Sejarah Idul Adha dan Hikmahnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sebagaimana sejarah puasa Arafah, sejarah Idul Adha juga tidak dapat dilepaskan dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan putranya Nabi Ismail ‘alahis salam.

Asal Usul Idul Adha

Suatu hari, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pergi menengok puteranya Nabi Ismail ‘alaihis salam yang tengah diasingkan bersama ibunya Siti Hajar di Mekkah.

Saat berada di Mekkah, Beliau bermimpi menyembelih putranya, Nabi Ismail ‘alaihis salam untuk dijadikan persembahan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun gelisah. Hal ini disebabkan Beliau sangat meyakini bahwa mimpi yang Beliau alami merupakan salah satu cara Allah menurunkan wahyu-Nya.

Mimpi yang hadir dua hari berturut-turut yaitu tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah tersebut kemudian diceritakan kepada Nabi Ismail ‘alaihis salam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Ash-Shaaffaat ayat 102 sebagai berikut.

“… Wahai anakku! Sesunggguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

QS. Ash-Shaaffaat ayat 102

Sebagai seorang anak yang patuh dan berbakti kepada orang tua, Nabi Ismail ‘alaihis salam pun meminta ayahnya untuk tidak ragu-ragu dalam mematuhi perintah Allah tersebut.

Nabi Ismail ‘alaihis salam berkata,

“Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku Insya Allah sebagai seorang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak bergerak-gerak hingga menyusahkan ayah. Kedua, agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku melihatnya. Ketiga, tajamkanlah parangmu dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku. Keempat dan yang terakhir, sampaikanlah salamku kepada ibuku, berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya.”

Dikutip dari 25 Kisah Para Nabi

Mendengar hal tersebut, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memeluk puteranya sambil berkata,

“Bahagianya aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua, yang dengan ikhlas menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah.”

Dikutip dari 25 Kisah Para Nabi

Hari yang dinanti pun tiba. Tanggal 10 Dzulhijjah adalah waktu yang telah ditentukan bagi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk menyembelih puteranya Nabi Ismai ‘alaihis salam.

Proses penyembelihan pun dilakukan sendiri oleh Nabi Ibrahim ‘alaihi salam.

Namun, tak dinyana. Berulang kali Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menyembelih Nabi Ismail ‘alaihis salam, berulang kali pula beliau mengalami kegagalan.

Kegagalan ini membuat Nabi Ibrahim ‘alaihi salam patah semangat. Beliau pun merasa perintah Allah untuk menyembelih Nabi Ismail ‘alaihis salam yang disampaikan melalui mimpi gagal beliau laksanakan.

Kemudian, melalui surat Ash-Shaaffaat ayat 104-111, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpimu itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesunggunya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. “Sejahtera bagi Ibrahim/” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”

QS. Ash-Shaaffaat : 104-111

Ayat tersebut menunjukkan bahwa mimpi yang dialami Nabi Ibrahim ‘alaihi salam adalah sebuah kebenaran sekaligus merupakan bentuk ujian terhadap keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Kesungguhan dan ketaatan yang diperlihatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ini mengantarkannya pada hal yang tak disangka-sangka.

Allah subhanahu wa ta’ala mengganti Nabi Ismail ‘alaihis salam dengan binatang sembelihan berupa kambing untuk disembelih oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Kambing tersebut dikatakan ‘azhim (besar) karena sebagai tebusan bagi Ismail.

Dalam ibadah kurban, menyembelih hewan kurban menjadi sunnah yang berlaku sepanjang zaman sampai hari Kiamat.

Peristiwa ini merupakan dasar disyariatkannya Qurban yang dilakaukan pada hari raya haji atau hari raya Idul Adha.

Keutamaan Berkurban

Salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Dzulhijjah adalah berkurban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al Kautsar ayat 2 sebagai berikut.

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.”

QS. Al Kautsar : 2

Berkurban adalah ibadah dan karena itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala dan sesuai dengan tuntunan syariat yang telah ditentukan dalam Al Qur’an dan As Sunnah agar membawa berkah.

Selain itu, berkurban juga mengandung beberapa keutamaan. Adapun keutamaan atau hikmah qurban Idul Adha di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Meningkatkan rasa cinta, keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
  • Berkurban merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
  • Meningkatkan rasa kesetiakawanan, tolong menolong, solidaritas, dan sayang menyayangi.
  • Mempererat tali persaudaraan.
  • Menumbuhkembangkan kesadaran beragama.
  • Berkurban berarti belajar untuk ikhlas.
  • Terhindar dari dosa karena menyimpan harta.
  • Menyebarkan kebaikan serta manfaat bagi orang-orang di sekitar.
fbWhatsappTwitterLinkedIn