن اَل ٍق َخ ْش ۗ َوِاَّيا ِا َّن ُهْم ُكْم َن ۗ ْر ُزقُ لَ ْطـًٔ َكا َن ا َقتْ ِخ ْي ًرا ِ َكب
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar”
Kemudian Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan akan menimpa mereka. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka, bukan kamu yang memberi rezeki kepada mereka, dan Kami juga yang memberi rezeki kepadamu. Janganlah kamu mencemaskan mereka karena kemiskinan, maka oleh sebab itu kamu membunuhnya. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.”
3. Hukum Membesarkan dan Mendidik Anak
Seperti yang dikutip pada HR Ibnu Hibban pada Al-Irwa nomor 1784:
“Rasulullah saw memerintahkan untuk menikah dan dilarang keras untuk membujang dan berkata ‘Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan bangga dengan kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat’,”
Dalam sebuah kajian ilmu fiqih ada beberapa pandanan kasus, yaitu menolak wujudnya anak sebelum sperma berada di rahim baik dengan cara yaitu:
- Tidak menikah sama sekali.
- Dengan menahan diri tidak bersetubuh setelah pernikahan.
- Dengan cara tidak inzal.
- Dengan cara azal.
Semuanya secara menyeluruh sama dengan pilihan childfree. Dari semua sisi sama-sama menolak wujudnya anak sebelum berpotensi terwujud. Imam al-Ghazali menjelaskan hukum ‘azl adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan keutamaan.
Imam Al-Ghazali menjelaskan:
َما نَّ ِإ َن َوِإ ا لْ َمْع َك َنى َرا َه اَل َة قُ ِ ب ِ يم ْحرِ الت ي ِه، َّ نْزِ َوالت َّن َّ َبا َت َأِل ْ ث ْهيِ ِإ الن َما َّ نَّ ِإ ُي ْمِك ُن َن ٍّص ِإ ب ْو ِ ِقَيا ى ٍس َأ َعل ُصو ٍص، َ َو ْص َل َن اَل َو َّص اَل َمنْ َأ ُيَقا ُس َأ ْي ِه. َه ُه ْص ٌل َن َعل َب ْل ا َ َأ ُيَقا ُس ْي ِه، َأ َت َعل َو ُهَو ْر ُك َ ْصاًل النِّ َكاحِ َأ ْو َأ َأ َت ْر ُك َأ ِج َماعِ ال َب ْعَد ْ الن ْو ِّ َكاحِ ِل َأ َت ْر ُك َأ نْ َزا ِإْل ا َب ْعَد ، ياَلجِ لِ َك َف ُك ا ُّل ِإْل ذ َت ْر ٌك َ َض ِل فْ لِ ْي َس َأْل ا ْرِت َك َول ا ِب َ ِ ب . ِذ َف ْر َق َو َن اَل ْهيٍ ِإ ِإ ُد َولَ ال َيَت َكَّو ُن ْ ُوقُوعِ الن ِفي ُّ ْط ب َف ِة ِ ِ ال َّر ْحم
Artinya, “Saya berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan makna makruh tahrîm atau makrûh tanzîh, sebab untuk menetapkan larangan terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyâs pada nash, padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyâs yang dapat dijadikan dalil memakruhkan ‘azl. Justru yang ada adalah asal qiyâs yang membolehkannya, yaitu tidak menikah sama sekali, tidak bersetubuh setelah pernikahan, atau tidak inzâl atau menumpahkan sperma setelah memasukkan penis ke vagina. Sebab semuanya hanya merupakan tindakan meninggalkan keutamaan, bukan tindakan melakukan larangan. Semuanya tidak ada bedanya karena anak baru akan berpotensi wujud dengan bertempatnya sperma di rahim perempuan. (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, [Beirut, Dârul Ma’rifah], juz II, halaman 51).
Nabi SAW berulang kali menganjurkannya, seperti dalam dua hadits berikut: َّ
ن ِإ ال َّر ُج َل ُي َجا ِمُع ِإ ل ُه َ ْهلَ ُه َفُي ْك َأ َت ُب َأ ب ْج ُر ِ ِج ل َما ِع ِه َ َأ ٍد َأ َكٍر َولَ َسب ِهللا ِت َل ِ ذ َقاَت َل ِفي ي ِل َ َفق قال العراقي: لم أجد له أصال، ولكن قال الزبيدي: بل ُ له أصل من حديث أبي ذر أخرجه ابن حبان في صحيحه
Artinya, “’Sungguh seorang lelaki niscaya menyetubuhi istrinya kemudian sebab persetubuhan itu pahala anak laki-laki yang berjihad fi sabilillah kemudian mati syahid.’ (Al-‘Iraqi berkata: ‘Aku tidak menemukan asalnya’, namun Murtadla az-Zabidi berkata: ‘Ada asalnya, yaitu dari hadits riwayat Abu Dzar ra yang ditakhrij oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya’). (Muhammad bin Muhammad al-Husaini az-Zabidi, Ithâfus Sâdatil Muttaqîn bi Syarhi Ihyâ-i’ ‘Ulûmiddîn, [Beirut, Muassasatut Târîhil ‘Arabi, 1414 H/1994 M], juz V, halaman 379-380).
Kebanyakan semua orang-orang yang menjalankan childfree ini semua dengan kalangan yang memiliki ekonomi kecukupan. Namun pemerintahan juga harus melakukan stimulus agar semua alasan childfree dengan sistem ekonomi yang rendah bisa di hindari.
Kesimpulan Pembahasan
Menurut pandangan islam apabila adanya pasangan suami istri yang melakukan childfree dan tidak ingin memiliki keturunan itu adalah sebuah perbuatan yang dilarang. Dimana kita mengetahui kehadiran seorang anak adalah sebuah fitrah.
Dan dimana kehadiran seorang anak adalah sebuah kebahagiaan bagi pasangan suami istri. Telah disebut pula kehadiran seorang anak adalah sebuah karunia dan bertambahnya rezeki di dalam rumah tangga sehingga pasangan suami istri tersebut bisa sakinnah mawaddah warahmah.