Ada 3 batasan untuk aurat wanita:
- Seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sehingga yang terlihat hanya pakaiannya. Sebagian ulama menyebutkan az-zinah ad-dzahirah bagian yang nampak.
- Anggota wudhu. Leher keatas, lengan kebawah,dan betis ke bawah. Ulama menyebutkan az-zinah al-bathina aurat dalam.
- Antara pusar sampai lutut. Dari ketiga batasan ini bagian manakan batas aurat wanita di hadapan lekaki yang masih mahramnya dengannya seperti anak, bapak, saudara laki-laki,paman atau kakek.
Allah SWTberfirman dalam surah an-Nur (24): 31 tentang aurat wanita:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي اْلإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada para wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [QS. an-Nur (24); 31].
Ada 2 pendapat ulama dalam hal ini yaitu:
1. Aurat wanita di depan lekaki yang menjadi mahramnya antara pusar sampai lutut
Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan sebagian Syafiiyah. Al-Khathib as-Syarbini – Ulama Syafi’iyah – mengatakan,
ولا ينظر الفحل من محرمه الأنثى من نسب أو رضاع أو مصاهرة ما بين سرة وركبة منها… فيجوز النظر إلى السرة والركبة، لأنهما ليسا بعورة بالنسبة لنظر المحرم
Lelaki tidak boleh melihat aurat wanita mahramnya, baik mahram karena nasab, persusuan, atau pernikahan, antara pusar dan lutut… boleh melihat ke pusar dan lutut, karena keduanya bukan aurat untuk dilihat mahram. (Mughni al-Muhtaj, 3/129)
Dalam ayat tersebut selain menjelaskan tentang perintah menjaga pandangannya. Allah juga menjelaskan tentang apa saja yang diperbolehkan melihat bagian-bagian dari perhiasan aurat wanita.
Aurat besar bagi laki-laki adalah sesuatu antara pusar dan alat kelamin. Sedangkan bagi perempuan adalah sesuatu antara dada dan alat kelamin.
Ada juga aurat kecil bagi laki-laki dan perempuan selain dari aurat besar diatas. Berkaitan jika anak itu sudah baligh makan tidak boleh melihat aurat ibu kandungnya sendiri kecuali bagian yang biasa tampak.
Ketika mandi otomatis semua anggota tubuh dapat terlihat. Oleh karena itu tidak di perkenankan bagi anak untuk melihat atau mengintip ibunya sendiri.
Hakikatnya adalah perbuatan yang tidak terpuji atau salah. Adapun apabila anak masih kecil atau belum baligh.
Maka perlu di berikan perlajaran pelajaran yang bersifat edukatif. Agar nakal memiliki pengetahuan terkait aurat segala hal yang berhubungan dengannya.
Edukasi itu contoh misalnya memisah ranjang anak dan orang tua ketika anak hampir baligh.
2. Aurat wanita di depan lelaki yang menjadi mahramnya, adalah anggota wudhu
Ini pendapat sebagian syafiiyah, dan pendapat hambali. Al-Khathib as-Syarbini menyebutkan pendapat kedua,
وقيل: إنما يحل نظر ما يبدو منها في المهنة فقط، لأن غيره لا ضرورة إلى النظر إليه، والمراد بما يبدو في المهنة: الوجه والرأس والعنق واليد إلى المرفق والرجل إلى الركبة
Ada yang berpendapat, lelaki mahram hanya boleh melihat bagian yang biasa nampak ketika wanita beraktivitas. Karena bagian anggota badan yang lebih dari itu, tidak ada kepentingan mendesak baginya untuk melihatnya. Yang dimaksud bagian yang biasa terlihat ketika beraktivitas adalah wajah, kepala, leher, tangan sampai siku, dan kaki sampai lutut. (Mughni al-Muhtaj, 3/129)
Keterangan lain disebutkan Ibnu Qudamah:
,ويجوز للرجل أن ينظر من ذوات محارمه إلى ما يظهر غالباً كالرقبة والرأس والكفين والقدمين ونحو ذلك، وليس له النظر إلى ما يستتر غالباً كالصدر والظهر ونحوهما
Boleh bagi lelaki mahram untuk melihat bagian yang biasa nampak di rumah, seperti leher, kepala, dua telapak tangan, kaki, dan semacamnya. Dan tidak boleh melihat bagian yang umumnya tertutup, seperti dada atau punggung dan semacamnya. (al-Mughni, 7/454)
Diantara dalil yang mendukung pendapat ini adalah firman Allah:
,وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِإِخْوَانِهِنَّ
“Janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera mereka, atau putera suami mereka, atau saudara lelaki mereka…” (QS. an-Nur: 31)