Adzan merupakan aktivitas ibadah yang murni untuk kepentingan bersama umat islam. Dan, adzan pada dasarnya tidak bisa dijandikan sebagai profesi atau pekerjaan tetap. Mengumandangkan adzan dengan harapan mendapatkan upah darinya merupakan yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Yang seharusnya diharapkan oleh seorang muadzin adalah keikhlasan hati dalam mengumandangkan adzannya. Ini juga merupakan syarat lain bagi muadzin yang berkaitan dengan imbalan. Nah, pada masa lalu, siapa saja muadzin rasulullah kala itu?
Dari Utsman bin Abi Al-Ash berkata
“Aku berkata, Wahai Rasulullah SAW ajari aku membaca Al-Qur’an dan jadikan aku pemimpin bagi kaumku, ‘Maka beliau bersabda, ’Ayomilah orang yang paling lemah diantara mereka, dan angkatlah seorang muadzin yang tidak meminta bayaran atas (jasa) adzannya itu”
(HR. Ibnu Khuzaimah)
Siapa Saja Muadzin Rasulullah?
Muadzin Nabi Saw ada empat orang. Dua berasal dari Madinah: Bilal bin Rabah adalah orang yang pertama kali mengumandangkan azan untuk Rasulullah SAW. Dan Amru bin Ummi yang buta. Satu orang di Quba, yaitu Sa’ad Al-Qurzh. Seorang lagi berada di Mekkah yakni Abu Mahzurah atau bernama asli Aus bin Mughirah Al-Jumahi.
Baca Juga :
Abu Mahzurah biasa membaca empat kali dalam azan dan dua kali dalam iqamah. Sementara bilal tidak melakukan tarji dan ia hanya membaca satu kali dalam iqamah. Imam asy-syafi’I dan penduduk Mekah berpegang kepada cara azan Abu Mahdzurah dan iqamah Bilal Abu Hanifah serta penduduk Iraq berpegang kepada azan ala Bilal dan iqamahnya Abu mahzurah.
Adapun Imam Ahmad, para ahli hadis ini dan penduduk madinah memilih azan dan iqamah yang melakukan adalah Bilal. Sedangkan Imam Malik berbeda dalam dua bacaan tidak mengulangi takbir dan tidak menggandakan lafadz iqamah. Dari Ibnu Umar berkata,
“Rasulullah SAW memiliki dua muadzin, Bilal dan Ibnu Ummi Maktum Al-A’ma”
(HR. Muslim)
Dalam satu masjid seorang imam atau takmir dapat memilih dua muadzin atau bahkan lebih. Sesuai dengan kebutuhan. Bilal dan Ibnu Ummi Makrum adalah muadzin Rasulullah SAW untuk masjid Nabawi di Madinah. Sementara Abu Madzurah, muadzin Rasulullah yang di Baitul Haram daerah Mekkah. Dan, Sa’ad Al-Qarazh adalah muadzin Rasulullah SAW daerah di Masjid Quba.
Perkembangan Muadzin
Sahabat Utsman bin Affan saat menjadi Khalifah memiliki empat muadzin. Karena pada masa itu masjid dibangun dengan luas untuk menampung umat yang semakin bertambah. Dan tentu saja karena pada waktu itu belum ada pengeras suara. Oleh karenanya, dalam waktu yang sama pada satu masjid tersebut terdapat dua muadzin atau lebih dan mengumandangkan adzan secara serentak.
Namun, mereka berada pada tempat yang berbeda. Seperti muadzin satu di penghujung sebelah kanan dan sisanya di sebelah kiri dan ujung-ujung yang lain. Sekalipun adzan dikumandang oleh muadzin berbeda, muadzin iqamah tetap cukup satu kali saja.
Saat ini atau masa sekarang dalam satu masjid sekalipun berukuran besar cukup dengan satu muadzin. Karena setiap masjid muadzin cukup satu tetapi dengan pengerasa suara yang diperbanyak. Ini tidak berarti bahwa menmabh muadzin lebih dari satu untuk satu masjid itu dilarang.
Baca juga :
Tetap saja akan diperbolehkan. Bahkan dianjurkan untuk masjid-masjid agung yang berkapasitas banyak dan aktivitasnya padat. Hal ini juga seperti yang dilakukan oleh sahabat Utsman bin Affan, untuk berjaga-jaga jikalau salah satu dari muadzinnya sedang udzur
Cuplikan Kisah Bilal bin Rabbah
Bilal bin Rabah r.a adalah petugas adzan pada masa Nabi. Bekas budak yang berkulit hiyam asal Afrika yang pernah disiksa karena mempertahankan keyakinannya itu mempunyai suara emas yang khas. Posisi sebagai muadzin semasa Nabi tak tergantikan oleh siapapun, kecuali saat perang saja atau saat keluar kota bersama Nabi.
Beliau hampir-hampir tidak pernah berpisah dengan Nabi, hingga Rasulullah menemui Allah Ta’ala wafat. Semenjak itulah Bilal r.a menyatakn diri tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Padahala ketika Khalifah Abu Bakar r.a memintanya untuk jadi muadzin kembali, dnegan hati pilu nan sendu, Bilal berkata:
“Biarkan aku jadi muadzin Nabi saja. Nabi telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi”
Sahabat Bilal RA, muadzin Nabi SAW tidak pernah sekali pun lupa kepada Baginda Nabi SAW. Selepas wafatnya Baginda Nabi SAW, Bilal tidak sanggup lagi untuk menjadi muadzin. Tidak sanggup lagi tinggal di Madinah, melihat tempat-tempat yang mengingatkan kenangan indah bersama Baginda Nabi SAW.
Bilal pergi menjauhi Madinah menju Syam untuk berjihad dan menetap di daerah bernama Dariya. Bertahun-tahun Bilal meninggalkan Madinah. Suatu malam Bilal meninggalkan madinah. Suatu malam Bilal bermimpi bertemu dengan Nabi SAW.
Suatu Malam bilal akhirnya bermimpi bertemu Nabi Saw. Nabi SAW bersabda :
“Hai Bilal apakah arti jauhmu ini? Tidakkah sudah tiba saatnya bagimu untuk menziarahku ”
Setelah bermimpi, Bilal terbangun dalam keadaan sedih. Bilal memutuskan untuk segera melakukan perjalanan menuju Kota Nabi. Sampai di Madinah, Bilal langsung mendatangi pemakaman Nabi SAW. Di makam Nabi Bilal menangis disisinya dan mengusapkan wajahnya ke makam Nabi.
Baca juga :
Suatu hari kedua cucu Rasulullah meminta Bilal untuk adzan. Bilal tidak sanggup menolak permintaan kedua cucu Rasulullah SAW. Bilal pun menaiki tempat adzan. Ketika Bilal beradzan, Maka kota Madinah pecah oleh tangisan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi SAW.
Bahkan Bilal yang mengumandangkan adzan sendiri tak sanggup meneruskan adzannya lagi. Lidahnya kelu oleh air mata yang berderai. Hari itu, kota Madinah kembali mengenang masa Nabi Muhammad SAW. Tidak pernah kota Madinah mengenal hari yang lebih banyak mengalirkan air mata setelah wafatnya Rasulullah SAW selain di hari ketika Bilal kembali ke Madinah.
Amalan Muadzin
“Muadzin (tukang adzan) itu akan diampuni segala dosa-dosanya sesuai dengan panjangnya suara adzan dan pahala seperti orang-orang yang sholat bersamanya”
(HR.Al-Thabrani. Dianggap Shahih ole Al-Bani)
Maksud dari hadis tersebut, terdapat dua pahala bagi seorang muadzin yaitu :
Pertama, dihapus dosa-dosanya. dosa yang terhapus sesuai dengan panjangnya suara jangkauan adzannya. Artinya semakin besar dan panjang jangkauannya maka semakin banyak pahala yang akan terhapus
Kedua, Seorang muadzin mendapat pahala sebanyak orang yang sholat bersamanya diwaktu itu. Jika semakin banyak orang yang pergi sholat ke masjid karena mendengar seruan adzan darinya maka artinya ia mengajak orang lain dalam kebaikan dan ketaqwaan.
“Barangsiapa yang mengumandangkan adzan selama dua belas tahun. Maka muadzin tersebut wajib untuk masuk surge. Sekali adzan pada tiap hari ia memperoleh enam puluh kebaikan dan setiap iqamah memperoleh tiga puluh kebaikan.”
(HR. Ibnu Majah dan Dianggap shahih oleh Al-bani)
Hadist ini menjelaskan keutamaan bagi para muadzin yang ikhlas. Hadist ini disampaikan agar seorang-seorang muslim berhasrat kuat untuk menjadi bagian dari mereka. Atau turut bersama mereka walau sesekali dalam memperoleh kebaikan yang dikabarkan Nabi SAW. Sehingga begitu mulia dan nikmatnya menjadi Rasulullah. Itulah kisah tentang siapa saja muadzin rasulullah pada masa kenabian dulu.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…