Menurut bahasa Arab, “Shalat” (اَلصَّلَاةُ) berarti doa. Allah Ta’ala berfirman:
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ
“Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka.” [QS. At-Taubah 9: Ayat 103]
Yaitu berdoalah untuk mereka.
Sedangkan menurut istilah, menurut para ahli fiqih, shalat adalah rangkaian ucapan dan perbuatan yang di awali dengan takbir dan di akhiri dengan salam, dengan syarat-syarat tertentu. Pengertian ini mencakup seluruh gerakan shalat yang di awali dengan takbiratul ihram dan di akhiri dengan ucapan salam. Sujud tilawah tidak termasuk dalam pengertian ini karena ia adalah sujud satu kali ketika mendengar ayat tertentu dari Al-Quran yang mencakup rukun-rukun sujud tersebut tanpa adanya takbir atau salam. [Al-Fiqh ‘alal Madzaahih Al-Arba’ah (I/160)]
Adapun definisi yang lebih tepat, bahwa shalat ialah beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah yang di dalamnya terdapat ucapan-ucapan dan gerakan-gerakan yang telah diketahui, di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Sebab jika kita katakan bahwa shalat itu hanya ucapan dan gerakan saja, maka ungkapan itu menjadi kosong (tidak bermakna), namun jika kita katakan: beribadah kepada Allah, maka kita tahu bahwa shalat tersebut menjadi ibadah. Maka ungkapan ini menjadi lebih baik. [Lihat Syarh Al-Ushuul min Ilmi Ushuul (hlm. 121) karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah]
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ali radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Kunci shalat itu bersuci, pengharamannya adalah takbir dan penghalalannya adalah salam.” [HR. Ahmad dan Abu Dawud. Dishahihkan Syaikh Al-Albani]
Sebagaimana yang telah umum diketahui bahwa shalat merupakan ibadah wajib bagi semua umat islam. Yang tidak boleh ditinggalkan. Saking pentingnya shalat wajib banyak sekali atau sering kita temukan kalimat tentang shalat yang dituliskan dalam Al-Qur’an, hal tersebut sesuai dengan firman Allah yang berbunyi,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat adalah kewajiban bagi kaum mukminin yang telah ditetapkan waktunya. (QS. An-Nisa: 103).
Shalat juga merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Rabbnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَاصَلَّى يُنَاجِيْ رَبَّهُ
“Sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian menunaikan shalat, maka dia sedang bermunajat (berbisik) kepada Rabbnya.” [HR. Al-Bukhari]
Dalam Tafsir as-Sa’di dinyatakan,
أي: مفروضا في وقته، فدل ذلك على فرضيتها، وأن لها وقتا لا تصح إلا به
Maksud ayat, shalat itu diwajibkan untuk dikerjakan pada waktunya. Ini menunjukkan wajibnya shalat, dan bahwa shalat memiliki batas waktu, dimana shalat tidak sah, kecuali dikerjakan pada waktu itu. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 198).
Lalu bagaimana hukumnya ketika seseorang melakukan shalat sebelum waktunya secara sengaja ataupun tidak? Berikut penjelasan serta dalilnya.
Orang yang secara sengaja mengerjakan shalat sebelum waktunya, maka dia berdosa, karena termasuk maksiat kepada Allah, dalam bentuk mempermainkan syariat.
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
والصلاة لا تصح قبل الوقت بإجماع المسلمين، فإن صلى قبل الوقت فإن كان معتمداً فصلاته باطلة، ولا يسلم من الإثم
Kaum muslimin sepakat, shalat tidak sah jika dikerjakan sebelum waktunya. Orang yang shalat sebelum waktunya secara sengaja maka shalatnya batal, dan dia tidak selamat dari dosa.
Jika secara sengaja melakukan ibadah shalat padahal sudah mengetahui bahwa belum masuk waktu untuk shalat, hukumnya adalah shalatnya tidak sah. Dan akan berdosa bagi tiap pelaku nya.
Jika Tidak Sengaja, Bernilai Shalat Sunnah Mutlak
Dalam kasus ini ada penjelasannya tersendiri. Adapun jika dilakukan tanpa sengaja, tidak ada dosa, dan shalatnya dinilai sebagai shalat sunah, sehingga kewajibannya belum gugur. Karena itu, dia harus mengulangi shalatnya.
Hal ini didasarkan kepada perkataan dari Imam Ibnu Utsaimin yang menerangkan bahwa,
وإن كان غير متعمد لظنه أن الوقت قد دخل، فليس بآثم، وتعتبر صلاته نفلاً، ولكن عليه الإعادة، لأن من شروط الصلاة الوقت
Jika ada orang melakukan shalat sebelum waktunya tanpa sengaja, karena mengira sudah masuk waktu, maka dia tidak berdosa dan shalatnya terhitung sebagai amal sunah. Namun dia wajib mengulangi. Karena diantara syarat sah shalat adalah dilakukan setelah masuk waktu. (as-Syarh al-Mumthi’, 2/96).
Ragu Masuk Waktu, tapi Nekat Shalat
Dan bagaimana hukumnya ketika tetap nekat melaksanakan shalat ketika ragu sudah masuk waktunya shalat atau tidak? Orang yang ragu tentang waktu shalat, apakah sudah masuk ataukah belum, kemudian dia nekat melakukan shalat maka shalatnya batal.
Hal tersebut ditulis dalam Syarah Kholil al-Kharsyi – Fiqh Madzhab Maliki – yang menyatakan bahwa,
وإن شك في دخول الوقت لم يجز ولو وقعت فيه لما كان دخول الوقت شرطا في صحة الصلاة
Jika seseorang ragu tentang masuknya waktu shalat, maka tidak sah, meskipun selesai shalat, dia baru yakin telah masuk waktu. Karena masuknya waktu shalat, merupakan syarat sah shalat (Syarah Mukhtashar Kholil, al-Kharsyi, 3/53).
Berdasarkan keterangan di atas, jika anda yakin bahwa shalat yang anda kerjakan belum masuk waktu, atau anda ragu seusai shalat maka anda harus mengulang shalat maghrib yang anda kerjakan.
Sebaliknya, bila anda yakin telah masuk waktu shalat, dan adzan yang anda dengar ini telat maka shalat anda sah, dan tidak perlu diulangi.
Wallahu a’lam bissawwab.
Begitulah penjelasan tentang hukum shalat sebelum waktunya, semoga bermanfaat.