Penegakkan Khilafah dalam Al-Quran dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Istilah khilafah memang sangat akrab dalam kehidupan kita saat ini. Bahkan beberapa orang menyerukan pendirian negara Islam atau khilafah Islamiyah. Meskipun begitu, istilah ini sebenarnya tidak ada dalam Al Quran.

Istilah khilafah atau penegakkan negara Islam memang tidak disebutkan dalam Islam. Namun pada kenyataannya, Allah telah menyeru manusia untuk hidup dalam ajaran Islam dimana segala hukum harus bersumber dari Al Quran dan Hadits. Maka secara tidak langsung, Allah mewajibkan pendirian dan penegakkan syariat Islam dalam sebuah negara.

Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” [HR Muslim].

Berdasarkan hadits di atas, menurut Syeikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib [Lihat, Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hal. 49].

Baca juga:

Nabi Mengharuskan Adanya Khalifah untuk Menjaga Agama

Nabi juga mengisyaratkan, bahwa sepeninggal baginda SAW harus ada yang menjaga agama ini, dan mengurus urusan dunia, dialah khulafa’, jamak dari khalifah [pengganti Nabi, karena tidak ada lagi Nabi].

Nabi bersabda:

“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” [HR Muslim]

Begitu juga dengan penegakan khilafah dalam Al-quran,

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.”

Ketika menyebutkan pendapat para mufassir tentang makna ulil amri, Imam ath-Thabari menyimpulkan, “Pendapat yang paling benar adalah pendapat, ‘Mereka adalah para penguasa yang menaati Allah dan mendatangkan maslahat bagi kaum muslimin.’” (Jami’ul Bayan, ath-Thabari: 8/502).

Allah berfirman dalam Al Quran,

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu” (al-Ma’idah: 49).

Allah SWT Memerintahkan untuk Menegakkan Syariat Islam

Allah dengan jelas telah memerintahkan kita untuk menegakkan syariat Islam, maka dari itu hendaknya sebuah negara memang menggunakan dasar hukum Islam sebagai sumber hukum negaranya. Dasar hukum Islam inilah yang diambil dari kitab yang telah diturunkan Allah pada para Nabi.

Baca juga:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab, dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hadid: 25).

Ibnu Taimiyah berkata,

“Agama yang haq (Islam) harus ditopang oleh al-Kitab yang memberi petunjuk, dan pedang yang menolong….. al-Kitab akan menjelaskan apa yang diperintah dan dilarang  oleh Allah, sedang pedang yang akan menolong dan menguatkannya.” (Minhajus Sunah an-Nabawiyah: 1/142).

Rasul juga menegaskan mengenai pembaiatan khalifah yang memimpin sesuai dengan hukum Islam yang juga terkait dengan penegakan khilafah dalam Al-quran.

Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَة مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّ

“Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam, “Barangsiapa yang mati, dan di lehernya tidak terdapat baiat, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim, nomor 1851).

Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤمِّرُوْا أَحَدَهُمْ

“Jika ada tiga orang yang bepergian, maka hendaklah mereka menjadikan satu orang sebagai pemimpinnya.” (HR. Abu Dawud, nomor 2608).

Baca juga:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

“Jika dalam komunitas yang paling sedikit, dan perkumpulan yang paling kecil diwajibkan untuk menjadikan salah satunya sebagai pemimpin, maka ini adalah penyerupaan tentang kewajiban untuk komunitas yang lebih besar dari itu.” (al-Hisbah, hal. 11).

Penegakkan Negara Berdasarkan Syariat Islam Telah Dicontohkan Rasulullah

Jika sebagian besar orang menganggap bahwa penegakkan negara berdasarkan syariat Islam tidak ada dalam Al Quran, maka coba lihat kembali apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau memimpin dengan menegakkan syariat Islam secara utuh sehingga setiap muslim maupun penganut agama lain bisa hidup damai dalam kepemimpinannya.

Imam asy-Syathibi Rahimahullah berkata,

“Telah tsabit (tetap) bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak meninggal, hingga beliau telah menjelaskan seluruh urusan agama dan dunia yang dibutuhkan, dan ini tidak ada perselisihan di antara ahli sunah.” (al-I’tisham: 1/64).

Perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang menjadi pemimpin dalam Negara Islam pertama menjadi dalil wajibnya kepemimpinan. Karena beliau telah menjelaskan hukum-hukum syar’i dengan perkataan, perbuatan dan penetapannya. Dan perbuatan beliau menuntut kewajiban. (lih. Tafshilul Mas’alah fi Syarhil Kaukab al-Munir: 2/189, Ibnu Najar).

Bahkan setelah Rasul meninggal pun, mengangkat seorang pemimpin yang mampu memimpin dalam keIslaman adalah wajib hukumnya. Setelah Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wasallam meninggal dunia, manusia berduka. Mereka menangis. Sementara itu, orang-orang Anshar berkumpul menemui Sa’ad bin Ubadah di Saqifah Bani Sa’idah, mereka mengatakan,

“Dari kami ada seorang pemimpin, dan dari kalian ada pemimpin.” Waktu itu, Abu Bakar, Umar dan Ubaidah bin Jarrah pergi menemui mereka. Umar ingin berbicara, tetapi ditahan oleh Abu Bakar. Lalu Abu Bakar yang berbicara dan berpesan, “Kami yang menjadi pemimpin, dan kalian menterinya.” Hubab bin Mundzir menyela, “Demi Allah, kami tidak akan melakukannya.

Baca juga:

Dari kami seorang pemimpin dan dari kalian seorang pemimpin.” Abu Bakar menegaskan lagi, “Tidak kami lah yang menjadi pemimpin, dan kalian menjadi menterinya.” Setelah itu orang-orang membaiat Umar dan Abu Ubaidah, tetapi kemudian Umar angkat bicara, “Tidak, bahkan kami-lah yang membaiat Anda, karena Anda adalah pemimpin kami dan orang terbaik kami, serta lebih dicintai oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Umar pun mengambil tangan Abu Bakar, lalu membaiatnya.

Di dalam hadits tersebut jelas bahwa setelah kabar kematian Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, para shahabat langsung bergegas untuk ikut berkumpul di Saqifah yang menjadi tempat pertemuan besar antara kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka meninggalkan urusan penting pada saat itu, yaitu mengurusi jenazah beliau Shallallahu alaihi wasallam.

Dengan demikian, maka mengangkat kekhalifahan setelah meninggalnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam merupakan ijma’ yang dilakukan oleh para shahabat.

Al-Haitsami berkata,

“Ketahuilah bahwa para shahabat Ridhwanullah alaihi berijma’ bahwa mengangkat imam setelah usainya masa kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang paling penting. Buktinya, mereka sibuk mengangkat pemimpin daripada mengurus pemakaman Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.” (ash-Shawa’iq al-Muhriqah, hal. 7).

Demikianlah pembahasan mengenai penegakan khilafah dalam Al-quran.

fbWhatsappTwitterLinkedIn