berkah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/berkah Mon, 10 Jun 2019 18:21:12 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png berkah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/berkah 32 32 10 Cara Menjaga Harta agar Berkah di Akhir Ramadhan https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/cara-menjaga-harta-agar-berkah-di-akhir-ramadhan Mon, 10 Jun 2019 06:42:59 +0000 https://dalamislam.com/?p=7154 Biaya hidup yang semakin tinggi mengakibatkan banyak dari Manusia yang sibuk memperkaya diri dikarenakan ingin hidup mulia. Dan tidak jarang diantara orang-orang tersebut mencari harta dengan cara yang bathil karena mereka merasa hal tersebut lebih cepat dan mudah. Padahal Allah SWT melarang hambanya untuk memakan harta yang diperoleh dari cara yang bathil. Seperti yang dijelaskan […]

The post 10 Cara Menjaga Harta agar Berkah di Akhir Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Biaya hidup yang semakin tinggi mengakibatkan banyak dari Manusia yang sibuk memperkaya diri dikarenakan ingin hidup mulia. Dan tidak jarang diantara orang-orang tersebut mencari harta dengan cara yang bathil karena mereka merasa hal tersebut lebih cepat dan mudah.

Padahal Allah SWT melarang hambanya untuk memakan harta yang diperoleh dari cara yang bathil. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al Baqarah ayat 168 yang berbunyi :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

(QS. Al Baqarah ayat 168)

Dalam pengelolaan harta tersebut, sepertinya bolehlah hukumnya kalau kita beranggapan bahwa ‘tutup buku’ perekonomian kita sebagai umat islam dilakukan di bulan Ramadhan, pasalnya hal tersebut juga momen menjelang tahun baru Hijriyah, atau pembukaan lembar baru. Itulah kenapa, darimana pun kita mendapat rezeki (cecara halal dan baik), pemanfaat hasil akhir merupakan yang paling menentukan keberkahan untuk masa depan. Berikut adalah 10 cara menjaga harta agar berkah di akhir ramadhan.

1. Mengelolanya Menggunakan Rumus 1/3

Salman Al Farisi, salah satu sahabat Rasulullah mempunyai rumus tersendiri dalam mengelola harta. Yaitu dengan rumus 1/3. Rumus tersebut adalah, dia membeli bahan baku anyaman dengan modal seharga 1 dirham, kemudian dijualnya hasil anyaman tersebut seharaga 3 dirham. Lalu, keuntungan 3 dirham itu, 1 dia pakai untuk membeli bahan anyaman baru, 1 dia pakai untuk menafkahi keluarga, dan 1 dia pakai untuk membiayai anak sekolah.

2. Menabung

Dalam konsep ekonomi, dijelaskan bahwa uang itu harus berputar. Berputar dalam artian uang kalau terus disimpan maka akan terjadi inflasi. Namun dalam sebuah Hadist, sebenarnya dijelaskan tentang keutamaan menabung. Hadist tersebut berbunyi :

“Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (H.R Bukhari)

Baca juga:

Makna dari Hadist tersebut adalah menyimpan harta untuk kebaikan di masa depan. Memang baik hukumnya menjadikan harta sebagai modal usaha, namun tentu saja tidak boleh semuanya, lebih baik sebagian digunakan modal, sebagian lagi ditabung. Tentu saja semua itu adalah untuk kebaikan diri sendiri.

3. Jangan Konsumtif

Sikap boros merupakan sikap yang tidak bisa lepas dari generasi milenial. Pasalnya, sekarang zamannya tekhnologi digital, segala jenis transaksi bisa dilakukan dari rumah. Pesan barang, dan tanpa harus bertemu penjualnya, ijab jual beli terlaksana.

Padahal, banyak orang yang ‘lapar mata’ dan membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu mereka butuhkan. Untuk menangani hal ini tentu saja adalah menyadari apa yang benar-benar kita butuhkan. Ingat bahwasanya Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67)

4. Gunakan untuk Membeli Sesuatu yang Bermanfaat

Contoh kecil semisal di akhir bulan ramadhan, akan ada tamu yang menginap di kediaman kita. Kemudian tamu tersebut akan menginap hingga hari ke sekian lebaran. Terus kita kemudian membelikan sebuah kasur baru dan karpet guna memuliakan tamu tersebut. Maka uang kita akan menjadi berkah.

5. Hindari Berhutang

Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa utang uang kepada orang lain dan berniat akan mengembalikannya, maka Allah akan luluskan niatnya itu; tetapi barangsiapa mengambilnya dengan Niat akan membinasakan (tidak membayar), maka Allah akan merusakkan dia.” (Riwayat Bukhari)

Baca juga:

Hutang merupakan hal yang paling riskan dewasa ini. Pasalnya, selain terkadang memebani. Banyak sekali transaksi yang mengandung dosa riba didalamnya. Bahkan dosa-dosa tersebut terkadang tidak kasat mata apabila kita benturkan dengan sistem yang berlaku dimasa kini.

Itulah kenapa, apabila benar-benar tidak darurat, maka lebih baik hindari berhutang (Kembali ke nomor 3). Dan apabila memang harus berhutang, maka lakukannlah dengan akad yang sesuai syariat. Karena, apabila tidak hati-hati, bisa menimbulkan hal yang tidak berkah.

6. Menginvestasikannya kepada Ide Orang Lain

Seorang yang memiliki ide usaha yang bagus terkadang terbentur masalah modal. Apabila kita memiliki sedikit harta yang bisa dibagikan, maka investasikan harta tersebut terhadap ide orang lain sebagai salah satu cara menjaga harta agar berkah di akhir ramadhan. Semisal ide usaha tersebut baik, dan produk yang dihasilkan bermanfaat bagi masyarakat. Maka kita juga akan mendapat berkahnya.

7. Sejahterakan Orang Lain

Salah satu berkah puasa adalah, Allah akan memberikan kemuliaan kepada orang yang memberi makan orang berbuka. Menyisakan harta untuk hal tersebut tentunya sangat bijaksana dan memiliki manfaat yang tinggi dan juga jadi bagian dari cara menjaga harta agar berkah di akhir ramadhan.

Tidak hanya memberi makan orang berbuka, mensejahterakan orang lain juga memiliki banyak cabangnya. Dan di setiap cabang-cabang tersebut, memiliki keberkahannya sendiri-sendiri.

8. Membayar Zakat

Zakat di bulan Ramadhan itu hukumnya wajib, tidak terbatas hanya kepada si kaya saja. Itulah kenapa menyisihkan harta sekian persen harus dilakukan. Apabila kita termasuk golongan orang-orang yang memiliki harta lebih baik dari yang lain, maka Zakat Maal juga harus ditunaikan untuk menjadikan harta semakin berkah.

9. Infak dan Sedekah

Infak dan Sedekah menunjukan betapa mulianya hati. Semakin banyak kita berinfak dan bersedekah, maka semakin banyak pula hal baik yang akan kita dapat. Salah satu cara memberkahi harta kita adalah dengan memanfaatkan sebagian untuk kepentingan orang lain. Diniatkan dengan Ikhlas dan Ridho, dan sadar bahwa harta yang diberikan hanyalah titipan.

Baca juga:

10. Memperkaya Diri Secara Baik

Ada perbedaan makna antara orang kaya dan orang kaya-raya. Saya pribadi, lebih suka memandang orang kaya sebagai orang yang ber-uang tapi hidup seadanya. Sedangkan orang kaya-raya, dia akan terus memperkaya diri hingga kita bahkan tidak bisa membayangkan seperti apa kekayaannya.

Memperkaya diri secara baik yang dimaksud adalah, kita bekerja secara sungguh sungguh, dan apabila harta semakin melimpah, maka kita akan semakin sadar bahwa ada orang-orang diluar sana yang butuh disejahterakan. Bahwasannya Allah menitipkan harta karena suatu alasan.

Semakin kaya, maka sedekah, infak, dan amalan-amalan yang berhubungan dengan harta maka akan diberikan semakin banyak, itulah yang dimaksud memperkaya diri secara baik. Kaya Harta, Kaya Akhlak.

Tentu, sejatinya pembahasan ini lebih dari sekedar 10 cara menjaga harta agar berkah di akhir Ramadhan. Namun apapun yang kita lakukan terhadap harta kita, apabila kita gunakan secara baik, dan dilakukan ikhlas karena Allah, maka insyaAllah apapun itu pasti akan ada ganjarannya.

Semoga kita selalu diberikan kemudahan dalam menjalani cobaan Hidup. Amin.

Hamsa,

The post 10 Cara Menjaga Harta agar Berkah di Akhir Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
15 Makna Hujan dalam Islam – Berkah atau Musibah? https://dalamislam.com/info-islami/makna-hujan-dalam-islam Mon, 25 Sep 2017 06:55:52 +0000 https://dalamislam.com/?p=2115 Hujan merupakan kejadian alam yang sering kita temui di Indonesia yang beriklim tropis. Seringkali hujan yang datang merupakan hujan yang ditunggu-tunggu, terutama oleh para petani, yang berbulan-bulan sebelumnya merasa kesulitan air dan mengalami kekeringan. Namun, tidak jarang hujan disambut dengan penuh antisipasi akan datangnya banjir, macet atau bencana alam lain di wilayah-wilayah tertentu. Dari hal […]

The post 15 Makna Hujan dalam Islam – Berkah atau Musibah? appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hujan merupakan kejadian alam yang sering kita temui di Indonesia yang beriklim tropis. Seringkali hujan yang datang merupakan hujan yang ditunggu-tunggu, terutama oleh para petani, yang berbulan-bulan sebelumnya merasa kesulitan air dan mengalami kekeringan. Namun, tidak jarang hujan disambut dengan penuh antisipasi akan datangnya banjir, macet atau bencana alam lain di wilayah-wilayah tertentu.

Dari hal di atas, kita mungkin berpikir bahwa hujan bisa menjadi berkah dan bisa juga menjadi bencana, tergantung apa yang dibawanya. Seakan-akan hujan hanyalah fenomena alam biasa yang memiliki sisi positif dan negatif untuk manusia. Padahal, dalam Islam hujan memiliki makna dan arti yang sangat spesial. Oleh karena itu, simak terus pembahasan di bawah mengenai 15 makna hujan dalam Islam:

  1. Hujan adalah berkah

Di dalam al Quran terdapat ungkapan bahwa hujan adalah berkah, yaitu ayat yang berbunyi, “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9).

Dari ayat-ayat di atas, kita mengetahui bahwa Allah menurunkan hujan sebagai rahmatnya sesuai dengan kebutuhan seluruh makhluk-Nya. (Baca juga: Hujan menurut Islam)

  1. Allah memenuhi kebutuhan semua makhluk-Nya

Dengan adanya hujan, tumbuh-tumbuhan akan kembali subur, hewan-hewan bisa mendapat minum yang cukup, dan manusia juga bisa memenuhi kebutuhan dan melakukan aktivitasnya tanpa terganggu. Maka, hujan merupakan cara Allah memenuhi kebutuhan makhluk-Nya untuk melanjutkan hidupnya. (Baca juga: Dzikir Pembuka Rezeki)

Dalam surat al Anbiya’ ayat 30, Allah berfirman, “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Menurut Al Baghowi, tafsir ayat di atas “Kami menghidupkan segala sesuatu menjadi hidup dengan air yang turun dari langit yaitu menghidupkan hewan, tanaman dan pepohonan. Air hujan inilah sebab hidupnya segala sesuatu”.

  1. Rahmat Allah selalu cukup dan sesuai menurut perhitungan-Nya

Hujan merupakan bentuk dari keseimbangan alam yang diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tanpa ada hujan, kuantitas air di bumi tidak akan mencukupi untuk mendukung kehidupan di dalamnya. Tidak hanya kehidupan manusia, melainkan juga kehidupan tumbuhan dan hewan. (Baca juga: Doa Agar Dimudahkan Rezeki)

Dalam surat Az Zukhruf ayat 11, Allah berfirman, “Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)”.

  1. Dunia diciptakan dengan penuh keseimbangan

Berkaitan dengan poin sebelumnya, dimana Allah Menurunkan hujan sesuai kadar perhitungan-Nya, maka kita bisa mengambil hikmah bahwa dunia dan seisinya diciptakan dengan seimbang. Tidak ada kelebihan atau kekurangan yang diberikan oleh Allah. Jika memang ketika hujan terjadi banjir atau bencana alam, bisa dipastikan bahwa itu adalah hasil dari kerusakan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.

baca juga:

  1. Menunjukkan kebesaran Allah

Jika ilmuwan masa kini sudah mengetahui proses terjadinya hujan berkat kemajuan teknologi yang dimiliki, Allah sudah menunjukkan kebesaran ilmu-Nya dengan menjelaskan proses hujan dalam al Quran. Di surat An Nur ayat 43, “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”

  1. Memberi kabar gembira

Selain merupakan berkah, turunnya hujan juga memiliki makna datangnya kabar gembira bagi manusia. Setelah cukup lama manusia mengalami kekeringan, gagal panen karena kurangnya air dan banyak musibah lain akibat tidak turunnya hujan, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan hujan yang membawa kegembiraan untuk manusia. hal ini tercermina dalam surat Asy Syuura ayat 28 yang berbunyi, “Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.”

baca juga:

  1. Sebagai pengingat bagi manusia

Dalam hadis dikatakan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir pada saat muncul mendung, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari hadis tersebut, kita bisa mengambil hikmah bahwa hujan bisa bermakna bahwa kita harus selalu takut dan memohon perlindungan Allah dari murka-Nya. (Baca juga: Azab Menghina Al-Quran)

  1. Memunculkan rasa syukur di hati manusia

Di poin sebelumnya dikatakan bahwa hujan merupakan berkah dari Allah. Maka, pada saat hujan artinya kita diingatkan untuk selalu bersyukur pada Allah. Bahwa dengan turunnya hujan tersebut Allah masih menjaga kehidupan kita dan memberi rahmat-Nya pada kita.

Baca juga:

Hal ini tercermin dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an”. Arti dari doa tersebut adalah “Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat”.

  1. Mengajak manusia untuk berpikir

Dalam surat al Waqiah ayat 68-69, Allah berfirman ”Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kami kah yang menurunkannya?”

Baca juga:

Dari ayat tersebut Allah mengajak kita untuk merenungkan bahwa semua terjadi karena kebesaran dan kuasa Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, kita harus selalu beriman kepada Allah yang Maha Kuasa.

  1. Bahwa manusia tidak boleh sombong

Berkaitan dengan poin sebelumnya, dimana Allah mengajak kita untuk berpikir tentang air yang kita minum bahkan diciptakan dan diberikan oleh Allah. Maka, kita sebagai manusia tidak memiliki sedikit pun hal yang bisa disombongkan. Sungguh, semua hal ada karena Allah lah yang menciptakannya. (Baca juga: Sombong dalam Islam)

  1. Allah yang Menciptakan segala sesuatu

Di dalam al Quran, juga terdapat ayat-ayat lain yang berisi tentang berkah hujan. Seperti dalam surat Fushshilat ayat 39, berbunyi “Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

baca juga:

  1. Sebagai penyuci dalam thaharah

Turunnya hujan berarti turunnya air yang suci untuk manusia. Dalam surat al Anfal ayat 11 disebutkan, “Dan Dia menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan hujan itu”. Dengan demikian, air hujan bisa menjadi penyuci diri kita dari kotoran dan najis yang ada. (Baca juga: Cara Membersihkan Najis)

  1. Memberi kesempatan manusia untuk berdoa

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni menganjurkan kita untuk berdoa saat hujan turun. Hal ini didasarkan pada riwayat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda, “Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : (1) Bertemunya dua pasukan, (2) Menjelang shalat dilaksanakan, dan (3) Saat hujan turun. (Baca juga: Doa Agar Dimudahkan Rezeki)

  1. Penunjuk kewajiban shalat berjamaah

Selama ini kita mungkin berpikir bahwa shalat berjamaah bukanlah merupakan kewajiban. Dari Ibnul Qayyim rahimahullah, “Tentang wajibnya shalat jama’ah, dapat berdalil dengan adanya jama’ antara dua shalat yang disyariatkan ketika terjadi hujan agar dapat dilakukan secara berjama’ah. Padahal salah satu di antara shalat tersebut telah berada di luar waktunya, sedangkan (melakukan masing-masing shalat pada) waktu (yang telah ditetapkan) adalah wajib”.

Baca juga:

Dari poin di atas, dalam Badai’ al Fawaid, hal. 1098 tahqiq al Imran, al Jam’ Baina Shalatain, karya Syaikh Masyhur Hasan Salman, hal. 167 disebutkan, “Sekiranya berjama’ah itu tidak wajib, maka waktu yang wajib (untuk dilakukan shalat di dalamnya) ini tidak ditinggalkan untuk melakukan jama’ ini”.

  1. Perumpamaan umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan umatku adalah seperti hujan, tidak diketahui apakah yang pertama yang lebih baik ataukah yang akhirnya”. Menurut al Baidhawi, “Yang dimaksud adalah mengingkari perbedaan, karena setiap tingkatan di antara mereka memiliki keistimewaan yang pasti mengandung sisi kelebihbaikannya, sebagaimana setiap naubah dari naubnya hujan, memiliki faedah dalam menumbuhkan, tidak mungkin dapat diingkari dan dihukumi tidak bermanfaatnya. Hal itu karena generasi pertama-tama telah beriman dengan apa yang mereka saksikan yang berupa mu’jizat, menerima dakwah Rasul dan beriman. Sedangkan orang-orang yang akhir, mereka beriman kepada perkara ghaib, karena telah sampai kepada mereka secara mutawatir, yaitu ayat-ayat, mereka mengikuti generasi yang sebelumnya dengan baik…”. (Faidh al-Qadir, jilid 5, hlm. 517)

Wallahu a’lam bishawab.

baca artikel Islam lainnya:

The post 15 Makna Hujan dalam Islam – Berkah atau Musibah? appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Harta dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/harta-dalam-islam Wed, 03 Aug 2016 00:27:26 +0000 http://dalamislam.com/?p=759 Harta adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia dengan nilai tertentu yang dapat dimanfaatkan. Harta bisa berupa uang, hewan ternak, hasil kebun, berbagai macam properti, dan lain sebagainya. Nilai harta tentunya berbeda-beda sesuai dengan perkembangan ekonomi, perkembangan sosial, dan tentunya nilai guna atau manfaat yang dapat dihasilkan dari benda tersebut. Semakin besar nilai manfaat yang […]

The post Harta dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Harta adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia dengan nilai tertentu yang dapat dimanfaatkan. Harta bisa berupa uang, hewan ternak, hasil kebun, berbagai macam properti, dan lain sebagainya.

Nilai harta tentunya berbeda-beda sesuai dengan perkembangan ekonomi, perkembangan sosial, dan tentunya nilai guna atau manfaat yang dapat dihasilkan dari benda tersebut. Semakin besar nilai manfaat yang dapat diberikan oleh sesuatu, maka akan semakin mahal dan besarlah harganya. Berlaku sebaliknya terhadap benda atau sesuatu yang manfaatnya kecil, akan murah atau bahkan tidak bernilai.

Tentunya tidak semua orang bisa memiliki harta yang besar. Terkadang, bagi orang-orang yang tidak memiliki banyak harta, keberadaan keluarga, suami atau istri, dan anak-anak adalah kebahagiaan tersendiri yang dianggap sebagai harta berharga. Berikut adalah penjelasan harta dalam islam :

Kedudukan Harta dalam Islam

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS : Al Qashash : 77)

Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa dalam islam harta yang merupakan bagian dari kebahagiaan dunia bukanlah sebagai tujuan utama dalam hidup. Dia memiliki fungsi, namun bukan satu-satunya jalan yang harus ditempuh. Untuk itu Allah memerintahkan sebagaimana ayat di atas.

  1. Mencari Harta yang Telah Dianugerahkan Allah di Dunia

Allah memerintahkan pada manusia untuk mencari harta, sebagaimana hal tersebut telah Allah anugerahkan kepada kita. Tentu saja, untuk mencari harta tersebut Allah memerintahkan untuk mencari harta yang halal dan tidak bertentangan dengan aturan atau jalan  hidup yang telah dijalankannya.

Mencari harta dalam islam bukanlah hendak menjadikan manusia bertambah kaya, memperbesar dirinya sendiri. Mencari harta yang diakaruniakan oleh Allah adalah hendak menjadikan manusia semakin bersyukur dan semakin tunduk kepada Allah SWT. Untuk itu adanya fungsi Agama adalah untuk menjaga agar penggunaan harta tidak melenceng hanya untuk bersenang-senang di dunia saja.

Mencari harta tentu perlu usaha dan keyakinan kuat bahwa Allah akan memberikan nikmat yang banyak pada hambanya. Untuk itu manusia dalam mencarinya harus diiringi oleh ikhtiar dan doa, bukan saja mengeluh dan berputus asa ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam ikhtiar. Bahaya putus asa dalam islam sangat banyak, terutama dalam meyakini akan adanya kekuasaan Allah dalam memberi rezeki dan nikmat dalam hidup.

  1. Menjadikan Harta untuk Alat Kehidupan di Dunia

Dalam menjalankan kehidupan di dunia, manusia diberikan misi oleh Allah sebagai Khalifah fil Ard. Misi khalifah fil ard adalah manusia hidup untuk melakukan perbaikan, memberikan manfaat, menjalankan amanah-amanah yang diberikan Allah, seperti keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Tanpa adanya harta tentu hal tersebut sangat sulit untuk dijalankan.

Harta dalam hal ini adalah sebagai alat untuk melaksanakan kehidupan dunia, bukan justru menjadi tujuan utama. Tanpa harta manusia sulit untuk menjalankan kehidupan di dunia dan menjalankan misi membangun masyarakat. Tapi harta bukanlah satu-satunya hal yang terpenting. Ia hanya alat, bukan sebagai tujuan yang harus terus menerus dituju.

Menjadikan harta untuk kehidupan dunia yang baik contohnya adalah orang tua yang bekerja mencari harta. Orang tua berkewajiban untuk mencari harta yang halal untuk kehidupan anak-anak dan keluarganya agar bisa beraktivitas dan melaksanakan hidup dengan baik. Tanpa adanya harta yang cukup tentu dia tidak bisa membesarkan anak-anaknya, memberikan kehidupan yang layak hingga sehat dan bermoral baik. Harta adalah keberkahan yang ia berikan untuk memberikan kebaikan lainnya bagi anak-anak.

Jika orang yang mencari harta sebagai tujuan dalam hidupnya, bukan sebagai alat, maka ia akan mencari harta sebanyak-banyaknya agar menjadi orang yang kaya, terpandang, ataupun sekedar berbangga diri akan harta yang dimilikinya. Hal ini tentu bukanlah hal yang diharapkan oleh Allah SWT terhadap karunia yang telah diberikan pada hamba-Nya.

Harta yang banyak tidak menjamin kebahagiaan sejati pada diri seseorang. Harta yang banyak juga bisa menjadi ujian bagi hidupnya. Akankah ia menjadi sombong, menjadi kikir, menjadi terperdaya atau diperbudak oleh hartanya? Penyebab hati menjadi gelisah menurut islam salah satunya adalah tidak mampu menjadikan hartanya berkah untuk kemaslahatan dunia akhirat. Untuk itu perlu kiranya menyiapkan agar harta tidak menjadi boss kita.

Orang yang kekurangan harta untuk menjalankan kehidupannya tentu perlu dibantu. Berhutang dalam islam adalah sesuatu yang diperbolehkan. Berhutang tidak menjadi masalah asalkan ada akad atau kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak. Hal ini sebagai salah satu aturan dan nikmat islam dalam mempermudah kehidupan manusia.

  1. Mengorientasikan Harta Sebagai Bekal untuk Kehidupan Akhirat

Harta yang Allah berikan adalah sebagai karunia dan berkah yang besar untuk manusia. Karunia tersebut sengaja diberikan kepada manusia untuk modal hidup, bekerja, dan beribadah sebanyak-banyaknya kepada Allah.

Ukuran kesuksesan di sisi Allah bukanlah pada besarnya harta yang manusia miliki. Ukuran sukses di sisi Allah adalah pada bagaimana manusia mampu memberikan dan memanfaatkan apa yang dimilikinya (termasuk harta) untuk tujuan akhirat, yaitu pahala yang sebanyak-banyaknya.

Alangkah beruntung dan bersyukurnya jika manusia memiliki harta yang banyak dan dengan harta tersebut ia mampu memberikan manfaat yang besar untuk ummat, untuk manusia lainnnya. Dari hal tersebut, akan muncul kebaikan-kebaikan lain.

Membantu orang yang kesusahan, memberikan bantuan pada fakir miskin, mengeluarkan orang dari cobaan yang berat dengan hartanya tentunya adalah pahala tersendiri, wakaf dalam islam, apalagi jika hal tersebut dilakukan ikhlas kepada Allah semata. Lebih bermakna lagi jika harta tersebut bisa menjadi amal jariah, yang mampu menyelamatkan-nya karena pahala yang terus mengalir hingga waktu penghisaban tiba.

Tidak selamanya harta senantiasa membawa keberkahan, jika dicari dari jalan-jalan yang keliru. Jika hal seperti itu dilakukan maka harta bisa saja menjadi musibah bukan lagi keberkahan. Jika musibah datang, maka harus sabar, ikhlas, mengevaluasi diri, dan banyak bertaubat. Cara menghadapi musibah dalam islam adalah dengan cara tersebut, bukan mengutuk keadaan atau menyalahkan orang lain atas musibah yang terjadi.

Prinsip Penggunaan Harta menurut Al-Quran

Dalam Al-Quran dijelaskan beberapa kali tentang bagaimana prinsip-prinsip untuk menggunakan harta menurut Islam. Islam berada di keseimbangan antara menggunakan harta menurut islam.

  1. Melaksanakan Infaq dan Zakat

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. “ (QS Al-Baqarah (2) : 177)

Dalam islam Allah memerintahkan untuk melaksanakan infaq dan zakat, sebagaimana yang Allah perintahkan di dalam ayat di atas. Melaksanakan infaq dan zakat dalam islam, bukan serta merta sebagai bentuk perbuatan yang harus dibanggakan. Infaq dan zakat adalah kewajiban karena harta yang kita cari bukan milik manusia.

Harta yang Allah berikan adalah nikmat dan karunia bagi manusia. Infaq dan zakat adalah menyerahkan nikmat dan karunia tersebut untuk diberikan kepada manusia lain yang membutuhkan atau digunakan untuk berjuang di jalan Allah dan orang yang termasuk syarat penerima zakat lainnya atau penerima zakat.

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS Al-Furqoan (25) : 67)

Dalam islam tidak ada aturan untuk berinfaq dan zakat dengan menyerahkan seluruh apa yang dimiliki hingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pribadi. Meskipun begitu, tentunya memenuhi kebutuhan pribadi tidak berarti dilakukan berlebihan, dengan membuang-buang harta yang dimiliki untuk sesuatu yang tidak bermanfaat baik di dunia dan akhirat.

Rasulullah dan Para Sahabat di zaman dulu senantiasa bersemangat untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah tanpa memikirkan terlalu besar atau tidak yang diberikan. Walaupun mereka berasal dari kaum bangsawan, kaya, dan memiliki harta yang lebih, mereka senantiasa hidup sederhanan dan memberikan sebanyak-banyaknya untuk jalan perjuangan islam.

  1. Tidak Berlaku Kikir

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. QS Ali-Imran (3) : 180

Dalam prinsip penggunaan harta, Allah melarang umat islam untuk memiliki sifat kikir atau bakhil. Bakhir atau kikir itu artinya menyembunyikan harta untuk diberikan di jalan kebaikan, tidak mau untuk menafkahkan hartanya selain untuk kepentingan dirinya sendiri. Sifat kikir atau bakhil ini sangat dibenci Allah bahkan diberikan siksaan di akhirat pada mereka dan termasuk pada golongan syetan. Sifat bakhil atau kikir ini juga merupakan ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT.

Tidak ada artinya memelihara sifat kikir apalagi untuk dinafkahkan dalam jalan yang baik, menolong ummat yang kesusahan, dan berbagai program untuk kemajuan islam. Kikir terhadap hal-hal tersebut, apalagi bagi mereka yang memiliki harta berlimpah dan lebih, menjadi dosa tentunya. Ada hak umat islam di dalamnya. Sejatinya hal tersebut bukanlah harta miliknya sendiri.

Hal ini sebagaimana disampaikan dalam QS Al Isra : 26, bahwa Allah melarang untuk memboroskan harta dan diperintahkan untuk memberikannya kepada orang-orang yang ber hak.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.  QS Al-Isra (17) : 26

  1. Tidak Bermegah-Megahan

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At Takatsur: 1-8).

Bermegah-megahan artinya menafkahkan atau membelanjakan harta secara berlebihan. Tujuan dari bermegah-megahan bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia, sebagaimana perintah Allah dalam menafkahkan harta. Bermegah-megahan sudah melewati batas untuk memenuhi kebutuhan, namun sudah masuk pada pencarian pengakuan orang lain, memamerkan hartanya.

Efek dari bermegah-megahan salah satunya adalah adanya ketimpangan sosial, adanya krisis sosial karena ketidakadilan sosial ekonomi tidak tercipta di masyarakat, terutama masyarakat yang masih banyak kemiskinan.

Memakai perhiasan dalam islam bukanlah suatu yang dilarang. Jika memakai perhiasan sudah berniat untuk sombong, menunjukkan kebangggan diri dan juga sudah berlebihan/bermegah-megahan, maka kita harus berhati-hati akan hal tersebut. Jangan-jangan yang kita cintai bukan lagi harta yang bernilai pahala, tapi kita sudah menjadikan harta sebagai segala-galanya, salah satunya dengan memakai perhiasan.

Untuk itu, dosa dari bermegah-megahan Allah ingatkan dalam QS Attkatsur. Bermegah-megahan dapat melalaikan kita dari Allah karena lebih banyak fokus pada kecintaan hidup di dunia bukan pada ibadah pada Allah.

Larangan Harta Riba

Riba adalah sesuatu yang sangat dibenci Allah. Pengertian Riba  adalah penambahan-penambahan yang dibebankan kepada orang yang meminjam harta seseorang akibat dari pengunduran janji pembayaran daripada batas waktu yang telah ditetapkan. Menurut Ibnu Katsir, menolong seseorang dengan tujuan mendapat keuntungan bahkan sampai mencekik dan menghisap darah (mengeruk dan memanfaatkan sehabis-habisnya) orang yang ditolong juga disebut sebagai riba.

Cara menghindari riba salah satunya adalah senantiasa mengetahui perjanjian, dampak dari akad ekonomi, dan juga menghitung secara detail harta yang dipinjam atau dihutang. Selain itu, mengingat siksa akhirat salah satunya bisa menghindarkan diri dari riba.

Bahaya riba tentunya sangat banyak mulai dari dunia yang tidak akan mendapatkan keberkahan harta, mencekik ekonomi orang lain, dan siksaan neraka di akhirat. Orang-orang penegak riba akan mendapatkan balasan Allah di akhirat, sebagaimana diwahyukan di ayat berikut.

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah : 275)

Mengingat pertanggungjawaban kelak di akhirat cukuplah berat, untuk itu kita harus pandai-pandai mengelola harta, menafkahkannya di jalan Allah secara maksimal. Allah tidak menilai dari seberapa harta yang kita miliki, namun dari seberapa besar dan optimal yang sudah kita berikan untuk kebaikan-kebaikan. Agar hati tenang dalam islam, kita diperintahkan untuk senantiasa mengingat (berdzikir) kepada Allah atas segala apa yang kita miliki, hilang, atau kita usahakan agar keberkahan selalu datang.

The post Harta dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>