Kisah Wafatnya Imam Bukhari di Bulan Ramadhan – Perawi Hadits Terbaik

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Nama Imam Bukhari bukan lagi nama yang asing bagi kita. Begitu banyak hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari membuat kita bisa mengenal Islam lebih baik lagi. Dan sepantasnya kita mengetahui lebih banyak tentang Imam Bukhari yang merupakan perawi hadits terbaik ini dan sedikit kisah wafatnya imam bukhari di bulan ramadhan.

Masa Kecil Imam Bukhari

Imam Bukhari atau Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin Mughîrah bin Bardizbah dilahirkan di Bukhara. Ayah Imam Bukhari wafat ketika ia masih anak-anak sehingga ia diasuh oleh ibunya. Pada masa kanak-kanak, Muhammad bin Ismail sempat mengalami kebutaan Suatu malam, sang Ibu bermimpi melihat Ibrâhîm al-Khalîl Alaihissallam dan berkata kepada ibunya,

“Wahai wanita, Allâh telah mengembalikan penglihatan kepada anakmu karena engkau banyak menangis (banyak berdoa)”.

Di pagi harinya, penglihatan putranya kembali normal (Asâmi man rawâ ‘anhum Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâri , al-Hâfizh Ibnu ‘Adi al-Jurjâni, tahqîq Badr bin Muhammad al-‘Ammâsy, hlm.60)

Baca juga :

Imam al-Bukhâri rahimahullah menceritakan,

“Aku diberi ilham untuk menghafal hadits sejak aku masih di madrasah. Saat itu, usiaku sekitar 10 tahun, hingga aku keluar dari madrasah itu pada usia 10 tahun. Aku mulai belajar kepada ad-Daakhili dan ulama lainnya. Suatu saat, beliau membacakan satu hadits di hadapan orang-orang (dengan sanad dari) Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim…

Maka aku berkata kepadanya, “Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan (hadits) dari Ibrahim”. Ia pun menghardikku. Lantas aku berkata, “Coba telitilah kembali kitab aslinya”. Ia pun memasuki rumah dan meneliti kembali, kemudian keluar dan bertanya, “Bagaimana penjelasannya wahai anak muda?”. Aku menjawab, “(Yang dimaksud) adalah Zubair bin ‘Adi dari Ibrahiim..”. Beliau lantas mengambil penaku dan mengoreksi kitabnya, seraya berkata, “Engkau benar”.

Abu ‘Abdillah juga pernah menceritakan,

“Aku pernah belajar kepada para fuqaha Marw. Saat itu aku masih kanak-kanak. Jika aku datang menghadiri majlis mereka, aku malu mengucapkan salam kepada mereka. Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, “Berapa banyak (hadits) yang telah engkau tulis?”. Aku menjawab, “Dua (hadits)”. Orang-orang yang hadir pun tertawa. Lalu salah seorang syaikh berkata, “Janganlah kalian menertawakannya. Bisa jadi suatu saat nanti justru dia yang menertawakan kalian”.

Pujian Para Ulama

Kecerdasan Bukhari dalam menghafal hadits bahkan dengan sanadnya membuat banyak ulama menyanjung dan memujinya.

Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan,

“Aku telah duduk bersama para ahli fikih, ahli zuhud, dan ahli ibadah. Aku belum pernah melihat semenjak aku bisa berpikir ada seorang manusia yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia di masanya seperti halnya Umar di kalangan para sahabat.” (Hadyu Sari, hal. 646)

Muslim bin Hajjaj rahimahullah seorang penulis Shahih Muslim, murid Imam Bukhari juga mengatakan,

“Aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang seperti dirimu (yaitu seperti Bukhari).” (Hadyu Sari, hal. 650)

Baca juga :

Hasyid bin Ismâ’îl pernah menceritakan,

“Dahulu Abu ‘Abdillâh bersama kami mendatangi para guru Bashrah. Waktu itu ia masih belia, dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya, “Engkau menyertai kami mendengarkan hadits, tanpa mencatatnya. Apa yang kamu perbuat sebenarnya?. Enam belas hari kemudian, Imam al-Bukhâri rahimahullah akhirnya menjawab, ‘Kalian telah sering bertanya dan mendesakku.

Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis’. Maka kami mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits. Selanjutnya, ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami membenahi catatan-catatan kami melalui hafalannya. Kemudian ia berkata, “Apa kalian sangka aku bersama kalian hanya main-main saja dan menyia-nyiakan hari-hariku?!” Maka, kami pun sadar, tidak ada seorang pun yang melebihinya’ (Lihat hlm.62-63, Siyar 12/409, al-Bidâyah wan Nihâyah:11/22)

Imam Raja al-Haafizh mengatakan,

“Ia adalah salah satu tanda kekuasaan Allah yang berjalan di atas bumi”.

Muhammad bin Hamdawaih rahimahullah menceritakan:

Aku pernah mendengar Bukhari mengatakan, “Aku hafal seratus ribu hadits sahih.” (Hadyu Sari, hal. 654). Bukhari rahimahullah mengatakan, “Aku menyusun kitab Al-Jami’ (Shahih Bukhari, pent) ini dari enam ratus ribu hadits yang telah aku dapatkan dalam waktu enam belas tahun dan aku akan menjadikannya sebagai hujjah antara diriku dengan Allah.” (Hadyu Sari, hal. 656)

Baca Juga :

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan bahwa apabila Bukhari membaca Al-Qur’an maka hati, pandangan, dan pendengarannya sibuk menikmati bacaannya, dia memikirkan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalamnya, dan mengetahui hukum halal dan haramnya (lihat Hadyu Sari, hal. 650)

Wafatnya Imam Bukhari

Imam Bukhari pernah mendapatkan kesusahan akibat situasi politik di negeri yang ia tempati. Imam Ibnu Katsîr dalam al-Bidâyah (11/24) menyebutkan bahwa Imam al-Bukhâri rahimahullah termasuk orang yang mustajâbu da`wah, doanya dikabulkan.

Kejadiannya, gubernur kota Bukhâra mengusirnya dari kota itu. Atas pengusiran yang tidak berdasar dan beralasan itu, Imam al-Bukhâri rahimahullah pun berdoa. Sebulan belum genap berjalan, sang gubernur diberhentikan dan dipenjarakan di Baghdad sampai meninggal di dalamnya. Orang-orang yang ikut berperan dalam pengusiran Imam al-Bukhâri pun mengalami musibah.

Beliau pun pindah ke kota Khartank yang dekat dengan desa Samarkand. Disini ia menyebarkan ilmu agama hingga akhirnya ajal menjemputnya. Tepat pada malam Idul Fitri, 256 H atau 870 M, Imam Bukhari wafat pada usia 62 tahun.

Itulah kisah wafatnya imam bukhari di bulan ramadhan. Semoga Allah menempatkannya di surga terbaik dan membalas seluruh kebaikannya yang ia tinggalkan untuk kita semua. Aamiin.

fbWhatsappTwitterLinkedIn