Ijab yang merupakan bagian dari rukun nikah adalah ucapan dari seorang wali nikah yakni bapak atau seorang yang diwakilkan (karena bapaknya sudah meninggal) untuk menikahkan anak wanitanya kepada calon pengantin pria dan atau penyerahan dari wali (pihak pertama). Sedangkan qabul adalah jawaban dari calon suami atas ijab yang diucapkan oleh wali nikah dan atau penerimaan dari calon suami (pihak kedua).
Ucapan ijab dan qobul tidak boleh diucapkan dengan kata kata yang sembarangan sebab harus sesuai fiqih pernikahan, haruslah ada kata nikah dan kawin baik itu diucapkan oleh wali nikah maupun pihak kedua yaitu calon suami. Disebutkan pula di dalam Al quran bahwa mengucapkan ijab dan qobul harus ada kata nikah dan kawin.
Contoh ucapan ijab wali nikah baik pada nikah resmi dan nikah siri dalam pandangan islam: “Aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan (nama binti bapak) dengan mas kawin (bayaran perkawinannya) sebanyak 10 gram emas tunai” Setelah ijab diucapkan barulah calon suami mengucapkan qobulnya. Contoh ucapan qobul calon suami : “Aku terima nikah dan kawinnya (nam binti bapak) dengan mas kawin (bayaran perkawinannya) sebanyak 10 gram emas tunai”
Selain kata kata tersebut beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan saat ijab qobul adalah saat pernyataan ijab dan qobul harus diucapkan dengan jelas dan lantang sesuai dasar menikah dalam islam atau harus bisa didengar oleh saksi dan juga tidak boleh mengucapkan kata kata berupa sindiran dan batasan waktu menikah seperti nikah mut’ah. Untuk lebih jelaskan berikut Syarat Ijab Qabul dalam Islam.
Syarat Ijab Nikah
Syarat Qobul Nikah
Syarat yang lebih lengkapnya ialah :
Para pelasana Ijab dan Qobul bai Wali dan Calon Mempelai Pria harus sudah Tamyis. Tamyiz itu adalah kedua belah pihak bisa membedakan benar dan salah. Bila salah satu pihak ada yang gila atau masih kecil, maka pernikahannya dinyatakan tidak sah.
Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu dengan putriku’ lalu mereka berpisah sebelum suami mengatakan, ’Aku terima’. Kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain, dia baru menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah, 4/16).
Jeda antara lafadz Ijab dengan qabul tidak harus satu nafas namun cukup bersambung dan bersegera dalam menyampaikan qabulnya. Dalam hal hukum al faur yaitu apakah ijab qobul harus satu nafas dan tanpa ada jeda ini, para ulama’ berbeda pendapat. Ulama Hambali dan Hanafi
berpendapat bahwa ’segera’ bukan syarat, selama masih dalam satu majlis. Namun jika salah satu sibuk melakukan aktivitas lain, yang memutus konteks pembicaraan, maka akad nikah tersebut tidak sah.” (al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah, 4/16). Imam Ibnu Qudamah – ulama hambali –
Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad.” (al Mughni, 7/81).
Ulama Syafiiyah dan Malikiyah berpendapat,bahwa antara ijab dan qobul harus segera (’ala al Faur) dan tidak boleh ada pemisah, selain jeda ringan yang tidak sampai dianggap pemisah antara ijab dan qabul. (al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah, 4/16). Karena itu, sebagian ulama syafi’iyah melarang, ketika antara ijab dan qabul diselingi dengan ucapan apapun yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah.
Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, Saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini tidak sah.
Karena dia memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga akad nikah tidak sah.”(Fikih Sunah, Sayid Sabiq, 2/35). Dalam kasus misalnya akad nikah ada gangguan sound sistem, kemudian ketika sang suami hendak mengucapkan qabul, tiba tiba dia harus memperbaiki mikrofonnya, beberapa saat kemudian dia mengucapkan qabul, akad nikah tetap dinilai sah.
Hendaknya ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukkan pernyataan persetujuannya lebih tegas. Misalnya, jika pengijab mengucapkan: “Aku nikahkan dan kawinkan engkau kepada anak wanitaku “fulanah” dengan mahar Rp.500.000, lalu qabul menyambut:”Aku terima nikahnya dan kawinnya “fulanah” binti “fulan” dengan mahar Rp.800.000, maka nikahnya sah, sebab qabulnya memuat hal yang lebih baik (lebih tinggi nilainya) dari yang dinyatakan pengijab dengan syarat sang pengantin pria wajib memenuhi mahar yang diucapkannya.
Pihak pihak yang melakukan aqad harus dapat mendengarkan pernyataan masing masingnya dengan kalimat yang maksudnya menyatakan terjadinya pelaksanaan aqad nikah, sekalipun kata katanya ada yang tidak dapat dipahami, karena yang dipertimbangkan di sini ialah maksud dan niat, bukan sekedar mengerti setiap kata kata yang dinyatakan dalam ijab dan qabul.
Para ahli fikih mensyaratkan hendaknya ucapan yang dipergunakan di dalam ijab qabul bersifat mutlak, tidak diembel embeli dengan sesuatu syarat, misalnya pengijab mengatakan : “Aku kawinkan putriku dengan kamu.” lalu penerimanya menjawab: “Saya terima.” Maka ijab qabul seperti ini namanya bersifat mutlak, hukumnya menjadi sah, yang selanjutnya mempunyai akibat akibat hukum.
Akad nikah sah dengan bahasa apapun, meskipun orangnya bisa bahasa Arab. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah – menurut keterangan yang lebih kuat –, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qudamah. Dalam hal ini kedudukan bahasa non Arab dengan bahasa Arab sama saja. Karena Orang yang menggunakan bahasa selain Arab, memiliki maksud yang sama dengan orang yang berbahasa Arab.
Diantara syarat sahnya nikah adalah adanya kejelasan masing masing pengantin. Seperti menyebut nama pengantin wanita atau dengan isyarat tunjuk, jika pengantin ada di tempat akad. Misalnya, seorang wali pengantin wanita berkata kepada pengantin lelaki “Aku nikahkan kamu dengan anak ini, kemudian si wali menunjuk putrinya yang berada di sebelahnya.” hukum akad nikahnya sah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Diantara syarat nikah adalah adanya kejelasan pengantin. Karena orang yang melakukan akad dan yang diakadkan harus jelas. Kemudian dilihat, jika pengantin wanita ada di tempat akad, kemudian wali mengatakan, ‘saya nikahkan anda dengan anak ini’ maka akad nikahnya sah. Karena isyarat sudah dianggap penjelasan. Jika ditambahi, misalnya dengan mengatakan, ‘saya nikahkan kamu dengan anakku yang ini’ atau ‘…dengan anakku yang bernama fulanah’ maka ini sifatnya hanya menguatkan makna.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…