Menurut syara’ yang dimaksud dengan haid adalah darah yang keluar secara alami yang terjadi pada perempuan dalam siklus tertentu.
Setiap perempuan memiliki siklus haid masing-masing. Jumlah volume darah haid yang keluar pun tidak sama.
Meskipun begitu, masing-masing perempuan dapat memperhitungkan kapan datangnya masa haid berdasarkan kejadian yang selalu berulang setiap bulannya.
Karenanya, ketika masa haid akan datang, setiap perempuan biasanya telah mempersiapkan pembalut di rumah untuk digunakan ketika haid.
Perlunya menggunakan pembalut ketika haid bagi perempuan dijelaskan dalam sebuah riwayat sebagai berikut.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang perempuan yang mengeluarkan darah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “… hendaklah ia melihat hitungan hari dan malam, ketika ia mengalami darah haid. Juga hitungan dalam satu bulan. (Jika sudah tiba), maka hendaklah ia meninggalkan shalat, kemudian bermandilah, lalu balutlah kemaluannya, dan shalatlah.”
Sunah Abu Daud
Dari riwayat di atas disimpulkan bahwa ketika haid sebaiknya wanita menggunakan pembalut untuk menampung darah haid.
Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pembalut yang digunakan perempuan ketika haid terbuat dari kain khusus yang disebut izaar. Kain bawahan ini menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk memakai kain izaar (kain bawahan menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah).” (HR. Muslim)
HR. Muslim
Kain yang digunakan sebagai pembalut ini biasanya sejenis kain atau handuk yang dapat menyerap darah haid dan dapat dicuci kapanpun.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, pembalut masa kini tidak lagi menggunakan kain. Pembalut masa kini terbuat dari kapas atau gel dan sifatnya sekali pakai.
Jadi, ketika telah digunakan, pembalut tersebut langsung dibuang dan tanpa harus melalui proses pencucian terlebih dahulu.
Tetapi, ada sebagian perempuan yang memilih mencuci pembalut bekas tersebut sebelum dibuang dengan alasan kesehatan lingkungan.
Lalu, bagaimanakah hukum mencuci pembalut dalam Islam?
Dari beberapa sumber disebutkan bahwa tidak ada satu dalil pun yang membahas keharusan seorang perempuan mencuci pembalut bekas setelah digunakan.
Yang ada adalah perbuatan yang dilakukan oleh para perempuan atau sahabat perempuan dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam.
Mereka langsung membuang pembalut bekas haid tanpa mencucinya terlebih dahulu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tidak pernah menganjurkan atau melarang perbuatan tersebut.
Yang wajib dilakukan adalah membersihkan darah haid yang menempel pada pakaian atau tubuh ketika hendak melakukan shalat, baik shalat fardhu atau shalat wajib maupun macam-macam shalat sunnah.
Bagaimana kita menyikapinya?
Segala macam perbuatan boleh dilakukan selama belum ada dalil yang mengharamkannya.
Karena itu, jika ada sebagian perempuan yang meyakini bahwa membuang pembalut bekas haid tanpa dicuci terlebih dahulu adalah hal yang tidak dilarang maka harus dihormati.
Umumnya mereka mendasarkan perbuatannya pada perbuatan para sahabat perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak dalil yang menganjurkan atau melarang perbuatan tersebut.
Begitu pula sebaliknya. Jika ada sebagian perempuan yang meyakini bahwa mencuci pembalut bekas haid sebelum dibuang adalah hal yang tidak dilarang maka harus dihormati
Mereka beralasan bahwa mencuci pembalut bekas haid sebelum dibuang bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
Jika alasan ini yang dikedepankan maka mencuci pembalut bekas haid sebelum dibuang adalah perbuatan yang lebih baik dilakukan.
Cara membuang pembalut bekas haid
Jika seseorang terbiasa langsung membuang pembalut bekas haid tanpa mencucinya terlebih dahulu, ada beberapa cara yang perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut.
- melipat dan membungkus pembalut bekas haid dengan tisu, kertas, atau plastik
- membuang pembalut yang telah dibungkus tadi ke tempat yang telah disediakan.
Jadi tidak diperkenankan membuang pembalut bekas haid sembarangan karena dapat menyebarkan bakteri, merusak pemandangan, dan menimbulkan bau yang tak sedap
Membuang pembalut bekas haid dengan tepat dan benar dapat membantu mencegah penyebaran bakteri yang dapat membahayakan kesehatan dan mengurangi bau tak sedap.
Untuk pembalut bekas haid yang dicuci terlebih dahulu, tata caranya tidak berbeda.