Fiqih

Cara Membersihkan Najis Babi Dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Salah satu hewan yang diharamkan dalam Islam adalah babi. Hewan yang satu ini dengan jelas disebutkan keharamannya dalam Al Qur’an dan hadits. Banyaknya mudharat yang dari hewan ini membuatnya termasuk dalam jenis makanan yang diharamkan.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. Al Baqarah: 173)

Tak hanya sekedar mengharamkan dagingnya untuk dikonsumsi, babi juga diharamkan untuk diternak maupun dijual, bahkan disentuh.

Baca juga:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud)

Mengapa babi diharamkan seluruh bagian tubuhnya bahkan hasil penjualannya? Hal ini juga telah dijelaskan Allah dalam kalamNya. Babi mengandung banyak sekali jenis bakteri dan virus sehingga termasuk dalam najis berat. Allah berfirman,

قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)” (QS. Al An’aam: 145)

Baca juga:

Karena babi termasuk dalam benda yang diharamkan, maka secara otomatis juga masuk dalam najis atau kotoran yang harus dibersihkan jika terkena bagian tubuh atau pakaian. Meskipun tidak disebutkan secara khusus mengenai cara membersihkan najis babi, namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa najis babi harus dibersihkan sesuai dengan cara membersihkan najis anjing.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Sucinya wadah air seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan dicuci sebanyak tujuh kali, permulaannya dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim no. 279)

Baca juga:

Imam Syafi’i dalam Al-Minhaj 1/13, Maktabah Syamilah juga mengatakan,

وَمَا نَجُسَ بِمُلَاقَاةِ شَيْءٍ مِنْ كَلْبٍ غُسِلَ سَبْعًا إحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ وَالْأَظْهَرُ تَعَيُّنُ التُّرَابِ، وَ أَنَّ الْخِنْزِيرَ كَكَلْبٍ.

“Sesuatu yang menjadi najis karena terkena bagian dari anjing, maka dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Yang tampak, harus dengan tanah (tidak boleh diganti dengan yang lain). Dan babi sama seperti anjing”

Dari dalil tersebut dapat diketahui bahwa najis pada babi disamakan dengan najis anjing pada saat membersihkannya nanti. Namun berbeda dengan kisah seorang sahabat di masa Rasul yang mana tidak diperintahkan untuk membersihkan dengan cara sebagaimana membersihkan najis bekas anjing.

Dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu, suatu hari beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bolehnya menggunakan wadah (panci) bekas memasak babi milik ahli kitab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلاَ تَأْكُلُوا فِيهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُوهَا وَكُلُوا فِيهَا

“Jika Engkau mendapatkan wadah lainnya, jangan makan menggunakan wadah tersebut. Jika Engkau tidak mendapatkan yang lainnya, maka cucilah wadah tersebut, dan makanlah dengan menggunakan wadah tersebut.” (HR. Bukhari no. 5478 dan Muslim no. 1930)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah kembali menjelaskan,

وهذا قياس ضعيف ؛ لأن الخنزير مذكور في القرآن ، وموجود في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، ولم يرد إلحاقه بالكلب ، فالصحيح أن نجاسته كنجاسة غيره ، لا يغسل سبع مرات إحداها بالتراب

“(Menyamakan kulit babi dengan air liur anjing) adalah qiyas (analogi) yang lemah. Karena babi telah disebutkan dalam Al-Quran dan sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak terdapat keterangan yang menyamakan babi dengan anjing. Oleh karena itu, yang tepat, status najis babi adalah sama dengan benda najis lainnya. Tidak perlu dicuci sampai tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah,”Berbilangnya pencucian (sampai tujuh kali) hanya khusus untuk najis anjing dan tidak bisa di-qiyas-kan dengan najis lainnya, seperti babi. Karena ibadah bersifat tauqifiyyah (berdasarkan dalil dari Al-Qur’an atau As-Sunnah). Ini adalah masalah yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan qiyas. Tidak terdapat keterangan pada selain najis anjing, berbilangnya proses pencucian. Babi telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak terdapat keterangan yang menyamakannya (dengan anjing). Oleh karena itu, status najis babi adalah sama seperti najis lainnya.

Adapun najis lainnya (selain anjing), maka yang wajib adalah dicuci sekali yang menghilangkan dzat najis dan bekasnya. Jika belum hilang, maka bisa diulangi, sampai hilang bekasnya, meskipun sampai lebih dari tujuh kali. Baik yang dicuci tersebut adalah tanah, pakaian, alas tidur, dan wadah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمُ مِنَ الحَيْضَةِ فَلْتَقْرُصْهُ، ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ، ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيهِ

‘Jika (pakaian) salah seorang di antara kalian terkena darah haid, maka percikilah dengan air, lalu dicuci, setelah itu silakan gunakan untuk shalat.’ (HR. Bukhari no. 277 dan Muslim no. 291).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk dicuci dengan bilangan tertentu. Jika beliau menghendakinya, tentu akan beliau sebutkan sebagaimana dalam hadits air liur anjing. Karena tujuannya adalah hilangnya najis, maka jika najis hilang, hilang pula status (hukum) najisnya” 

Itulah penjelasan singkat mengenai cara membersihkan najis babi dalam Islam. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan dan keimanan kita semua. Aamiin.

Recent Posts

Sejarah Masuknya Islam Ke Aceh

Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Myanmar

Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Andalusia

Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Afrika

sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara

Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Pulau Jawa

Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…

6 months ago