Sahabat Nabi yang Memiliki Sifat Wara dan Kisahnya
Imam Abu Hanifah – Yazid bin Harun berkata, “Saya belum pernahmendengar ada seseorang yang lebih wara’ dari pada Imam Abu Hanifah. Sayapernah melihat beliau pada suatu hari sedang duduk di bawah terik matahari didekat pintu rumah seseorang. Lalu saya bertanya kepadanya, “Wahai Abu Hanifah!Apa tidak sebaiknya engkau berpindah ke tempat yang teduh?”
Beliau menjawab, “Pemilikrumah ini mempunyai hutang kepadaku beberapa dirham. Maka, saya tidak suka dudukdi bawah naungan halaman rumahnya.”
Sikap seperti apa yanglebih wara daripada sikap ini? Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliauditanya mengapa enggan berdiam di tempat teduh, lalu Abu Abu Hanifah berkatakepadaku. “Pemilik rumah ini mempunyai sesuatu. Maka, saya tidak suka berteduhdi bawah naungan dindingnya, sehingga hal tersebut menjadi upah suatu manfaat.”Saya tidak berpendapat bahwa hal tersebut wajib bagi semua orang, akan tetapiorang alim wajib menerapkan ilmu untuk dirinya sendiri lebih banyak daripadayang dia ajarkan kepada orang lain.
Sebagaimana pula Imam AbuHanifah radhiyallahu ‘anhu pernah meninggalkan makan daging kambingselama tujuh tahun ketika seekor kambing milik baitul mal di Kufah hilangsehingga beliau yakin kambing tersebut telah mati. Sebab, beliau menanyakanberapa waktu paling lama kambing bisa bertahan hidup? Dikatakan kepadanya,“Tujuh tahun.” Maka beliau meninggalkan makan daging kambing selama 7 tahunkarena untuk berhati-hati lantaran ada kemungkinan kambing haram itu masihhidup. Sehingga, bisa jadi kebetulan dia memakan sebagian dari kambing tersebutyang berarti menzhalimi hatinya. Meskipun sebenarnya tidak berdosa karena tidakmengetahui benda itulah yang haram.
Sumber: HiburanOrang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka ArafahCetakan 1
Abu Bakar
Siapa yang tidak kenaldengan Abu Bakar ash-Shiddiq radliallahu ‘anhu? Sahabat Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam yang mulia sangat terkenal karena banyak memilikikeutamaan dan sifat-sifat mulia dalam Islam. Sampai-sampai shahabat ‘Umar binal-Khattab Radhiyallahu ‘anhu memuji beliau dengan mengatakan:
لو وزن إيمان أبي بكر بإيمانأهل الأرض لرجحت كفة أبي بكر
“Seandainya keimananAbu Bakar radliallahu ‘anhu ditimbang dengan keimanan penduduk bumi (selainpara Nabi dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka sungguh keimananbeliau radliallahu ‘anhu lebih berat dibandingkan keimanan penduduk bumi”.(HR. Ishaq bin Rahuyah dalam Musnadnya, no. 1266 dan al-Baihaqi dalam Syu’abuliman, no. 36 dengan sanad yang shahih)
Kisah berikut inimengambarkan tingginya keutamaan Abu Bakar radliallahu ‘anhu danbesarnya kehati-hatian beliau dalam masalah halal dan haram:
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha bahwaayah beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq radliallahu ‘anhu memiliki seorangbudak yang setiap hari membayar setoran kepada Abu Bakar radliallahu ‘anhu(berupa harta atau makanan) dan beliau makan sehari-hari dari setoran tersebut.
Suatu hari, budak tersebutmembawa sesuatu (makanan), maka Abu Bakar radliallahu ‘anhu memakannya.Lalu budak itu berkata kepada beliau: “Apakah anda mengetahui apa yang andamakan ini?”. Abu Bakar radliallahu ‘anhu balik bertanya: “Makanan ini(dari mana)?”. Budak itu menceritakan: “Dulu di jaman Jahiliyah, aku pernahmelakukan praktek perdukunan untuk seseorang (yang datang kepadaku), padahalaku tidak bisa melakukannya,
dan sungguh aku hanyamenipu orang tersebut. Kemudian aku bertemu orang tersebut, lalu dia memberikan(hadiah) kepadaku makanan yang anda makan ini”. Setelah mendengar pengakuanbudaknya itu Abu Bakar segera memasukkan jari tangan beliau ke dalam mulut,lalu beliau memuntahkan semua makanan dalam perut beliau”. (HR. Bukhari no.3629)
Baca juga :
Kisah ini menggambarkantingginya ketakwaan dan keimanan Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau sangatberhati-hati dalam menjaga anggota badan beliau dari mengkonsunmsi makanan yangtidak halal, dan inilah aplikasi dari sifat wara’ yangsebenarnya. (Lihat bahjatun Nadzirin, 1/649)
Sayyidah Aisyah
Suatu hari Abu Salamah binAbdurrahman bin Auf radhiyallahu’anhu bercerita kepada Sayyidah Aisyah radhiyallahu’anhabahwa ia bersengketa dengan sebagian orang dalam batas sebuah tanah, makaSayyidah Aisyah mengingatkannya akan buruknya balasan bagi orang yangmendzalimi orang lain dengan mengambil bagian tanah mereka walaupun hanya satujengkal.
Imam Bukhari meriwayatkandari Muhammad bin Ibrahim bahwasanya Abu Salamah bercerita kepadanya tentangsuatu hari dimana terjadi persengketaan antara abu Salamah dengan sekelompokorang, setelah itu ia menceritakannya kepada Sayyidah Aisyah, maka Aisyahmenjawab, “wahai Abu salamah, hindarilah masalah tanah, karna Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secarazalim, maka Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis tanah (bumi).” (HR.Bukhari No. 2453).
Baca juga :
Kisah ini menunjukkan akankehati-hatiannya Sayyidah Aisyah agar tidak terjatuh kepada yang haram takalabeliau mengingatkan Abu Salamah akan bahayanya persengketaan masalahkepemilikan Tanah. Karena orang yang berbuat zhalim diancam dengan ancaman yangberat di akhirat. Beliau khawatir jika yang nantinya yang berbuat zhalim adalahAbu Salamah, oleh karena itu beliau mengingatkan Abu Salamah jangan sampai iaberada di pihak yang zhalim dan menyuruhnya menghindar dari persengketaan tanahtersebut.
Kisah ini disebutkan dalamkitab ‘Masuliyyatunnisa’ Fil Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar’karya Syeikh DR. Fadhl Ilahi Dhahir, hal 47.
Tsabit
Seorang bernama Al ImamAbu Ishaq, penulis kitab At Tambih. Beliau suatu hari duduk-duduk di masjiddengan beberapa orang, kemudian tanpa sadar duitnya jatuh dari sakunya. Setelahsemua urusan selesai beliau pergi pulang. Samapi diperjalanan beliau masukkantangan ke sakunya itu, dia dapati duitnya tak ada. Kemudian beliau balik kemasjid karena beliau fikir duitnya jatuh saat duduk di masjid tadi. Sampai dimasjid di tempat beliau duduk tadi, beliau lihat ada duit, jumlahnya juga samaseperti miliknya. Ketika hendak diambil beliau berfikir “Ah… iya kalau iniduit aku, kalau setelah aku pergi tadi ada orang yang duduk juga disini, laluduitnya jatuh, kalau duit ini aku ambil aku sama dengan ambil duit milik orang”Beliau tidak jadi ambil duit itu, padahal itu benar duitnya tapi beliautinggalkan. Kenapa beliau berbuat demikian? wara’, khawatir bukan duitnya. Cobakalau kita? Jumpa duit di tempat lain pun “Aku tadi duduk sini juga”
Ayah Al Imam Abu Hanifah,bernama Tsabit. Suatu hari dalam keadaan lapar dia berjalan di tepian sungai,dia nampak ada apel yang mengalir bersama dengan arus sungai. Maka dia ambildan dia makan. Setelah makan baru dia sadar “Eh…apel ini punya siapa,bagaimana bisa aku makan apel milik orang lain, bukan dengan harta akumembelinya” Akhirnya beliau ikuti arus sungai itu untuk mengetahui dari manaasal apel itu jatuh. Kemudian dia melihat ada kebun apel yang dekat dengansungai tersebut. Dia datangi kebun itu dan berjumpa dengan pemilik kebun itu.Tsabit meminta kepada penjaga kebun itu supaya menghalalkan / akan dibeli apelyang telah ia makan tadi, kata penjaga kebun:
Baca juga :
“Aku disini jaga saja,tuan ampunya kebun ini rumahnya disana, perjalanannya dari sini 1 hari 1 malam”Tsabitpun pergi juga ke rumah pemilik kebun itu. Subhanallah, demi minta halal1 apel saja rela 1 hari 1 malam. Zaman kita sekarang beribu-ribu ringgitbleeep… tak minta maaf pun. Setelah jumpa dengan pemilik kebun, pemilikkebunnya orang yang wara’ juga. Dia berfikir “Ini orang (Tsabit) kalau bukanorang yang wara’ maka tak mungkin dia habiskan masa nya untuk 1 hari 1 malamjumpa denganku untuk minta maaf karna 1 apel saja” Kemudian pemilik kebunberkata pada Tsabit:
“Aku tak akan memaafkankamu, kecuali dengan kamu berkawin dengan anak aku” Tsabit menjawab: “Baiklah”.Kemudian pemilik kebun ini berkata: “Tapi anak aku ini buta, tuli, bisu, cacat”Lalu Tsabit berfikir “Kalau memang ini jalan satu-satunya untuk mendapatkanhalal atas apel yang aku makan tadi, yang bilamana tidak halal maka aku akanberhadapan dengan Allah, maka aku akan kawin dengan anak perempuanya yang cacatitu, aku akan melayani dia untuk aku mendapat pahala di sisi Allah”
Akhirnya dilangsungkanijab qobul tanpa melihat anak perempuan pemilik kebun itu. Setelah itu Tsabitmasuk ke kamar / bilik, secara spontan beliau ucapkan salam walaupun dia ingatbahwa istrinya ini tuli dan bisu. Tiba-tiba terdengar jawaban salam dariistrinya yang kemudian menggapai tangan Tsabit untukl diciumnya. Tsabit puntertanya tanya “Bukankah kata bapaknya dia ini tuli dan bisu? kalau bisu kenapadia bisa dengar dan jawab salam aku? kata bapaknya dia buta, tapi kenapa diabisa menghampiri aku dan mencium tanganku?” Setelah diceritakan percakapannyadengan bapaknya, Perempuan ini berkata: “Benar kata bapakku, aku ini buta karenamataku tak pernah melihat yang haram, aku bisu karna mulutku tak pernah bicarayang haram, aku disebut tuli karna telingaku tak pernah ku gunakan mendengaryang haram, aku di sebut cacat karna aku tak pernah menggunakan kaki dantanganku untuk perkara yang haram” Semoga kita dianugrahi sifat yang wara’
Sampai jumpa di artikelberikutnya, terima kasih