Wabah Covid-19 sudah satu tahun menyerang Indonesia, tetapi masih belum menemukan titik terang kapan akan berakhir. Kekhawatiran yang membayangi setiap manusia kian menumpuk.
Roda perekonomian melemah, PHK terjadi di mana-mana, banyak perusahaan mengalami defisit. Belum lagi tingkat kekerasan dalam rumah tangga meninggi, serta anak-anak yang putus sekolah. Rasanya kita sedang berjalan menuju ambang kehancuran.
Seluruh aspek dalam sendi-sendi kehidupan menjerit. Tenaga medis berguguran, rumah sakit kepayahan menangani pasien yang membludak. Di sisi lain, banyak mimpi-mimpi yang kandas.
Seorang lulusan baru menjadi kesulitan mencari kerja, anak sekolah terbebani dengan pembelajaran daring, para pekerja terancam mengalami PHK. Masa depan tampak begitu gelap, tidak terjangkau.
Situasi ini kembali mengingatkan kita tentang sebuah kisah penuh hikmah di masa lampau. Ketika para sahabat mendapat cobaan teramat besar menjelang perang Ahzab. Mereka terkepung dalam keadaan mencekam. Sebagaimana tertuang di dalam firman-Nya:
“(Yaitu) ketika mereka datang kepada kalian dari atas dan dari bawah kalian, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (kalian) dan hati kalian naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka. Dan di situlah diuji orang-orang mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat. Dan ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (Al-Ahzab: 10-12).
Kemudian diriwayatkan dalam hadis shahih dari Khabbab ibnul Art, “Kami berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak meminta pertolongan buat kami, mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kami?”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian ada seseorang dari mereka yang diletakkan pada ubun-ubunnya sebuah gergaji, lalu ia, dibelah dengan gergaji itu sampai kepada kedua telapak kakinya, tetapi hal itu tidak: memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang antara daging dan tulangnya disisir dengan sisir besi, tetapi hal tersebut tidak menggoyahkan imannya dari agamanya. Demi Allah, sesungguhnya Allah pasti akan menyempurnakan agama ini hingga seorang pengendara berjalan dari San’a ke Hadramaut tanpa merasa takut kecuali kepada Allah dan serigala yang mengancam ternak kambingnya, tetapi kalian ini adalah kaum yang tergesa-gesa.”
Begitulah. Sesungguhnya kemenangan dan kemalangan Allah bergiliran di antara manusia. Malapetaka yang menimpa umat manusia telah terjadi berkali-kali. Itulah yang dinamakan takdir. Sebagai seorang muslim, kita perlu senantiasa tawakal dan sabar. Kesedihan yang kita alami hari ini, bisa jadi akan menjadi senyuman di masa mendatang.
Satu ayat ini kiranya bisa menjadi penguat hati. Bahwasanya, cobaan ada untuk menguji keimanan kita. Barang siapa yang sanggup bertahan dan istiqomah, maka niscaya baginya surga.
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Lantas, apa yang membuat kita begitu takut? Bukankah pertolongan Allah adalah nyata adanya? Memang benar, sebagian hal di dunia ini dapat kita kendalikan. Namun, lebih banyak lagi yang berada di luar kuasa kita. Oleh karena itu, kadang kita hanya butuh memasrahkan diri kepada Sang Pencipta.