Wanita

Hukum Memotong Kuku Saat Haid dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Membahas masalah mengenai potong kuku atau rambut saat sedang haid, memang tidak terdapat riwayat yang menuliskan jika memotong kuku pada saat haid dilarang. Dalam sebuah hadis A’isyah disebutkan jika pada saat Aisyah ikut haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sesudah sampai di Mekkah, beliau mengalami haid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata padanya, “Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…” (HR. Bukhari 317 & Muslim 1211)

Artikel terkait:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan A’isyah yang sedang haid untuk menyisir rambutnya. Padahal beliau baru saja datang dari perjalanan. Sehingga kita bisa menyimpulkan dengan yakin, pasti akan ada rambut yang rontok. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh A’isyah untuk menyimpan rambutnya yang rontok untuk dimandikan setelah suci haid.

Dalam kedua hadis diatas memperlihatkan jika memotong kuku ataupun rambut yang rontok saat haid hukumnya sama dengan keadaan suci yang artinya tidak memiliki kewajiban untuk memandikannya bersama madsi haid. Apabila hal tersebut disyariatkan, tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga akan menjelaskan pada A’isyah untuk menyimpan rambut dan memandikannya bersama mandi haid.

Di dalam fatawa Al Kubra, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pertanyaan, “Saat seorang sedang junub dan memotong kukunya atau kumis atau menyisir rambut, apakah salah?, Sebagian orang mengatakan jika orang yang memotong rambut atau kuku saat junub, maka semua bagian tubuhnya akan kembali saat hari kiamat dan menuntut pemiliknya untuk memandikannya dan apakah itu benar?”.

Syaikhul Islam lalu menjawab, “Terdapat hadis shahih dari Hudzifah dan Abu Hurairah radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang junub, kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.’ Dalam shahih Al-Hakim, ada tambahan, ‘Baik ketika hidup maupun ketika mati.’

baca juga:

Sementara saya belum pernah mengetahui adanya dalil syariat yang memakruhkan potong rambut dan kuku, ketika junub. Bahkan sebaliknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang masuk islam, “Hilangkan darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” Beliau juga memerintahkan orang yang masuk islam untuk mandi. Dan beliau tidak memerintahkan agar potong rambut dan khitannya dilakukan setelah mandi. Tidak adanya perintah, menunjukkan bolehnya potong kuku dan berkhitan sebelum mandi…’” (Fatawa Al-Kubra, 1:275)

Sementara dalam hadis Nabi Muhammad SAW dan atsar, para sahabat ditemui dengan anjuran untuk wanita haid dan juga nifas untuk selalu menjaga kebersihan. Wanita yang sedang haid disarankan untuk mandi dan juga menyisir rambutnya. Akan tetapi, pada sebagian wanita mengalami kerontokkan rambut dan menyisir rambut bisa mencabut sebagian rambut tersebut.

Artikel terkait:

1. Pendapat Ahli Fiqih Mazhab Syafi’iyah

Sedangkan menurut ahli fiqih Mazhab Syafi’iyah dengan tegas memperbolehkan wanita yang sedang haid atau nifas untuk memotong kuku, mencukur bulu ketiak atau kemaluan dan sebagainya. Tidak ada ketentuan untuk melakukan hal tersebut dan bisa berdampak buruk pada saat hari berbangkit kemudian hari. [Kitab Tuhfatul Muhtaj 4/56]

2. Pendapat Mufti Arab Saudi

Pendapat selanjutnya dari mufti Arab Saudi yakni Syekh Ibnu Utsaimin di dalam kumpulan fatawa Az Ziinah Wai Mar’ah karangannya juga menyinggung mengenai permasalahan ini. Syekh Utsaimin memberi bantahannya apabila seorang wanita yang sedang haid, nifas atau junub dilarang untuk memotong kuku dan juga rambutnya. Justru seorang wanita yang sedang haid dan juga nifas sangat dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan tubuh seperti memotong kuku tersebut.

3. Pendapat Al Utsaimin

Al Utsaimin juga memberi tambahan bahwa seorang wanita yang sedang haid atau nifas atau bahkan mengalami mimpi basah, maka sangat dianjurkan untuk mandi janabat seperti waktu ia suci. Hal ini juga terjadi saat ia bercumbu dengan suami tanpa jima yang sampai mengeluarkan air mani, maka wanita tersebut tetap melaksanakan mandi janabah meski dalam keadaan haid atau nifas.

Artikel terkait:

4. Pendapat Muhammad bin Yusuf Al Ibadhi

Muhammad bin Yusuf Al Ibadhi dalam kitabnya Syarkh An Nail Wa Syifai Alil [1/347] menyebutkan tentang pemahaman mengenai larangan wanita haid dan nifas untuk memotong kuku atau rambut masuk dalam perkara bi’dah. Ia meyakini jika hal tersebut akan berpengaruh pada hari berbangkit dan umat Islam dilarang untuk mengharamkan perkara yang sudah diperbolehkan seperti dilarang untuk memperbolehkan perkara yang sudah dihalalkan.

5. Shahih Al Hakim

Di dalam Shahih Al Hakim juga disebutkan, “Baik hidup ataupun saat mati”. Saya tidak mengetahui dalil syar’i yang memakruhkan potong rambut dan kuku saat junub. Bahkan sebaliknya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang baru masuk Islam, “Buanglah rambut kekafiran darimu dan berkhitanlah,” (HR. Abu Dawud No. 356 dan di nilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil (1/120))

Kemudian setelah itu beliau memerintahkan orang tadi untuk mandi. Beliau tidak memerintahkan agar khitan dan memotong rambut ditunda setelah mandi. Dari sabda beliau ini menunjukkan kedua hal tersebut boleh dilakukan. Mandi dulu atau potong rambut dulu. Demikian juga wanita haid diperintahkann untuk menyisir rambut saat mandi sementara sisiran rambut itu bisa merontokkan rambut.” (Majmu’ Fatawa, 21/120-121)

6. Pendapat Al Ghazali

Al Ghazali berkata dalam al Ihya, “Tidak semestinya memotong (rambut) atau menggunting kuku atau memotong ari-ari, atau mengeluarkan darah atau memotong sesuatu bagian tubuh dalam keadaan junub, mengingat seluruh anggota tubuh akan dikembalikan kepada tubuh seseorang. Sehingga (jika hal itu dilakukan) maka bagian yang terpotong tersebut kembali dalam keadaan junub. Dikatakan: setiap rambut dimintai pertanggungjawaban karena janabahnya.

baca juga:

Namun meskipun begitu, Imam Al Ghazali tidaklah sampai mengharamkan hal tersebut dan hanya sebatas makhruh saja yang terlihat dari kata yang dipakai yakni “tidak semestinya”.

Pendapat dari Imam Al Ghazaliini lalu dibantah oleh mayoritas ulama Syafi’iyah. Dalam kitab Syafi;i yang lain yakni Niyatul Muhtaj Syarh al Minhaj, “Pendapat Imam al Ghazali tidak perlu untuk dikaji kembali sebab bagian tubuh yang kembali adalah yang disaat kematian sang pemilik dan bagian dari badan asli yang pernah terpotong, bukan seluruh kuku dan juga rambut yang pernah dipotong selama hidupnya”.

7. Pendapat Atho bin Abi Robah ra

Atho bin Abi robah ra yang merupakan seorang tabi’in senior berkata, “Seorang yang junub (diperbolehkan) melakukan hijamah (pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor) dan memotong kuku dan menggunting rambutnya, walaupun ia belum berwudhu.” (Shahih al-Bukhari 1/496)

8. Pendapat Ibnu Rajab al Hanbali

Dalam “Fath al-Bari Syarah Shohih al-Bukhari”, Ibnu Rajab al-Hanbali menyatakan bahwa tidak ada khilaf (perbedaan) tentang bolehnya ini (menyisir rambut atau memotong kuku) di antara ashabina (ulama mazhab Hanbali) kecuali Abu al-Farj al-Syirozi.

9. Fatawa Al Kubra

Dalam kitab Fatawa Al Kubra dijelaskan jika, “Dan aku tidak mengetahui atas makruhnya menghilangkan rambut bagi orang yang sedang junub dan menghilangkan kukunya dalam dalil Syar’i, akan tetapi, sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah berkata kepada orang yang masuk Islam: Jatuhkanlah (hilangkan) darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah. Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang masuk Islam untuk mandi, dan tidak menyuruh untuk mengakhirkan khitan dan menghilangkan rambut dan mendahulukan mandi. [Fatawa Al-Kubra: 1/275]

Hadis Rasulullah SAW memberi penegasan, “Sesungguhnya yang paling besar dosa dan kejahatannya dari kaum muslimin adalah orang yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut menjadi diharamkan karena pertanyaannya tadi.” (HR Bukhari).

Artikel terkait:

Dalam beberapa keterangan yang sudah kami jelaskan diatas, tidak ditemukan dalil syar’i  yang memberi keterangan jika menghilangkan rambut dan juga memotong kuku dimakhruhkan apalagi diharamkan, maka hukumnya diperbolehkan dan tidak boleh disebut makruh bahkan haram tanpa didasari dengan dalil kuat yang memberi keterangan dengan jelas. Demikian ulasan lengkap yang bisa kami berikan mengenai hukum memotong kuku saat haid. Semoga bisa bermanfaat dan menambah informasi khususnya untuk para wanita muslimah.

baca juga:

Recent Posts

Perbedaan Kafir Harbi dan Dzimmi

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ قُلْ  لِّلَّذِيْنَ  كَفَرُوْا  سَتُغْلَبُوْنَ  وَتُحْشَرُوْنَ  اِلٰى  جَهَنَّمَ   ۗ وَبِئْسَ  الْمِهَا دُ “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, Kamu…

2 months ago

4 Contoh Syariat Islam yang di Terapkan dalam Kehidupan Sehari-Hari

Syariat Islam adalah hukum yang terdapat dalam ajaran islam untuk mengatur kehidupan manusia. Hal ini…

2 months ago

Tata Cara Aqiqah Anak Laki-Laki : Hukum, dan Dalilnya

Agama Islam memuliakan umatnya, termasuk anak-anak. Dalam aturan agama islam terdapat beberapa arahan yang membahas…

2 months ago

4 Sumber Hukum Islam Yang Disepakati

Berbicara mengenai hukum islam, maka kita dapat berbicara mengenai sumber hukum islam yang disepakati. Tujuannya…

2 months ago

Hukum Aqiqah Sudah Dewasa dan Dalilnya

Aqiqah dalam islam merupakan prosesi yang masuk kedalam sunah muakkad atau sunnah yang wajib untuk…

3 months ago

4 Sumber Hukum yang Tidak Disepakati

Dalam agama islam, hukum merupakan aturan baku yang mengatur dan memandu umat muslim dalam beribadah.…

3 months ago