Al Qur’an dan Hadis adalah dua di antara dasar hukum Islam yang disepakati oleh jumhur ulama. Hal ini didasarkan atas hadis berikut.
“Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman bersabda, ‘Bagaimana engkau akan menghukum apabila datang kepaamu satu perkara?’. Ia (Mu’adz) menjawab, ‘Saya akan menghukum dengan Kitabullah’. Sabda beliau, ‘Bagaimana bila tidak terdapat di Kitabullah?’. Ia menjawab, ‘Saya akan menghukum dengan Sunnah Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Bagaimana jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah?’. Ia menjawab, ‘Saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur … ‘” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
Dari hadis di atas, disimpulkan bahwa Al Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama, baru diikuti oleh hadis dan sumber-sumber hukum lainnya.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam, Al Qur’an hanya memuat ketentuan hukum yang bersifat umum. Adapun penjelasan yang lengkap dan lebih rinci terdapat dalam Hadis.
Karena itu, para ulama sepakat bahwa kekuatan hukum Hadis sama dengan Al Qur’an sehingga keduanya merupakan sumber syariat Islam yang utama.
Meskipun begitu, di antara keduanya terdapat beberapa perbedaan mendasar, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan pengertian
Secara umum, Al Qur’an diartikan sebagai firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui Jibril ‘alaihis salam sebagai pedoman dan petunjuk hidup manusia.
Sedangkan Hadis secara umum diartikan sebagai segala ucapan, perbuatan, ketetapan, dan cita-cita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Berdasarkan redaksi
Al Qur’an merupakan firman Allah SWT. Dan karena itu, redaksinya pun disusun langsung oleh Allah SWT.
Adapun malaikat Jibril ‘alaihis salam hanya bertugas sebagai menyampaikan wahyu tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun Hadis, redaksinya berbeda-beda antara satu hadis dengan hadis yang lain meskipun mengandung makna yang sama.
Hal ini disebabkan pada awalnya hadis disampaikan melalui hafalan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan bukan ditulis.
3. Berdasarkan nisbat
Al Qur’an hanya dinisbatkan kepada Allah SWT semata dan tidak pada hal lain. Istilah yang digunakan adalah “Allah SWT berfirman, … “
Adapun hadis, diriwayatkan Nabi dengan disandarkan kepada Allah yang bersifat insya’i atau diadakan.
Misalnya, “Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Allah berfirman …”
4. Berdasarkan kemukjizatan
Al Qur’an merupakan mukjizat baik lafdz maupun maknanya. Adapun hadis bukanlah merupakan mukjizat.
5. Berdasarkan lafadz dan makna
Lafadz dan makna Al Qur’an bearasal dari Allah. Adapun hadis, lafadz berasal dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi makna berasal dari Allah.
6. Berdasarkan nilai membaca
Al Qur’an sebagai kitab umat muslim wajib dibaca pada saat shalat fardhu atau shalat wajib maupun macam-macam shalat sunnah. Selain itu, Al Qur’an juga wajib dibaca di luar shalat sebagai ibadah.
Adapun hadis, membacanya tidaklah dinilai sebagai ibadah dan dilarang untuk dibaca ketika shalat.
7. Berdasarkan kepastian isi
Kepastian seluruh isi Al Qur’an bersifat mutlak karena dinukil secara mutawatir.
Hal ini berbeda dengan hadis dimana kepastian isinya tidaklah mutlak karena perawi pada tiap tingkatan sanadnya. Maka dari itu, sering didapati hadis yang sifatnya shahih, hasan, atau dha’if.
8. Berdasarkan tujuan dan fungsi
Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam, fungsi Al Qur’an dalam kehidupan atau fungsi Al Qur’an bagi umat manusia di antaranya sebagai berikut.
- Pedoman dan petunjuk bagi manusia
- Pembenar dan penyempurna kitab-kitab terdahulu
- Salah satu mu’jizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
- Pembimbing bagi manusia menuju keselamatan dan kebahagiaan
- Pelajaran dan penerang kehidupan
Adapun fungsi hadis terhadap Al Qur’an atau fungsi hadis dalam Islam adalah sebagai berikut.
- Menguatkan maksud redaksi wahyu dalam Al Qur’an atau bayan taqrir.
- Menjelaskan atau menafsirkan redaksi Al Qur’an atau bayan tafsir.
- Menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an atau bayan tasyri’.