Serangga bukanlah termasuk makanan utama bagi manusia. Hanya saja kita sering menemui serangga ini diolah sebagai makanan. Beberapa peneliti mengatakan bahwa serangga memiliki kandungan protein yang tinggi dan baik bagi kesehatan. Namun, bagaimana islam memandangnya?
Apa hukum bagi umat muslim mengonsumsi serangga?
Untuk menentukan apakah mengonsumsi serangga ini halal atau haram, beberapa hadits yang telah ada sudah menjelaskannya, sehingga mengetahui bagaimana hukum makan serangga. Sebagian ulama mengatakan bahwa diperbolehkan mengonsumsi serangga dan sebagian ulama melarang untuk mengonsumsi serangga karena serangga adalah salah satu hewan yang kotor.
Namun ada serangga yang boleh dimakan dalam islam seperti pada informasi berikut ini. Serangga yang diperbolehkan di konsumsi ini disertai dengan hadits yang kuat, sehingga Insya Allah telah terbukti keabsahannya.
Belalang merupakan jenis serangga yang sering ditemui di pepohonan besar. Jenis belalang juga bervariasi, mulai dari yang kecil, sedang, sampai belalang yang berukuran besar. Warna belalang ini juga banyak macamnya. Mulai dari warna hijau, kuning, cokelat, dan lainnya.
Jenis serangga yang diperbolehkan di konsumsi
Serangga pertama yang diperbolehkan dikonsumsi adalah belalang. Belalang merupakan jenis serangga yang mungkin sudah sering Anda lihat jika hewan ini diolah menjadi makanan ringan dan sebagainya. Dalam keadaan mati, belalang termasuk ke dalam kategori Hewan Halal Menurut Islam.
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yang dihalalkan ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah yang dihalalkan ialah hati dan limpa.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daru Quthni dan At-Tirmidzi).
Firman Allah SWT, “Allah-lah yang menjadikan semua yang ada di bumi untuk kamu sekalian” (Q.S. Al-Baqarah (2): 29). Ayat lain menyebutkan, “Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin” (Q.S. Luqman : 20).
Hadist Nabi SAW : “Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya (Al-Qur’an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apa pun” (H.R. Al-Hakim).
Dilansir dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor Kep-13/MUI/ IV/Tahun 2000 tentang Makan dan Budidaya Cacing dan Jangkrik, menempatkan belalang seperti halnya jangkrik, yaitu sejenis serangga yang boleh (mubah/ halal) dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan kerugian (mudharat).
حدَّثَنَا شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ اَوْ سٍتًّا كُنًّا نَأْكُلُ مَعَهٌ الْجَرَادَ [متفق عليه]
“Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abu Ya’fur dari Abdullah ibn Abu Aufah, Rasulullah saw bersabda: kami berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh atau enam kali peperangan, dan kami memakan belalang bersama beliau” [Muttafaq ‘Alaih]
Dalam buku “Al Sharh al Kabir” dijelaskan bahwa ada beberapa contoh serangga yang dapat dimakan. Serangga tersebut adalah kalajengking, kumbang, serangga rumput, semut, cacing dan semua serangga yang ditemukan di permukaan tanah. Dalam buku tersebut, meski belum jelas apa status halal atau haramnya. Namun tetap diperbolehkan jika tujuannya adalah sebagai obat.
Misalnya kalajengking diperbolehkan apabila dikonsumsi sebagai obat. Tetapi harus jelas dan bukan termasuk Pengobatan yang Dilarang Dalam Islam. Tetapi lebih baiknya bisa menggunakan alternatif obat lain. Jika ada obat lainnya, maka tidak dianjurkan untuk mengonsumsi kalajengking ini. Demikian pula dengan jenis serangga lainnya.
Allah ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukmu sekalian.” [Al-Baqarah (Sapi Betina) (2): 29]
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” [Al-Baqarah (Sapi Betina) (2): 168]
Dalam suatu hadis disebutkan:
عَنْ سَلْمَان الْفَارِسِي قَال سُئِلَ رَسُو لُ اللهِ عَنِ السَّمَنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ قَال الْحَلاَلُ مَا أَحَلَّ اللهُ فِيْ كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللهُ فِيْ كَتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
“Dari Salman al-Farisi, beliau berkata, Rasulullah saw ditanya tentang lemak, keju dan keledai liar. Beliau bersabda “Sesuatu yang halal itu adalah apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yang haram itu adalah apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya, dan apa yang Allah diamkan (tidak disebutkan) berarti termasuk apa yang dimaafkan (dibolehkan) untuk kamu.” [HR. Ibnu Majah hadits no. 3367 dalam kitab makanan bab memakan lemak dan keju].
Sejalan dengan dalil-dalil di atas, disebutkan dalam kaidah fiqh :
اْلأَصْلُ فِيْ الْأَشْيَاءِ الْأِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, sepanjang belum ditemukan dalil yang menunjukkan atas keharamannya.”
Jika dalil-dalil dan kaidah di atas dikaitkan dengan makanan, maka pada dasarnya semua Makanan Halal Menurut Islam sehingga ada dalil yang mengharamkannya.