Hukum Perempuan Memakai Celana Pendek dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa aurat yang wajib di tutup bagi perempuan di dalam shalat adalah seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan. Sama halnya di luar shalat.

Perempuan wajib menutupi aurat tersebut. Hanya saja ada sebagian mazhab ulama syafi’i dan hambali yang juga mewajibkan menutup wajah dengan cadar misalnya.

Ketika keluar rumah atau berada di depan laki- laki lain yang bukan mahramnya. Hukum ini dimaksudkan supaya perempuan menjaga dirinya agar tidak mudah di lihat oleh lawan jenis/bukan mahramnya.

Pendapat lain mazhab hanafi dan maliki perempuan tidak wajib menggunakan penutup wajahnya atau cadar. Menurut pendapat ini laki-laki yang harus menjaga pandangannya.

Adapun yang dimaksudkan dengan menutup aurat adalah suatu benda yang dapat menutupi warna kulit. Kemudian muncul lah sebuah pertanyaan, bolehkah perempuan menggunakan celana ketat atau pendek?

Perlu kita ketahui bahwa di dalam aturan syariat tidak ada ketentuan khusus untuk jenis atau model pakaian yang digunakan. Syariat hanya membatasi dengan beberapa prinsip .

Celana sendiri bukanlah pakaian yang di larang oleh syariat. Dalam kitab syuab al-iman imam baihaqi meriwayatkan hadis yang mengisahkan bahwa rasulullah saw pernah menjumpai perempuan yang menggunakan celana beliau pun tidak mengingkarinya, berikut lafal hadisnya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: بينما النبي صلى الله عليه وآله وسلم جالس على باب من أبواب المسجد، مرت امرأة على دابة، فلما حاذت بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم عَثَرَتْ بها، فأعرض النبي صلى الله عليه وسلم، وَتَكَشَّفَتْ، فقيل: يا رسول الله، إن عليها سراويل، فقال: رحم الله المتسرولات

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: “Suatu saat Nabi Muhammad saw. duduk di salah satu pintu masjid, lewatlah seorang perempuan mengendarai hewan tunggangan. Tepat saat ia lurus di depan Nabi, hewan tunggangannya tersandung dan membuatnya jatuh. Nabi pun berpaling dan perempuan tadi tersingkap pakaiannya. Diucapkanlah pada Nabi: ‘Wahai Rasulullah, perempuan itu menggunakan celana (di balik pakaiannya).’ Rasulullah bersabda: ‘Semoga Allah merahmati perempuan-perempuan yang menggunakan celana.’”

Perempuan memakai celana? Meski sebagian ulama memperbolehkan dengan sejumlah catatan seperti tidak ketat dan transparan. Tetapi sebagian ulama tidak mengizinkan menggunakan celana.

Syek Abu Malik dalam shahih fiqh sunnah berkata walaupun celana yang di gunakan bisa menutup aurat, namun dia berpandangan celana bisa tetap menggoda dan membangkitkan syahwat. Sebagaimana telah diketahui bahwa di antara syariat jilbab syari adalah tidak sempitem dan tidak membentuk lekukan tubuh.

Sedangkan celana pendek sendiri adalah di antara pakaian yang mengundang sebuah syahwat. Bahkan celana tersebut sampai terlalu ketat.

Ada juga celan yang warnanya seperti warna kulit. Hingga dikira wanita tidak menggunakan celana sama sekali. Ini sungguh prilaku yang tidak di benarkan. Namun sudah tersebar sangat luas.

Oleh karena itu tidak di perbolehkan wanita mengenakan celana pendek maupun celana panjang. Jika seseorang memakai celana tersebut di hadapan suami selama celana tidak menyerupai seperti pakaian pria maka hukumnya tidak masalah.

Namun tidak di perkenankan jika di pakai di hadapan mahram lebih-lebih di hadapan pria nonmahram. Namun tidak mengapa jika wanita menggunakan celana panjang di dalam dan diluarnya yang tertutup oleh rok atau gamis.

Terlepas dari fakta bahwa perempuan di atas mengenakan celana hanyalah sebagai pakaian dalam namun hadist ini setidaknya bisa dijadikan dalil atas legalitas memakai celana. Tidak benar jika ada pertanyaan mengenakan celana hukumnya adalah mutlak.

Simak keterangan Ibn Hajar Al-Haitami, dalam al-Minhaj al-Qawim di bawah ini:

وشرط الساتر في الصلاة وخارجها أن يشمل المستور لبسًا ونحوه مع ستر اللون، فيكفي ما يمنع إدراك لون البشرة ولو حكى الحجم كسروال ضيق لكنه للمرأة مكروه وخلاف الأولى للرجل

“Syarat penutup aurat, di dalam maupun di luar salat, baik berupa pakaian atau bukan, haruslah meliputi seluruh anggota tubuh yang hendak ditutupi serta harus menutupi warnanya. Artinya (menutup aurat) cukup dengan benda yang mencegah terlihatnya warna kulit, meskipun menampakkan lekuk tubuh, seperti celana yang ketat, namun hal ini hukumnya makruh bagi perempuan dan khilaful aula bagi laki-laki.”

Dalam HR Ahmad usamah bin zaid pernah berkata “Rasulullah saw pernah memakaikanku baju quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan dihya al-khabi kepada beliau”.

Sementara itu dalam kitanya majku al-fatawa ibnu taimiyah menjelaskan HR muslin Nabi saw bersabda ” Dua golongan manusia termasuk ahli neraka dan aku belum pernah melihatnya yaitu: kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pukulkane kepada orang-orang serta perempuan yang memakai pakaian tapi telanjangw yang berjalan lenggak lenggok.

Wanita yang bergoyang-goyang. Kepalanya seperti punduk unta yang besar.

Niscayanya mereka tidak akan masuk surga. Serta tidak akan mencium bau harumnya surga.

Sesungguhnya bau harumnya surga itu dapat di cium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.

Menurut ibnu taimiyah kalimat “kasiyatun aariyatun” bermakna perempuan yang mengenakan pakaian tetapi tidak menutup auratnya. Serta senang menunjukkan keindahan tubuhnya.

Dia berpakaian tapi pada hakikatnya tetapi telanjang. Seperti mengenakan pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya atau pakaian sempit yang menampakkan bentuk tubuhnya.

Seperti lengannya dan lainnya. Sesungguhnya pakaian perempuan adalah menutup tubuh idealnya,berbahan tebal Dan lebar sehingga tidak tampak bentuk tubuhnya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn