“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya,” (HR. Bukhari)
Sobat, bisa jadi nasihat yang kita sampaikan untuk saudara seiman jauh lebih bernilai daripada emas dan perak yang kita beri untuknya sebab nasihat bisa membawa kepada jenis surga dalam islam. Karena nasihat bermanfaat di dunia akhirat, sedangkan emas dan perak belum tentu terpakai untuk kehidupan akhirat kelak.
Akan tetapi, banyak orang yang sulit menerima nasihat, dikarenakan begitu seringnya nasihat meluncur tanpa adab sehingga menjadikan sebab masuk jenis neraka dalam islam. Padahal dalam Islam kita diajarkan etika dalam menasihati saudara seiman, sebagaimana setiap amalan memiliki adabnya masing masing.
Berikut ini 14 Adab Menyampaikan Nasihat dalam Islam yang perlu kita pahami dan lakukan:
1. Niat untuk memperbaiki, bukan untuk pamer diri
“Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Sobat, sungguh jauh berbeda jika seseorang memberi nasihat dengan niat memperbaiki saudara seiman sebagai cara berdakwah yang baik menurut islam, atau dengan niat ‘memperlihatkan diri’ sebagai yang lebih benar, lebih shaleh, dan lebih berilmu.
Jangan pernah memberi nasihat dalam kondisi merasa diri lebih baik dari saudara kita sebab termasuk kesombongan dalam islam, karena akan berpengaruh pada pilihan kata yang akan kita gunakan dalam memberi nasihat, tentu saja tidak ada manusia yang nyaman jika diberi nasihat dalam posisi salah benar. Berilah nasihat dengan memposisikan diri sama sama masih perlu belajar, in syaa Allah nasihat yang kita berikan akan lebih efektif.
2. Memberi nasihat cukup empat mata saja
Banyak orang keliru dalam memberi nasihat dan merasa paling pintar sehingg termasuk orang yang tidak memahami hukum memuji diri sendiri, yakni melakukannya di hadapan orang lain, padahal sebaik baik nasihat adalah yang dilakukan cukup empat mata tanpa sepengetahuan siapa pun, bahkan kalau perlu diberitahukan secara rahasia, baik waktu maupun tempatnya:
Imam Syafii dalam syairnya menyatakan:
Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri, dan jauhilah memberikan nasihat di tengah tengah keramaian, Karena nasihat di tengah tengah manusia itu termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya, Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku maka janganlah engkau marah jika kata katamu tidak aku turuti
3. Sampaikan nasihat dengan kata kata lembut dan cara terbaik
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berteriak, memaki, merendahkan, atau memaksa bukanlah termasuk nasihat meskipun dimaksudkan untuk kebaikan. Bahkan ketika Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk menasihati Fir’aun yang sombong dan berbuat kerusakan besar sekalipun, Ia meminta keduanya berkata lembut pada pemimpin congkak tersebut.
“Sesungguhnya Allah mencintai lemah lembut dalam segala perkara.” (HR. Bukhari Muslim)
4. Nasihati diri sendiri terlebih dahulu sebelum orang lain
Ada baiknya kita memastikan diri memperoleh hikmah dan manfaat dari nasihat yang kita berikan untuk orang lain, jangan sampai kita menasihati orang namun sendirinya masih berbuat buruk dan tidak menjalankan apa yang kita nasihati:
”Wahai orang orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS ash Shaff: 2 3)
5. Nasihatilah dengan ilmu, bukan nafsu
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani , semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (Q.S al Israa’ 36)
Sobat, tak sedikit orang yang menasihati tanpa ilmu, ia hanya mengira ngira dan berprasangka saja. Sebisa mungkin, pastikan kita memberi nasihat sesuai dengan ilmu yang mumpuni dan pernah kita pelajari serta bisa dipertanggungjawabkan.
6. Tetap sabar dalam memberi nasihat, meskipun nasihat kita tak dituruti
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang beriman.” (Q.S adz Dzaariyaat 55)
Tidak ada alasan untuk berhenti memberi nasihat, sekalipun nasihat yang kita sampaikan tak pernah digubris apalagi dilaksanakan, namun sesungguhnya kita sedang memberikan hak saudara seiman untuk dinasihati.
Maka jangan pernah bosan memberi nasihat dan peringatan, karena batu yang keras pun bisa berlubang jika terus ditetesi air, apalagi hati manusia.
7. Mengharapkan ridha Allah Ta’ala
Seorang yang ingin menasihati hendaklah meniatkan nasihatnya semata semata untuk mendapatkan ridha Allah Ta’ala. Karena hanya dengan maksud inilah dia berhak atas pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala di samping berhak untuk diterima nasihatnya. Rasulullaah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
Artinya, “Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya maka hijrahnya (dinilai) kepada Allah dan Rasul Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka (hakikat) hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
8. Tidak dalam rangka mempermalukan orang yang dinasihati
Seseorang yang hendak memberikan nasihat harus berusaha untuk tidak mempermalukan orang yang hendak dinasihati. Ini adalah musibah yang sering terjadi pada kebanyakan orang, saat dia memberikan nasihat dengan nada yang kasar. Cara seperti ini bisa berbuah buruk atau memperparah keadaan. Dan nasihatpun tak berbuah sebagaimana yang diharapkan.
9. Menasihati secara rahasia
Nasihat disampaikan dengan terang terangan ketika hendak menasihati orang banyak seperti ketika menyampaikan ceramah. Namun kadangkala nasihat harus disampaikan secara rahasia kepada seseorang yang membutuhkan penyempurnaan atas kesalahannya.
Dan umumnya seseorang hanya bisa menerimanya saat dia sendirian dan suasana hatinya baik. Itulah saat yang tepat untuk menasihati secara rahasia, tidak di depan publik. Sebagus apapun nasihat seseorang namun jika disampaikan di tempat yang tidak tepat dan dalam suasana hati yang sedang marah maka nasihat tersebut hanya bagaikan asap yang mengepul dan seketika menghilang tanpa bekas.
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Apabila para salaf hendak memberikan nasihat kepada seseorang, maka mereka menasihatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasihati saudaranya berduaan saja maka itulah nasihat. Dan barangsiapa yang menasihatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77)
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri menuturkan, “Jika kamu hendak memberi nasihat sampaikanlah secara rahasia bukan terang terangan dan dengan sindiran bukan terang terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasihati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
10. Menasihati dengan lembut, sopan, dan penuh kasih
Seseorang yang hendak memberikan nasihat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasihat. Sesungguhnya menerima nasihat itu diperumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tak akan terbuka kecuali dibuka dengan kunci yang tepat.
Seseorang yang hendak dinasihati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara, jika perkara itu yang diperintahkan Allah maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah maka ia melanggarnya.
Oleh karena itu, harus ditemukan kunci untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat kecuali nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang. Bagaimana tidak, sedangkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. (HR. Muslim)
Fir’aun adalah sosok yang paling kejam dan keras di masa Nabi Musa namun Allah tetap memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar menasihatinya dengan lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman, “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata kata yang lemah lembut.” (QS. Ath Thaha: 44)
Saudariku… dan lihatlah tatkala nasihat dilontarkan dengan keras dan kasar maka akan banyak pintu yang tertutup karenanya. Banyak orang yang diberi nasihat justru tertutup dari pintu hidayah. Banyak kerabat dan karib yang hatinya menjauh. Banyak pahala yang terbuang begitu saja. Dan tentu banyak bantuan yang diberikan kepada setan untuk merusak persaudaraan.
11. Tidak memaksakan kehendak
Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasihati saudaranya tatkala melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasihatnya. Sebab, itu bukanlah bagiannya.
Seorang pemberi nasihat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya. Ibnu Hazm Azh Zhahiri mengatakan: “Janganlah kamu memberi nasihat dengan mensyaratkan nasihatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zhalim…” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
12. Mencari waktu yang tepat
Tidak setiap saat orang yang hendak dinasihati itu siap untuk menerima petuah. Adakalanya jiwanya sedang gundah, marah, sedih, atau hal lain yang membuatnya menolak nasihat tersebut. Ibnu Mas’ud pernah bertutur: “Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati saat dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah saat dia malas dan mudah menolak.” (Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih)
13. Minta tolong orang lain jika merasa kurang mampu
Jika seseorang ternyata tak bisa menasihati dengan baik maka dianjurkan untuk diam dan hal itu lebih baik karena akan lebih menjaga dari perkataan perkataan yang akan memperburuk keadaan dan dia bisa meminta tolong temannya agar menasihati orang yang dimaksudkan.
14. Menggunakan kata kata yang baik
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”(HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarhu Al Arba’in An Nawawi memberikan beberapa faedah dari cuplikan hadits di atas yaitu wajibnya diam kecuali dalam kebaikan dan anjuran untuk menjaga lisan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…