Sebelum membahas mengenai syarat penerima zakat dalam islam, mari kita mengenal atau mengingat kembali apa sebenarnya zakat itu. Menurut bahasa, zakat memiliki beberapa artian yakni;
Sedang menurut istilah, zakat berarti memberikan harta tertentu kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Zakat sendiri merupakan rukun ketiga dari lima Rukun Islam. Zakat ada dua jenis:
Zakat yang diberikan atas perseorangan (fitrah) yang mampu kepada orang lain yang membutuhkan. Zakat fitrah diberikan kapan saja selama di bulan Ramadhan dan paling lambat sebelum orang-orang selesai mengerjakan shalat Ied. Menurut ulama, besar zakat fitrah yang dikeluarkan ialah 1 sha’ atau setara 4 mud; 1 mud sama dengan 675 gram. Jadi, zakat fitrah itu kurang lebih setara dengan 3,5 liter atau 2,7 kg bahan makanan pokok.
Zakat di bulan suci ramadhan termasuk amalan shaleh yang wajib untuk dilakukan bagi kaum muslimin. Karena bulan ramdhan yang memiliki banyak keutamaan tentunya menjadi ladang pahala bagi umat islam yang menjalaninya. (baca juga: keistimewaan ramadhan bagi umat muslim)
Zakat yang dikeluarkan oleh individu yang mana harta miliknya telah sampai atau memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat agama Islam; milik sendiri, hartanya masih bisa bertambah (berkembang), sampai nisabnya, lebih dari kebutuhan pokok sendiri, bebas dari hutang, serta telah sampai haul (satu tahun). Zakat mal terdiri dari zakat emas dan perak, zakat tanaman, serta zakat hewan ternak.
Adapun para penerima zakat mal; Allah SWT berfirman yang artinya;
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 60).
Maka, sesuai dengan Al-Qur’an surah At-Taubah ayah 60 itu, ada delapan golongan yang berhak menerima zakat mal, yakni:
Berikut ini adalah Cara Pengelolaan Zakat dalam Islam:
Secara umum, orang atau golongan yang berhak menerima zakat ialah sesuai dengan surah At-Taubah ayat 60 merupakan yang delapan golongan yakni fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak yang ingin merdeka, orang yang terlilit hutang, sabilillah, serta musafir yang kehabisan bekal.
Namun, khusus untuk zakat fitrah ialah lebih mengutamakan memberikan zakat kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Hal ini didasarkan pada kecilnya jumlah atau takaran harta yang dizakatkan, serta tujuannya ialah untuk berbagi antar sesama muslim dan agar fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya Idul Fitri.
Syarat penerima zakat yang kedua, sesuai dengan Al-Qur’an surah At-Taubah ayah 60 itu, ada delapan golongan yang berhak menerima zakat mal, maka berikut penjelasannya :
1. Golongan pertama dan kedua; fakir dan miskin
Fakir dan miskin ialah mereka yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk sandang, pangan, dan papan. Ada sedikit perselisihan pendapat antara para ulama mengenai penentuan golongan mana sebenarnya yang paling kesulitan (antara fakir atau miskin).
Ada yang berpendapat bahwa fakir ialah golongan yang paling sulit atau kesusahan karena Allah SWT menyebutkannya lebih dahulu dibanding miskin. Ada pula yang berpendapat bahwa golongan miskinlah yang paling susah. Namun, kemudian dijelaskan bahwa menurut ulama Syafi’iyah dan Malikiyah bahwa ada batasan bagi mereka yang dikatakan fakir, yakni orang yang tidak memiliki harta maupun usaha yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Contoh : jika kebutuhan hidup sehari ialah Rp 50.000, maka orang yang hanya bisa memenuhi kurang dari separuhnya (kurang dari Rp 25.000) termasuk dalam golongan fakir. Sedangkan miskin ialah orang yang dapat memenuhi separuh atau lebih tapi tidak sampai seluruhnya (cukup Rp 25.000 tapi kurang dari Rp 50.000).
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadilah : 13).
Dari Abu Hurairah RA; Bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta kepada manusia, lalu ia diberikan sesuap, dua suap, sebuah dan dua buah kurma. Para sahabat bertanya: Kalau begitu, siapakah orang miskin itu, wahai Rasulullah? Rasulullah SAW bersabda: Orang yang tidak menemukan harta yang mencukupinya tapi orang-orang tidak tahu (karena kesabarannya, ia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta kepada orang lain), lalu diberi sedekah tanpa meminta sesuatu pun kepada manusia.” (HR Muslim).
2. Golongan ketiga; Amil Zakat
Nabi Mihammad SAW bersabda yang artinya;
“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, atau amil zakat, atau orang yang terlilit hutang, atau seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga miskin kemudian orang miskin tersebut diberi zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.” (HR. Abu Daud).
Sayid Sabiq mengatakan,
“Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat.” (Fiqh Sunnah).
‘Adil bin Yusuf al ‘Azazi berkata,
“Yang dimaksud dengan amil zakat adalah para petugas yang dikirim oleh penguasa untuk mengunpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya.”
Maka, amil zakat ialah seseorang yang diangkat atau diberi otoritas oleh pimpinan atau penguasa muslim untuk mengambil dan mendistribusikan zakat. Sementara orang-orang (yang biasanya ada di mesjid atau mushalla) dan mengangkat dirinya sendiri sebagai badan amil zakat bukanlah amil zakat yang dimaksud secara syar’i sehingga tidak termasuk golongan amil zakat yang berhak menerima zakat.
3. Golongan keempat; Muallaf
Muallaf merupakan singkatan dari Al-Muallaf Qulubuhum yang artinya ialah orang-orang yang telah dilunakkan atau dilembutkan hatinya agar memeluk Islam, orang yang keimanan mereka meningkat, atau orang yang ingin menghindari kejahatan. Yang termasuk golongan muallaf yang berhak menerima zakat terbagi atas:
Intinya, dalam golongan muallaf ini, mereka yang menerima zakat bisa jadi adalah orang muslim maupun orang kafir. Agar lebih mudah dipahami, coba perhatikan penjelasan berikut:
(baca juga: keuntungan menjadi muallaf)
4. Golongan kelima; Budak
Budak yang dimaksud berhak menerima zakat ialah Fi ar-Riqab atau budak belian, yang mana harta yang kita zakatkan bukan berarti kita berikan kepada si Budak, melainkan untuk memerdekakan diri si Budak belian daripada perbudakan. Dengan kata lain, zakat dikeluarkan agar budak terbebas dan tidak menjadi budak lagi.
Termaasuk dalam golongan budak belian ialah:
5. Golongan keenam; Al-Gharim
Al-Gharim ialah orang-orang yang terlilit hutang dan tidak memiliki kemampuan atau kesulitan untuk membayarnya.
Pertama; Orang yang berhutang demi kebaikan dirinya, maka beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang dapat disebut sebagai Al-Gharim yang berhak menerima zakat ialah:
Kedua; seseorang yang terlilit hutang untuk memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Dengan kata lain, orang ini tidak berhutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri tetapi justru untuk kepentingan orang lain. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Sesungguhnya permintaan itu tidak halal kecuali bagi tiga orang; yaitu orang laki-laki yang mempunyai tanggungan bagi kaumnya, lalu ia meminta-minta hingga ia dapat menyelesaikan tanggungannya, setelah itu ia berhenti (untuk meminta-minta).” (HR An Nasai).
Ketiga; orang yang terlilit hutang oleh sebab ia berhutang karena menanggung atau sebagai hutang orang lain. Disebutkan bahwa yang berhutang maupun yang menjamin sama-sama orang yang kesulitan dalam melunasi hutang.
(baca juga: hutang dalam pandangan islam)
6. Golongan ketujuh; Sabilillah
Pertama; Seseorang yang berperang di jalan Allah. Maka, kebanyak ulama menyebutkan bahwa orang yang demikian tidak mesti orang yang tidak mampu, yang penting orang itu berjuang tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga demi kebaikan kaum Muslimin sekalian.
Kedua; demi kemaslahatan perang, seperti membangun tembok, persediaan senjata, kendaraan, upah, dan lain-lain. Termasuk upah bagi orang yang kafir yang mau menjadi mata-mata bagi pihak Islam.
7. Golongan kedelapan; Ibnu Sabil
Ibnu sabil ialah seorang musafir atau pengelana yang kehabisan bekal atau biaya di tengah perjalanannya, dengan catatan bahwa perjalannya itu bukanlah untuk maksiat. Maka, diisyaratkan sekalipun ia adalah orang uang kaya, maka ia tetap berhak mendapat zakat seperlunya yang dapat membantunya sampai ke kampung halaman atau tempat tujuan.
Semoga bermanfaat…. sampai jumpa di artikel berikutnya
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…