Setiap mukmin tentu menginginkan amal ibadah yang selama ini mereka lakukan bisa diterima Allah SWT dan mendapatkan pahala dari-Nya. Adapun syarat diterimanya amal ibadah adalah apabila hal tersebut kita lakukan dengan ikhlas serta mengikuti tuntunan dari Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam.
Akan tetapi, terkadang tanpa disadari amalan-amalan tersebut tidak mendapatkan balasan pahala apapun dan malah justru mendapatkan keburukan disisi Allah SWT. Tentu saja hal itu memiliki sebab, salah satunya adalah karena kita melakukan hal-hal yang menghapus amal ibadah kita tersebut, seperti :
Syirik dianggap sebagai suatu kezoliman yang besar dan perbuatan tersebut merupakan penghinaan terhadap Allah SWT. Mengapa? Karena perbuatan tersebut telah menyamakan Allah SWT dengan makhluk ciptaan-Nya. Allah SWT akan memberikan balasan bagi mereka yang berbuat syirik yaitu dengan tidak menerima amal ibadah yang mereka perbuat. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni umat-Nya yang mati dalam keadaan belum bertaubat dari perbuatan syirik tersebut.
Hal itu sebagaimana Firman Allah SWT berikut :
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya “Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am ayat 88)
(baca juga: syirik dalam islam)
Allah SWT telah menjanjikan suatu balasan bagi mereka yang berbuat murtad, sebagaimana firman-Nya dalam ayat Al-Qur’an berikut :
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya:
“Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah ayat 217)
Riya’ disebut sebagai melakukan suatu amalan dengan tujuan untuk mendapatkan pujian dari orang lain, dan Allah SWT sangat tidak menyukai perbuatan tersebut. Perbuatan tersebut telah digolongkan ke dalam jenis syirik kecil. Sebuah hadist qudsi telah meriwayatkan firman Allah SWT tentang betapa bencinya Dia terhadap perbuatan riya’ :
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Artinya:
“Aku paling tidak butuh pada sekutu-sekutu, barangsiapa yang beramal sebuah amal kemudian dia menyekutukan-Ku di dalamnya maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya.” (HR. Muslim)
(baca juga: riya’ dalam islam)
Sebagaimana Firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang seperti itu bagaikan batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah ayat 264)
Perbuatan ini bisa dikaitkan dengan riya’, di mana seseorang melakukan amalan hanya karena ingin mendapatkan kenikmatan atau balasan yang bersifat duniawi semata, bukan karena mengharapkan ridho dari Allah SWT.
Oleh karena itu, Allah SWT berfirman :
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15)أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud ayat 15-16)
Karena terlalu sibuk mengurusi aib orang lain menjadikan seseorang lupa akan aib dirinya sendiri. Ini juga merupakan salah satu hal yang dapat menghapuskan amal ibadah orang tersebut. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pernah berkata:
“jauhilah olehmu buruk sangka karena buruk sangka itu perkataan paling dusta, janganlah kamu memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain…”
Ampunan yang berasal dari Allah SWT adalah merupakan hal yang ghoib. Tak satu pun makhluk dapat mengetahuinya. Jadi ketika seseorang berkata atau bersumpah atas nama Allah SWT bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa saudaranya, maka itu dianggap sebagai ucapan tanpa ilmu, dan Allah SWT sangat membenci hal itu.
مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلَانٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
Artinya:
“Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku, bahwa Aku tidak akan mengampuni Si Fulan, sesungguhnya Aku telah mengampuni Si Fulan, dan Aku menggugurkan amalmu”. (HR Muslim)
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa membunuh seorang mukmin dan berharap akan terbunuhnya maka Allah tidak akan menerima darinya penolakan (adzab) ataupun penebusan.”
Bid’ah merupakan suatu amalan yang tidak disyariatkan oleh ajaran agama islam. Jadi seseorang yang melakukan perbuatan ini, sudah pasti amalan tersebut tidak akan diterima oleh Allah SWT.
Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda :
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Artinya “Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami, maka tertolak.” (HR. Muslim)
Makna dari point ini adalah, seseorang yang selalu melakukan amalan kebajikan tatkala ia berada dihadapan orang lain, akan tetapi ketika ia sedang sendiri, maka ia melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah, Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari ummatku yang datang pada hari Kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih, lantas Allah menjadikannya sia-sia.” Tsauban berkata; “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka kepada kami, dan jelaskanlah tentang mereka kepada kami, supaya kami tidak menjadi seperti mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian mengerjakannya, tetapi mereka adalah kaum yang jika menyepi (tidak ada orang lain yang melihatnya) dengan apa-apa yang di haramkan Allah, maka mereka terus (segera) melanggarnya.”
Allah SWT telah berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Artinya:
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad ayat 9)
Dukun atau paranormal merupakan golongan pelayan setan. Dan jika seseorang yang mengunjungi mereka, maka Allah tidak akan menerima amal ibadah yang ia kerjakan. Sebagaimana sabda Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam yang artinya:
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari.” (HR. Muslim)
(baca juga: hukum bersumpah selain Allah)
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Sholallahu Alaihi Wassalam yang artinya:
“Barangsiapa memelihara anjing, maka akan berkurang amalannya setiap hari sebear satu qiroth (dalam riwayat lain dua qiroth), kecuali anjing untuk menjaga kebun atau anjing penjaga ternak.” (HR. Muslim)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pernah berkata:
“Tiga golongan yang Allah tidak akan terima dari mereka penolakan atau penebusan yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tua, pengungkit pemberian, dan pendusta takdir.”
Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam pada point 14 di atas. Selain itu, dalam hadist yang lain Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam juga bersabda:
“Kalau seandainya Allah mengadzab penduduk langit dan bumi niscaya dia akan mengadzabnya sedang Dia tidak sedikit pun berbuat dzalim terhadap mereka, dan seandainya Dia merahmati mereka niscaya rahmat-Nya lebih baik dari amalan-amalan mereka. Seandainya seseorang menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan menyelisihimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tida akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaan mengimanai selalin ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…