Info Islami

Nasib Al Qur’an di Hari Kiamat

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Al Qur’an Al Karim yang memiliki hukum membaca qur’an di kuburan diturunkan Allah dari langit ke bumi melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga ke tangan kaum muslimin sampai saat ini. Allah subhanahu wa ta’ala pun berjanji akan menjaganya sehingga sampai saat ini tak satupun kalimat atau huruf yang berkurang atau bertambah dan menjadi kitab suci yang menjadi pedoman kaum muslim di muka bumi.

Namun akan datang suatu masa, Al Qur’an yang memiliki keutamaan menghafal al-quran akan diangkat kembali ke langit sehingga tidak akan tersisa satu ayat pun di muka bumi. Al Qur’an akan hilang dari ingatan manusia dan lembaran-lembaran mushaf Al Qur’an pun akan kosong. Peristiwa ini akan terjadi ketika ajaran Islam memudar secara perlahan hingga puncaknya, ritual ibadah seperti shalat, puasa, haji, dan sedekah tidak lagi dikenal orang, itulah saat hari kiamat, yakni Nasib Al Qur’an di Hari Kiamat.

Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang hukum shalat sambil membaca quran, “Islam akan pudar secara perlahan seperti pudarnya sulaman baju sehingga puasa, shalat, haji, dan sedekah tidak lagi dikenal. Al Qur’an juga akan diangkat dalam satu malam sehingga tidak ada satu ayat pun tersisa di muka bumi. Orang-orang lanjut usia yang tersisa dari umat manusia akan berkata “Kami mendapati orang-orang tua kami mengucapkan kalimat “Laa ilaha illallah” maka kami pun ikut mengucapkannya”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)

Ibnu Mas’ud menjelaskan bahwa ajaran agama yang pertama-tama hilang adalah amanah atau kejujuran, menyusul shalat, dan terakhir adalah Al Qur’an yang memiliki hukum meragukan isi al quran yang akan dicabut dari muka bumi. Terkait dengan hal ini, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya,

“Bagaimana mungkin Al Qur’an akan dicabut dari manusia, sementara Allah telah menetapkannya didalam hati mereka dan mereka pun telah menuliskannya didalam mushaf?” Ibnu Mas’ud menjawab “Pada suatu malam, Al Qur’an akan dihilangkan dari dalam hati atau ingatan dan akan dihapus dari dalam mushaf sehingga pada esok harinya orang-orang tidak lagi memilikinya sama sekali.” Setelah menyampaikan hal ini, Ibnu Mas’ud membaca firman Allah “Dan Sesungguhnya jika kami menghendaki, niscaya kami lenyapkan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembelapun terhadap kami,” [QS. Al Israa’: 86] (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dengan demikian, jika kelak setelah Al Qur’an diangkat kembali ke langit maka tak ada lagi yang tersisa di muka bumi. Orang-orang yang memiliki hafalan Al Qur’an yang memliki ukum mahar quran dalam islam tak lagi memilikinya (hilang dari ingatannya), sementara kitab Al Qur’an yang penuh dengan tulisan Al Qur’an akan kosong (tak menyisakan satu huruf pun) di dalamnya. Wallahu a’lam.

Lalu bagaimana pengangkatan Al Qur’an itu terjadi?

Tak ada keterangan bagaimana Al Qur’an itu kembali, apakah satu per satu hurufnya ditarik oleh Allah ke langit ataukah kalimat per kalimat atau langsung seluruh surah Al Qur’an ditarik secara bersamaan. Wallahu a’lam.

Tidak ada keterangan yang menjelaskan proses pengangkatan itu. Tapi berdasarkan keterangan beberapa riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al Qur’an itu diangkat ke langit di malam hari dan di pagi harinya seluruh Al Qur’an di muka bumi sudah menghilang.

Meski tak diketahui seperti apa pengangkatan Al Qur’an tapi sebuah riwayat dari Ibnu Umar menjelaskan bahwa pengangkatan Al Qur’an itu menimbulkan suara gemuruh yang terdengar di sekitar Arsy bagaikan suara kawanan lebah. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum Al Qur’an pulang kembali ke asalnya sehingga menimbulkan suara gemuruh di sekitar Arsy seperti suara lebah kemudian Allah subhanahu wa ta’ala bertanya ”Ada apa denganmu?” Al Qur’an menjawab “Dari-Mu aku keluar dan kepada-Mu aku kembali. Aku dibaca tapi tidak diamalkan.” Ketika itulah Al Qur’an diangkat ke haribaan Allah.” (HR. Dailami)

Setelah Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menuturkan hadits tentang pengangkatan Al Qur’an di akhir zaman, orang-orang yang mendengarnya merasa heran lalu Shilah bin Zafar yang berada di tengah-tengah mereka bertanya “Wahai Hudzaifah, apa gunanya mereka mengucap kalimat “Laa ilaha illallah” sedangkan mereka tidak mengenal lagi apa itu puasa, haji, dan sedekah?”

mendengar pertanyaan ini Hudzaifah berpaling tak menjawab. Shilah pun mengulang kembali pertanyaan yang sama namun Hudzaifah tetap diam. Baru setelah diajukan tiga kali, Hudzaifah mengarahkan pandangannya kepada Shilah dan menjawab “Wahai Shilah, kalimat itu akan menyelamatkan mereka dari api neraka.” Hudzaifah menyebutkan tiga kali. (HR. Hakim)

Lalu kapan peristiwa itu akan terjadi?

Al Qurthubi menyebutkan bahwa peristiwa pengangkatan Al Qur’an ini terjadi saat keluarnya binatang aneh dari perut bumi. Binatang yang memberikan kesaksian bahwa manusia yang hidup pada saat itu tidak yakin pada ayat-ayat Allah. Hal ini dipahami dari tafsir surah An Naml ayat 82,

“Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.” (QS. An Naml: 82)

Kalimat “perkataan Telah jatuh/berlaku atas mereka” adalah matinya para ulama, hilangnya ilmu, dan diangkatnya Al Qur’an. Oleh karena itu, Ibnu Mas’ud berpesan banyak-banyaklah membaca Al Qur’an sebelum Al Qur’an diangkat ke tempat asalnya.

Al Qur’an nantinya juga sebagai pemberi syafaat di hari kiamat.

1. Al-Quran sebagai pemberi syafaat di hari kiamat untuk masuk surga.

Dalam hadist shahih Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

اقرءوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه، اقرءوا الزهراوين البقرة، وسورة آل عمران، فإنهما تأتيان يوم القيامة كأنهما غمامتان، أو كأنهما غيايتان، أو كأنهما فرقان من طير صواف، تحاجان عن أصحابهما

Bacalah Al-Qur’an karena Al-Quran akan datang pada hari kiamat nanti sebagai pemberi syafaat di hari kiamat bagi yang membacanya (dengan tadabbur dan mengamalkannya). Bacalah al-Zahrawain (dua cahaya) yaitu surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya, keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut.” (HR. Muslim: 1910).

Syaikh Faishal al-Mubarak rahimahullah menjelaskan: “Hadist ini merupakan motivasi dan perintah agar kita terus membaca Al-Quran, dan bahwasanya ia memberikan syafaat di hari kiamat bagi penjaganya yaitu orang-orang yang selalu membacanya, berpegang teguh dengan kandungannya, melaksanakan perintahnya, dan menjauhi larangannya”. (Tathriz Riyadh al-Shalihih: 579).

Al-‘Allamah AbdurRauf al-Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang hanya membaca atau menghafal ayat-ayatnya tanpa mempedulikan aplikasi kandungannya maka ia tidak dianggap sebagai penjaga Al-Quran yang berhak mendapatkan syafaat di hari kiamatnya. (Faidh al-Qadir Syarh al-Jaami’ al-Shaghir: 2/66).

2. Al-Quran sebagai pengangkat derajat dalam surga.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

يقالُ لصاحبِ القرآن: اقرَأ وارتَقِ، ورتِّل كما كُنْتَ ترتِّل في الدُنيا، فإن منزِلَكَ عندَ آخرِ آية تقرؤها

Dikatakan pada orang yang menjadi penjaga Al-Qur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu (tingginya derajatmu disurga) adalah tergantung pada akhir ayat yang engkau baca”. (shahih, HR Abu Daud: 1464 dan Tirmidzi: 3141).

Para ulama rahimahumullah menyatakan bahwa setiap seseorang membaca satu ayat, maka ia akan dinaikkan satu tingkatan surga hingga ia berhenti pada ayat terakhir hafalannya. Aisyah radhiyallahu’anha berkata: “Sesungguhnya jumlah tingkatan surga itu sebanyak jumlah ayat Al-Quran, dan tidak ada satupun penghuni surga yang lebih utama (tinggi tingkatannya) daripada pembaca Al-Quran”. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 29952, hasan).

3. Al-Quran menghindarkan penjaganya dari adanya hisab / penghitungan amalan yang buruk.

Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (29955, dengan sanad shahih), Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata: “Siapa yang membaca Al-Quran dan mengikuti petunjuknya, maka Allah akan memberinya hidayah didunia, dan melindunginya dari buruknya hisab amalan dihari kiamat kelak, karena Allah telah berfirman: “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka ia tidak akan sesat (didunia) dan sengsara (diakhirat)”, (QS Thaha: 123)”.

Dalam tafsir ayat ini, Imam Ibnu ‘Aasyur rahimahullah berkata: “Firman-Nya dalam ayat ini “maka ia tidak akan sesat” bermakna bahwa bila seseorang mengikuti petunjuk yang berasal dari Allah yang diturunkan lewat lisan Rasul-Nya maka ia akan diselamatkan dari adanya kesesatan didunia ini … adapun makna “tidak akan sengsara” adalah tidak mendapatkan kesengsaraan diakhirat nanti sebab bila ia telah selamat dari kesesatan didunia ini, maka dengan serta merta ia juga akan selamat dari kesengsaraan diakhirat kelak”. (Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir: 16/330-331, ringkasan).

4. Kedua orangtua penjaga Al-Quran mendapatkan syafaat di hari kiamat kemuliaan diakhirat kelak.

Dalam hadist disebutkan: “Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang cahayanya lebih terang daripada cahaya matahari seandainya berada dirumah-rumah kalian di dunia ini. Maka bagaimana menurut perkiraan kalian mengenai (ganjaran pahala) orang yang mengamalkannya?” (HR Abu Daud: 1453, hasan li ghairihi).

Hadist ini menjelaskan secara gamblang bahwa keutamaan ini hanya didapatkan oleh kedua orangtua penjaga Al-Quran yang membaca atau menghafal dan mengamalkannya. Syaikh Abdul’Aziz al-Rajihi hafidzhahullah berkata: “Para penjaga Al-Quran adalah orang-orang yang mengamalkan kandungannya meskipun mereka tidak menghafalnya diluar kepala,

sebab itu barangsiapa yang membaca Al-Quran dan mengamalkan kandungannya maka ia sudah termasuk kerabat Allah secara khusus baik ia menghafalnya diluar kepala atau tidak, namun bila ia menghafalnya maka tentunya sangat utama, dan bila ia tidak menghafalnya dan hanya selalu membacanya lewat mushaf dengan selalu mengamalkan kandungannya, maka ia termasuk dalam golongan penjaga Al-Quran”. (Syarah Sunan Ibnu Majah: pel.14/5).

Nah, semoga kita menjadi orang yang selalu beribadah dan menggapai surga dengan Al Qur’an.. sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

Recent Posts

Sejarah Masuknya Islam Ke Aceh

Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Myanmar

Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Andalusia

Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Afrika

sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara

Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Pulau Jawa

Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…

6 months ago