Islam adalah agama yang suci. Menjaga kebersihan dan kesucian merupakan bagian penting dalam agama Islam. Bahkan ibadah sholat mewajibkan wudhu atau bersuci dari segala najis agar dapat dikatakan sah.
Salah satu jenis najis yang harus dibersihkan adalah darah. Namun beberapa ulama ada juga yang menyatakan bahwa darah itu tidaklah najis. Namun ini biasanya berlaku hanya pada darah yang sedikit atau berupa cipratan atau darah yang keluar akibat luka.
Allah sendiri telah mengharamkan meminum atau memakan darah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu rijsun (kotor).” (QS. Al-An’am: 145). Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menyatakan bahwa yang dimaksud rijsun di sini adalah najis dan kotor. (Jami’ Al-Bayan, 8:93)
Baca juga:
- Ciri Orang Mendapat Hidayah Allah
- Cara Menjaga Hati Sebelum Menikah
- Cara Mencusikan Najis Dalam Islam
- Golongan Najis Dalam Islam
- Menikah Tanpa Cinta
Maka dari itu, darah sebaiknya segera disucikan atau dibersihkan, terutama sebelum beribadah. Cara membersihkan najis darah juga berbeda-beda sesuai dengan jenisnya.
Misalnya saja pada darah haid. Adapun darah haid sebaiknya dibersihkan dengan cara dicuci pada bagian tubuh atau pakaian yang terkena dengan darah haid.
Dari Asma’ radhiyallahu anha, ia berkata,
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ
“Seorang perempuan datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus ia lakukan?’ Beliau menjawab, ‘Keriklah darah itu terlebih dahulu, kemudian bilaslah dengan air, kemudian cucilah ia. Setelah itu engkau boleh memakainya untuk shalat.” (HR. Bukhari, no. 330 dan Muslim, no. 291)
Baca juga:
- Fungsi Iman Kepada Qada dan Qadar
- Manfaat Membaca Buku Menurut Islam
- Nasib Al Qur’an di Hari Kiamat
- Mengenang Wafatnya Pedang Allah Khalid bin Walid
- Hukum Membatalkan Perjanjian Dalam Islam
Namun berbeda halnya dengan darah akibat luka ketika berperang. Maka ia tetap diperbolehkan shalat meskipun dalam keadaan terluka. Hal ini sesuai dengan kondisi para sahabat ketika berperang bersama Rasulullah.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
مَا زَالَ الْمُسْلِمُونَ يُصَلُّونَ فِى جِرَاحَاتِهِمْ
“Kaum muslimin (yaitu para sahabat) biasa mengerjakan shalat dalam keadaan luka.”
Begitu pula dengan riwayat dari Ibnu Mas’ud yang menceritakan tentang sholatnya Rasul dengan darah dan kotoran,
صَلَّى بْنُ مَسْعُوْدٍ وَعَلَى بَطْنِهِ فَرْثٌ وَدَمٌّ مِن جَزْرِ نَحْرِهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
“Ibnu Mas’ud pernah shalat dan di bawah perutnya terdapat kotoran (hewan ternak) dan terdapat darah unta yang disembelih, namun beliau tidak mengulangi wudhunya.”
Baca juga:
- Hukum Mengkritik Ulama Dalam Islam
- Sejarah di balik hari Asyura dalam Islam
- Fadhilah Bismillah
- Amalan Penghapus Dosa Zina
Hal ini diperkuat kembali dalam hadits lainnya,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di sisi Ka’bah. Sedangkan Abu Jahl dan sahabat-sahabatnya sedang duduk-duduk ketika itu. Sebagian mereka mengatakan pada yang lainnya, “Coba kalian pergi ke tempat penyembelihan si fulan”. Lalu Abu Jahl mendapati kotoran hewan, darah sembelihan dan sisa-sisa lainnya, kemudian ia perlahan-lahan meletakkannya pada pundak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sujud. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kesulitan dalam shalatnya. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, Abu Jahl kembali meletakkan kotoran dan darah tadi di antara pundaknya. Beliau tetap sujud, sedangkan Abu Jahl dan sahabatnya dalam keadaan tertawa.” (HR. Bukhari no. 240 dan Muslim no. 1794)
Dalil tersebut menunjukkan kemudahan dalam melakukan ibadah sholat di tengah ujian dari para orang kafir. Seorang lelaki juga pernah menanyakan perihal bekas darah pada baju yang sulit hilang.
وعن ابى هريرة رضي الله عنه قال قالت حوله يارسول الله فانلم يذهب الدم؟ قال يكفيك الماء ولا يضرّك اثره (اخرحه الترمىذى وسنده ضعيف
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Khaulah bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana kalau darah itu tidak hilang? Rasulullah bersabda : “cukup bagimu mencucinya dengan air, dan tidak apa-apa bekasnya bagimu”. (HR. Tirmidzi dan sanadnya lemah).
Baca juga:
Kemudahan dari najis ini hendaknya pun benar-benar dimanfaatkan oleh etiap muslim agar tidak pernah meninggalkan ibadah sholat. Allah berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Itulah penjelasan singkat mengenai cara membersihkan najis darah dalam Islam. Meskipun diberikan kemudahan, namun hendaknya kita tetap harus mengusahakan untuk membersihkan najis darah yang terlihat demi kenyamanan beribadah. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat dan memotivasi kita untuk semakin rajin dalam menjaga kebersihan. Aamiin.