Kisah teladan Zaid bin tsabit menyajikan kisah menarik bagaimana seorang Zaid begitu ingin dekat dengan Rasulullah. Berkat anugerah yang diberikan kepadanya yaitu kecerdasan. Maka Zaid berhasil memikat Rasulullah untuk menjadikannya sebagai serketaris dengan syarat terlebih dahulu belajar bahasa ibrani. Dalam waktu singkat Zaid telah menguasai bahasa ibrani.
Selain kisah tersebut Zaid juga memiliki keutamaan, dantugas mulia. Tugas mulia ini menjadikan Al-Qur’an terkumpul dan tidak hilangkarena wafatnya para hafidz. Saking mulianya kisah zaid bisa dijadikan teladankarena kecerdasannya digunakan dengan baik. Tidak hanya digunakan pribadi namundimanfaatkan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang buntu. Maka dariitu berikut dibawah ini kisah Zaid bin Tsabit.
Perkenalan
Zaid bin Tsabit adalah seorang yang diberi amanah untuk mengumpulkan dan menuliskan Al Qur’an pada zaman Kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Ia juga telah meriwayatkan 92 hadis Rasulullah saw. Lima diantaranya telah disepakati oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Selain itu, Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan empat hadis yang lain bersumber dari Zaid bin Tsabit.
Sementara, Imam muslim juga meriwayatkan satu hadis yang lain bersumberkan dari Zaid bin Tsabit. Zaid Ibn Tsabit, sang pakar Faraidh (ilmu waris) dalam umat ini, pada masa Rasulullah SAW beliau masih muda. Umurnya tidak lebih dari 23 tahun ketika Rasulullah SAW wafat. Kecerdasan dari Zaid bin Tsabit sungguh luar biasa. Dia mampu mempelajari suatu hal dengan sangat cepat.
Tanpa petunjuk dan rahmat Allah, seseorang tak akan mampu menguasai suatu ilmu. Allah adalah Dzat pemilik ilmu. Dari sisi-Nya, seluruh ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang telah dianugerahkan kepada para umat manusia diturunkan.
Baca Juga :
- Kisah Halimah sa’diyah ibu susuan Rasulullah
- Kisah Ummu Umarah
- Kisah perjalanan Salman Al-Farisi Memeluk Islam
- Kisah Nabi Idris yang Naik ke Langit
- Kisah Singa Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib
Kisah Zaid Sewaktu Kecil
Dalam kisah Zaid bin Tsabit, setelah Rasulullah melakukan hijrah ke Madinah, seorang anak laki-laki dengan kecerdasan yang telah dianugerahkan bernama Zaid bin Tsabit ingin senantiasa untuk selalu dekat Rasulullah. Zaid bin Tsabit pernah berusaha agar bisa bergabung dengan pasukan kaum muslim. Namun, dia tidak diperbolehkan bergabung karena masih kecil, Zaid bin Tsabit lalu mencari cara lain.
Zaid bin Tsabit akhirnya mendapat sebuah ide brilian. Dia akan menunjukkan pengetahuan luas yang dimiliki dan kecerdasannya kepada Rasulullah SAW. Dengan ide yang dilakukan itu, dia berharap akan menjadi orang terdekat Rasulullah SAW. Lambat laun, Rasulullah mendengar kabar bahwa ada seorang anak laki-laki di Madinah yang cerdas dan hafal surat-surat Al-Qur’an, Rasulullah lantas memanggil Zaid untuk menghadap kepadanya.
Rasulullah SAW pun menguji Zaid dengan menyuruhnya membaca ayat-ayat yang telah dia hafal. Zaid bin Tsabit ternyata mampu membaca ayat-ayat yang dia hafal dengan sangat baik. Rasulullah SAW sangat kagum dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Zaid.
Setelah itu Rasulullah SAW meminta Zaid mempelajari bahasa Ibrani. Dengan semangat Zaid memenuhi permintaan beliau. Ternyata tidak membutuhkan waktu lama, Zaid dapat menguasainya. Berkat kecerdasan ini Zaid bin Tsabit diangkat sebagai sekretaris Rasulullah SAW.
Kisah Zaid Mengumpulkan Mushaf
Menurut kisah Zaid bin Tsabit, dalam peperangan melawan musallamah, banyak hafidz (penghafal Al-Qur’an) yang menjadi syuhada. Hal ini pun menjadi kekhawatiran para khalifah. Sehingga khalifah memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan mushaf (lembaran ayat-ayat) Al Qur’an untuk dibukukan. Ketika mendengar perintah itu, Zaid berkata,
“Dengan nama Allah, jika tuan menyuruh hamba memindahkan gulung dari satu tempat ke tempat lain. Itu tidak membebaniku sama sekali daripada mengumpulkan lembaran dari ayat-ayat asl Qur’an. Bagaimana tuan sanggup memerintahkan hamba melakukan sesuatu yang Rasulullah SAW sendiri tidak melakukannya”
Khalifah Abu Bakar pun menjelaskan tindakan ini terpaksa dilakukan demi menyelamatkan Al-Qur’an dari kehilangan. Wafatnya para penghafal al-qur’an akan menyebabkan hilangnya Al-Qur’an. Setelah mendengar penjelasan tersebut. Zaid memutuskan untuk menemui penduduk madinah yang memiliki mushaf dan mengumpulkan satu per satu lembaran Al-Qur’an dari mereka.
Zaid pun menyalin dengan menemui para hafidz yang menghafal Al-Qur’an dalam hati mereka. Karena bantuan mereka maka Zaid bisa mengumpulkan Mushaf Al-Qur’an hingga ayat terakhir, dan Zaid bin Tsabit pun meninggal pada 15 H (657 M).
Baca juga :
- Kisah Nabi Musa dan Sebuah Batu Ajaib yang Membawa Lari Bajunya
- Kisah Perdebatan antara Nabi Adam dan Nabi Musa
- Kisah Hidup Putra Rasulullah
- Hewan yang Diberi Jaminan Masuk Surga
- Kisah ‘Uwais Al-Qarni, Yang Namanya Terkenal Di Langit
Namun ketahuilah setelah Zaid menyelesaikan tugasanya. Maka Zaid menyerahkan hasilnya kepada Abu Bakar, Beliau menyimpan kumpulan ayat Al-Qur’an itu hingga wafat. Kumpulan ayat Al-Qur’an itu dipindahkan ke rumah Umar dan berakhir di tangannya Hafsah putri umar. Sampai masa pemerintahan dipimpin oleh Utsman. Sehingga pada zaman pemerintahan tersebut Al-Qur’an masih ada sampai sekarang karena jasa para hafidz dan ulama terdahulu.
Keutamaan Zaid bin Tsabit
Setelah mengetahui kisah Zaid bin Tsabit, kita tahu bahwa beliau telah dianugerahi kecerdasan oleh Allah SWT. Karena kecerdasan yang dimiliki tersebut ia bisa menjadi sekretaris pribadi Rasulullah SAW. Zaid bin Tsabit tidak hanya tampil sebagai penerjemah, tapi ia juga menjadi penulis wahyu. Bila wahyu telah turun, maka Rasulullah memanggil Zaid. Lalu dibacakan kepadanya dan zaid akan menulis yang dibaca.
Karena itu, Zaid bin Tsabit menulis Al-Qur’an sesuai dengan tuntunan Rasulullah secara bertahap sesuai dengan turunnya ayat. Alhasil, dia menjadi orang kedua tempat umat islam bertanya tentang Al-Qur’an sesudah yang pertama yaitu Rasulullah SAW.
Dia juga menjadi ketua kelompok yang telah ditugaskan menghimpun Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq. Kemudian, dia pula yang menjadi ketua tim penyusunan mushaf pada zaman pemerintahan Usman bin Affan.
Diantara keutamaan yang dilimpahkan Al Qur’an terhadap Zaid bin Tsabit, dia pernah memberikan jalan keluar pada suatu jalanan buntu yang membingungkan orang pandai pada hari Saqifah. Kaum Muslimin juga pernah berbeda pendapat tentang pengganti Rasulullah sesudah beliau wafat.
Karena adanya perbedaan pendapat, hampir saja terjadi bencana di dalam kalangan kaum muslim kala itu. Padahal jenazah Rasulullah masih terbaring dan belum dimakamkan. Hanya kalimat-kalimat mutiara yang bergemerlapan dengan sinar Al-Qur’an yang sanggup mengubur bencana tersebut. Dan menyinari jalan buntu dengan solusi.
Maka Zaid pun mengeluarkan kalimat dari mulutnya, Dia berkata di hadapan kaumnya, orang-orang anshar
“Wahai kaum anshar, sesungguhnya Rasulullah SAW adalah orang Muhajirin. Karena itu sepantasnyalah pengganti Rasulullah adalah orang muhajirin pula”
Baca juga :
- Sahabat Nabi yang Memiliki Sifat Wara dan Kisahnya
- Kisah Pengangkatan Umar Bin Abdul Aziz Jadi Khalifah
- Kisah Khalifah Muslim yang Membawa Perubahan Islam
- Kisah Ummul Mukminin Juwairiyah Binti Al-Harits
- Kisah Abu Hurairah Yang Mendapat Julukan Bapak Kucing
Nilai Hormat kepada Ilmu dan Ulama
Ada Asy-Sya’bi bercerita, seusai menunaikan shalat jenazah. Zaid bin Tsabit mengambil keledainya. Ketika itu datanglah Ibnu Abbas serta merta mengambil kendali keledai tersebut agar dituntun olehnya. Namun Zaid berkata
“Lepaskan, wahai sepupu Rasulullah ”
Bukannya melepaskan tali kekang itu, Ibnu Abbas menjawab
“Kami diperintahkan berlaku seperti ini kepada para ulama”
Mendengar kalimat tersebut, Zaid mencium tangan Ibnu Abbas. Dan zaid berkata
“Beginilah kami disuruh berlaku terhadap keluarga Rasulullah SAW”
Ketika nilai seorang guru mulai mengalami penurunan dimata masyarakat, ilmu juga akan ikut diremehkan. Akibatnya masyarakat sendiri akan hancur. Meski ada sebagian guru dan pengajar yang tidak dapat dijadikan panutan. Namun masyarakat tidak bisa menjadikan hal itu sebagai alasan untuk tidak hormat kepada mereka karena secara mayoritas para guru itu tetaplah baik. Demikianlah kisah Zaid bin Tsabit sang penerjemah Rasulullah.