Menelaah Kembali Makna Mencintai Nabi

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Bicara tentang cinta, rasanya tidak ada ujungnya. Cinta sendiri tidak dapat didefinisikan secara inti layaknya pengertian kata lainnya. Hanya kata lubuk hati yang bisa menafsirkan hakikat cinta tersebut, bahkan para ulama sendiri hanya bisa mendefinisikan cinta secara apa adanya, terbatas oleh kata-kata lisan yang berbicara.

Sebelum larut pada inti pembahasan tulisan ini, alangkah baiknya kita mengenal definisi cinta terlebih dahulu. Supaya kita memiliki tashawwur (penggambaran) yang baik. Karena penggambaran ini adalah salah satu metode untuk memahami sesuatu dengan baik.

Cinta secara bahasa:

“وَالْحُبُّ: نَقِيْضُ البُغْضِ.”

لِسَانُ الْعَرَبِ لِلْإِمَامِ اِبْنِ مَنْظُوْرٍ ج ١، ص ٢٨٩

“Lawan dari benci.” (Lisan Al-‘Arab karya Al-Imam Ibnu Manzhur juz 1, hlm. 289.)

Adapun secara istilah, cinta adalah:

“اَلْمَحَبَّةُ: اَلْمَيْلُ إِِلَى الشَّيْءِ السَّارِ.”

.مُعْجَمُ الْوَسِيْطِ، ص ١٥١.

“Kecondongan kepada sesuatu yang berjalan.” (Mu’jam Al- Wasith, hlm. 151)

Kita tidak akan bisa memahami betul definisi di atas jika tidak mencari keterangan lain yang melengkapi. Imam Ar-Raghib Al-Ashfihani rahimahullah (wafat 502 H) dalam karyanya yang berjudul “Adz-Dzari’ah Ila Makarim Asy-Syari’ah”, halaman 256 memberikan sebuah ta’rif (penjelasan) lebih jelas lagi. Menurutnya, cinta ialah:

“.مَيْلُ النَّفْسِ إِلَى مَا تَرَاهُ وَتَظُنُّهُ خَيْرًا.”

“Kecondongan jiwa kepada sesuatu yang ia lihat serta jiwa tersebut memiliki dugaan kuat bahwa sesuatu yang ia cintai adalah sesuatu yang baik.”

Pengertian ini sejalan dengan apa yang dipahami oleh para Filsuf. Mereka juga memberikan gambaran pengertian cinta yang mudah dimengerti dan menjiwai.

“ميْلٌ إِِلَى الْأَشْخَاصِ أَوِ الْأَشُْيَاءِ الْعَزِيْزَةِ، أَوِ الْجَذَّابَةِ، أََوِ النَافِعَةِ.”

مُعْجَمُ الْوَسِيْطِ، ص ١٥١

“Cinta adalah kecondongan kepada sebagian orang atau sesuatu yang punya nilai mulia atau yang sangat memiliki daya tarik (mempesona) atau yang dapat memberikan sebuah kemanfaatan.” (Mu’jam Al- Wasith, hlm. 151)

Dari semua pengertian di atas, berarti orang yang lagi dilanda rasa cinta, hatinya terpikat dan terpaut kepada seseorang atau sesuatu yang memiliki nilai spesial dalam pandangannya.

Lantas, ketika kita mencoba menarik penjelasan di atas kepada sosok Nabi ﷺ, kira-kira seberapa besar cinta kita kepada Nabi ﷺ? Sering kali mulut yang berdeklamasi dengan judul utama “Aku cinta Nabi ﷺ.” atau memakai kalimat plural “Kita umat muslim mencintai Nabi ﷺ”, ditambah dengan poster-poster bertulisan kaligrafi sangat indah dan bervariasi yang ditunjukkan dan dipajang dalam sebuah acara bergengsi, seperti Maulid Nabi. Ya, itu bagus untuk syiar agama. Namun, ada hal yang lebih urgensi untuk mewujudkan cinta kepada Nabi ﷺ.

Maka dari itu, Imam Al-Ghozali (450 H) memberikan kita kaidah umum dalam hal mencintai. Beliau berkata:

“وَعَلَامَةُ الْمَحَبَّةِ مُوَافَقَةُ الْمَحْبُوْبِ وَاجْتِنَابُ خِلَافِهِ.”

.مُكَاشَفَةُ الْقُلُوْبِ الْمُقَرِّبُ إِلَى حَضْرَةِ عَلاَّمِ الْغُيُوْبِ، ص ٢٥

“Salah satu tanda cinta adalah adanya kesesuaian dengan yang dicintai. Dan menghindari untuk berbeda dengannya.” (Mukasyafat Al-Qulub Al-Muqorrib Ila Hadrati ‘Allam Al-Ghuyub, hlm. 25)

Dari sini, rasanya harus berkorban, berjuang dan berusaha mengikuti jalannya Nabi ﷺ.

Allah ﷻ saja dalam firman-Nya menguji kualitas cintanya suatu kaum yang hidup pada zaman Nabi ﷺ ketika mengatakan, “Sesungguhnya kami benar-benar mencintai Allah.” Sedangkan ukurannya adalah seberapa jauh mereka mengikuti jalan yang Nabi Muhammad ﷺ tempuh.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah, Wahai Muhammad, kepada mereka yang merasa mencintai Allah, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), dengan apa yang aku bawa, baik itu perihal lahir atau batin, niscaya Allah akan mencintai kalian dan akan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran 3:31)

Untuk berkaca memandang jati diri yang sebenarnya, kualitas cinta kita kepada Nabi ﷺ, perlu rasanya menghadirkan karya Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari rahimahullah (1287 H) dalam tulisan ini. Beliaulah yang telah menghimpun arti makna cinta kepada Nabi ﷺ secara menyeluruh. Sampai-sampai menjadi sebuah buku khusus hanya membahas tuntas tentang mencintai Nabi ﷺ.

Dalam bukunya, beliau membuat sebuah pasal tentang tanda-tanda cinta kepada Nabi ﷺ

لِمَحَبَّتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَامَاتٌ فَمَنْ ظَهَرَتْ فِيْهِ كَانَ صَادِقًا فِيْ حُبِّهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِلَّا لَمْ يَكُنْ صَادِقًا فِيْ حُبِّهِ وَكَانَ مُدَّعِيًا

Mahabbah (Cinta) kepada Rasulullah ﷺ mempunyai tanda-tanda. Barangsiapa yang nampak pada dirinya tanda-tanda tersebut, berarti ia adalah orang yang sejati dalam mencintai Nabi ﷺ. Jika tidak nampak tanda-tanda tersebut pada dirinya, bisa dikatakan ia tidak sejati dalam mencintainya, ia hanya mengaku-ngaku saja.”

“.فَمِنْهَا اَلِاقْتِدَاءُ بِهِ وَاسْتِعْمَالُ سُنَّتِهِ وَاتِّبَاعُ أَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ وَامْتِثَالُ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابُ نَوَاهِيْهِ وَالتَّأَدُّبُ بِاۤدَابِهِ فِيْ عُسْرِهِ وَيُسْرِهِ وَمَنْشَطِهِ وَمَكْرَهِهِ”

“Diantara tanda-tandanya adalah mengikuti Nabi ﷺ, menjalankan sunnahnya, mengikuti ucapan- ucapannya dan tingkah lakunya, melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya, berakhlaq dengan etika-etika yang diajarkan Nabi ﷺ, baik dalam keadaan susah maupun mudah, dalam keadaan gembira maupun tidak suka.”

.وَمِنْ عَلَامَاتِ مَحَبَّتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَثْرَةُ ذِكْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّ مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا أَكْثَرَ مِنْ ذِكْرِهِ

.اَلنُّوْرُ الْمُبِيْنُ فِيْ مَحَبَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ، ص ١٦

“Dan termasuk tanda-tanda mencintai Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah sangat banyak menyebut beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya barangsiapa mencintai sesuatu maka dia akan memperbanyak menyebutnya.” (An-Nur Al-Mubin Fi Mahabati Sayyidi Al-Mursalin, hlm. 16)

Sebenarnya masih panjang penjelasan beliau dalam memaknai cinta kepada Nabi ﷺ. Akan tetapi, poin-poin penting dan kesimpulan dari itu semua ada di akhir pasal.

“وَبِالْجُمْلَةِ فَمَعْنَى الْمَحَبَّةِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُسْنُ الْمُتَابَعَةِ وَمُدَاوَمَةُ الْمُوَافَقَةِ لَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاعْتِقَادُ وُجُوْبِ نُصْرَةِ دِيْنِهِ الْقَوِيْمِ وَالذَّبُّ عَنْ شَرِيْعَتِهِ الْمُطَهَّرَةِ وَالِانْقِيَادُ لَهَا وَالشَّوْقُ إِلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.”

.اَلنُّوْرُ الْمُبِيْنُ فِيْ مَحَبَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ، ص ١٩

“Secara keseluruhan, makna mahabbah (cinta) kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah bagusnya dalam mutaba’ah (mengikuti secara total dan sepenuh hati), selalu menjaga kesesuaian dengan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, meyakini wajibnya menolong agama Nabi ﷺ yang lurus, membela sunnahnya yang disucikan, tunduk terhadap sunnah tersebut dan rindu kepada beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam.” (An-Nur Al-Mubin Fi Mahabati Sayyidi Al-Mursalin, hlm. 19)

Kita akui memang tidak mampu mengikuti Nabi ﷺ secara menyeluruh, tetapi itu tidak menafikan wujudnya rasa cinta kita kepadanya. Setidaknya ketika membaca karya-karya Ulama mengenai sosok Nabi Muhammad ﷺ, menjadi sadar diri dan tidak jauh sekali dari pribadi Nabi ﷺ.

.اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حَقَّ مَحَبَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الحَامِلِ الرِّسَالَةَ الْإِلٰهِيَّةَ

“Ya Allah, berikanlah kami hakiki cinta kepada penghulu kami Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi pembawa risalah Allahﷻ.”

Wallahua’lam bisshowab.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

share pendapat, pengalaman, dan info anda mengenai topik ini, baca policy kami.