akhlak Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/akhlak Fri, 19 Feb 2021 14:03:17 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png akhlak Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/akhlak 32 32 Dalil Tentang Akibat Bersikap Sombong https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/dalil-tentang-akibat-bersikap-sombong Fri, 19 Feb 2021 14:00:46 +0000 https://dalamislam.com/?p=9453 Diantara kita boleh jadi secara sadar atau tidak sadar pernah membanggakan diri atas pencapaian yang telah diraih. Perbuatan yang dibenci Allah ini seringkali ditemui dari berbagai kalangan. Pelajar bersikap sombong karena telah mendapatkan piala. Tetangga yang membanggakan anak-anaknya kepada tetangga yang lain. Pun para guru yang sombong karena naik pangkat. Perbuatan yang telah diajarkan saat […]

The post Dalil Tentang Akibat Bersikap Sombong appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Diantara kita boleh jadi secara sadar atau tidak sadar pernah membanggakan diri atas pencapaian yang telah diraih. Perbuatan yang dibenci Allah ini seringkali ditemui dari berbagai kalangan.

Pelajar bersikap sombong karena telah mendapatkan piala. Tetangga yang membanggakan anak-anaknya kepada tetangga yang lain. Pun para guru yang sombong karena naik pangkat.

Perbuatan yang telah diajarkan saat iblis enggan bersujud kepada Nabi Adam ini sangat jauh dari perangai mulia yang Allah cintai. Dalil-dalil tentang perintah Allah agar tidak menjadi manusia yang sombong telah tertulis dalam Al-Quran.

وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ 

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman [31]: 18)

وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّكَ لَن تَخۡرِقَ ٱلۡأَرۡضَ وَلَن تَبۡلُغَ ٱلۡجِبَالَ طُولٗا 

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 37)

Karena itu, setiap muslim tentu harus berusaha untuk membebaskan diri dari sifat tersebut, hingga kemudian akhirnya dapat menjadi bagian dari golongan-golongan yang dicintai Allah SWT. Caranya adalah senantiasa dengan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.

Ali bin Abi Thalib menerangkan, “Jika Rasulullah berjalan, seakan-akan turun melalui tempat yang miring.” (HR. Tirmidzi dari Ali bin Abi Thalib).

Artinya, Rasulullah jika berjalan seperti meluncur. Cara berjalan seperti ini adalah menyatukan antara unsur kesemangatan, kekuatan, dan tawadhu’. Sedang untuk menyelamatkan diri dari berbangga diri adalah dengan menanamkan sikap tawadhu’ (merendahkan diri).

Rasulullah telah menegaskan, “Bertawadhulah kamu, sehingga tidak ada lagi orang yang membanggakan diri terhadap orang lain, dan tidak ada pula orang yang menganiaya terhadap orang lain.” (HR. Abu Dawud)

Tawadhu hanya bisa dilakukan apabila kita melupakan hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya rasa lebih tinggi, baik keturunan, kekayaan, kedudukan maupun ilmu pengetahuan.

Perilaku tawadhu’ ini termasuk golongan hamba-hamba Allah yang baik dan selalu dirindukan. Sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Furqan: 63,

وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا 

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”

Tawadhu’ hanya bisa dilakukan ketika mengimplementasikan sikap zuhud. Dalam Al-Quran, Allah telah menegaskan,

ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak…” (Q.S. Al-Hadid [57]: 20)

Adalah kurang ajar jika kita berjalan di bumi Allah dengan segala fasilitas yang telah disediakan Tuhan Yang Maha Esa. Sudah sepantasnya kita menanamkan nilai-nilai kebaikan agar jauh dari golongan yang dibenci Allah. Sombong hanya memberi kepuasan nafsu sesaat, namun dampaknya sungguh mengerikan karena akan dijauhi oleh Allah. Naudzubillah.

The post Dalil Tentang Akibat Bersikap Sombong appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mendidik Anak dengan Adab dan Akhlak Mulia https://dalamislam.com/hukum-islam/anak/mendidik-anak-dengan-adab-dan-akhlak-mulia Wed, 10 Feb 2021 07:43:47 +0000 https://dalamislam.com/?p=9162 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21) Anak adalah kado terindah bagi pasangan suami istri. Kehadiran anak membuat kebahagiaan keluarga semakin meningkat. Saking rindunya memiliki buah hati, ada banyak pasangan […]

The post Mendidik Anak dengan Adab dan Akhlak Mulia appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)

Anak adalah kado terindah bagi pasangan suami istri. Kehadiran anak membuat kebahagiaan keluarga semakin meningkat. Saking rindunya memiliki buah hati, ada banyak pasangan yang rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk mendapatkan titipan yang tidak kunjung dititipkan.

Tak sedikit pula orang tua yang melepaskan tanggung jawab dengan menelantarkan anak. Sering kita temukan fakta yang menunjukkan bahwa ada orang tua yang rela membuang anaknya di semak belukar, tidak mengakui anaknya sendiri, bahkan tidak sedikit juga orang tua yang membunuh anak dengan dalih tidak sanggup membiayai kebutuhan anak, dan berbagai alasan lainnya. Nauzubillahi min zalik.

Di saat banyak pasangan suami istri menginginkan kehadiran anak yang belum kunjung tiba, mereka malah dengan mudahnya lari dari tanggung jawab dan tidak memberi kesempatan pada anak untuk mengenal dunia. Bahkan binatang belum tentu bertindak seperti itu.

Bila seekor binatang dilahirkan, maka ia akan tumbuh dan berkembang dengan sifat dan sikap kebinatangannya. Tetapi jika manusia dilahirkan, belum tentu ia akan tumbuh dengan sifat dan sikap kemanusiannya.

Ada manusia yang tumbuh dengan memiliki sifat seperti tikus, yang suka menggerogoti sesuatu yang bukan miliknya. Ada manusia yang tumbuh dengan memiliki sifat seperti anjing, yang tidak bisa diberi nasihat dan selalu mengikuti hawa nafsu.

Kesimpulannya, sifat dan sikap anak terbentuk oleh didikan dari lingkungan tempat ia berada, dan keluarga menjadi tempat pertama ia mendapat didikan adab dan akhlak mulia.

Sebagaimana Allah SWT menceritakan dalam Al-Qur’an:

“Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS. Al-A’raf[7]: 176)

Parahnya, ada banyak manusia yang memiliki sifat lebih parah daripada binatang.

“Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqan[25]: 44)

Dari dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa orangtua wajib mendidik anaknya untuk memiliki adab dan akhlak mulia.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim[66]: 6)

Apalah arti bila seorang anak berhasil menggapai impiannya tetapi tidak memiliki akhlak mulia? Kelak orangtua akan dipertanyakan pertanggujawabannya dalam mendidik anak. Semua yang didapatkan anak akan menjadi sia-sia jika tidak ada adab dan akhlak mulia di dalam dirinya.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila seorang anak Adam mati, putuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain, dan doa anak saleh yang berdoa untuknya.” (Hadis Shahih – Riwayat Muslim dan lainnya)

Beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk mendidik anak agar memiliki adab dan akhlak mulia, antara lain:

  • Orangtua wajib membimbing anak agar memiliki pemahaman agama yang kuat. Ajarkan pada anak tauhid, Al-Qur’an dan hadis, surga, neraka, dan hal-hal yang wajib dilakukan sesuai ajaran Islam.
  • Membimbing anak dengan keteladanan. Orangtua wajib memberi contoh keteladanan yang baik. Jangan berharap banyak anak bisa memiliki adab dan akhlak mulia bila orangtua saja tidak memiliki akhlak mulia. Itulah mengapa orangtua perlu koreksi diri sekaligus terus memperdalam ilmu agama.
  • Membimbing anak dengan kebiasaan. Mendidik agar anak memiliki adab dan akhlak mulia butuh pembiasaan. Jika hanya teori semata, tujuan yang diinginkan tidak akan tercapai. Biasakan anak untuk selalu berperangai baik.

“Sebaik-baiknya warisan pada ayah untuk anak-anaknya adalah nama baik, didikan yang berguna, dan saudara-saudara yang shahih.” (Adabul Mujalasah, hal 106)

Dengan upaya semaksimal mungkin, diharapkan anak tumbuh dan berkembang dengan adab dan akhlak mulia, sehingga nantinya bisa menjadi pribadi yang berguna bagi nusa, bangga, dan agama.

The post Mendidik Anak dengan Adab dan Akhlak Mulia appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hakikat dan Makna Bertaqwa https://dalamislam.com/akhlaq/hakikat-dan-makna-bertaqwa Mon, 08 Feb 2021 10:04:32 +0000 https://dalamislam.com/?p=9026 Orang yang bertaqwa ialah orang yang kesholehan pribadinya mampu untuk melahirkan kesholehan sosial. Inilah sikap yang menyebabkan sebuah peradaban pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun saat usianya masih sangat belia. Bayangkan, hanya dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun keadilan mampu ditegakkan, kemaksiatan terkarantina, kesenjangan sosial dapat tersingkirkan, kekufuran terkubur dan keharmonisan terbangun. […]

The post Hakikat dan Makna Bertaqwa appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Orang yang bertaqwa ialah orang yang kesholehan pribadinya mampu untuk melahirkan kesholehan sosial. Inilah sikap yang menyebabkan sebuah peradaban pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun saat usianya masih sangat belia.

Bayangkan, hanya dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun keadilan mampu ditegakkan, kemaksiatan terkarantina, kesenjangan sosial dapat tersingkirkan, kekufuran terkubur dan keharmonisan terbangun. Sehingga setan pun putus asa untuk kembali eksis di baitullah, setan berputus asa untuk mengajak manusia menyembah berhala di hadapan ka’bah.

Bahkan, pada saat zaman Umar bin Abdul Azis, hanya dalam kurun waktu 2,6 tahun mampu meraplikasi ketaqwaan sahabat-sahabat senior pada masa kekuasaannya. Sehingga, beliau diberi gelar sebagai khalifah ke-5. Begitulah esensi taqwa yang meresap ke dalam jiwa.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 183)

Ayat ini merupakan ayat yang menjadi dalil tentang kewajiban bagi orang yang beriman untuk melaksanakan puasa yaitu puasa yang dapat melahirkan karakter taqwa, output nya ialah sebuah sikap taqwa dalam pribadi-pribadi kaum muslimin yang teraplikasikan dalam kehidupan nyata, bukan angan-angan, bukan sekedar teori, bukan sekedar hiasan lisan.

Inilah grand design yang Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan untuk kita berpuasa di dalamnya, inilah hasil akhir yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan ibadah puasa sebagai perangkatnya, yaitu bagi kita yang benar dalam menjalankan puasanya.

Agar kita menjadi manusia yang bertaqwa, manusia yang terbimbing dengan sentuhan ilahiyah, manusia yang terbimbing dengan sentuhan tarbiyah Rabbaniyah, sehingga terpancar dari kita sikap taat terhadap perintah-Nya, sehingga terpancar dari kita akhlak mulia dari pergaulan keseharian, terpancar dari kita kesibukan yang dapat membersihkan hati dan menata diri dari hal-hal yang tidak di ridhoi oleh Allah Ta’ala.

Bukankah Al-Qur’an kita sama dengan yang ada pada mereka? Bukankah hadits-hadits yang menjadi sandaran kita sama dengan hadits yang mereka terima? Jika kita tak mengingkari bahwa kedua sumber pedoman itu sama dengan apa yang mereka jadikan pedoman.

Lalu apa yang menjadi masalah hingga output nya berbeda begitu jauh sekali. Esensi dari makna taqwa inilah yang perlu kita benahi jika kita menginginkan output yang sama dengan apa yang diraih oleh generasi terbaik ummat ini, generasi sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Orang yang bertaqwa bukanlah mereka yang sibuk dengan tampilan luar namun lupa bagian dalamnya, mereka yang sibuk memperbaiki bagian luar namun lupa memperbaiki bagian dalamnya.

Mereka yang hanya sibuk memperbaiki ibadah-ibadah mahdahnya namun melupakan hubungannya kepada sesama manusia, mereka benci pada persatuan dan gemar memecah belah ummat, orang-orang yang suka mencela dan menghina orang lain, serta orang-orang yang merasa lebih dan lebih berilmu dari orang lain.

Apalah artinya kita berpuasa namun tidak melahirkan sikap taqwa dalam jiwa, kita Qiyamul Lail jika hanya melahirkan sikap sombong, kita tilawah Al-Qur’an namun lisan ini tidak terjaga, kita bersedekah jika disertai dengan merendahkan orang lain, kita berzakat namun selimut kedengkian tidak mampu kita singkirkan, kita mengkaji Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hanya melahirkan kesibukan pada kesalahan orang lain, dan kita menghabiskan waktu pada majelis ilmu jika hanya melahirkan sikap mendikte amal-amal yang dikerjakan orang lain.

Sungguh kebaikan dari amal-amal sholeh itu tidak akan mampu menyelamatkan kita dari siksa api neraka jika kita tidak menghiraukan hati yang berkarat ini, jika hati kita tidak selamat di bulan yang mulia, jika hati kita terbalut dengan kedengkian-kedengkian terhadap orang lain, jika hati kita dipenuhi kebencian terhadap sesama muslim, jika hati kita terbungkus dengan kesombongan, dan jika hati-hati kita tunduk pada perintah Tuhan yang bernama hawa nafsu.

Sungguh celakalah orang-orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dibulan yang agung ini. Bukankah Allah SWT berfirman:

(Yaitu) hari di mana tidak berguna lagi harta dan anak-anak mereka kecuali mereka yang datang menemui Allah dengan hati yang selamat (selamat dari kesyirikan dan kotoran-kotorannya).” (QS. Asy Syu’ara: 88-89)

Inilah makna taqwa yang harus kita benahi, inilah karakter orang yang bertaqwa, yaitu orang yang berusaha keras melatih diri untuk membersihkan dan menyucikan jiwanya dari kesyirikan dan kotoran-kotoran yang berada pada dinding-dinding hatinya. Inilah esensi ketaqwaan yang sesungguhnya.

Begitulah Allah Ta’ala mengajarkannya kepada kita, begitulah Allah menjelaskannya kepada kita dan begitulah hakikat dari taqwa yang Allah maksudkan pada kita, yaitu hati yang bersih dari berbagai macam kesyirikan dan kotoran-kotoran yang melekat pada dinding hati.

The post Hakikat dan Makna Bertaqwa appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Qonaah Sebagai Kunci Kebahagiaan yang Sebenarnya https://dalamislam.com/akhlaq/qonaah-sebagai-kunci-kebahagiaan-yang-sebenarnya Thu, 04 Feb 2021 10:53:51 +0000 https://dalamislam.com/?p=8917 Islam sebagai agama Rahmatan lil alamiin, telah menjawab dan memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang dialami oleh manusia. Islam sangat memperhatikan segala aspek kehidupan umatnya. Bahkan islam tidak lupa pula memberikan solusi kebahagiaan dalam menjalankan roda kehidupan. Sebagai manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Dimana manusia dibekali dengan […]

The post Qonaah Sebagai Kunci Kebahagiaan yang Sebenarnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam sebagai agama Rahmatan lil alamiin, telah menjawab dan memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang dialami oleh manusia.

Islam sangat memperhatikan segala aspek kehidupan umatnya. Bahkan islam tidak lupa pula memberikan solusi kebahagiaan dalam menjalankan roda kehidupan. Sebagai manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya.

Dimana manusia dibekali dengan akal pikiran dan nafsu, yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Hewan mempunyai nafsu tetapi tidak mempunyai akal. Malaikat mempunyai akal tetapi tidak mempunyai nafsu. Sedangkan manusia mempunyai kedua-duanya.

Dengan nafsu yang ada pada diri manusia, selain menjadi anugerah dari Allah SWT, nafsu juga bisa menjadi ujian bagi manusia itu sendiri. Nafsu tidak pernah merasa puas atas apa yang telah didapatkan, tetapi nafsu selalu meminta lebih dari apa yang telah didapatkan.

Seorang yang dikuasai dan dikendalikan oleh hawa nafsu mereka tak pernah merasa cukup terhadap rezeki yang diberikan. Sehingga banyak yang berlomba-lomba mengejar harta dan tahta dalam kehidupan. Berharap mendapatkan kebahagiaan, namun pada akhirnya mendapatkan sebuah kesengsaraan atau kesusahan.

Melihat manusia yang tidak pernah puas, maka di dalam islam di ajarkan mengenai sifat qonaah. Qonaah jika kita tinjau dari pengertiannya, qonaah berarti rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki.

Seorang yang qonaah, meraka akan rela menerima segala ketetapan yang telah diberikan oleh Allah SWT, mereka akan merasa cukup dengan rezeki yang diberikan. Dan tak akan pernah menjadi orang yang serakah dan tamak terhadap rezeki yang didapatkan.

Tapi perlu kita garis bawahi bahwasanya orang yang qonaah bukanlah bermalas-malasan. Tetapi orang yang qonaah dia selalu bekerja keras, tetapi seberapapun rezeki yang dia dapatkan dari usahanya, dia akan selalu menerimanya dengan lapang dada, dan penuh dengan rasa syukur.

Rasulullah SAW pernah bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang masuk islam dan rezekinya cukup dan merasa cukup dengan apa yang Allah berikan kepadanya” (HR. Muslim).

Menanamkan sifat qonaah pada diri kita memanglah tidak mudah, terutama di zaman yang sekarang. Yang dimana banyak orang yang telah berlomba-lomba merebut tahta dan harta. Sehingga berbagai macam cara dilakukan tak lagi memperdulikan label halal maupun haram.
Kita terlalu sibuk mengejar harta dan tahta, padahal tujuan akhir kita adalah bahagia.

Sebenarnya tanpa harta yang melimpah, dan tahta yang tinggi. Kita pun masih bisa mendapatkan suatu kebahagiaan. Dalam menghitung kebahagiaan bukan lah harta atau tahta yang menjadi tolak ukurnya, namun seberapa syukur kita terhadap rezeki yang diberikan.

Allah SWT, berfirman dalam Al-qur’an, “Dan, tidak ada satupun binatang melata di bumi melainkan Allah yang memberikan rezekinya. Dan, dia mengetahui tempat berdiamnya binatang itu, dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata” (QS. Hud [11]: 6)

Seseorang yang selalu serakah dan tamak akan harta dan tahta maka dia tidak akan pernah merasakan suatu kebahagiaan dalam dirinya. Karena dia akan diperbudak oleh harta dan tahta yang mereka miliki.

Bagi kita yang merindukan sebuah kebahagiaan maka kita cukup terapkan sifat qonaah dalam diri kita. Karena dengan qonaah kita akan merasakan kebahagian yang sebenarnya.

Orang miskin adalah orang yang tak pernah puas terhadap harta yang diperolehnya dan tak pernah mensyukuri apa yang Allah berikan kepadanya. Sedangkan orang kaya sebenarnya adalah orang-orang yang qonaah terhadap apa yang Allah berikan kepadanya. Intinya qonaah akan membawa sebuah kebahagiaan yang hakiki.

Bukan harta dan tahta yang menjadi jaminan kebahagiaan, tetapi sifat
qonaah yang menjadi kuncinya.

The post Qonaah Sebagai Kunci Kebahagiaan yang Sebenarnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tanda-Tanda Orang yang Beruntung https://dalamislam.com/akhlaq/tanda-tanda-orang-yang-beruntung Sun, 31 Jan 2021 08:41:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=8858 Di dalam kitab Washiyatul Mustofa, karangan Syekh Abdul Wahab al-Sya’roni, terdapat sebuah pesan Nabi kepada Sayidina Ali KMW yang berbunyi: يَا عَلِي لِلسَّاعِدِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ قُوْتٌ حَلَالٌ مُجَالَسَةُ الْعُلَمَاءِ وَالصَّلَوَاتُ الْخَمْسَةِ مَعَ الْإِمَامِ Yang artinya, “Wahai Ali, orang yang beruntung memiliki 3 tanda, yaitu (1) Makanannya halal, (2) Ia berkumpul dengan para ulama, dan yang […]

The post Tanda-Tanda Orang yang Beruntung appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di dalam kitab Washiyatul Mustofa, karangan Syekh Abdul Wahab al-Sya’roni, terdapat sebuah pesan Nabi kepada Sayidina Ali KMW yang berbunyi:

يَا عَلِي لِلسَّاعِدِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ قُوْتٌ حَلَالٌ مُجَالَسَةُ الْعُلَمَاءِ وَالصَّلَوَاتُ الْخَمْسَةِ مَعَ الْإِمَامِ

Yang artinya, “Wahai Ali, orang yang beruntung memiliki 3 tanda, yaitu (1) Makanannya halal, (2) Ia berkumpul dengan para ulama, dan yang (3) Ia Salat berjamaah lima waktu.”

Tanda pertama orang beruntung yang diutarakan oleh Nabi kepada Sayidina Ali adalah orang yang memiliki makanan Qutun Halalun. Siapakah dia? Yaitu orang yang berusaha menjaga makanannya, agar yang dimakan tidak sampai tercampur dengan perkara haram.

Orang beruntung yang pertama ini, senantiasa menjaga dirinya, keluarganya, dan anak-anaknya dari memakan barang yang haram, sehingga yang masuk ke perutnya adalah makanan yang jernih, murni lagi halal.

Seorang Wali Kutub yang bernama Habib Umar bin Abdur Rahman al-Athas pernah berkata, “Barangsiapa yang beribadah atau berbakti kepada Allah, akan tetapi makanan yang dimakan haram, Ia ibarat sedang menimba air dengan keranjang”. Maka menjadi sia-sia ibadahnya, dan tidak diterima oleh Allah.

Di dalam hadits yang lain, Nabi juga berkata:

يَا عَلِي ، إِذَا غَضَبَ اللهُ عَلَى أَحَدٍ، رَزَقَهُ اللهُ  مَالًا حَرَامًا

Artinya, “Wahai Ali, apabila Allah murka, marah kepada seseorang, maka Allah akan memberi orang tersebut rizki yang haram.”

Mafhum mukhalafah dari hadis ini adalah apabila Allah cinta kepada seseorang maka Allah memberinya rizki yang halal.

Tanda kedua orang yang beruntung adalah mereka yang senantiasa duduk dan berkumpul dengan para Ulama’. Mereka mengaji ilmu dengan ulama, meneladani akhlaq para ulama, sehingga mereka ditunjukan jalan hidayah untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.

Orang-orang yang senantiasa mau mengaji kepada ulama, mau duduk satu majelis dengan ulama, dan berpegang kepada dawuh petunjuk para ulama. Mereka tidak akan tersesat, karena “al-Ulama warosatul al-anbiya”. Para ulama adalah pewaris para Nabi.

Tanda ketiga orang yang beruntung adalah Shalawtul khamsi ma’al imami, yaitu orang yang istiqomah, dan rajin melaksanakan salat berjamaah lima waktu.

Ada satu kisah menarik tentang keutamaan jamaah dari Syekh Ubaidillah bin Umar al-Qawariri. Pada suatu malam, ketika waktu isya, beliau kedatangan tamu. Karena beliau menghormati tamu, maka beliau pun menjamunya. Setelah tamu itu pulang, beliau cepat-cepat pergi ke masjid. Ternyata masjid telah tutup. Dan jamaah telah selesai.

Lalu beliau pergi ke masjid lain, yang juga telah tutup. Sampai beberapa masjid dan semua sudah tutup. Kemudian beliau ingat hadis nabi bahwa fadilah salat jamaah adalah 27 derajat. Oleh karena itu beliau melaksanakan salat isya sampai 27 kali agar bisa menyamai keutamaan salat jamaah.

Karena capek beliau tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu, beliau sedang menunggang kuda. Teman-temannya yang shalat berjamaah juga menunggang kuda. Kuda mereka berlari kencang dan cepat, lalu beliau pun mencoba menyusul mereka, akan tetapi tidak bisa.

Salah satu teman Syekh Ubaidillah berkata,  “Wahai Ubadillah, kamu tidak akan bisa menyusul kami!”. Beliau bertanya, “Kenapa?”. Mereka menjawab, “Karena kamu salat sendirian, sedangkan kami berjamaah”.

Semoga kita, keluarga dan keturunan kita digolongkan oleh Allah sebagai orang-orang yang beruntung, orang-orang yang memakan makanan halal, yang berkumpul dengan para ulama dan istiqomah shalat jamaah. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

The post Tanda-Tanda Orang yang Beruntung appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Larangan Marah dalam Islam https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-marah-dalam-islam https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-marah-dalam-islam#respond Sun, 24 Jan 2021 16:46:06 +0000 https://dalamislam.com/?p=8798 Banyak sekali hal-hal sepele yang bisa menjadi penyebab kita marah. Tentu penyebab kemarahan berbeda-beda setiap individu. Diantara penyebab kemarahan yang umum adalah masalah personal, masalah yang dipicu orang lain, kejadian yang tidak mengenakan, kenangan akan kejadian yang traumatis, dan masalah hormonal. Marah ada dua macam yaitu: Marah yang terpuji: adalah marah karena membela diri, membela […]

The post Larangan Marah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Banyak sekali hal-hal sepele yang bisa menjadi penyebab kita marah. Tentu penyebab kemarahan berbeda-beda setiap individu. Diantara penyebab kemarahan yang umum adalah masalah personal, masalah yang dipicu orang lain, kejadian yang tidak mengenakan, kenangan akan kejadian yang traumatis, dan masalah hormonal.

Marah ada dua macam yaitu:

  • Marah yang terpuji: adalah marah karena membela diri, membela agama, membela kehormatan, atau membela orang yang didzalimi.
  • Marah yang tercela: adalah marah yang dilakukan atas dasar balas dendam atau keegoisan diri, marah tidak untuk menegakkan kebenaran, atau marah yang diiringi dengan perbuatan tercela.

Marah yang terpuji boleh, namun kita juga harus berhati-hati dan menjaga batas-batas kemarahan. Jangan sampai marah terpuji yang kita lakukan justru menjadi marah tercela karena keluar dari batas yang seharusnya.

Dalam al Quran, marah disebut “غضب” yang artinya marah. Salah satu ayat Al Quran tentang marah ini adalah pada surat Ali Imran ayat 134 yang artinya:

orang yang berinfaq di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik

Dari ayat di atas, orang yang menahan amarahnya termasuk “muhsinin” atau yang disebut orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah jelas menyukai orang yang berbuat baik itu.

Kita sebagai muslimin tentu juga harus menjadi muhsinin dengan menahan amarah sehingga kita mendapat ridho Allah. Apalagi hal tersebut jelas tertera dalam Al Quran.

Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari no 6116 juga dijelaskan sedemikian rupa tentang larangan untuk marah. Berikut hadistnya:

“Dari Abu Hurairah berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad Saw. “berilah aku wasiat” Beliau menjawab: “Janganlah engkau marah”. lelaki itu mengulang-ulang permintaannya namun Rasulullah (selalu) menjawab: “Janganlah engkau marah”.

Jadi dari salah satu ayat Al Quran dan salah satu hadist di atas, jelas sekali bahwa Islam melarang kita untuk marah atau menahan amarah. Allah jelas menyukai orang yang menahan amarah, dan Nabi Muhammad jelas bepesan kepada seorang lelaki untuk tidak marah. Kedua hal ini pasti cukup untuk kita ingat bahwa seharusnya kita menahan amarah.

Jadi jangan marah, ingatlah Allah mencintai orang yang menahan amarah. Ingatlah Raulullah berwasiat kepada kita “jangan marah”

Mengingat itu seharusnya cukup bagi kita yang beriman untuk tidak marah. Jika marah kita ternyata tidak mereda, maka hendaknya kita mengambil wudhu, diam, dzikir, dan memaafkan orang lain.

The post Larangan Marah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-marah-dalam-islam/feed 0
Macam-Macam Adab Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/macam-macam-adab-dalam-islam Sat, 19 Oct 2019 02:51:53 +0000 https://dalamislam.com/?p=7953 Dalam Islam, terdapat beberapa adab atau aturan yang harus kita patuhi agar kehidupan kita jadi lebih tenang dan damai. Untuk lebih mudah memahaminya, berikut ini adalah beberapa macam adab dalam Islam yang perlu kita terapkan dalam kehidupan: Adab Makan dan Minum Pertama, kita dilarang untuk mencela makanan. Jika kita memang tidak menyukai makanan tersebut, maka […]

The post Macam-Macam Adab Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam Islam, terdapat beberapa adab atau aturan yang harus kita patuhi agar kehidupan kita jadi lebih tenang dan damai. Untuk lebih mudah memahaminya, berikut ini adalah beberapa macam adab dalam Islam yang perlu kita terapkan dalam kehidupan:

Adab Makan dan Minum

Pertama, kita dilarang untuk mencela makanan. Jika kita memang tidak menyukai makanan tersebut, maka hendaklah meninggalkannya dibandingkan memakan tapi mencelanya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

مَا عَابَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعاَماً قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَ إِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan, apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berselera, (menyukai makanan yang telah dihidangkan) beliau memakannya, sedangkan kalau tidak suka (tidak berselera), maka beliau meninggalkannya.”

Baca juga:

Kedua, selalu membaca bismillah sebelum makan sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasul,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى، فَإِذَا نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ.

“Apabila salah seorang di antara kalian hendak makan, maka ucapkanlah: ‘Bismillaah’, dan jika ia lupa untuk mengucapkan bismillaah di awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillaah awwaalahu wa aakhirahu’ (dengan menyebut Nama Allah di awal dan akhirnya).” ( Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3767), at-Tirmidzi (no. 1858), Ahmad (VI/143), ad-Darimi (no. 2026) dan an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 281). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 1965))

Ketiga, makan dari pinggir piring. Sebaiknya kita tidak makan langsung dari tengah, melainkan makanlah makanan yang ada di pinggiran piring terlebih dahulu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْبَرَكَةُ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوْا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوْا مِنْ وَسَطِهِ.

“Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggir-piring dan janganlah memulai dari bagian tengahnya.” ( Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2031 (129)), Abu Dawud (no. 3772) dan Ibnu Majah (no. 3269). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ (no. 379))

Baca juga:

Adab Bertamu

Pertama, memenuhi undangan jika diundang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul,

مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ

“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ

“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

Kedua, tidak masuk sebelum diizinkan. Bahkan meskipun rumah itu adalah kerabat terdekat kita sekali pun. Hendaknya kita selalu meminta izin dulu sebelum masuk ke rumah seseorang.

يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)

Baca juga:

Adab Buang Hajat

Pertama, buang hajat di tempat yang tertutup. Sebagai seorang muslim yang memiliki rasa malu, maka hendaklah kita buang hajat di tempat tertutup.

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى.

Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah terbuka, namun beliau pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak dan tidak terlihat.”

Kedua, membaca doa sebelum masuk ke dalam tempat buang hajat untuk mendapatkan perlindungan dari gangguan jin yang tidak terlihat.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki jamban, beliau ucapkan: Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan

Baca juga:

Adab Tidur

Pertama, tidak tidur sebelum melakukan sholat Isya. Hendaknya kita melakukan sholat Isya terlebih dahulu sebelum tidur dan tidak mengobrol setelah Isya.

Dari Abu Barzah Radhiyallahu anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ (صَلاَةِ) الْعِشَاءِ وَالْحَدِيْثَ بَعْدَهَا.

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur malam sebelum (shalat Isya’) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” ( HR. Al-Bukhari no. 568 dan Muslim no. 647 (235). Lafazh ini milik al-Bukhari dan kata صَلاَة tidak terdapat dalam lafazh al-Bukhari di no. 568.-penj)

Kedua, mengambil wudhu sebelum tidur. Orang yang berwudhu sebelum tidur akan mendapatkan perlindungan dari malaikat dalam tidurnya.

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ.

“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana wudhu’mu untuk melakukan shalat.” [HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710]

Ketiga, membaca doa sebelum tidur. Adapun beberapa doa yang dilantunkan adalah ayat-ayat Al Quran sebagaimana diajarkan Rasul.

Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017).

Itulah beberapa macam adab dalam Islam yang perlu diketahui dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga mampu menambah wawasan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita. Aamiin.

The post Macam-Macam Adab Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
7 Adab Bertetangga Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/adab-bertetangga-dalam-islam Sat, 19 Oct 2019 02:41:20 +0000 https://dalamislam.com/?p=8010 Sebagai mahluk sosial, kita tidak akan dapat hidup dengan baik tanpa bantuan orang lain. Sejak kita lahir bahkan hingga kita meninggal, tentunya kita membutuhkan bantuan orang lain. Maka dari itu, kita harus menjaga hubungan baik dengan sesama, terutama dengan tetangga. Berikut ini adalah beberapa adab bertetangga yang perlu kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari: 1. […]

The post 7 Adab Bertetangga Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai mahluk sosial, kita tidak akan dapat hidup dengan baik tanpa bantuan orang lain. Sejak kita lahir bahkan hingga kita meninggal, tentunya kita membutuhkan bantuan orang lain. Maka dari itu, kita harus menjaga hubungan baik dengan sesama, terutama dengan tetangga. Berikut ini adalah beberapa adab bertetangga yang perlu kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari:

1. Bersikap baik

Kepada tetangga, hendaknya kita selalu bersikap baik agar hubungan yang terjalin pun semakin hangat dan akrab. Hal ini juga telah diperintahkan langsung oleh Allah SWT dalam Al Quran,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ

Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).

2. Tidak menghalangi bangunan tetangga

Dalam bertetangga, tentu kita akan memiliki bangunan rumah yang saling berdampingan. Bahkan bebrerapa rumah juga berdempetan. Sebagai tetangga yang baik, hendaknya kita tidak menghalangi tetangga untuk membangun rumah atau menghalangi udara dan sinar matahari ke rumahnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

لاَ يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ

Janganlah salah seorang di antara kalian melarang tetangganya menancapkan kayu di dinding (tembok)nya” (HR.Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau; Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)

Baca juga:

3. Memelihara hak tetangga

Salah satu hal yang harus kita utamakan adalah memelihara hak tetangga. Hak tetangga yang perlu kita jaga adalah melindungi harta mereka dari orang jahat, serta memberikan beberapa hadiah.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah?’ Nabi menjawab,

إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكَ باَباً

Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu’” (HR. Bukhari (no.6020); Ahmad (no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).

4. Tidak menggangu tetangga

Adab bertetangga selanjutnya adalah tidak mengganggu tetangga. Misalnya tidak mengeraskan suara televisi sehingga mengganggu istirahat tetangga dan kegiatan yang mungkin membuat mereka menjadi tidak nyaman. Begitu pula ketika akan mengadakan sebuah acara di rumah, hendaknya meminta izin tetangga terdekat terlebih dahulu agar mereka tidak merasa terganggu dengan acara yang kita selenggarakan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya’”(HR. Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).

Baca juga:

Dari Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

وَاللَّه لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ

Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari (no.6016)).

5. Memberi makanan

Kepada tetangga yang paling dekat rumahnya dengan kita hendaknya sering-sering berbagi makanan. Dengan begini, hubungan kita dengan tetangga akan menjadi semakin baik dan harmonis. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasul kepada para tetangganya.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ

Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim).

6. Sabar jika diganggu

Adab bertetangga lainnya adalah selalu bersabar jika diganggu oleh tetangga yang jahil. Memang terdapat beberapa tetangga yang suka membuat masalah, namun hendaknya sebagai muslim kita dapat menahan amarah dan menyikapinya dengan sabar. Begitu pula yang dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika dulu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda :

Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah, … Disebutkan diantaranya: “Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah boleh kematian atau keberangkatannya” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Baca juga:

7. Menjenguk ketika ia sakit

Sebagai tetangga yang baik, hendaknya kita selalu memberikan dukungan kepada tetangga. Begitu pula ketika ia sakit, maka sudah seharusnya kita menjenguknya sembari memberikan semangat dan doa agar ia segera sembuh dari penyakitnya. Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:

إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ.

Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

Itulah 7 adab bertetangga yang hendaknya kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Tetangga adalah saudara terdekat kita dan merupakan orang yang pertama kali dapat menolong kita di saat kita tertimpa musibah, maka sudah seharusnya kita menjaga hubungan baik dengan tetangga.

The post 7 Adab Bertetangga Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Adab Makan dan Minum Dalam Islam https://dalamislam.com/akhlaq/adab-makan-dan-minum Sat, 28 Sep 2019 02:30:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=8003 Islam mengenal adab dalam kehidupan sehari-hari. Adab yang dicontohkan oleh Rasul hendaknya diaplikasikan dalam kehidupan sebagai perwujudan menjalankan sunah dan menunjukkan jati diri seorang muslim. Salah satu bentuk adab dalam Islam adalah adab makan dan minum. Berikut ini kami jabarkan sedikit tentang adab makan dan minum beserta dalilnya agar kita semua dapat merealisasikannya, 1. Makan […]

The post 10 Adab Makan dan Minum Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam mengenal adab dalam kehidupan sehari-hari. Adab yang dicontohkan oleh Rasul hendaknya diaplikasikan dalam kehidupan sebagai perwujudan menjalankan sunah dan menunjukkan jati diri seorang muslim. Salah satu bentuk adab dalam Islam adalah adab makan dan minum. Berikut ini kami jabarkan sedikit tentang adab makan dan minum beserta dalilnya agar kita semua dapat merealisasikannya,

1. Makan dan Minum yang Halal

Sebagai seorang Muslim, kita diwajibkan untuk makan dan minum hanya yang halal saja. Allah telah menjelaskannya dalam QS.Al-Baqarah ayat 168,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Baca juga:

2. Baca Bismillah Sebelum Makan

Selanjutnya adalah harus membaca bismillah sebelum makan. Ingatlah bahwa kita diperintahkan untuk selalu menyebut nama Allah sebelum memulai segala sesuatu, termasuk makan.

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah Saw., tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah Saw. bersabda:

“Wahai Ghulam, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022).

3. Makan dengan Tangan Kanan

Rasul sangat menganjurkan untuk makan dengan menggunakan tangan kanan. Rasul bersabdar, “Jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya” (HR. Muslim no. 2020).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan: “makan dan minum dengan tangan kiri ketika ada udzur hukumnya tidak mengapa, adapun jika tanpa udzur maka haram. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarangnya, beliau bersabda:

إن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله

sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya

Baca juga:

4. Segera Makan Begitu Dihidangkan

Makanlah makanan yang telah dihidangkan dengan segera. Jangan membiarkan makanan begitu saja. Bahkan meskipun telah terdengar adzan, sebaiknya dahulukan makan terlebih dahulu. Setelah selesai makan, barulah tunaikan sholat.

Dari Anas Nabi Saw. bersabda, “Jika makan malam sudah disajikan dan Iqamah shalat dikumandangkan, maka dahulukanlah makan malam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah juga saw bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan dan shalat telah ditegakkan, maka mulailah dengan makan malam dan janganlah tergesa-gesa (pergi shalat) sampai makanmu selesai.” (Muttafaqun ‘alaih)

Hal ini dimaksudkan agar kita dapat beribadah dengan tenang dan tidak memikirkan makanan karena perut kosong ketika melakukan sholat.

5. Tidak Menggunakan Perak dan Emas

Sebagai seorang muslim, kita dilarang untuk menggunakan peralatan makan yang terbuat dari emas dan perak. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah karena emas dan perak adalah peralatan makan yang digunakan oleh penduduk surga nantinya.

Rasulullah saw bersabda, “Orang yang minum pada bejana perak sesungguhnya ia mengobarkan api neraka jahanam dalam perutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ تَشْرَبُوْا فِيْ آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلاَ تَأْكُلُوْا فِيْ صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ

Janganlah kamu minum dengan gelas (yang terbuat) dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak, karena sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu di akhirat. [Muttafaq ‘alaihi].

Baca juga:

6. Mengambil Makanan yang Jatuh

Bagi sebagian orang, makanan yang jatuh dianggap sudah kotor dan tidak layak untuk dimakan lagi. Namun tidak di dalam Islam. Islam mengajarkan untuk selalu menghargai setiap makanan, meskipun itu hanya sebutir nasi. Rasul bersabda,

“Jika salah satu dari kalian makan lalu makanan tersebut jatuh, maka hendaklah ia memungutnya dan membuang kotorannya kemudian memakannya. Jangan ia biarkan makanan itu untuk setan.” (HR. At-Tirmidzi)

7. Berdoa Sebelum Makan

Tak hanya dianjurkan untuk membaca bismillah sebelum makan, tapi juga berdoa sebelum makan, Doa sebelum makan merupakan bentuk syukur pada Allah atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan. Rasulullah saw bersabda,

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia membaca ‘Bismillah’ (dengan menyebut nama Allah). Jika ia lupa membacanya sebelum makan maka ucapkanlah ‘Bismillaahi fii awwalihi wa aakhirihi’ (dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhir -aku makan-)” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

8. Makan Bersama

Rasul sangat menganjurkan untuk makan bersama-sama. Makan bersama-sama akan membuat makanan yang kita makan jadi lebih berkah. Jika seseorang merasa tidak kenyang setelah makan, mungkin dikarenakan ia makan sendirian. Namun akan berbeda jika ia makan bersama-sama, maka ia akan kenyang karena makanan tersebut lebih berkah. Nabi Saw. berkata:

Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda, “Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” (HR. Abu Daud no. 3764. Kata Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Sedangkan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Baca juga:

9. Tidak Berlebihan

Allah sangat tidak menyukai orang yang berlebihan dalam segala sesuatu, termasuk makan. Makanlah secukupnya dan jangan mengambil makanan melebihi apa yang dapat kita makan. Jika berlebihan, maka tentu akan menjadi mubazir dan akhirnya boros. Sedangkan boros adalah temannya setan. Allah berfirman: 

Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31).

10. Berdoa Setelah Makan

Berdoa tak hanya dilakukan sebelum makan, tapi juga sesudah makan. Rasul telah mengajarkan kita untuk berdoa sesudah makan, sebagaimana sabdanya, “alhamdulillaahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi ghaira makfiyyin walaa muwadda’in walaa mustaghnan ‘anhu rabbanaa.”(Segala puji bagi Allah dengan puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski bukanlah puja-puji yang memadai dan mencukupi dan meski tidak dibutuhkan oleh Rabb kita.”) (HR. Bukhari)

Itulah adab makan dan minum dalam Islam yang perlu diketahui. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini menambah wawasan kita tentang bagaimana seharusnya seorang muslim bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

The post 10 Adab Makan dan Minum Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Sifat Orang Munafik Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/sifat-orang-munafik-dalam-islam Thu, 22 Aug 2019 02:44:06 +0000 https://dalamislam.com/?p=7718 Munafik berasal dari kata nafaqa-yunafiqu-nifaqan wa munafaqan atau dari ”an-nafaqa” (nafaq) yaitu ‘lubang tempat bersembunyi’. (Lihat An-Nihayah, V:98, oleh Ibnu Katsir). Dalam Islam, orang yang munafik adalah orang yang menampakkan keIslamannya namun sesungguhnya menyembunyikan kekufuran. Inilah yang membuatnya sulit untuk mengenalinya diantara muslim lainnya. Namun orang munafik memiliki sifat yang dapat kita ketahui. Dengan mengetahui sifat-sifat […]

The post 10 Sifat Orang Munafik Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Munafik berasal dari kata nafaqa-yunafiqu-nifaqan wa munafaqan atau dari ”an-nafaqa” (nafaq) yaitu ‘lubang tempat bersembunyi’. (Lihat An-Nihayah, V:98, oleh Ibnu Katsir). Dalam Islam, orang yang munafik adalah orang yang menampakkan keIslamannya namun sesungguhnya menyembunyikan kekufuran.

Inilah yang membuatnya sulit untuk mengenalinya diantara muslim lainnya. Namun orang munafik memiliki sifat yang dapat kita ketahui. Dengan mengetahui sifat-sifat ini, maka kita dapat mengenali orang munafik tersebut. Berikut ini adalah beberapa sifat orang munafik dalam Islam:

1. Bohong

Orang yang munafik adalah orang yang suka berbohong. Ia akan berkata baik kepada kita, namun jika tidak ada kita maka ia justru akan berkata sebaliknya. Inilah ciri utama pada seorang munafik.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 14:

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ

Dan apabila mereka berjmpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka apabila mereka kembali pada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata “Sesungguhnya kami bersamamu, kami hanya berolok-olok.”

Baca juga:

2. Suka mempermainkan agama

Orang munafik adalah seorang muslim yang sangat suka bermain dengan ajaran Islam. Ia tidak akan segan untuk melakukan candaan yang berhubungan dengan ajaran Islam. Namun jika ia diberi peringatan, ia justru hanya mengatakan bahwa ia hanya bercanda. Allah berfirman,

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”(At Taubah : 64-66) 

3. Dengki

Dengki atau hasad adalah sifat orang munafik yang tidak senang melihat kebahagiaan orang lain. Di depan orang lain ia akan merasa senang, namun di belakangnya justru menyusun keburukan untuk orang tersebut. Allah berfirman,

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ

“Atau apakah orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka?” (Muhammad : 29)

4. Khianat

Jika seorang munafik diberikan amanah, ia akan berkhianat. Ini adalah salah satu sifat munafik yang sangat mencolok. Seorang munafik yang diberi jabatan tentu tidak akan pernah bisa menjadi pemimpin yang baik. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ ٨

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Q.S al-Mu’minun : 8)

Baca juga:

5. Ingkar janji

Jika sudah tidak amanah, tentu ia juga tidak akan bisa menepati janjinya. Meskipun ia telah berjanji atau bahkan bersumpah, ia akan merasa berat menepati janjinya. Allah berfirman,

وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمۡ وَلَا تَنقُضُواْ ٱلۡأَيۡمَٰنَ بَعۡدَ تَوۡكِيدِهَا وَقَدۡ جَعَلۡتُمُ ٱللَّهَ عَلَيۡكُمۡ كَفِيلًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا تَفۡعَلُونَ ٩١

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S an-Nahl:91)

6. Malas beribadah

Orang munafik sebenarnya hanya beribadah jika dilihat orang lain saja. Mereka sebenarnya sangat malas dalam beribadah, terutama sholat. Allah berfirman dalam  surat an-Nisa’ ayat 142,

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا ١٤٢

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

7. Berprasangka buruk pada Allah

Orang munafik tidak memiliki keyakinan pada Allah SWT. Mereka selalu berprasangka buruk pada Allah dan rasulNya. Allah berfirman,

وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ

dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allâh. [Al-Fath /48:6]

8. Lebih dekat pada musuh Allah

Orang munafik biasanya tidak bergaul dengan orang sholeh. Mereka lebih banyak mendekatkan diri pada musuh Allah. Mereka mengira akan mendapatkan perlindungan dan keuntungan padahal tidak sama sekali. Allah berfirman,

فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَىٰ أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ ۚ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allâh akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasûl-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. [Al-Mâ’idah /5:52]

Baca juga:

9. Pelit

Sifat orang munafik selanjutnya adalah tidak mau mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Mereka sangat perhitungan pada Allah. Allah berfirman,

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan; sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (bakhil, tidak mau menginfakkan harta di jalan-Nya). Mereka telah lupa kepada Allâh, maka Allâh melupakan mereka. [At-Taubah /9 : 67]

10. Mengejek Rasul

Munafik juga dapat dilihat dari sifat mereka yang suka mengejek Rasul. Mereka mungkin tidak melakukan ejekan secara langsung, namun beberapa sunnah Rasul tidak diikuti bahkan dihina. Allah berfirman,

وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Di antara mereka (orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allâh, mempercayai orang-orang Mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.” Dan orang-orang yang menyakiti Rasûlullâh itu, bagi mereka azab yang pedih. [At-Taubah /9:61]

The post 10 Sifat Orang Munafik Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>