Dalam sebuah pernikahan terkadang Allah memberikan ujian kepada pasangan suami istri melalui keturunan. Yaitu dengan tidak dapat memiliki keturunan yang merupakan salah satu tujuan pernikahan dalam Islam, dikarenakan sang istri tidak dapat mengandung, atau janin keguguran sehingga rahim sang istri harus diangkat dan membuat sang istri tidak dapat mengandung lagi. Untuk jalan keluar dari persoalan tersebut, banyak pasangan suami istri yang memilih untuk mengadopsi anak . Adopsi berarti mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri.
Lalu apakah dalam Islam diperbolehkan untuk melakukan adopsi? Ya, Islam memperbolehkan umatnya untuk mengangkat anak, namun sesuai dalam pedoman sumber syariat Islam dan dasar hukum Islam, ada tata cara dalam pengadopsian anak menurut Islam.
Tata Cara Adopsi Menurut Islam
Adopsi bukan hanya dapat dilakukan oleh pasangan yang tidak dapat memiliki keturunan saja, namun juga dapat dilakukan oleh orang yang telah memiliki keturunan. Dan dalam adopsi tidak boleh dilakukan begitu saja, tetap ada tata caranya, dan berikut beberapa tata cara adopsi menurut Islam :
- Nasab anak tetaplah pada orangtua kandungnya
Pada masa Rasulullah SAW. sempat berlaku adopsi anak yang disebut Tabanniy, yaitu pengadopsian anak dimana anak tersebut mendapat perlakuan sebagaimana anak sendiri dalam segala segi hukum perdata, misalnya : mendapatkan harta warisan, kemahraman dengan keluarga angkatnya, dan bahkan nasab (baca : arti nasab dalam Islam) sang anak diganti menjadi nama orangtua angkatnya. Dan Rasulullah SAW. sendiri mengangkat seorang anak bernama Zaid.
Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengadopsi seorang anak bernama Zaid, anak tersebut adalah seorang anak yang ditawan oleh perampok ketika kecil dan dijual di pasar budak, lalu dibeli oleh Hakim bin Hizam (keponakan Khadijah). Lalu Hakim menghadiahkan Zaid kepada bibinya (Khadijah) dan dihadiahkan lagi kepada Nabi Muhammad SAW. Dan oleh Rasulullah SAW, Zaid dimerdekakan lalu diangkat sebagai anak. Rasulullah SAW. pun menyatakan hal tersebut didepan masyarakat, beliau berkata “
“Saksikanlah oleh kalian semua, mulai saat ini Zaid adalah anakku yang akan menjadi ahli warisku dan aku menjadi ahli warisnya.”
Dan Zaid pun dikenal dengan nama orangtua angkatnya yaitu sebagai Zaid bin Muhammad, dikarenakan Rasulullah SAW. dan Khadijah ra. sangat menyayangi Zaid.
Lalu turunlah (QS. Al- Ahzab ayat 4-5), didalamnya Allah SWT berfirman :
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam satu rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnyadan Dia menunjukan jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab ayat 4)
“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil disisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui nama bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab ayat 5)
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa seorang anak angkat haruslah dipanggill menggunakan nama bapak-bapak mereka, dan apabila tidak diketahui nama bapaknya maka ia dianggap sebagai saudara seagama. Dan sejak turunnya ayat tersebut, maka Zaid dikenal sebagai Zaid bin Haritsah, bukan Zaid bin Muhammad, namun ia tetaplah menjadi anak angkat Rasulullah SAW. Dan setelahnya pengangkatan anak secara Tabanniy tidak lagi diperbolehkan dan dipakai dalam Islam.
Dan Islam juga melarang untuk merubah akte kelahiran si anak angkat dan menyebutkan bahwa orang tua sesungguhnya dari anak tersebut adalah si fulan dan fulanah yang merupakan orang tua angkat, hal tersebut tidak diperbolehkan karena sama saja seperti merubah nasab si anak dan melakukan suatu kebohongan. Dan dalam Islam jelas dikatakan bahwa nasab seorang anak adalah hak ayahnya.
- Mendidik, memelihara dan bertanggung jawab dengan baik pada anak adopsi
Ketika seseorang atau pasangan suami istri telah memutuskan untuk mengadopsi seorang anak, maka mereka harus siap untuk mendidik, memelihara, menyayangi dan melindungi anak tersebut layaknya anak mereka sendiri. Dan jangan sampai berbuat aniaya terhadap anak angkatnya.
- Hak perwalian nikah
Perwalian nikah seharusnya menjadi kewajiban seorang ayah sebagai wujud peran ayah dalam keluarga. Namun, jika seorang anak angkat hendak menikah, ayah yang dapat menjadi wali nikahnya adalah ayah kandungnya bukan ayah angkatnya, dan seandainya ayah kandungny tidak diketahui atau sudah meninggal, maka yang berhak mewalikannya adalah wali hakim.
- Kemahraman antara anak dan keluarga angkat
Hal berikut ini adalah salah satu yang terpenting dalam pengadopsian anak menurut Islam. Dalam pengadopsian anak juga harus tetap mengingat batasan-batasan kemahraman antara si anak angkat dan keluarga angkatnya yang berlawanan jenis, karena mereka bukanlah satu keturunan sehingga ada batasan-batasan kemahraman yang harus dijaga.
- Anak angkat tidak mendapatkan warisan
Hukum waris Islam dan pembagiannya telah dijelaskan dalam Islam, dan anak angkat tidak termasuk sebagai salah satu ahli waris dalam pembagian harta warisan menurut Islam, sehingga dia tidak berhak untuk mendapatkan warisan. Karena dikhawatirkan hal tersebut akan membuat perselihan diantara anak kandung dan anak angkat.
Maka dari itu Islam meluruskan dan menjelaskan mengenai pembagian warisan menurut hukum Islam. Jika ingin memberikan harta kepada anak angkat, maka dapat berbentuk hibah yang diberikan ketika si orangtua angkat masih hidup.
Jadi, hukum adopsi anak dalam Islam diperbolehkan dan tata caranya pun tidak memberatkan bagi umat Islam yang melakukannya. Sebagai din, Islam sangatlah sempurna dan Allah adalah sebaik-baik pencipta dan pengatur kehidupan.
Sekian, semoga bermanfaat (: