Dalam menjalankan puasa Ramadhan, kita diperintahkan untuk menahan diri dari segala hal-hal yang dapat membatalkan puasa hingga waktu buka puasa tiba.
“Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqarah : 187)
Salah satu hal yang membatalkan puasa selain makan dan minum dengan sengaja adalah muntah. Namun bagaimana hukumnya jika seorang ibu hamil yang sedang berpuasa justru muntah?
Rasulullah telah menjelaskan perkara ini sebelumnya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja dalam keadaan berpuasa, maka tidak ada qadla’ baginya; dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka ia harus mengqadla (puasanya)” (HR. Abu Dawud no. 2380, At-Tirmidzi no. 720, Ibnu Majah no. 1676, dan Ahmad 2/498; ini adalah lafadh Abu Dawud. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud 2/63).
Ibu hamil terutama yang masih dalam trimester pertama memang lebih sering mengalami muntah. Muntah ini biasanya terjadi akibat rasa mual karena adanya perubahan hormon pada tubuh.
Bagi ibu hamil yang melakukan puasa lalu muntah tanpa karena kesengajaan, maka puasanya tidaklah batal. Namun jika muntahannya tertelan kembali, terdapat beberapa perbedaan pada kalangan ulama.
Baca juga:
- hukuman orang tidak berpuasa di bulan ramadhan
- waktu buka puasa
- puasa ramadhan dan fadhilahnya
- fadhilah puasa ramadhan 10 hari pertama
- saat puasa bolehkah membersihkan telinga
- Pahala sholat sunnat di bulan Ramadhan
Diriwayatkan dari Malik rahimahullah, beliau mengatakan, “Barangsiapa yang muntah, dan muntahannya sampai di mulut kemudian ditelan lagi, maka dia tidak menggqadha puasa Ramadannya. Ibnu Qosim mengatakan, “Malik mengoreksi (pendapatnya) dan mengatakan,
“Kalau keluar ke tempat yang dapat dia muntahkan, namun ditelan lagi (ke lambungnya), maka dia harus mengqadha. Syekh Abul Qosim mengatakan, “Kalau ditelan setelah kelihatan di mulutna, maka dia harus mengqadha. Kalau ditelahnya sebelum sampai ke mulut, maka tidak ada akibat apa-apa.
Dalam kitab Al-Inshaf dikatakan,
“Kalau muntah telah keluar di mulutnya kemudian ditelannya, maka dia batal (puasanya). Hal itu ditegaskan oleh Imam Ahmad, meskipun (muntahan itu) sedikit. Karena memungkinkan baginya untuk dia jaga (agar tidak tertelan lagi).”
Maka dari itu, sebaiknya jika muntah telah sampai pada mulut dan dapat dikeluarkan, maka sebaiknya dikeluarkan. Namun tidak mengapa jika tidak sengaja tertelan, asalkan bukan sengaja ditelan kembali.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah muntah saat hamil ketika akam berpuasa, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi makanan berlemak saat sahur
Makanan berlemak saat sahur akan menyebabkan perut menjadi lebih berat untuk mencerna makanan. Perut juga menjadi begah dan menyebabkan banyak gas. Gas inilah yang nantinya akan menyebabkan rasa mual hingga muntah.
2. Minum teh jahe
Ada baiknya jika ibu hamil yang akan berpuasa meminum teh jahe 30 menit setelah makan sahur agar lambung menjadi lebih rileks dan mencegah mual. Kandungan pada jahe dapat mengurangi rasa mual pada ibu hamil.
3. Jangan tidur setelah sahur
Salah satu kebiasaan buruk ibu hamil adalah terlalu banyak tidur, bahkan setelah makan. Tidur setelah makan akan menyebabkan makanan tidak sampai ke lambung dan berbalik ke kerongkongan sehingga menyebabkan rasa mual.
Kebiasaan ini juga menyebabkan naiknya asam lambung yang semakin memperparah rasa mual yang timbul. Tidurlah setidaknya satu jam setelah makan agar lambung dapat bekerja dengan baik.
4. Istirahat yang cukup
Jumlah jam istirahat bagi ibu menyusui yang berpuasa sangatlah penting. Dengan istirahat yang cukup, maka proses metabolisme tubuh akan tetap berjalan dengan baik dan produksi ASI pun akan tetap lancar. Istirahatlah setidaknya 6 atau 8 jam setiap harinya agar produksi ASI tetap lancar.
5. Perbanyak minum air putih
Mungkin terdengar sepele tapi jumlah air yang masuk ke dalam tubuh juga akan mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi. Berpuasa bagi ibu menyusui dapat menyebabkan dehidrasi sehingga diperlukan cairan yang banyak. Minumlah setidaknya 8 gelas air putih setiap harinya agar tubuh tetap dapat terhidrasi dengan baik.
Baca juga:
- Hukum mandi junub setelah imsak
- Tips puasa Ramadhan ala rasulullah
- Tips agar kuat berpuasa
- Keistimewaan Ramadhan
- Saat puasa bolehkah suntik kb
- Pahala puasa Ramadhan selama 30 hari
6. Minum suplemen ASI
Setiap orang memiliki kemampuan memproduksi ASI yang berbeda-beda. Bagi mereka yang memiliki kemampuan memproduksi ASI yang sedikit, maka sebaiknya juga mengkonsumsi suplemen ASI agar produksi ASI tetap lancar. Minumlah suplemen ASi saat sahur dan berbuka agar bayi Anda tetap kenyang meskipun Anda sedang berpuasa.
Namun tidak ada paksaan bagi ibu menyusui untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Allah SWT telah memberikan kemudahan bagi ibu menyusui untuk menggantinya di hari lain. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: ”Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu suatu kesempitan dalam agama.” (Q. S. Al-Hajj: 78)
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: ” (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah:184)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dari kedua dalil di atas, telah jelas bahwa ibu menyusui mendapatkan keringanan dalam berpuasa di bulan Ramadhan dengan menggantinya pada hari yang lain.
Namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai penggantian puasa bagi ibu menyusui. Kalangan pertama berpendapat mewajibkan ibu menyusui yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan untuk membayar fidyah tanpa perlu mengqodho puasanya di hari lain.
Baca juga:
- Amalan di jumat terakhir di bulan Ramadhan
- Hukum bersetubuh di bulan Ramadhan
- Pahala menuntut ilmu di bulan Ramadhan
- Menikah di bulan Ramadhan
- Cara ganti puasa Ramadhan bagi laki-laki
- Tazkirah sebelum Ramadhan
Ibnu Abbas ra. berkata kepada seorang ibu yang sedang mengandung: Engkau sama seperti orang yang tidak mampu berpuasa, maka kamu harus membayar fidyah dan tidak perlu mengqadhanya.”
Sanadnya di shahihkan oleh Ad-Daruquthni sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafidz dalam kitab Talkhisul Habir. Namun dalil ini dianggap lemah dan tidak sesuai dengan ajaran agama
Sementara pendapat kedua mengatakan bahwa ibu menyusui boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah juga wajib mengqada’nya.
Jika dia khawatir terhadap anaknya maka dia harus mengqadha dan memberi makan orang miskin untuk setiap hari dia tidak berpuasa. Imam syafi’i dan Imam Ahmad memilih pendapat ini. Al-Jassos menyatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Umar ra.
Sedangkan pada pendapat ketiga mengatakan bahwa ibu menyusui wajib mengqada’ puasanya karena posisi ibu hamil dan menyusui sama dengan orang sakit yang dapat sembuh kembali dan dapat menjalankan puasa.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nasa’i (2274) dari Anas radhiallahu’anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menggugurkan bagi musafir separuh shalat dan puasa. Begitu pula bagi orang hamil dan menyusui. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Nasa’i.
Demikian penjelasan terkait apa saja hukum muntah saat puasa bagi ibu hamil dan dalilnya. Semoga bermanfaat.