Bulan Rajab ialah salah satu bulan haram (mulia) dalam agama Islam. Sehingga banyak anjuran-anjuran dan motivasi beribadah dari para generasi salaf dalam karya-karya mereka dan para pendakwah dalam mengisi ceramah-ceramahnya, baik secara kajian rutin maupun online di sosial media. Diantara amalannya adalah anjuran untuk melakukan puasa di bulan Rajab.
Sebelumnya, terdapat Hadis-hadis yang membicarakan tentang keutamaan puasa di bulan Rajab. Mulai dari segi namanya sampai dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah ﷻ bagi orang yang berpuasa di bulan tersebut dengan jumlah bilangan puasa tertentu selama bulan Rajab.
Namun, status hadis-hadis tersebut tidak lepas dari penilaian dan kritikan para Ulama Ahli Hadis. Banyak diantaranya yang dihukumi sebagai Hadis maudhu’ (palsu) dan tidak sedikit juga yang termasuk dalam kategori Hadis yang dhoif (lemah).
Di tulisan ini, kita tidak akan membahas mengenai hadis-hadis tersebut dan hukum mengamalkannya dalam melaksanakan ibadah untuk mendapatkan keutamaannya. Akan tetapi, kita lebih fokus mengenai hukum berpuasa di bulan-bulan haram (mulia) dalam pandangan 4 mazhab.
Dalam Kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah juz 28, halaman 95 diterangkan secara rinci mengenai hukum berpuasa di bulan-bulan haram (mulia).
:صَوْمُ الأَْشْهُرِ الْحُرُمِ
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ – إِلَى اسْتِحْبَابِ صَوْمِ الأَْشْهُرِ الْحُرُمِ.
َصَرَّحَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ بِأَنَّ أَفْضَل الأَْشْهُرِ الْحُرُمِ: الْمُحَرَّمُ ثُمَّ رَجَبٌ، ثُمَّ بَاقِيهَا: ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ. وَالأَْصْل فِي ذَلِكَ قَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَل الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِي جَوْفِ اللَّيْل، وَأَفْضَل الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ.
وَمَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ: أَنَّهُ مِنَ الْمُسْتَحَبِّ أَنْ يَصُومَ الْخَمِيسَ وَالْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ مِنْ كُل شَهْرٍ مِنْ الأَْشْهُرِ الْحُرُمِ.
Mayoritas Ulama fikih: Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’yyah berpendapat bahwa ada anjuran berpuasa di bulan-bulan haram (mulia) [Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab].
Malikiyah (Para pengikut Mazhab Maliki) dan Syafi’iyyah (Para pengikut Mazhab Syafi’i) menjelaskan bahwa yang paling utama dari bulan-bulan haram (mulia) adalah bulan Muharram kemudian bulan Rajab kemudian sisanya, yaitu bulan Dzulqa’dah dan bulan Dzulhijjah.
Landasannya adalah perkataan Nabi ﷺ : “Salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat di tengah malam. Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, yakni bulan Muharram.” (HR. Muslim)
Jadi, Syafi’iyyah dan Malikiyyah sepakat atas anjuran berpuasa di bulan-bulan haram (mulia) dan memutlakkan anjuran tersebut (tidak memberi aturan-aturan tertentu dan batasan jumlah bilangan puasa).
Adapun Hanafiyyah (Para pengikut Mazhab Hanafi) berpendapat bahwa disunnahkan untuk berpuasa di hari Kamis, Jumat dan Sabtu di setiap bulan-bulan haram (mulia). Selain dari 3 hari tersebut, tidak disunnahkan berpuasa di bulan-bulan tersebut.
Dalam Hanabilah (Para pengikut Mazhab Hambali) terdapat perbedaan yang cukup jelas dari pendapat mazhab sebelumnya.
Lebih rincinya sebagai berikut:
وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ يُسَنُّ صَوْمُ شَهْرِ الْمُحَرَّمِ فَقَطْ مِنَ الأَْشْهُرِ الْحُرُمِ.
وَذَكَرَ بَعْضُهُمُ اسْتِحْبَابَ صَوْمِ الأَْشْهُرِ الْحُرُمِ، لَكِنَّ الأَْكْثَرَ لَمْ يَذْكُرُوا اسْتِحْبَابَهُ، بَل نَصُّوا عَلَى كَرَاهَةِ إِفْرَادِ رَجَبٍ بِالصَّوْمِ، لِمَا رَوَى ابْنُ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا -: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ. وَلأَِنَّ فِيهِ إِحْيَاءً لِشِعَارِ الْجَاهِلِيَّةِ بِتَعْظِيمِهِ. وَتَزُولُ الْكَرَاهَةُ بِفِطْرِهِ فِيهِ وَلَوْ يَوْمًا، أَوْ بِصَوْمِهِ شَهْرًا آخَرَ مِنَ السَّنَةِ وَإِنْ لَمْ يَلِ رَجَبًا.
Hanabilah (Para pengikut Mazhab Hambali) menganjurkan untuk berpuasa di bulan Muharram saja dari bulan-bulan haram (mulia).
Sebagian dari kalangan mereka menganjurkan untuk berpuasa di bulan-bulan haram (mulia). Akan tetapi, kebanyakan ‘ulama mereka tidak menganjurkan berpuasa di bulan-bulan tersebut bahkan mereka memakruhkan menyendirikan (mengkhususkan) bulan Rajab dengan berpuasa sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi ﷺ melarang berpuasa di bulan Rajab. Karena dianggap menghidupkan syiar-syiarnya kaum Jahiliyah yang mengagungkan bulan tersebut.
Namun, kemakruhan berpuasa di bulan Rajab menjadi hilang jika melakukan fithr (tidak berpuasa) meskipun hanya sehari atau dengan berpuasa sebulan penuh di bulan lain dalam tahun tersebut walaupun tidak berurutan dengan bulan Rajab supaya tidak termasuk pengkhususan terhadap bulan Rajab dengan berpuasa.
Dari keterangan di atas, bisa kita tarik kesimpulan bahwa berpuasa di bulan Rojab hukumnya sunnah (dianjurkan) menurut 3 Mazhab (Syafi’i, Maliki dan Hanafi) dan sebagian Ulama dari Mazhab Hambali.
Mereka hanya berbeda dalam jumlah bilangan puasa yang dianjurkan. Dengan kata lain, sangat bagus dan tidak dipermasalahkan bagi kaum muslimin untuk memperbanyak berpuasa di bulan Rajab dan bulan-bulan haram (mulia) lainnya.
Semoga di bulan mulia ini kita juga dapat memperbanyak melakukan amal-amal ibadah termasuk puasa yang menjadi sebab mulianya derajat kita dalam pandangan Allah ﷻ.
Wallahua’lam bisshowab.