Cara Ashabul Kahfi menyelamatkan diri bisa dijadikan inspirasi di masa pandemi. Ketika semua sibuk menikmati kesenangan dunia yang diberikan raja dzalim, 7 pemuda memilih kesendirian untuk mengamankan iman. Oleh Allah SWT, mereka diberi pertolongan dengan cara ditidurkan. Durasi tidur panjang serta tempat aman, menjadikan iman mereka selamat dari godaan.
Refleksi penting yang bisa dijadikan pengajaran dari kisah tersebut adalah peristiwa mengamankan diri. Berdiam diri di tempat teraman menjadi solusi bagi Ashabul Kahfi untuk meloloskan diri. Begitupun di masa pandemi, cara teraman untuk menjaga kesehatan tubuh adalah dengan mengurung diri di tempat teraman. Cara ini sangat dianjurkan untuk memutus rantai penularan.
Butuh waktu lama bagi ketujuh pemuda tersebut untuk aman dari kejaran tentara raja. Diceritakan dalam Surat Al Kahfi ayat 25-26, lama mereka dalam gua kurang lebih 309 tahun. “Dan Ashabul Kahfi bertempat di gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (25). Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal dalam gua. Allah memiliki semua yang tersembunyi di langit dan bumi. Penglihatan Allah sangatlah tajam dan pendengaran Allah sangat tajam. Tidak ada dari mereka yang luput dari perlindungan-Nya. Dan tidaklah Allah mengambil seorangpun untuk dijadikan sekutu di dalam mengambil keputusan.” (QS: Al-Kahfi Ayat 25-26).
Akan tetapi menurut Syekh al-Sya‘rawi, lama Ashabul Kahfi di gua hanya 300 tahun. Hal ini didasarkan pada perhitungan masehi. Namun, jika perhitungan tahun didasarkan pada peredaran bulan, benarlah jika Ashabul Kahfi berada dalam gua selama 309 tahun.
Waktu yang sekian lamanya harus ditempuh untuk melewati masa pemerintahan yang zalim. Ketika pemerintahan zalim sudah terlewati, mereka dibangunkan dengan rasa lapar. Berjalanlah mereka ke arah pasar untuk berbelanja bahan makanan.
Sayang, uang yang mereka gunakan sudah tidak terpakai di masa itu. Pedagang yang menerima uang mereka terkejut. Siapa sangka, keterkejutan ini sampai ke telinga raja dan mereka dipanggil ke istana.
Disana mereka ditawarkan kenikmatan dengan tetap mempertahankan keimanan yang sama, tapi mereka menolak dengan memilih bertempat tinggal dalam gua.
Pun masa pandemi sulit ditaklukan dalam waktu yang singkat. Dibutuhkan sinergitas antar individu untuk bersama-sama kompak memutus mata rantai virus. Jaga jarak, memakai masker, hingga keluar rumah hanya pada keadaan genting saja harus telaten diterapkan. Kalau semua itu gagal dilaksanakan, maka waktu untuk bersabar akan semakin lama.
Virus hanya bisa dilawan dengan kekompakan dan kesabaran. Kompak dalam melaksanakan gerakan dan sabar dalam menerima semua keadaan. Keduanya harus selalu dilakukan untuk mendulang hasil yang gemilang. Apapun godaan yang ada, seperti keinginan untuk berkumpul dan tidak mengenakan masker harus ditahan sekencang-kencangnya. Karena dengan cara menahan itulah, Ashabul Kahfi bisa menyelamatkan iman.
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS: Al-Kahfi: 13).
Maka dalam Surat Al-Kahfi ayat 13 tersebut, Allah menyatakan bahwa mereka adalah orang yang beriman. Mereka dengan yakin menolak segala tawaran raja dzalim mengenai harta, kedudukan, dan wanita dengan pertaruhan iman didalamnya. Semua kenyamanan itu mereka buang dan memilih iman meskipun berada dalam keterasingan.
Demi memperoleh status sehat, haruslah protokol kesehatan diterapkan. Menerapkan semua itu dalam kesadaran dan keyakinan penuh. Tidak ada pikiran untuk melanggar ataupun berperilaku sebaliknya.
Kisah Ashabul Kahfi benar-benar menginspirasi untuk tetap berada dalam jarak aman. Bersabar dan menaruh seluruh keyakinan untuk mematuhi protokol kesehatan. Semoga pandemi ini cepat berakhir dan kita semua merasakan manisnya kesuksesan dalam melaksanakan pola kesehatan.