Haid merupakan salah satu fitrah seorang wanita. Dalam Islam, seorang wanita yang sedang haid memiliki beberapa aturan tertentu, terutama dalam hal ibadah. Misalnya saja ketika melakukan shalat wajib atau shalat fardhu. Seorang wanita yang haid dilarang untuk melaksanakan shalat.
Sebagaimana hadist berikut : “Dari Aisyah RA, “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga:
- Cara Menjadi Muslimah Yang Baik
- Cara Menjadi Wanita Baik Menurut Islam
- Ciri Wanita yang Baik untuk Dinikahi Menurut Islam
- Kewajiban Wanita Setelah Menikah
- Wanita Shalehah Menurut Islam
Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh”
Begitu pula firman Allah dalam QS Al-Waqi’ah : 79 “Tidak menyentuhnya (Al-Quran) kecuali orang-orang yang disucikan”
Di samping beberapa aturan dalam Islam mengenai wanita haid, ada pula beberapa mitos tentang wanita haid yang beredar di masyarakat. Salah satunya adalah aturan mengenai membuang rambut saat haid.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pertanyaan, “Saat seorang sedang junub dan memotong kukunya atau kumis atau menyisir rambut, apakah salah?, Sebagian orang mengatakan jika orang yang memotong rambut atau kuku saat junub, maka semua bagian tubuhnya akan kembali saat hari kiamat dan menuntut pemiliknya untuk memandikannya dan apakah itu benar?”.
Syaikhul Islam lalu menjawab, “Terdapat hadis shahih dari Hudzifah dan Abu Hurairah radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang junub, kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.’ Dalam shahih Al-Hakim, ada tambahan, ‘Baik ketika hidup maupun ketika mati.’
Baca juga:
- Hukum zina tangan
- Pacaran dalam Islam
- Perbedaan ghibah dan fitnah
- Bahaya adu domba dalam Islam
- Hukum memakai parfum untuk wanita dalam Islam
- Dosa wanita yang paling dibenci Allah
Sementara saya belum pernah mengetahui adanya dalil syariat yang memakruhkan potong rambut dan kuku, ketika junub. Bahkan sebaliknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang masuk islam,
“Hilangkan darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” Beliau juga memerintahkan orang yang masuk islam untuk mandi. Dan beliau tidak memerintahkan agar potong rambut dan khitannya dilakukan setelah mandi. Tidak adanya perintah, menunjukkan bolehnya potong kuku dan berkhitan sebelum mandi…’” (Fatawa Al-Kubra, 1:275)
Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thalibin mengatakan sebagai berikut.
ولو غسل بدنه إلا شعرة أو شعرات ثم نتفها قال الماوردي إن كان الماء وصل أصلها أجزأه وإلا لزمه إيصاله إليه وفي فتاوى ابن الصباغ يجب غسل ما ظهر وهو الأصح وفي البيان وجهان أحدهما يجب والثاني لا لفوات ما يجب غسله كمن توضأ وترك رجله فقطعت والله أعلم
Artinya, “Andaikan seseorang membasuh seluruh badannya kecuali sehelai atau beberapa helai rambut (bulu) kemudian ia mencabutnya, maka Imam Mawardi berpendapat, ‘Jika air dapat sampai ke akar helai itu, maka memadailah.
Tetapi jika tidak, maka ia wajib menyampaikan air ke dasar bulu itu.’ Sedangkan fatwa Ibnu Shobagh menyebutkan, ‘Wajib membasuh bagian yang tampak saja.’ Pendapat ini lebih sahih. Sementara kitab Albayan menyebut dua pendapat.
Pertama, wajib (membasuh bagian tubuh yang terlepas-pen). Kedua, tidak wajib. Karena, telah luput bagian yang wajib dibasuh. Ini sama halnya dengan orang yang berwudhu tetapi tidak membasuh kakinya, lalu diamputasi.” (Lihat Imam Nawawi, Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 1, halaman 125).
Baca juga:
- Kehidupan setelah menikah
- Tips keluarga bahagia dalam Islam
- Manfaat posisi sujud saat hamil
- Hukum memakai cadar saat sholat
- Hukum selfie dalam islam
Dalam sebuah hadis dari A’isyah, saat itu Aisyah mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesampainya di Mekkah Aisyah mengalami haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
…..دعي عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي
“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…” (HR. Bukhari 317 & Muslim 1211)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan A’isyah yang sedang haid untuk menyisir rambutnya, hal ini menunjukkan bahwa tidak mengapa rambut yang rontok ketika haid.
Berdasarkan beberapa dalil di atas, jelas bahwa hukum membuang rambut saat haid adalah boleh. Maka justru mereka yang membuat hukum larangan membuang rambut saat haid adalah orang yang berdosa.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling besar dosa dan kejahatannya dari kaum muslimin adalah orang yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut menjadi diharamkan karena pertanyaannya tadi.” (HR Bukhari)
Justru hal yang dilarang saat wanita haid adalah melaksanakan shalat. Dari Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,
أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ
“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri?
Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari no. 321)
Begitu pula dengan berpuasa. Dalam hadits Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.
’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim no. 335).
Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/ 20-21)
Baca juga:
- Kewajiban Wanita Setelah Menikah Menurut Al-Quran
- Perbedaan Talak Satu, Dua dan Tiga
- Hukum Memakai Parfum Beralkohol
- Proses Penciptaan Manusia menurut Islam
- Pengertian Mahram
Begitu pula dengan aktivitas jima’. Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al Baqarah: 222).
Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.” (Al Majmu’, 2: 343)
Dan juga menyentuh mushaf Al quran.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)
Begitu pula sabda Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam,
لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ
“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Itulah penjelasan mengenai hukum membuang rambut saat haid. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.