Adzan merupakan salah satu sunnat yang dikerjakan sebelum shalat selain iqamah.
Adzan adalah kata-kata seruan tertentu yang ditujukan untuk memberitahukan kepada umat muslim akan masuknya waktu shalat fardhu atau shalat wajib.
Hukum adzan adalah sunnat mu’akkad bagi laki-laki muslim yang telah akil baligh dan dikerjakan di masjid untuk shalat fardhu atau shalat wajib lima waktu (berjamaah maupun munfarid) dan juga shalat Jum’at.
Bagaimanakah tata cara adzan? Berikut adalah ulasan singkatnya.
1. Telah Masuk Waktu
Adzan dikumandangkan saat telah memasuki waktu shalat agar terhindar dari kesalahan.
Jika adzan dikumandangkan sebelum waktunya, maka hukum adzan tersebut menjadi haram sebagaimana kesepakatan para ulama.
2. Suci
Muadzin disunnahkan dalam keadaan suci ketika hendak mengumandangkan adzan. Hal ini didasarkan atas hadits berikut.
“ … tidak boleh mengumandangkan adzan kecuali orang yang berwudhu (suci) … “
HR. At-Tirmidzi
3. Niat
Ada dua pendapat mengenai niat adzan. Pertama, niat adzan merupakan syarat sah adzan. Dan kedua, niat adzan merupakan sunnah.
Pendapat pertama dikemukakan oleh para ulama bermazhab Malikiyah dan Hanabilah. Dasar hukumnya adalah hadits berikut.
“ … sesungguhnya semua amal tergantung pada niat … “
Muttafaq ‘alaih
Adapun pendapat kedua dikemukakan oleh para ulama bermazhab Hanafi dan Syafi’i.
4. Berdiri
Mengumandangkan adzan disunnahkan dilakukan dengan berdiri tegak. Hal ini didasarkan atas hadits berikut.
“ … berdirilah wahai Bilal, dan kumandangkanlah adzan untuk shalat.”
Muttafaq ‘alaih
5. Menghadap Kiblat
Mengumandangkan adzan dilakukan dengan berdiri menghadap ke kiblat kecuali pada lafadz hayya ‘alash-shalah dan hayya ‘alal falah. Hal ini didasarkan hadits berikut.
“ … bahwa para muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan adzan dengan menghadap kiblat.”
HR. Al-Hakim
Dalil lainnya adalah sebagai berikut.
“Beliau memalingkan lehernya ketika mengucapkan Hayya ‘alash shalah ke kanan dan ke kiri tapi tidak berputar.”
HR. Abu Daud
6. Lafadz Adzan
Lafadz adzan yang menjadi kesepakatan para ulama bermazhab Al-Hanafiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah adalah adzan dengan empat kali takbir sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin Zaid.
Lafadz adzan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar 2x
Asy-hadu alaa ilaaha illallaah 2x
Asy-hadu anna Muhammadar Rasulullah 2x
Hayya ‘alash shalaah 2x
Hayya ‘alal falaah 2x
Allaahu Akbar, Allahu Akbar 1x
Laa ilaaha illallaah 1x
Untuk adzan subuh, antara kalimat “Hayya ‘alal falaah” dan “Allaahu Akbar, Allahu Akbar” ditambah dengan kalimat sebagai berikut.
Ash-shalaatu khairum minan naum(i) 2x
Dari lafadz adzan di atas, jelaslah bahwa syarat sah adzan yang dikumandangkan oleh muadzin adalah menggunakan bahasa Arab.
Lafadz adzan juga harus dikumandangkan secara benar tanpa salah, berurutan, dan berkesinambungan.
7. Tartil atau Tarassul
Yang dimaksud dengan tartil atau tarassul adalah berhenti sejenak pada setiap dua kalimat takbir atau perkalimat selain takbir dengan durasi lebih kurang bisa untuk menjawab atau mengulang kalimat adzan yang sama.
Dalilnya adalah sebagai berikut.
“Jika kamu adzan, maka tarassul-lah”
8. Bersuara Lantang
Disunnahkan agar adzan dikumandangkan dengan suara lantang dan bagus. Hal ini didasarkan atas hadits berikut.
“Pergilah kepada Bilal dan sampaikan apa yang kamu lihat dalam mimpi. Sesungguhnya Bilal itu suaranya lebih terdengar dari suaramu.”
HR. Ahmad dan Abu Daud
9. Menutup Lubang Telinga
Ketika mengumandangkan adzan disunnahkan menutup lubang telinga dengan ujung jari. Hal ini dimaksudkan agar suara yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.
Dalilnya adalah sebagai berikut.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Bilal untuk meletakkan dua jarinya di kedua telinganya, kemudian beliau bersabda, “Itu akan menjadikan suaramu lebih tinggi.”
HR. Ibnu Majah
10. Doa Sesudah Adzan
Ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan, disunnahkan membacadoasesudah adzan sebagai berikut.
Allahumma rabba haadzihid da’watit taammati wash shalaatil qaa-imati, aatil sayyidinaa Muhammadanil wasilata, wal fardliilata wasy syarafa wad darajatal ‘aaliyatar rafii ’ata, wab’atshul maqaamal mahmuudal ladzii wa’ad-tahu innaka laa tukhliful mii-‘aada.
Artinya :
“Ya Allah Tuhan yang memiliki panggilan ini, yang sempurna dan memiliki shalat yang didirikan. Berilah junjungan kami Nabi Muhammad, wasilah dan keutamaan serta kemuliaan dan derajat yang tinggi, dan angkatlah ia ke tempat yang terpuji sebagaimana Engkau telah janjikan. Sesungguhnya Engkau ya Allah Dzat Yang tidak akan mengubah janji.”
Wallahu a’lam.