Studi ke luar negeri? Hampir semua orang menginginkannya. Apalagi, jika dapat dukungan beasiswa. Kesempatan menuntut ilmu dan bonus lainnya pun akhirnya dikejar. Semua rela berjuang memenuhi setiap persyaratannya.
Ketika jalan ke luar negeri tinggal selangkah lagi, lantas apa persiapan selanjutnya? Ada satu bekal yang terkadang luput. Ya, adalah ilmu agama.
Bagi setiap muslim, menuntut ilmu agama adalah sebuah kewajiban. Fenomena yang terjadi saat ini, masih rendahnya semangat dan motivasi setiap generasi untuk menuntut ilmu agama.
Ilmu agama seakan masih dipandang seperti sesuatu yang tidak menjadi prioritas bagi mayoritas kaum muslimin. Lain halnya dengan ilmu dunia. Dalam konteks persiapan kuliah di luar negeri, seseorang akan berjuang mati-matian demi bisa berangkat ke negeri impiannya.
Namun acap kali, bekal ilmu agama belum cukup. Alhasil, sampai sana kemudian bingung perkara ibadah wajib di negeri non muslim, bingung cara jamak/qashar, atau bahkan salah pergaulan. Pulang ke tanah air, dapat tambahan ilmu dunia. Ilmu agama? Yang mayoritas terjadi justru kualitas ibadah menurun. Mayoritas terpapar budaya luar dan lupa bahwa harusnya semakin hari ketakwaan kita juga harus meningkat.
Tulisan ini kami maksudkan untuk mengingatkan pribadi penulis serta pembaca sekalian bahwa sebelum ke luar negeri perlu bekal ilmu agama yang kuat. Berangkat dari pengalaman pribadi penulis, yang melihat fenomena beberapa pelajar ketika studi di luar negeri di Eropa dan Amerika. Sebagai refleksi dan pengingat bersama.
Sebagian dari kita berpendapat bahwa menuntut ilmu agama tidaklah wajib. Anggapan yang umum adalah, berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa bagi yang meninggalkan. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Melalui hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegasnya menyampaikan bahwa menuntut ilmu agama adalah wajib bagi setiap muslim, tidak terkecuali. Lalu, ilmu apa yang wajib dipelajari dalam hadits ini? Tidak lain adalah ilmu agama.
Allah tegaskan dalam QS. Thaaha ayat 114 yang berarti, “Dan katakanlah Wahai Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu”. Ibnu Hajar Al-Asqalani menguatkan bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’I, yaitu yang menjadikan orang yang berilmu tahu kewajibannya dalam perkara ibadah, muamalah, ilmu tentang Allah serta siat-sifatnya, selengkapnya di Fathul Baari, 1/92.
Dari sini, mempelajari ilmu agama adalah menjadi poin pentingnya, bukan berarti mempelajari ilmu dunia tidak diperbolehkan. Kalau tujuannya baik dan caranya benar, maka sah-sah saja.
Lalu ilmu agama bagian mana yang harus dipelajari? Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menjelaskan ilmu agama yang wajib dipelajari setiap muslim. Pertama, tentang pokok-pokok keimanan (6 rukun iman). Kedua, ilmu tentang syariat Islam, khususnya 5 rukun Islam. Ketiga, ilmu tentang lima hal yang diharamkan yang disepakati para Rasul dan syariat sebelumnya.
Kelima hal tersebut disebutkan di dalam QS. Al-A’raf ayat 33, “Katakanlah ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.
Maka, wajib untuk kita mempelajari larangan-larangan Allah agar kita tidak melanggar larangan tersebut. Ke empat, ilmu yang berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain secara khusus (misalnya dengan istri, keluarga, anak) atau masyarakat umum. Dari nasihat Ibnu Qoyyim tersebut, mempelajari ilmu agama tidak memandang latar belakang kita. Apapun profesi kita, di mana kita berada, dalam rangka studi di dalam atau di luar negeri, ilmu agama wajib melekat.
Sehingga, bekal utama bagi seorang muslim yang ingin bepergian ke luar negeri bukan lagi hal-hal teknis dan administratif. Bekal sesungguhnya adalah ilmu agama. Ketika ilmu agamanya sudah kuat, mau pergi ke manapun akan tetap ingat salat, ingat untuk tetap menjaga iman dan Islam. Bukan justru sebaliknya, pergi ke luar negeri untuk mencari kesempatan lain yang tidak sesuai dengan syariat.
Mempelajari ilmu agama bukan hanya diwajibkan kepada ustadz atau ulama. Setiap dari kita punya kesempatan untuk berdakwah dan memberi nasihat Semoga kita senantiasa diberikan hidayah dan taufik untuk mempelajari ilmu agama. Terakhir, jangan sampai kita lalai dengan menjadi orang yang berambisius dengan ilmu dunia dan lupa ilmu agama. Hendaknya ayat ini menjadi renungan kita.
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang (kehidupan akhirat”. (QS. Ar-Ruum: 7)
Brakallahu fiikum.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…