4 Tiang Penyangga dan Cara Menciptakan Ukhuwah Islamiyah

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Ukhuwah islamiyah merupakan pondasi penting untuk mempertahankan keutuhan umat islam. Apabila sesama muslim saling berseteru.

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

 حفظه الله عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : ((لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ [مِنَ الْخَيْرِ])) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Dari Abu Hamzah, Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

Dakwah dapat terhambat dan kemungkinan yang terburuk adalah kekuatan islam melemah karena pengikutnya terpecah belah. Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Kebutuhan untuk hidup berkelompok merupakan naluri setiap manusia hingga kemudian memunculkan ikatan batin yang dalam ajaran islam disebut ukhuwah islamiyah.

Menurut Ar-Raghib Al-Ashfahani dalam Mufadrat Alfazhil Qur’an, ukhuwah secara bahasa berasal dari kata akhun yang artinya “berserikat dengan yang lain, karena kelahiran dari dua belah pihak, atau salah satunya atau karena persusuan.”

Adapun hadits Rasulullah saw. mengenai ukhuwah sebagai berikut:

عَنْ أبْنِ عُمَرَ رَضِى الله عَنْه قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ: الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لا يَضْلِمُهُ ولايخذله وَلا يُسْلِمُهُ

Artinya:

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan mendzalimi dan meremehkannya dan jangan pula menyakitinya.” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).

Secara istilah ukhuwah islamiyah adalah jalinan persaudaraan yang di dasari oleh keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Istilah ini digunakan untuk mengambarkan bahwa orang-orang mukmin adalah persaudaraan meskipun berbeda-beda suku bangsa, adat, warna kulit dan tingkat sosial ekonomi.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 10 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

Cara mewujudkan ukhuwah islamiyah agar persaudaraan sesama muslim dapat berdiri kokoh, diperlukan tiang penyangga yang berupa taaruf, tafahum, taawun dan takaful.

1. Ta’aruf

Ta’aruf adalah saling mengenal. Tidak hanya sekedar mengetahui nama tetapi jauh lebih mendalam. Misalnya latar belakang keluarga, pendidikan, budaya, pemikiran, Cita-cita dan masalah hidup yang dihadapi Allah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 3 yang artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa”.

2. Tafahum

Setelah saling mengenal, maka sikap yang diperlukan berikut adalah saling memahami. Dengan memahami kekuatan dan kelemahan, kelebihan dan kekurangan masing-masing, kesalahanpahaman yang dapat memicu pertengkaran dapat dihindari.

3. Ta’awun

Ta’awun adalah saling tolong menolong. Yang kuat menolong yang lebih lemah dan yang memiliki kelebihan menolong yang kekurangan. Ini adalah kerja sama yang saling menguntungkan sesuai kemampuan masing-masing. Sebagaimana tercantum dalam surah Al-Maidah ayat 2:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

4. Tafakul

Tafakul artinya saling memberikan jaminan. Ini akan menimbulkan rasa aman tidak ada rasa kekhawatiran dan kecemasan karena ada jaminan dari sesama saudara untuk memberikan pertolongan yang diperlukan dalam menjalano kehidupan.

Di dalam Alquran, hal ini dijelaskan oleh QS Al-Nisa [4] ayat 1:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS Al-Nisa [4] : 1) Ketika menafsiri ayat ini, Al-Thabari (w 310 H)

Menyampaikan bahwa:

ثم وصف تعالى ذكره نفسه بأنه المتوحِّد بخلق جميع الأنام من شخص واحد، مُعَرِّفًا عباده كيف كان مُبتدأ إنشائه ذلك من النفس الواحدة، (1) ومنبِّهَهم بذلك على أن جميعهم بنو رجل واحد وأم واحدة= وأن بعضهم من بعض، وأن حق بعضهم على بعض واجبٌ وجوبَ حق الأخ على أخيه، لاجتماعهم في النسب إلى أب واحد وأم واحدة= وأن الذي يلزمهم من رعاية بعضهم حق بعض، وإن بَعُدَ التلاقي في النسب إلى الأب الجامع بينهم، مثل الذي يلزمهم من ذلك في النسب الأدنى= (2) وعاطفًا بذلك بعضهم على بعض، ليتناصفوا ولا يتظالموا، وليبذُل القوي من نفسه للضعيف حقه بالمعروف على ما ألزمه الله له

Artinya: “Allah SWT secara khusus menyebut lafadh nafsin di dalam ayat ini adalah untuk memberitahu bahwasanya Allah Ta’ala secara sendirian telah menciptakan semua manusia di dunia ini berasal dari individu yang satu. Tujuan dari ini adalah untuk memberitahu kepada para hamba-Nya bahwa, bagaimanapun kondisi mereka saat ini sedang tumbuh kembang, asal muasal mereka adalah dari jiwa yang satu.

Selain itu, tujuan dari penyebutan ini adalah untuk mengingatkan para hamba bahwa semuanya dari mereka adalah berasal dari seorang ayah dan ibu yang sama. Oleh karena itu, antara satu sama lain, individu satu dengan lainnya, hukumnya adalah wajib saling menjaga hak sebagai seorang saudara, disebabkan bertemunya mereka dalam nasab bapak dan ibu yang sama itu. Oleh karena itu pula, hal yang bersifat mengikat di antara mereka adalah saling menjaga hak masing-masing.

Meskipun kondisi pertemuan nasab tersebut sangat jauh, kendati ikatan nasab saat ini berada pada nasab sudra. Penyebutan ini sekaligus merupakan anjuran untuk berbuat kasih sayang antar sesama, bertindak saling tolong menolong dan tidak melakukan upaya saling berbuat aniaya. Tujuan lainnya adalah agar orang yang kuat tetap memperhatikan hak yang lemah, dengan jalan yang ma’ruf dan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT.” (Al-Thabary, Jami’u al-Bayan fi Ta’wili Al-Qur’an, Tanpa Nama Kota: Muasisah al-Risalah, 2000, Juz 7, halaman 521).

fbWhatsappTwitterLinkedIn