adil Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/adil Tue, 16 Feb 2021 16:56:41 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png adil Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/adil 32 32 7 Cara Bersikap Adil dan Tidak Pilih Kasih pada Anak https://dalamislam.com/hukum-islam/anak/cara-bersikap-adil-dan-tidak-pilih-kasih-pada-anak Tue, 16 Feb 2021 16:55:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=9292 Ingatlah tatkala mereka berkata:”Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya lebih dicintai ayah kita, padahal kita ini adalah satu golongan. Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.” (QS. Yusuf: 8) Berbuat adil dan tidak pilih kasih adalah salah satu faktor penting yang mampu membuat jiwa anak menjadi tenang dan bahagia. Dengan bersikap adil dan tidak pilih kasih, […]

The post 7 Cara Bersikap Adil dan Tidak Pilih Kasih pada Anak appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ingatlah tatkala mereka berkata:”Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya lebih dicintai ayah kita, padahal kita ini adalah satu golongan. Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.” (QS. Yusuf: 8)

Berbuat adil dan tidak pilih kasih adalah salah satu faktor penting yang mampu membuat jiwa anak menjadi tenang dan bahagia. Dengan bersikap adil dan tidak pilih kasih, anak-anak bisa terhindar dari sifat iri, dengki, dendam, dan sebagainya.

Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir Ra, bahwasanya suatu ketika ia bersama ayahnya mendatangi Rasulullah SAW, kemudian ayahnya berkata:

“Sesungguhnya aku memberikan kepada anakku ini seorang budak laki-laki milikku.”

Rasulullah SAW pun bertanya, “Apakah semua anakmu juga kamu beri sesuatu yang sama?”

Lelaki itu pun menjawab, “Tidak.”

Maka Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah kamu meminta persaksian kepadaku atas ketidakadilan. Apakah kamu akan merasa senang jika mereka sama-sama berbakti kepadamu?”

Lelaki itu kembali menjawab, “Ya.”

Lalu Rasulullah SAW kembali bersabda:

“Jika demikian, janganlah lakukan itu (tidak adil terhadap anak-anak).” (HR. Bukhari Muslim)

Dari hadis di atas disimpulkan bahwa Rasulullah SAW melarang perlakuan tidak adil terhadap anak, apalagi mengistimewakan salah satu anak dan mengesampingkan anak yang lain.

Perlakuan tidak adil pada anak akan menyebabkan permusuhan, dendam, dan kemarahan di antara mereka. Risiko terbesar adalah putusnya tali silaturrahmi.

Bukan tidak sedikit orang tua yang tidak bisa berlaku adil dan pilih kasih terhadap putra-putrinya. Yang memiliki nilai akademik tinggi, begitu dibanggakan sedangkan anak dengan kemampuan pas-pasan selalu diomeli. Anak cantik dan tampan menjadi kesayangan, sedangkan anak dengan tampilan pas-pasan, tidak diberi kasih sayang yang sama, dan masih banyak contoh lainnya.

Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa orang tua bisa saja memiliki rasa sayang yang lebih pada sebagian anak, dibanding anaknya yang lain. Sungguh akan teramat sulit menyamaratakan rasa sayang dari orang tua kepada anak, sebab hal itu di luar kuasa manusia.

Hanya saja, rasa sayang yang berbeda antara anak yang satu dengan lainnya tidak boleh ditunjukkan secara langsung atau terang-terangan. Biarkan rasa itu tersimpan di hati. Sehingga orang tua tetap bisa berlaku adil dan tidak pilih kasih kepada anak.

Setiap orang tua pasti ingin anaknya menjadi anak yang saleh, saleha, dan mampu berbakti kepada orang tua. Namun, bila cara mendidik dan memberikan kasih sayang pada anak tidak tepat, muncullah berbagai sikap anak yang tidak kita inginkan. Salah satunya adalah menjadi anak durhaka.

Tentu setiap orang tua tidak ingin anaknya menjadi anak durhaka. Namun munculnya berbagai tabiat anak disebabkan oleh interaksi orang tua dalam membentuk perilaku mereka. Jadi, anak menjadi saleh, salehah, atau durhaka tergantung bagaimana orangtua bersikap terhadap mereka.

 Syaikh Abdul Ghani an-Nablisi menjelaskan bahwa, “Pilih kasih orang tua terhadap anaknya akan menimbulkan permusuhan, kedengkian, dan kebencian di antara sesama anak itu sendiri, kemudian selanjutnya akan terjadilah pemutusan hubungan keluarga disebabkan oleh sikap pilih kasih orang tua terhadap mereka.”

Nabi Muhammad SAW selalu mengingatkan kita sebagai orang tua untuk selalu bersikap adil terhadap anak-anak. Beliau bersabda:

“Takutlah kamu kepada Allah dan berbuatlah adil terhadap anak-anakmu.” (HR. Muslim)

Saking pentingnya bersikap adil kepada anak, Nabi Muhammad SAW sampai mengulang hal tersebut sampai tiga kali.

 “Adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu!” (HR. Abu Dawud, Nasa’I, dan Ibnu Hibban, dihasankan oleh al-Albani dalam silsilah Shahihah No. 1240)

Berikut beberapa kiat yang bisa dilakukan oleh orangtua agar bisa berlaku adil dan tidak pilih kasih kepada anak:

1. Jangan Pernah Membandingkan

Bagi orang tua yang memiliki banyak anak, tentunya akan menemukan perbedaan dari masing-masing mereka. Jika salah satu anak sangat patuh pada orang tua, sekaligus memiliki prestasi gemilang, orang tua tidak seharusnya membanggakan hal itu secara terang-terangan di depan yang lain sekaligus membandingkan mereka satu sama lain.

Sebab anak yang lain akan merasa minder, iri, kesal, kecewa, yang intinya akan membuat anak merasa buruk. Pahamilah karakter anak satu persatu dan yakinlah setiap anak itu istimewa. Mereka pasti memiliki kelebihan masing-masing.

2. Jangan Membuat Anak Pertama Menderita

Banyak orang tua yang menyuruh anak pertama untuk terus mengalah, mengerti, dan harus memahami adik-adiknya. Perlakukan tidak adil seperti itu akan membuat anak pertama menderita dan kesal kepada orang tua sekaligus adiknya. Memang ada saatnya anak pertama harus mengalah, namun ada saatnya juga anak pertama mempunyai pendapatnya sendiri.

3. Jangan Memihak

Setiap anak memiliki kelebihannya masing-masing. Jika salah satu anak lebih menonjol dibanding anak lainnya, orangtua tidak seharusnya fokus hanya ke anak tersebut.

Anak yang lain juga harus diberi perlakuan yang sama. Misalnya ketika mereka bertengkar, orang tua tidak boleh memihak. Orangtua harus menjadi penengah yang mampu memberikan solusi terbaik bagi keduanya.

4. Lakukan Hal Menyenangkan Bersama

Melakukan hal menyenangkan secara bersama membuat anak-anak akan semakin dekat. Sehingga muncullah rasa saling menyayangi dan mengurangi rasa persaingan di antara mereka.

5. Tunjukkan Cinta Tanpa Syarat

Biasanya seorang anak akan merasa tersisihkan bila ia memiliki adik. Itulah mengapa orangtua harus mampu menunjukkan kasih sayangnya pada semua anak tanpa syarat atau perbedaan.

6. Memperlakukan Anak Sama

Jika orangtua memberi hadiah pada salah satu anak karena nilainya memuaskan, maka anak yang lain juga harus diberi hadiah ketika ia berhasil juara. Ketika si bungsu melakukan kesalahan, orangtua wajib menegur dan memberi nasihat. Demikian halnya bila si sulung yang melakukan hal tersebut.

7. Menjadi Teladan yang Baik

Jika orangtua mampu memberikan kasih sayang secara adil dan tidak pilih kasih, anak akan meneladani sikap tersebut. Selalu ajarkan anak cara bersikap yang sebenarnya antara kakak dan adik.

Berikan mereka kasih sayang yang utuh secara sama satu sama lain. Sehingga ke depannya, mereka sebagai kakak adik pun memiliki hubungan yang sangat kuat. Tidak ada rasa cemburu atau pun ingin unggul sendiri. Sebab orangtua sudah mengajarkan cara menyayangi dan menghormati sesama mereka.

The post 7 Cara Bersikap Adil dan Tidak Pilih Kasih pada Anak appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Interaksi dengan Non Muslim https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-interaksi-dengan-non-muslim Sat, 07 Jul 2018 02:19:14 +0000 https://dalamislam.com/?p=3753 Interaksi merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih. Berinteraksi sudah menjadi kegiatan yang selalu dilakukan oleh jutaan orang manusia dan termasuk dalam adab pergaulan yang dijelaskan dalam ayat pergaulan dalam Islam. Berinteraksi merupakan kebutuhan manusia karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Mereka perlu berbagi cerita dan berita kepada orang lain agar menerima informasi penting. […]

The post Hukum Interaksi dengan Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Interaksi merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih. Berinteraksi sudah menjadi kegiatan yang selalu dilakukan oleh jutaan orang manusia dan termasuk dalam adab pergaulan yang dijelaskan dalam ayat pergaulan dalam Islam.

Berinteraksi merupakan kebutuhan manusia karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial.

Mereka perlu berbagi cerita dan berita kepada orang lain agar menerima informasi penting. Lantas bagaimana hukum Orang muslim berteman dengan teman non muslim. Apakah diperbolehkan?

Pada dasarnya orang kafir memiliki empat macam, sebagai berikut:

  1. Kafir muahid, yakni orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan salah satu mereka dan kaum muslim memiliki perjanjian.
  2. Kafir dzimmi, yakni orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslim dan meminta perlindungan kepada kaum muslim kemudian memberikan balas jasa (jizyah) sebagai bentuk pengganti atas perlindungan dari kaum muslim kepada mereka.
  3. Kafir mustaman, yakni orang kafir masuk ke negeri kaum muslim dan diberi garansi keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
  4. Kafir harbi, yakni orang kafir di samping tiga jenis di atas. Kaum muslim disyari’atkan guna memerangi orang kafir semacam ini cocok dengan kekuatan mereka.

Allah SWT senantiasa menginginkan OrangNya selalu dalam kebaikan sebagaimana dengan firmanNya

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maaidah: 2).

Bentuk Interaksi yang diperbolehkan

Sebagai seorang muslim sudah selayaknya manusia untuk saling melindungi, tidak menutup kemungkinan kepada seseorang kafir dzimmi atau mustaman.

Seorang muslim harus tetap melindungi kafir tersebut ketika mereka meminta perlindungan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut,

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At Taubah: 6)

Ketika seorang muslim tetap melindungi seorang kafir yang meminta perlindungan, itu artinya seorang muslim tersebut bersikap adil kepada orang lain.

Orang muslim tidak boleh bersikap tidak adil sebab ada hukum tidak adil dalam Islam. Allah SWT selalu memerintahkan Orang muslim harus berlaku adil terhadap sesamai sebagaimana dalam firmannya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah: 8)

Orang muslim juga diperbolehkan untuk memberikan zakat kepada orang kafir sebagaimana pada firman Allah SWT sebagai berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin dibujuk hatinya.” (QS. At Taubah: 60)

Orang muslim juga diperbolehkan untuk mengunjungi dan menolong orang yang sedang sakit. Ada banyak sekali keutamaan menjenguk orang sakit seperti Rasulullah SAW bersabda,

فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

Artinya: “Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari dan HR. Muslim)

Terakhir, orang muslim boleh memberi atau menerima hadiah dari non muslim.

Namun ketika orang muslim menerima hadiah, ada beberapa hal yang perlu diketahui, seperti: bukan hadiah berupa penyembelihan dari hari raya kaum mereka, bukan berupa hadiah yang menyerupai hari raya mereka, dan lain-lain.

The post Hukum Interaksi dengan Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menjadi Hakim Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menjadi-hakim-dalam-islam Tue, 03 Jul 2018 13:20:21 +0000 https://dalamislam.com/?p=3743 Menjadi seorang hakim bukanlah pekerjaan yang bisa dianggap enteng. Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila seorang hakim duduk ditempatnya (sesuai dengan kedudukan hakim adil), maka dua malaikat membenarkan, menolong dan menunjukkannya selama ia tidak menyeleweng, apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meninggalkannya” (HR. Al-Baihaqi)  Rasulullah –shallallahu’alaihi wasallam– memperingatkan umatnya agar berhati-hati dalam mengemban amanat itu, renungkanlah sabda beliau: […]

The post Hukum Menjadi Hakim Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menjadi seorang hakim bukanlah pekerjaan yang bisa dianggap enteng. Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila seorang hakim duduk ditempatnya (sesuai dengan kedudukan hakim adil), maka dua malaikat membenarkan, menolong dan menunjukkannya selama ia tidak menyeleweng, apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meninggalkannya” (HR. Al-Baihaqi) 

Rasulullah –shallallahu’alaihi wasallam– memperingatkan umatnya agar berhati-hati dalam mengemban amanat itu, renungkanlah sabda beliau:

القضاة ثلاثة واحد في الجنة واثنان في النار. فأما الذي في الجنة فرجل عرف الحق فقضى به ورجل عرف الحق فجار في الحكم فهو في النار ورجل قضى للناس على جهل فهو في النار [رواه أبو داود واللفظ له (3573) والترمذي (1322) وابن ماجه (2315) وصححه الألباني]

“Qadhi (penentu keputusan) itu ada tiga, satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah Qadhi yang tahu kebenaran lalu memberikan keputusan dengannya. Sedang Qadhi yang tahu kebenaran lalu zhalim dalam keputusannya, maka ia di neraka. Begitu pula, Qadhi yang memberi keputusan tanpa ilmu, ia di neraka” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, di-shahih-kan oleh Al Albani).

من ولي القضاء أو جعل قاضيا بين الناس فقد ذبح بغير سكين [رواه أبوداود (3571) والترمذي واللفظ له (1325) وابن ماجه (2308), قال الألباني: حسن صحيح]

“Barangsiapa dijadikan sebagai qadhi (penentu keputusan) diantara manusia, maka sungguh ia telah disembelih dengan tanpa menggunakan pisau (benda tajam)” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Al Albani mengatakan: ‘Hasan Shahih’).

Baca juga:

Namun seorang hakim dalam Islam hanya bisa dianggap hakim jika ia menegakkan hukum Islam atau syariat Islam. Sebagaiamana firman Allah SWT:

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

“Apapun yang kalian perselisihkan, maka hukumnya (dikembalikan) pada Allah” (QS. Asy-Syura:10)

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

“Apabila kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan (Sunnah) Rasul-Nya, jika benar kalian beriman kepada Allah dan Hari Akhir” (QS. An-Nisa’:59)

(وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ)… (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ)… (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ)

“Barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya (Syariat Islam), mereka itulah orang-orang fasiq” (QS. Al-Ma’idah: 47)… “Barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya (Syariat Islam), mereka itulah orang-orang zhalim” (QS. Al-Ma’idah: 45)… “Dan barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya (Syariat Islam), mereka itulah orang-orang kafir” (QS. Al-Ma’idah: 44) (yakni kufur asghar, yang tidak mengeluarkan seseorang dari Agama Islam, jika ia masih berkeyakinan wajibnya berhukum dengan syariat islam, lihat lebih lanjut: Tafsir Ibnu Katsir, 3/119)

Baca juga:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah Hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?! Siapakah yang lebih baik (hukumnya) dari Allah, bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?!” (QS. Al-Ma’idah: 50)

Sedangkan menurut komisi tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa Saudi Arabia, yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Adapun pengacara di negara yang memberlakukan UU buatan manusia yang bertentangan dengan syariat islam, maka:

(a) Setiap pembelaannya terhadap kesalahan, -padahal ia tahu akan kesalahan itu- dengan memanfaatkan UU buatan manusia yang ada, maka ia kafir jika meyakini bolehnya hal itu atau menutup mata meski bertentangan dengan Alquran dan Assunnah. Sehingga gaji yang diambilnya pun haram.

(b) Setiap pembelaannya terhadap kesalahan, padahal ia tahu kesalahan itu, tapi ia masih meyakini bahwa tidakannnya itu haram, dan ia mau membelanya karena ingin mendapatkan bayaran darinya, maka ia telah melakukan dosa besar, dan bayaran itu tidak halal baginya.

Baca juga:

(c) Adapun jika ia membela orang yang ia pandang di pihak yang benar sesuai dengan dalil-dalil syariat, maka amalnya berpahala, salahnya diampuni, dan berhak mendapat bayaran dari pembelaan itu.

(d) Begitu pula jika ia menuntut hak untuk saudaranya yang ia pandang berhak memilikinya, maka ia dapat pahala, dan berhak dengan bayaran sesuai kesepakatan yang ada” (Fatwa Lajnah Da’imah, fatwa no: 1329)

Adapun adab sebagai seorang hakim dalam Islam adalah sebagai berikut:

1. Mendengarkan laporan dari kedua belah pihak

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallah bersabda, “Jika ada dua orang mengajukan suatu perkara kepadamu maka janganlah engkau memutuskan hukum kepada orang pertama hingga engkau mendengar perkataan orang kedua, niscaya engkau akan mengetahui bagaimana engkau memutuskan hukum.” (Riwayat Tirmizi).

2. Paham hukum Islam

Allah berfirman, ”Hendaklah engkau menghukum antara mereka menurut pengaturan yang diturunkan Allah.” (Al-Maidah: 49). Maka seorang hakim dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang hukum Islam secara matang.

3. Mampu bersikap adil

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik – baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”(An Nisa: 58)

Baca juga:

Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari kejelekan (tidak mendapat pahala dan juga siksa). Lalu apa yang aku harapkan setelah itu.” [HR. Tirmidzi No.1243].

4. Berhati lembut

Imam Mohammad bin Ahmad al – Sarakhsi berkata: “Seorang Hakim haruslah orang yang lemah lembut tapi kelembutannya tidak boleh menyebabkan nya menjadi lemah dalam memutuskan perkara dan kekuatannya tidak boleh membuatnya menjadi keras dalam menghadapi orang – orang pencari keadilan.”

5. Tidak boleh berharap jabatan

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ بِلَالِ بْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَأَلَ الْقَضَاءَ وُكِلَ إِلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أُجْبِرَ عَلَيْهِ يُنْزِلُ اللَّهُ عَلَيْهِ مَلَكًا فَيُسَدِّدُهُ

“Barangsiapa meminta untuk dijadikan hakim maka ia akan dibebankan atas dirinya (dalam mengemban tugasnya), namun barangsiapa dipaksa (tidak atas kehendak dirinya) untuk menjadi hakim, maka Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong & membimbingnya dalam kebenaran.” [HR. Tirmidzi No.1245].

Itulah beberapa kriteria hakim yang sesuai dengan syariat Islam. Begitu beratnya tanggung jawab dan resiko untuk menjadi seorang hakim, maka jika Anda adalah seorang hakim mulailah untuk menjalankan kewajiban dan tanggung jawab Anda sesuai dengan syariat Islam.

The post Hukum Menjadi Hakim Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Tidak Adil Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-tidak-adil-dalam-islam Tue, 24 Apr 2018 08:06:36 +0000 https://dalamislam.com/?p=3371 Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki dan meneladani setiap sifat Rasulullah SAW sebagaimana kisah teladan nabi Muhammad. Dan salah satu sifat Rasul yang patut kita teladani adalah mampu bersikap adil. Adil ialah mampu menempatkan segala sesuatunya tepat pada tempatnya. Allah juga telah menyerukan tentang menjadi adil dalam Al Quran. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ […]

The post Hukum Tidak Adil Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki dan meneladani setiap sifat Rasulullah SAW sebagaimana kisah teladan nabi Muhammad. Dan salah satu sifat Rasul yang patut kita teladani adalah mampu bersikap adil. Adil ialah mampu menempatkan segala sesuatunya tepat pada tempatnya. Allah juga telah menyerukan tentang menjadi adil dalam Al Quran.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Q. S. An Nisa: 135)

Bersifat adil dalam Islam dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni:

  1. Berlaku adil kepada Allah SWT, yakni menjadikan Allah satu-satunya Tuhan yang memiliki kesempurnaan dengan mengikuti setiap perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  2. Berlaku adil terhadap diri sendiri, yakni menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik dan benar. Diri kita harus terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan keselamatan, tidak menganiaya diri sendiri dengan menuruti hawa nafsu yang akibatnya dapat mencelakakan diri sendiri.
  3. Berlaku adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada tempat dan perilaku yang sesuai, layak, benar memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak menyakiti dan merugikan orang lain sebagaimana diri kita ingin diperlakukan.
  4. Berlaku adil terhadap makhluk lain, yakni memberlakukan makhluk Allah SWT yang lain dengan layak dan sesuai dengan syariat Islam dan menjaga kelestarian dengan merawat dan menjaga kelangsungan dengan tidak merusaknya. Misalnya tidak mengganggu dan menyakiti hewan maupun tanaman di sekitar kita.

Baca juga:

Hukum tidak adil dalam Islam adalah dilarang karena telah jelas perintah untuk berbuat adil kepada siapa pun dan kapan pun.

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q. S. An Nisa: 58)

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda,” Ada tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Pemimpin yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR Bukhari Muslim)

فَلِذَٰلِكَ فَٱدْعُ ۖ وَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ ۖ وَقُلْ ءَامَنتُ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِن كِتَٰبٍ ۖ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ ۖ ٱللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۖ لَنَآ أَعْمَٰلُنَا وَلَكُمْ أَعْمَٰلُكُمْ ۖ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۖ ٱللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۖ وَإِلَيْهِ ٱلْمَصِيرُ

Artinya: “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)”. (Q. S. Asy Syuura: 15)

Rasul juga telah memerintahkan untuk berbuat adil karena orang yang adil adalah orang yang mendapatkan keberuntungan. Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah akan berada di pundak cahaya di sebelah kanannya, yaitu orang yang adil adalah mereka yang berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum dan berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum dan berlaku adil terhadap sesuatu yang diamanatkan kepadanya.” (H.R. Muslim)

Baca juga:

Bagitu pula dengan hukuman bagi mereka yang melakukan perbuatan dosa atau terlarang. Maka diwajibkan untuk berlaku adil kepada siapa pun pelakunya.

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Q. S. Al Maidah: 45)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q. S. Al Maidah: 8)

Baca juga:

Allah berfirman :“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu dapat menggambil pelajaran.

Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan lain.[2] Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisiahan itu. (Q.S An-Nahl : 90-92).

Demikianlah artikel tentang hukum tidak adil dalam Islam yang singkat ini. Semoga kita semua dijauhkan dari rasa tidak adil dan dapat berlaku adil sebagai bentuk keutamaan cinta kepada Rasulullah hingga akhir hayat. Aamiin.

The post Hukum Tidak Adil Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Jenis Ghibah yang Diperbolehkan dalam Islam https://dalamislam.com/akhlaq/ghibah-yang-diperbolehkan-dalam-islam Wed, 19 Jul 2017 07:52:55 +0000 http://dalamislam.com/?p=1771 Sebelum membahas mengenai ghibah, maka kita perlu memahami terlebih dahulu perbedaan antara ghibah dan fitnah. Ghibah dan fitnah adalah sesuatu yang berbeda (Perbedaan Ghibah dan Fitnah Menurut Islam dan Dalilnya), walaupun pada nantinya mungkin berpotensi menjadi fitnah jika pembicaraan tidak lagi berdasarkan fakta atau kondisi yang nyata. Fitnah Dalam Islam  tentu dilarang. Apalagi fitnah adalah […]

The post 3 Jenis Ghibah yang Diperbolehkan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebelum membahas mengenai ghibah, maka kita perlu memahami terlebih dahulu perbedaan antara ghibah dan fitnah. Ghibah dan fitnah adalah sesuatu yang berbeda (Perbedaan Ghibah dan Fitnah Menurut Islam dan Dalilnya), walaupun pada nantinya mungkin berpotensi menjadi fitnah jika pembicaraan tidak lagi berdasarkan fakta atau kondisi yang nyata.

Fitnah Dalam Islam  tentu dilarang. Apalagi fitnah adalah membicarakan orang lain dan menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Tentu hal ini menjadi suatu yang bohong dan Allah menyampaikan dalam Al-Quran bahwa fitnah adalah lebih kejam dari pembunuhan. Namun hal ini berbeda dengan ghibah. Jangan sampai apa yang kita bicarakan dan lakukan nantinya malah bertentangan dengan Rukun Iman, Rukun Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan,  dan Hati Nurani Menurut Islam.

baca juga artikel Islam lainnya:

Ghibah dalam Al-Quran dan Hadist

Mengenai hal ghibah ini juga disampaikan Allah dalam Al-Quran, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS Al Hujurat : 12)

Walaupun memang ghibah adalah sesuatu yang membicarakan fakta keburukan atau kekurangan ataupun kelemahan orang lain, tetapi tentu kita harus berhati-hati. Terkadang manusia dengan dorongan emosi dan hawa nafsunya membuat suatu cerita yang tidak berdasarkan fakta dan juga realitasnya, akhirnya terlalu berlebihan membicarakan keburukan orang lain.

baca juga:

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim)

Dari hadist di atas, dapat kita pahami bahwa Rasulullah memberikan peringatan bahwa jangan sampai kita menggunjing saudara kita sendiri apalagi bukan atas dasar tujuan yang maslahat, hanya ingin memuaskan diri untuk membicarakan orang lain. Jika masih saudara semuslim, maka kita harus berhati-hati dan jangan sampai membuatnya terlukai apalagi sampai konflik atau memecah persaudaraan.

baca juga:

Syarat-Syarat Ghibah yang Masih Diperbolehkan

Para ulama menjelaskan bahwa ada ghibah yang masih diperbolehkan dan harus dilakukan. Ghibah seperti ini dilakukan karena kemungkaran yang dilawan dan membawakan maslahat jika dilakukan. Jika dibiarkan justru malah tidak akan ada perubahan pada sesuatu yang mudharat tersebut. Berikut adalah ghibah yang masih diperbolehkan:

  1. Membicarakan Pemimpin yang Keji dan Zalim

Membicarakan pemimpin yang keji dan zalim diperbolehkan, karena memang jika tidak dibicarakan dan digunjing tentunya banyak ummat yang terzalimi dan kekuasannya dibiarkan terus ada. Untuk itu, membicarakan pemimpin yang keji dan zalim, misalnya lewat jalan demonstrasi, membangun massa dan juga lewat kekuatan masyarakat diperbolehkan. Apalagi jika penguasa tersebut mencekik rakyat, membinasakan masyarakat, tidak membawa kesejahteraan, dan membiarkan masyarakat miskin terus sengsara.

baca juga:

  1. Membicarakan Orang-Orang yang Rusak Aklaknya atau Berbuat Maksiat

Jika ada orang-orang yang terang-terangan berbuat kemaksiatan atau merusak akhlak, maka diperbolehkan dibicarakan selagi hal tersebut memang dilakukan olehnya. Selain itu, jika dibiarkan maka hal ini bisa dilakukan terus menerus olehnya. Untuk itu, ini bisa dilakukan sebagai antisipasi agar masyarakat tidak mencontohnya, dan menjadikan jera padanya. Tentu saja hal ini dalam kaidah amar ma’ruf nahi munkar, bukan dalam arti menjatuhkan seseorang yang tidak bersalah apalagi menghakimi. Hal seperti ini dibutuhkan selagi untuk mengingatkan, menegur, memberi pelajaran, dan mengingatkan pada masyarakat.

baca juga:

Hal ini juga disampaikan dalam Al-Quran,  “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nisa : 135)

baca juga:

  1. Membicarakan Orang yang Bidah dalam Agama atau Merusak Aqidah

Membicarakan orang yang bid’ah dalam agama atau merusak aqidah tidak menjadi masalah, asalkan tidak berujung pada fitnah. Sering kali orang-orang membicarakan keburukan orang lain sedangkan ia tidak memperhatikan apakah yang dibicarakan sesuai dengan fakta, apalagi jika berhubungan dengan aqidah dan agama. Tentu sangat besar dosanya jika asal dan sembarangan.

Hal ini juga disampaikan dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS Al Maidah : 8)

baca juga:

Dari penyampaian di atas, dapat kita pahami bahwa sejatinya sebagai muslim kita harus berhati-hati atas apa yang kita bicarakan. Ghibah yang kita lakukan harus benar-benar diukur dan dipikirkan apakah dampak yang akan terjadi setelahnya. Jangan sampai dari apa yang kita lakukan ternyata malah berdampak mudharat, seperti misalnya :

  • Mengundang konflik dan perpecahan antar saudara muslim atau bisa juga memicuKonflik dalam Keluarga 
  • Mengklaim seseorang tanpa bukti, menuduh sembarangan Fitnah Dalam Islam tentunya adalah hal yang bahaya dan merusak persaudaraan. (baca juga: Riya’ Dalam Islam)
  • Merasa paling benar sendiri hingga berdampak berbuat tidak adil. Adil pada orang lain juga termasuk pada Keutamaan Adil Terhadap Diri Sendiri.
  • Memicu perdebatan yang tidak ada hentinya. (baca juga: Pahala Wanita Shalat di Rumah)
  • Berniat untuk menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan yang tidak ada.
  • Dan niat-niat mudharat lainnya yang dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi pribadi semata.

baca juga:

Semoga kita dijauhkan dari perilaku tersebut sehingga bisa menjalankan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama.

Ada banyak sekali aktivitas produktif yang bisa kita lakukan selain melakukan ghibah atau gosip. Lakukanlah hal tersebut dengan baik lakukan juga amar ma’ruf nahi munkar. Ukurlah dan kenalilan niat kita jika hendak berghibah, apakah ada yang dizalimi dan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

The post 3 Jenis Ghibah yang Diperbolehkan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pembagian Harta Warisan Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/pembagian-harta-warisan Tue, 02 Aug 2016 07:31:20 +0000 http://dalamislam.com/?p=755 Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari hukum dan pembagian harta warisan dari pewaris atau Al-Muwaris kepada pihak yang berhak atau yang dikenal dengan istilah ahli waris. Sebab seseorang mendapatkan harta waris dapat dikarenakan hubungan kekerabatan atau nasab (baca arti nasab dan muhrim dalam islam), hubungan pernikahan (baca hukum pernikahan, syarat pernikahan dan rukun nikah dalam […]

The post Pembagian Harta Warisan Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari hukum dan pembagian harta warisan dari pewaris atau Al-Muwaris kepada pihak yang berhak atau yang dikenal dengan istilah ahli waris. Sebab seseorang mendapatkan harta waris dapat dikarenakan hubungan kekerabatan atau nasab (baca arti nasab dan muhrim dalam islam), hubungan pernikahan (baca hukum pernikahan, syarat pernikahan dan rukun nikah dalam islam) serta wala atau waris yang disebabkan oleh pembebasan budak atau hamba sahaya.

Sedangkan dalam ilmu mawaris harus terdapat tiga hal yang menjadi rukun waris yakni adanya pewaris, ahli waris dan harta waris atau tirkah. Dalam pandangan islam harta waris atau tirkah adalah harta peninggalan orang yang sudah meninggal yang telah dikurangi dengan hutang, wasiat serta biaya perawatan dan pengurusan jenazah. (baca juga shalat jenazah)

Kriteria Harta Warisan

Harta tirkah atau harta waris yang akan diberikan pada ahli waris harus memenuhi kriteria berikut ini :

  • Harta tersebut merupakan milik seseorang saat hidupnya atau harta yang dimiliki oleh pewaris sebelum ia meninggal dunia termasuk harta bergerak maupun tidak bergerak. Hal ini juga termasuk piutang atau harta yang dipinjamkan atau disewakan kepada orang lain baik yang belum jelas atau telah jelas masa pelunasannya.
  • Semua benda peninggalan yang dapat dinilai dengan harta. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa harta yang dimiliki menetap pada sebidang tanah atau dapat diketahui wujud dan bentuknya atau dapat dinilai dengan uang.
  • Harta tirkah juga termasuk harta yang diperoleh setelah sang pewaris wafat atau meninggal dunia sebagai denda atas tindakan penganiayaan terhadap dirinya Termasuk dalam kriteria ini juga mencakup diyat atau denda sebagai hukuman atas tindakan pidana pembunuhan yang semestinya diserahkan kepada ahli waris yang meninggal dunia karena terbunuh,
  • Harta yang diperoleh setelah pewaris meninggal dunia atau wafat sebagai hasil dari laba atau untung yang berasal dari harta yang ia investasikan semasa ia hidup misalnya dana asuransi yang diberikan bila pihak yang membayar asuransi atau pewaris mengalami musibah yang mengakibatkan kematian.

Ahli Waris Dan Pembagiannya

Adapun ahli waris dari seorang pewaris yang telah meninggal dunia dalam ilmu mawaris baik laki-laki maupun wanita (baca wanita dalam islam, kedudukan wanita dan peran wanita dalam islam) adalah sebagai berikut mengenai pembagian harta warisan :

1. Pihak laki-laki, antara lain

  • Anak laki-laki.
  • Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki, dan terus kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.
  • Bapak.
  • Kakek dari pihak bapak, dan terus keatas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.
  • Saudara laki-laki seibu sebapak.
  • Saudara laki-laki sebapak.
  • Saudara laki-laki seibu.
  • Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
  • Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
  • Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
  • Saudara laki-laki bapak yang sebapak.
  • Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
  • Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak.
  • Suami
  • Anak laki-laki orang yang memerdekakan pewaris

Jika ke-15 orang diatas itu masih ada, maka yang mendapat harta waris dari mereka itu hanya 3 orang saja, yaitu: Bapak, anak laki-laki, dan suami.

2. Pihak perempuan, antara lain

  • Anak perempuan.
  • Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, asal pertaliannya dengan yang meninggal itu masih terus laki-laki.
  • Ibu
  • Ibu dari bapak
  • Ibu dari ibu terus keatas pihak ibu sebelum anak laki-laki.
  • Saudara perempuan yang seibu sebapak.
  • Saudara perempuan yang sebapak
  • Saudara perempuan yang seibu
  • Istri
  • Perempuan yang memerdekakan pewaris

Jika ke-10 orang tersebut masih hidup maka yang berhak mewarisi harta tirkah hanya 5 orang saja, yakni istri, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, ibu, saudara perempuan yang seibu sebapak.

Jika ke 25 orang yang disebutkan diatas baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan itu masih hidup atau ada, maka yang pasti memperoleh harta warisan hanya salah seorang dari dua suami istri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Mantan istri atau istri yang dijatuhi talak tidak berhak menerima waris dari suaminya dan juga sebaliknya.(baca hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga)

Jumlah Bagian Ahli Waris (Furudul Muqadarah)

Dalam ilmu mawaris juga diatur tata cara dan kadar harta yang dapat diterima oleh ahli waris diantaranya sebagai berikut :

1. Yang mendapat bagian setengah

  • Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak memiliki saudara
  • Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.
  • Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila
  • Saudara perempuan seibu sebapak tidak ada dan ia hanya tinggal sendiri saja.
  • Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak dan tidak ada pula anak dari anak laki-laki, baik laki maupun perempuan.

2. Yang mendapat bagian seperempat

  • Suami, apabila istrinya meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun perempuan, atau meninggalkan anak dari anak laki-laki atau perempuan.
  • Istri, baik hanya satu orang atau lebih, jika suami tidak meninggalkan anak (baik anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik laki-laki maupun perempuan). Jika istri itu lebih dari satu maka harta dibagi rata.

3. Yang mendapat bagian seperdelapan

Ahli waris yang berhak menerima harta waris sebesar seperdelapan adalah istri, baik satu atau lebih. Istri mendapat warisan dari suaminya seperdelapan bagian jika suaminya yang meninggal dunia meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun perempuan, atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.

4. Yang mendapatkan bagian dua pertiga

  • Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki. Jika anak perempuan berbilang atau lebih dari satu, sedangkan anak laki-laki tidak ada, maka mereka mendapatkan dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh bapak mereka.
  • Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu, mendapat warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta tirkah.
  • Saudara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang (dua atau lebih).
  • Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih.

5. Yang mendapatkan bagian sepertiga

  • Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki maupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja, atau seibu saja.
  • Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.

6. Yang mendapatkan bagian seperenam

  • Ibu, apabila ia memiliki anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki atau saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak saja atau seibu saja.
  • Bapak, apabila yang pewaris yang meninggal memiliki anak atau anak dari anak laki-laki.
  • Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), jika ibu tidak ada.
  • Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki). Mereka mendapat seperenam dari harta, baik sendiri ataupun berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak mendapat harta warisan.
  • Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak lakilaki, sedangkan bapak tidak ada.
  • Seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
  • Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Jika saudara seibu sebapak berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat harta warisan sesuai dengan ijma ulama,

Sangat penting untuk membagikan warisan sesuai ketentuan mawaris dalam islam dan membagikan tepat kadarnya agar tidak terjadi persengkataan atau konflik dalam keluarga dikemudian hari. (baca hak waris anak tiri dan ibu tiri dalam islam)

The post Pembagian Harta Warisan Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
7 Keutamaan Adil Terhadap Diri Sendiri https://dalamislam.com/info-islami/keutamaan-adil-terhadap-diri-sendiri Thu, 24 Mar 2016 07:44:26 +0000 http://dalamislam.com/?p=540 “sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran den permusushan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q. S. An Nahl ayat 90) Dari ayat diatas, telah jelas sekali bahwa Allah memerintahkan kita secara langsung dan gamblang dalam berbuat adil. Setelah berbuat […]

The post 7 Keutamaan Adil Terhadap Diri Sendiri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran den permusushan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q. S. An Nahl ayat 90)

Dari ayat diatas, telah jelas sekali bahwa Allah memerintahkan kita secara langsung dan gamblang dalam berbuat adil. Setelah berbuat adil, kita hendaknya berbuat kebajikan. Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, sesuai kadar dan ukurannya. Misalnya masalah uang saku anak-anak kita. Anak kita yang sudah berkuliah tidak mungkin uang sakunya disamakan dengan anak kita yang masih SD. Kadar kebutuhan mereka berbeda. Begitupun kadar lingkungan mereka. Itu adalah contoh adil yang paling mudah kita fahami.

Pembagian adil 

Adil sendiri dibagi lagi menjadi empat yaitu :

  1. Yang pertama adalah adil terhadap Allah yaitu menempatkan Allah dalam hati kita sesuai tempatnya Allah itu. Maksudnya adalah, Allah Pencipta kita, Allah Tuhan kita, Pada Allah kita seharusnya menghamba, maka kita hendaknya meletakkan Allah dalam hati kita benar-benar bahwa Allah adalah Tuhan kita, dan menghamba pada Nya. Sehingga kita akan melakukan apa apa yang diperintahkan Allah seperti melakukan shalat wajib dan meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah.
  2. Yang kedua adalah Adil terhadap diri sendiri. Adil terhadap diri sendiri berarti menempatkan diri kita pada tempatnya. Seperti  menjaga diri kita untuk konsisten tetap berbuat baik sehingga tidak menyengsarakan dirinya sendiri. Misalnya menjaga diri dari berbuat dosa dan hal-hal yang menghapus amal ibadah sehingga kelak tidak akan membuat diri kita disiksa di hari pembalasan.  Adil terhadap diri sendiri juga termasuk memperhatikan dan menyayangi diri sendiri seperti memakan makana yang halalan thoyyiban. Juga menjaga hati sehingga hatinya tidak kotor dan gelap.
  3. Yang ketiga adalah adil terhadap  orang lain. Adil terhadap orang lain berarti menempatkan orang lain pada tempatnya. Misalnya memperlakukan orang tua kita selayaknya yang harus dilakukan oleh anak seperti kita. Memeperlakukan musuhpun juga harus dengan keadilan meskipun kita dilarang untuk bermusuhan.
  4. Dan yang terakhir adalah adil terhadap makhluk lain. Hal ini seperti tumbuhan, hewan, dan termasuk lingkungan. Seperti contohnya tidak menebang pohon sembarangan, tidak membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.

Keutamaan-keutamaan adil juga sangat banyak sehingga dapat membuat kita hidup dengan baik. Nah, karena pembahasan kita adalah keutamaan adil terhadap diri sendiri, maka berikut adalah rincian keutamaan adil terhadap diri sendiri :

  1. Adil terhadap diri sendiri dapat meningkatkan ketakwaan kita

Jika kita adil terhadap diri sendiri, maka kita akan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah, karena apa yang diajarkan Allah dan Rasulnya adalah sesuatu yang akan kita rasakan manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Karena “derajat manusia dihadapan Tuhannya adalah sama kecuali ketakwaannya.”

  1. Membuat hidup kita menjadi tenang

Adil juga menuntun kita untuk melakukan dan memenuhi hak dan kewajiban kita terhadap diri sendiri. Sehingga kita akan merasa aman karena telah melaksanakan kewajiban dan merupakan cara agar hati tenang.

  1. Membuat hidup kita lebih baik

Hal ini termasuk menempatkan diri kita pada tempat yang seharusnya. Misalnya kita berbakat di bidang politik, maka jika berlaku adil pada diri kita, maka kita akan meletakkan diri kita pada bidang politik. Begitupun jika kita mempunyai bakat dan minat pada melukis, maka jika kita adil, kita akan mengembangkan bakat dan minat kita pada melukis itu sendiri.  Sehingga membuat kita terarah (tau tujuan) dan membuat kita lebih baik.

  1. Membuka pintu rizki

Jika kita adil terhadap diri kita sendiri, maka kita akan bekerja pada waktunya bekerja, kita akan memenuhi kebutuhan yang diri kita butuhkan sehingga adil ini dapat membantu kita membuka pintu rizki dengan berusaha.

  1. Membuat hidup kita lebih berbahagia

Jika kita adil, maka kita tidak akan menganiaya diri kita sendiri. Sehingga sangat mudah sekali untuk kita menjadi bahagia dan tidak menjadi timbulnya penyebab hati gelisah .

  1. Berani mengoreksi diri

Jika kita telah adil, maka kita akan tau kesalahan kita dan kita dapat membenarkan diri kita dan meletakkan pada tempatnya dengan segera. Kita tidak akan menyangkal kesalahan kita pula sehingga kita benar-benar berani mengakui kesalahan dan membenari diri kembali.

  1. Menumbuhkan sifat jujur

Adil itu menimbulkan sifat yang jujur dalam diri kita. Kalau kita adil, maka kita akan terbiasa jujur terhadap apapun karena kita menempatkan diri pada tempatnya.

Demikian beberapa keutamaan adil terhadap diri sendiri yang dapat kita serap menggunakan logika. Adil sendiri adalah perbuatan yang pertama disebutkan pada ayat diatas. Makanya, kita harus berbuat adil dulu sehingga kita akan memiliki kebaikan-kebaikan itu sendiri. Dan kita sadar, segalanya yang baik dalam hidup kita dimulai dari diri sendiri. kemudian dari diri kita ke segalanya yang ada disekitar kita.  Seperti dalam Al Quran Suran Ar Ra’du ayat 11:

Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali mereka merubah dirinya sendiri.”

Baca juga artikel lainnya yang berhubungan dengan islam

The post 7 Keutamaan Adil Terhadap Diri Sendiri appeared first on DalamIslam.com.

]]>