Seringkali kita mengucapkan dzikir kepada Allah untuk mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu.
Dzikir yang dimaksud antara lain tasbih, takbir, tahmid, tahlil, hawqalah, masya Allah, dan sejenisnya.
Ada dua macam dzikir yang menurut sebagian orang tidak tepat penggunaannya akhir-akhir ini yakni tasbih (subhanallah) dan masya Allah. Benarkah demikian?
Pengertian Subhanallah dan Masya Allah
Subhanallah mengandung makna Mahasuci Allah. Kalimat lengkap subhanallah adalah subhanallah wabihamdihi subhanallahil ‘adzim yang berarti Mahasuci Allah dengan memuji-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Agung.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang disukai oleh Ar-Rahman. Hal ini didasarkan atas hadits berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dua kalimat yang ringan dalam lisan, berat dalam timbangan dan disukai oleh Ar-Rahman adalah subhanallah wabihamdihi subhanallahil ‘adzim. Mahasuci Allah dengan memuji-Nya, Mahasuci Allah yang Maha Agung.” (HR. Bukhari Muslim)
Ditilik dari segi bahasa, ungkapan subhanallah berarti unazzihullah ‘amma laa yaliiqu bihi min sifaatin yakni aku menyucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya.
Adapun ungkapan masya Allah mengandung arti segala sesuatu yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan setiap yang tidak dikehendaki-Nya tidak terjadi.
Kapankah waktu yang tepat untuk mengucapkan subhanallah dan masya Allah?
Baik Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam maupun para sahabat menggunakan subhanallah antara lain sebagai bentuk ungkapan perasaan terhadap hal-hal berikut.
- Hal yang tidak sesuai atau tidak diinginkan dan ingin menyucikan dan mengagungkan Allah dari segala kekurangan.
- Hal yang mengagumkan atau menyaksikan sesuatu yang indah karena ungkapan subhanallah mengandung makna mengagungkan Allah sebagaimana manfaat takbir.
- Hal yang mengherankan. Salah satu dalil yang mendasarinya adalah sebagai berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, suatu ketika Rasulullah bertemu dengannya di sebuah jalan di Madinah. Saat itu Abu Hurairah dalam keadaan junub. “Kemudian aku bersembunyi dari Rasulullah, lalu beliau pergi dan mandi kemudian menemuiku kembali.” Beliau bertanya : “Kamu tadi di mana Abu Hurairah?”. “Aku tadi sedang junub, dan aku tidak ingin duduk bersamamu dalam keadaan tidak suci (junub)” jawab Abu Hurairah. Kemudian Rasulullah berujar : “Subhanallah, sesungguhnya seorang mukmin tidaklah najis.” (HR. Bukhari)
- Subhanallah juga digunakan untuk menegur kesalaham imam ketika shalat. Hal ini menunjukkan ungkapan subhanallah merupakan bentuk teguran atas kesalahan imam sekaligus menyucikan dan mengagungkan Allah dari keburukan.
Adapun ungkapan masya Allah sangat tepat digunakan ketika seseorang memiliki hajat sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah atas segala hal yang telah ditetapkan dan kepasrahan.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seseorang diberikan kenikmatan, berupa istri, harta atau anak kemudian mengucapkan : masya Allah laa quwwata illaa billaah kecuali dia akan terjaga dari segala gangguan sampai keinginannya dia meninggal. Kemudian Rasulullah membaca surah al-Kahfi ayat 39.” (HR. Abu Ya’la)
Adapun firman Allah yang dimaksud yakni QS Al-Kahfi ayat 39 adalah sebagai berikut.
“Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, “Masya Allah, laa quwwata illaa billaah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu.” (QS Al-Kahfi : 39)
Ungkapan masya Allah kerap disambung dengan laa quwwata illaa billaah. Kalimat lengkap laa quwwata illaa billaah adalah laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.
Salah satu keutamaan laa hawla wa laa quwwata illaa billaah adalah berserah kepada Allah karena segala sesuatu yang terjadi di muka bumi merupakan kehendak-Nya dan tidak ada kekuatan selain atas kehendak Allah.