dasar islam Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/dasar-islam Tue, 23 Feb 2021 07:18:24 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png dasar islam Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/dasar-islam 32 32 Hal Dasar yang Harus Diketahui Umat Muslim https://dalamislam.com/dasar-islam/hal-dasar-yang-harus-diketahui-umat-muslim Tue, 23 Feb 2021 07:17:01 +0000 https://dalamislam.com/?p=9581 Manusia diciptakan Tuhan dengan berbagai bentuk, rupa dan keanekaragamannya, hal itu bukan berarti harus dijadikan sebagai dasar diperbolehkannya untuk merasa lebih tinggi daripada yang lain. Selain mengajarkan tatacara berhubungan dengan Tuhan (hablun minallah), Islam mengajarkan hal-hal mendasar dalam berhubungan dengan manusia (hablun minannas). Berikut adalah hal mendasar yang harus diketahui oleh umat Islam: Tuhan mengangkat […]

The post Hal Dasar yang Harus Diketahui Umat Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Manusia diciptakan Tuhan dengan berbagai bentuk, rupa dan keanekaragamannya, hal itu bukan berarti harus dijadikan sebagai dasar diperbolehkannya untuk merasa lebih tinggi daripada yang lain.

Selain mengajarkan tatacara berhubungan dengan Tuhan (hablun minallah), Islam mengajarkan hal-hal mendasar dalam berhubungan dengan manusia (hablun minannas). Berikut adalah hal mendasar yang harus diketahui oleh umat Islam:

  • Tuhan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (QS. al-Mujadilah [58]: 11)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya:

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Untuk pertama, manusia harus tahu dimana kedudukannya. Dalam di atas, keimanan menjadi penentu tinggi derajatnya seseorang sebagai kekasih Allah. Ketika Allah mengakui seseorang sebagai kekasihnya, maka Ia akan menganugerahkan pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain.

  • Islam mengajarkan “orientasi kerja” (achievement orientation) (QS. al-Kahfi [18]: 110)

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Artinya:

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya

Hal ini searah dengan ungkapan para ulama “penghargaan di zaman Jahiliyah itu berdasarkan keturunan, sedangkan penghargaan dalam Islam berdasarkan amal kebaikan”

  • Tinggi rendahnya ketakwaan seseorang ditentukan oleh kualitas amal saleh (QS. al-Hujurat [49]: 13)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

Manusia adalah makhluk sosial, maka dari itu manusia harus selalu berada dalam lingkaran “perilau baik” agar dia bisa bersosial dengan yang lain. Karena akan sulit bagi manusia yang berperilaku buruk untuk berhubungan dengan sesame manusia.

  • Menghargai manusia bagaimanapun dia diciptakan (QS. al-Baqarah [2]: 34)

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Artinya:

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir

Bagaimanapun fisik manusia, semuanya harus dihormati apapun warna kulitnya, dari manapun asalnya, malaikat saja menghormati manusia, berarti tinggal bagaimana menempatkan posisinya sebagai manusia, bukan malah melakukan perilaku yang jauh dari sifat kemanusiaan.

Itu adalah sebagian kecil dari petikan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi rujukan atau dasar dalam berhubungan antar sesama. Jadi, setelah kita mengetahui hal ini, tinggal bagaimana kita melaksanakannya dalam keseharian kita, karena ilmu tanpa amal sama saja dengan pohon yang diharapkan buahnya tapi tak kunjung berbuah.

The post Hal Dasar yang Harus Diketahui Umat Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Makna Tauhid Dalam Kehidupan dan Dalilnya https://dalamislam.com/landasan-agama/tauhid/makna-tauhid-dalam-kehidupan Wed, 24 Jul 2019 10:03:28 +0000 https://dalamislam.com/?p=7500 Tauhid adalah landasan agama yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Allah berfirman, وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ […]

The post Makna Tauhid Dalam Kehidupan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tauhid adalah landasan agama yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Allah berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)

Rasul bersabda,

فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى

“Maka hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372)

Baca juga:

Tauhid tak hanya harus diyakini, namun juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah 4 makna tauhid dalam kehidupan yang sangat penting:

Membebaskan Manusia dari Belenggu Kepercayaan Palsu

Salah satu makna tauhid dalam kehidupan sehari-hari adalah dibebaskan dari belenggu kepercayaan palsu. Dengan datangnya Islam, maka Allah menolong manusia dari belenggu kepercayaan palsu atau salah. Allah berfirman,

Firman Allah Azza wa Jalla:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [Ali Imrân/3:103]

Kehadiran tauhid dalam hati seseorang akan membuatnya lebih kuat membendung berbagai kepercayaan palsu yang ada.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepadaNya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?.” (QS. Maryam [19]: 65)

Baca juga:

Bagi mereka yang berpikir, maka mereka tentu akan melihat betapa besar kuasa Allah SWT.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)

Mereka yang benar-benar mengetahui bahwa

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)

Semangat Pembebasan Diri

Makna tauhid lainnya dalam kehidupan sehari-hari adalah semangat pembebasan diri. Semangat pembebasan diri maksudnya adalah seseorang yang telah memiliki tauhid adalah seseorang yang mengetahui dengan penuh kesadaran siapa Tuhan yang sebenarnya. Ia tidak lagi ada dalam keraguan akibat cekokan ajaran yang salah karena semangat tauhid telah kuat di dalam hatinya.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Mereka yang memiliki tauhid dalam hatinya tentu akan sadar bahwa tidak ada Tuhan lain selain Allah SWT. Allah berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)


قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ

“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”.” (QS. Yunus [10]: 31)

Persamaan Harkat dan Martabat Manusia

Selanjutnya makna tauhid dalam kehidupan adalah adanya persamaan harkat dan martabat manusia. Menyadari keberadaan Allah dan menyadari bahwa Allah menciptkan manusia dalam derajat yang sama. Namun hanya tingkat keimanan lah yang membedakannya. Seorang manusia mampu menjadi mahluk dengan derajat paling tinggi, namun juga bisa menjadi mahluk dengan derajat yang paling rendah.

Baca juga:

Allah berfirman,

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Allah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan. (QS. as-Shaffat: 96)

Allah memandang kepada manusia sesuai dengan keimanan yang mereka miliki. Mereka yang beriman mendapatkan balasan yang baik, namun mereka yang tidak beriman mendapatkan balasan yang buruk pula.

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni jannah; penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr: 20)

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. (QS. al-Maidah: 100)

Itulah penjelasan singkat mengenai makna tauhid dalam kehidupan. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini mampu menambah wawasan dan keimanan kita pada Allah SWT. Aamiin.

The post Makna Tauhid Dalam Kehidupan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wakaf dengan Uang https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-wakaf-dengan-uang Thu, 30 May 2019 18:46:03 +0000 https://dalamislam.com/?p=7079 Istilah sebuah wakaf uang rupiah yang berhubungan dengan sejarah wakaf dalam islam belum dikenal di zaman Rasulullah. Sebuah wakaf uang rupiah (cash waqf ) baru dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah individu ulama islam terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan sebuah wakaf dinar dan dirham […]

The post Hukum Wakaf dengan Uang appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Istilah sebuah wakaf uang rupiah yang berhubungan dengan sejarah wakaf dalam islam belum dikenal di zaman Rasulullah. Sebuah wakaf uang rupiah (cash waqf ) baru dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah individu ulama islam terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan sebuah wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.

Di Turki, pada abad ke 15 H praktek sebuah wakaf uang telah menjadi istilah yang familiar di tengah masyarakat yakni pahala wakaf dalam islam. Sebuah wakaf uang rupiah biasanya merujuk pada cash deposits di lembaga lembaga keuang rupiahan seperti bank, dimana sebuah wakaf uang rupiah tersebut biasanya diinvestasikan pada profitable business activities. Keuntungan dari hasil investasi tersebut digunakan kepada segala sesuatu yang bermanfaat secara sosial keagamaan.

Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide untuk meimplementasikan berbagai ide ide besar Islam dalam bidang ekonomi yakni jenis kerja sama dalam ekonomi islam, berbagai lembaga keuang rupiahan lahir seperti bank, asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi sebuah wakaf, lembaga tabungan haji dll. Lembaga lembaga keuang rupiahan Islam sudah menjadi istilah yang familiar baik di dunia Islam maupun non Islam.

 Ide Wakaf Uang

Dalam tahapan inilah lahir ide ide ulama islam dan praktisi untuk menjadikan sebuah wakaf uang rupiah salah satu basis dalam membangun perkonomian umat yakni berhubungan dengan jenis harta dalam islam. Dari berbagai seminar, yang dilakukan oleh masyarakat Islam, maka ide ide sebuah wakaf uang rupiah ini semakin menggelinding. Negara  negara Islam di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara sendiri memulainya dengan berabagai cara.

 Hukum Wakaf dengan Uang di UU Indonesia

Di Indonesia, sebelum lahirnya UU No. 41 tahun 2004, Majelis Ulama islam Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang Sebuah wakaf Uang rupiah, (11/5/2002) , baca juga tentang sejarah tradisi halal bihalal di indonesia.

  • Sebuah wakaf Uang rupiah (Cash Sebuah wakaf/Wagf al Nuqud) adalah sebuah wakaf yang dilakukan seindividu, kelompok individu, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang rupiah tunai.
  • Termasuk ke dalam pengertian uang rupiah adalah surat surat berharga.
  • Sebuah wakafuang rupiah hukumnya jawaz (boleh)
  • Sebuah wakaf uang rupiah hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal hal yang dibolehkan secara syar’i.
  • Nilai pokok Sebuah wakaf Uang rupiah harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Baca juga:

Fatwa tentang Wakaf Uang 

Ihwal diperbolehkannya sebuah wakaf jenis ini, ada beberapa pendapat yang memperkuat fatwa tersebut.

Pertama, pendapat Imam al Zuhri (w. 124H.) bahwa mesebuah wakafkan dinas hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf ‘alaih (Abu Su’ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20 2 1).

Kedua, mutaqaddimin dari ulama islamn mazhab Hanafi (lihat Wahbah al Zuhaili, al Fiqh al Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan sebuah wakaf uang rupiah dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al ‘Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas’ud r.a: “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk”.

Ketiga, pendapat sebagian ulama islam mazhab al Syafi’i: “Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al Syafi’i tentang kebolehan sebuah wakaf dinar dan dirham (uang rupiah)”. (al Mawardi, al Hawi al Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).

Berdasarkan Hadist

Sebuah wakaf berati menahan harta (habs mal) yang bernilai dan bermanfaat dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan, sebab yang diambil hanyalah manfaat dari harta yang diwakafkan. Maka dari itu, jika seindividu mesebuah wakafkan tanah untuk pembangunan masjid, maka tanah itu tidak boleh dijual dan diwariskan. Yang diperbolehkan adalah memanfaatkannya untuk kepentingan umat sesuai dengan niat individu yang mesebuah wakafkan.

Penjelasan ini didasarkan pada hadis riwayat al Bukhari yang besumber dari Ibnu Umar:

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Umar bin al Khatab memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya dapatkan harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu. Apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya?” Rasul Menjawab, “Jika mau kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya”.

Ibnu Umar melanjutkan, “Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan hasilnya kepada fakir miskin, kerabat, hampa sahaya, dalam sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas individu mengelolanya untuk memakan hasil tanah itu sewajarnya, dan memberi makan kepada individu lain, tanpa menjadikannya sebagai hak milik.” (HR: al Bukhari)

Berdasarkan hadis ini, dapat dipahami bahwa benda sebuah wakaf mesti dijaga kelangsungannya, disyaratkan benda yang tidak berkurang nilainya meskipun digunakan banyak individu, tidak boleh diperjualbelikan, hasilnya dialokasikan untuk hal hal yang bermanfaat, dan pengelolanya diperbolehkan mengambil manfaat secukupnya. Karenanya, pendapat Abu Hanifah yang membolehkan menjual benda sebuah wakaf terbantahkan dengan adanya hadis ini. Abu Yusuf mengatakan, andaikan Abu Hanifah mengetahui hadis ini, niscaya beliau akan mengkoreksi pendapatnya.

Baca juga:

Pandangan Ulama Islam Soal Sebuah Wakaf Uang Rupiah

Sedari dulu, masalah sebuah wakaf uang rupiah sudah dibahas dan diperdebatkan para ulama islam. Perdebatan ini dirasa wajar sebab tidak ditemukan nash spesifik yang membahas persoalan sebuah wakaf secara rinci. Akar dari perdebatan ini ialah apakah mesti barang sebuah wakaf berupa barang tak bergerak, seperti tanah, rumah, masjid, atau diperbolehkan barang bergerak (al manqul), semisal kuda, buku, dan uang rupiah.

Abu Hanifah dan Abu Yusuf termasuk ulama islam yang tidak memperbolehkan sebuah wakaf barang bergerak, terutama sebuah wakaf hewan dan sebuah wakaf dinar dan dirham, sebab benda ini tidak dijamin keutuhanya dan sangat dimungkinkan habis, lenyap, ataupun mati. Keduanya mensyaratkan keabadian dan keutuhan barang sebuah wakaf sepanjang masa (tabqa ‘ala hal abad al dahr). Tidak diperbolehkan mesebuah wakafkan barang barang yang mudah rusak, binasa, hancur, dan mati.

Meskipun demikian, sebagian ulama islam hanafi membolehkan sebuah wakaf barang bergerak selama mengikuti barang yang tidak bergerak, seperti perternakan domba di atas tanah sebuah wakaf dan sebuah wakaf alat alat pertanian beserta lahannya. Di samping itu, mereka juga membolehkan sebuah wakaf barang yang memang sudah menjadi tradisi di masyarakat, seperti peralatan jenazah dan buku. Dalam hal ini, ‘urf mulai dijadikan standar untuk menentukan kelayakan barang sebuah wakaf. Bahkan, sebagian ulama islam madzhab hanafi awal membolehkan sebuah wakaf uang rupiah (dinar dan dirham).

Pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf ini hampir mirip dengan pandangan ulama islam madzhab hanbali, yang membatasi barang sebuah wakaf pada setiap barang yang diperbolehkan dalam jual beli, bernilai, ada manfaatnya, dan unsur bendanya tidak berkurang saat digunakan. Adapun sesuatu yang tidak berguna kecuali dengan menghabiskan dan mengkonsumsinya, tidak boleh diwakafkan, misalnya uang rupiah, makanan, dan minuman. Menurut Wahbah al Zuhaili, pendapat inilah yang dianut oleh kebanyakan ulama islam. Pasalnya, barang sebuah wakaf mesti stabil, tidak berkurang, dan bermanfaat.

Sementara madzhab malik, khususnya Malik bin Anas, membolehkan mesebuah wakafkan semua benda yang bermanfaat, baik bergerak maupun tidak bergerak, termasuk sebuah wakaf uang rupiah. Tidak hanya itu, beliau juga membolehkan sebuah wakaf temporal (muaqqat), semisal sebuah wakaf selama satu atau dua tahun.

Pendapat Malik tentang kebolehan sebuah wakaf uang rupiah ini dikuatkan Muhammad Ibn ‘Abdullah al Anshari, menurutnya sebuah wakaf uang rupiah diperbolehkan selama dijadikan modal usaha, kemudian keuntungannya dialokasikan kepada individu yang berhak menerimanya. Melalui penjelasan ini, uang rupiah yang diwakafkan pada dasarnya akan tetap terjaga dan nilainya tidak berkurang, malah semakin berkembang dengan adanya laba, serta semakin terjaga kelangsungannya.

Dari perdebatan ulama islam ini, dapat dipahami bahwa pada dasarnya ulama islam ingin memperhatankan manfaat dari harta yang diwakafkan agar selalu utuh dan bertahan lama. Karenanya, diberikan persyaratan yang ketat terkait benda yang diwakafkan. Namun dalam hal ini, penulis lebih cenderung kepada yang membolehkan sebuah wakaf uang rupiah selama uang rupiah tersebut dijaga dan dilestarikan keutuhannya.

Cara menjaga keutuhan nilai uang rupiah tersebut bisa dengan mengalokasikannya untuk investasi dengan cara mudharabah atau semisalnya. Melalui investasi dan mudharabah, nilai uang rupiah yang diwakafkan tidak akan berkurang, sebagaimana yang dikhawatirkan ulama islam yang melarangnya, bahkan jumlah uang rupiahnya bisa dikembangkan dan cakupan manfaatnya bisa lebih luas, tanpa mengurangi jumlah asalnya.

Sampai jumpa di artikel berikutnya.. terima kasih.

The post Hukum Wakaf dengan Uang appeared first on DalamIslam.com.

]]>
15 Macam Macam Bentuk Amanah dalam Islam https://dalamislam.com/landasan-agama/macam-macam-bentuk-amanah-dalam-islam Tue, 26 Feb 2019 05:28:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=5638 AMANAH adalah salah satu sifat dari Nabi Muhammad SAW selain Shiddiq, Fathonah dan Tabligh. Arti dari amanah ini sendiri adalah terpercaya sesuai ayat ayat Al Qur’an tentang amanah. Oleh KBBI, kata amanah ini disamakan dengan kata setia dan diartikan sebagai sifat yang bisa dipercaya, sesuatu hal yang bisa untuk ditipkan atau dipercayakan pada orang lain […]

The post 15 Macam Macam Bentuk Amanah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
AMANAH adalah salah satu sifat dari Nabi Muhammad SAW selain Shiddiq, Fathonah dan Tabligh. Arti dari amanah ini sendiri adalah terpercaya sesuai ayat ayat Al Qur’an tentang amanah. Oleh KBBI, kata amanah ini disamakan dengan kata setia dan diartikan sebagai sifat yang bisa dipercaya, sesuatu hal yang bisa untuk ditipkan atau dipercayakan pada orang lain dan sebagainya.

Nabi Muhammad adalah sosok yang dikenal sebagai pribadi yang amanah dan menjunjung tinggi kejujuran dalam islam. Oleh sebab itu mustahil bagi beliau khianat. Sifat amanah ini yang menyebabkan Nabi Muhammad dijuluki dengan Al Amin yang artinya adalah terpercaya. Julukan ini melekat pada Rasulullah jauh hari sebelum ia menjadi nabi.

Sifat amanah Rasulullah ini wajib untuk kita teladani sebagai cara dan hukum beradab dengan Rasulullah. Sifat amanah memberi banyak hikmah pada kita, antara lain sebagi berikut:

  • Kita bisa dipercaya oleh orang lain.
  • Mendapatkan simpati dan disenangi banyak pihak.
  • Melatih diri untuk disiplin dan bertanggung jawab.

Ayat Al Qur’an tentang Amanah

  • Sesungguhnya Kami telah menyampaikan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS al-Ahzâb [33]: 72).
  • Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
  • Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfal: 27).

Ada berbagai macam jenis amanah dalam islam yang bisa membawa ke dalam jenis surga dalam islam, semua itu berhubungan dengan ditujukannya sifat amanah tersebut dan tentang masalah yang berhubungan, berikut selengkapnya mengenai 15 Macam Macam Bentuk Amanah dalam Islam.

1. Amanah yang kaitannya dengan hak Allah tabaraka wa ta’ala atas para hamba nya

Allah Jalla wa ‘Ala memberi amanah kepada semua manusia sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya, termasuk kita, agar menjaga hak hak Nya. Allah menciptakan kita agar kita hanya beribadah kepada Nya, memerintah, dan melarang kita. Allah tidak menciptakan kita sia sia, tanpa diperintah dan dilarang. Dia menciptakan kita untuk suatu tujuan yang terpuji dan agung yaitu beribadah hanya kepada Nya dan mengimani segala yang datang dari Nya. Jadi, mentauhidkan Allah adalah amanah dan berbuat syirik adalah khianat.

2. Amanah untuk bertauhid

Amanah yang paling besar yang Allah embankan kepada kita adalah tauhid. Dan pengkhiantan yang paling besar dari amanah Allah adalah syirik. Barangsiapa yang menegakkan hak hak Allah Jalla wa ‘Ala, mengikhlaskan agama hanya untuknya, menjalankan perintah perintah Nya dan menjauhi segala larangan Nya, dan berhati hati dari syirik, maka dia telah menunaikan amanah kepada Alla Jalla wa ‘Ala.

3. Amanah tentang pemahaman kepada Allah

Pengetahuan kita tentang nama nama dan sifat sifat Allah, pengetahuan tentang keagungan dan kebesaran Nya, pengetahuan tentang kekuasaan Nya, pengetahuan tentang betapa sempurna kebijaksanaan Nya, itu adalah bentuk menunaikan amanah keapda Allah Ta’ala.

4.  Amanah dalam menunaikan hak hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mencintai beliau. Cinta di sini adalah mencintai beliau lebih dari diri sendiri, orang tua, anak, dan orang selainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak (sempurna) keimanan salah seorang di antara kalian sampai aku lebih dia cintai dari orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.”

Ketika Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau paling aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku”.

Lalu Rasulullah shallallahu menanggapi, “Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai aku menjadi orang yang paling dia cintai, termasuk dari dirinya sendiri”.

Umar menjawab, “Sekarang, demi Allah, Anda yang paling saya cintai termasuk dari diri saya sendiri”.

Beliau menjawab, “Sekarang wahai Umar (imanmu sempurna).”

5. Amanah dalam perbuatan

Di antara bentuk amanah terhadap hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, membenarkan apa yang beliau kabarkan, memuliakannya tanpa berbuat ghuluw kepada beliau. Inilah amanah yang kita emban terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Amanah yang berkaitan dengan hak sesama manusia

Di sini terkandung juga amanah kepada orang tua, anak, tetangga, amanah dalam perdagangan, pegawai, dan petugas keamanan. Allah Tabaraka wa Ta’ala akan mempertanyakan tentang orang orang yang mendapatkan salah satu atau semua hal di tadi. Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya.”

7. Amanah terhadap diri sendiri

Amanah ini dijalani dengan memelihara dan menggunakan segenap kemampuannya demi menjaga kelangsungan hidup, kesejahteraan, dan kebahagiaan diri. Allah Swt. berfirman: “Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat amanat dan janjinya”(Q.S. al Mu’minun/23:8).

8. Amanah mengenai hak

Amanah ini meliputi hak hak antarsesama manusia. Misalnya, ketika dititipi pesan atau barang, maka kita harus menyampaikannya kepada yang berhak. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah Swt. menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…”.(Q.S. an Nis±’/4:58).

9. Amanah dalam ketaatan

Amanah ini berupa ketaatan akan segala perintah dan menjauhi segala larangan Nya. Allah swt. berfirman: ”Wahai orang orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”.(Q.S. al Anfal/8:27).

Contoh amanah kepada Allah Swt., yaitu menjalankan semua yang diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarangnya. Bukankah kita diciptakan oleh Allah Swt. untuk mengabdi kepada Nya? Orang yang mengabdi kepada Nya berarti telah memenuhi amanah Nya. Orang yang tidak mengabdi kepada Nya berarti telah mengingkari amanah Nya.

10. Amanah fitrah

Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah sejalan betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta.

Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al A’raf: 172).

Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.

11. Amanah taklif syar’i

Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara idh (kewajiban kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)

12. Amanah dalam menjaga titipan

Menjaga titipan dan mengembalikannya seperti keadaan semula. Apabila kita dititipi sesuatu oleh teman atau orang lain, misalnya barang berharga, emas, rumah, atau barang barang lainnya, maka kita harus menjaganya dengan baik. Pada saat barang titipan tersebut diambil oleh pemiliknya, kita harus mengembalikannya seperti semula.

13. Amanah dalam menjaga rahasia

Menjaga rahasia. Apabila kita dipercaya untuk menjaga rahasia, baik itu rahasia pribadi, rahasia keluarga, rahasia organisasi, atau rahasia negara, maka kita wajib menjaganya supaya tidak bocor kepada orang lain.

14. Amanah dalam jabatan

Tidak menyalah gunakan jabatan. Jabatan merupakan amanah yang wajib dijaga. Apabila kita diberi jabatan apapun bentuknya, maka kita harus menjaga amanah tersebut. Segala bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok dapat termasuk perbuatan yang melanggar amanah.

15. Amanah dalam memelihara nikmat

Memelihara semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. berupa umur, kesehatan, harta benda, ilmu, dan sebagainya. Semua nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. kepada umat manusia adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga kita semua menjadi orang yang amanah, aamiin, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 15 Macam Macam Bentuk Amanah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Diskriminasi dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-diskriminasi-dalam-islam Tue, 26 Feb 2019 04:41:41 +0000 https://dalamislam.com/?p=5629 Apa yang dimaksud dengan diskriminasi yang berhubungan dengan manfaat toleransi antar umat beragama? Pengertian diskriminasi adalah suatu sikap, perilaku, dan tindakan yang tidak adil atau tidak seimbang yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya. Ada juga yang menyebutkan arti diskriminasi adalah suatu tindakan atau perlakuan yang mencerminkan ketidakadilan dan tidak menjalankan […]

The post Hukum Diskriminasi dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Apa yang dimaksud dengan diskriminasi yang berhubungan dengan manfaat toleransi antar umat beragama? Pengertian diskriminasi adalah suatu sikap, perilaku, dan tindakan yang tidak adil atau tidak seimbang yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya.

Ada juga yang menyebutkan arti diskriminasi adalah suatu tindakan atau perlakuan yang mencerminkan ketidakadilan dan tidak menjalankan keutamaan adil terhadap diri sendiri terhadap individu atau kelompok tertentu yang disebabkan oleh adanya karakteristik khusus yang dimiliki oleh individu atau kelompok tersebut.

Ada banyak sekali bentuk diskriminasi yang dilakukan di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti pada hukum tidak adil dalam islam. Hal ini terjadi karena manusia umumnya memiliki kecenderungan untuk membeda-bedakan atau mengelompokkan diri.

Perlakukan secara tidak adil bisa terjadi dimana dan kapan saja karena adanya perbedaan karakteristik berikut ini;

  • Perbedaan suku dan ras
  • Perbedaan kelas sosial
  • Perbedaan jenis kelamin (gender)
  • Perbedaan agama/ kepercayaan
  • Perbedaan pandangan politik
  • Perbedaan kondisi fisik
  • Dan lain-lain

Akibat yang ditimbulkan dari sikap diskriminasi sehingga terjadi akibat pertengkaran dalam islam

  • Menimbulkan sifat sombong .
  • Dapat memunculkan sifat apatisme ( masa bodoh ) .
  • Membanggakan diri sendiri dan meremehkan orang lain .
  • Dapat menimbulkan kehancuran .
  • Terkoyak – koyak pada golongannya sendiri .

Cara menghindarkan diri dari sikap diskriminasi sebagai cara menjaga hati dalam islam:

  • Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt.
  • Suka bersilaturahmi .
  • Bersikap tasamuh ( toleransi ) terhadap sesama umat beragama .
  • Tidak memaksakan kepercayaan atau kehendak seenaknya sendiri kepada orang lain .
  • Menumbuhkan semangat kesatuan dan persatuan .
  • Tidak suka mengolok – olok orang lain .
  • Tidak suka memfitnah orang lain .
  • Tidak suka berburuk sangka dengan satu dan lainnya .

Seorang ahli bernama Pettigrew (dalam Liliweri 2005) menyebutkan ada dua tipe diskriminasi yang dapat terjadi di masyarakat. Adapun jenis dan tipe diskriminasi adalah sebagai berikut:

  • Diskriminasi Langsung

Ini adalah suatu bentuk diskriminasi dimana hukum, peraturan, atau kebijakan dibuat dengan menyebutkan secara jelas karakteristik tertentu. Misalnya agama, ras, jenis kelamin, kondisi fisik, sehingga sebagian orang tidak mendapatkan peluang yang sama.

  • Diskriminasi Tidak Langsung

Tipe diskriminasi ini terjadi ketika suatu peraturan yang sifatnya netral namun dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi diskriminasi terhadap masyarakat yang memiliki karakteritik tertentu.

Diskriminasi dalam islam

Islam melarang umatnya untuk berlaku diskriminasi terhadap orang lain hanya karena perbedaan bangsa dan suku karena hal ini bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri.

Dalam surat Al Hujurat ayat 13 Allah SWT berfirman yang artinya,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat : 13).

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa manusia diciptakan ke muka bumi ini memang berbeda satu sama lain. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah agar manusia dapat saling mengenal satu sama lain.

Mengenal di sini juga bukan dimaksudkan untuk membeda-bedakan manusia melainkan untuk memahami, menerima, dan menghargai perbedaan tersebut. Perbedaan yang ada juga hendaknya tidak menjadi alasan untuk saling menyakiti, berbuat tidak adil, atau merendahkan manusia lainnya. Melihat perbedaan hanya untuk merendahkan orang lain dan menyombongkan diri jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 11 yang artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik … “ (QS. Al Hujurat : 11).

Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang muslim adalah saudara Muslim lainnya, tidak (boleh) menzaliminya, menghinanya, dan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini, takwa itu di sini (sambil ditunjukkan ke dada beliau (saw) dan diulang sebanyak tiga kali yang menunjukkan kepentingannya). Cukuplah seseorang berbuat keburukan dengan merendahkan saudaranya yang Muslim. Setiap muslim haram darah, kehormatan, dan hartanya atas muslim lainnya.” (HR. Muslim).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Islam melarang kaum muslimin bersikap diskriminasi, karena :

  • Manusia memang diciptakan berbeda satu sama lain.
  • Sikap diskriminasi dapat menimbulkan konflik.
  • Sikap diskriminasi menunjukkan penolakan terhadap ketentuan Allah SWT.
  • Sikap diskriminasi menyebabkan orang berlaku sombong.
  • Sikap diskriminasi menyebabkan orang memperlakukan orang lain dengan sewenang-wenang.

Hukum Diskriminasi dalam Islam

Hukum diskriminasi dalam islam adalah haram, contoh perilaku diskriminasi yang dilarang :

  • Adanya pemisah antara si miskin dan si kaya .
  • Adanya pemisah antara si pandai dan si kurang pandai .
  • Adanya pemisah antara  si kulit putih dan kulit hitam .

Perhatikan kisah Para sahabat Rasulullah saw ketika Rasulullah saw masih hidup dibawah ini :

An- nu’aim bin basyir berkata , ayahku memberi sesuatu kepada ku. Mengetahui pemberian itu lalu ibuku berkata kepada ayahku :” wahai suamiku , aku tidak rela akan pemberianmu , sebelum engkau mempersaksikan kepada Rasulullah saw. ” Mendengar hal itu , lalu ayahku pergi untuk menemui Rasulullah saw dan menjelaskan akan maksud kedatangannya . Lalu Rasulullah saw bersabda kepada ayahku  :” apakah selain kau berikan kepada an-nu’man , kau juga memberikan kepada anak – anakmu yang lain? ( tidak berlaku diskriminasi )”

Lalu ayahku menjawab :” Tidak ,ya Rasulullah saw “. Lalu Rasulullah saw bersabda : ” Bertawakallah kepada ALLAH swt dan berlaku adillah terhadap anak – anak mu.”

Dengan demikian , dapat kita simpulkan dan kita ambil pelajarannya dari kisah tersebut . Bahwa Rasulullah saw melarang kita untuk bertindak diskriminasi .baik dalam keluarga, lingkungan , ataupun antar suku dan antar negara.

Di samping persamaan, untuk menghindari sikap diskriminasi, maka harus di tonjolkan persaudaraan sesame orang beriman dan bahkan kepada sesama manusia. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas betapa indah dan tulusnya persaudaraan antara kaum pendatang dari mekah dengan kaum penolong dari madinah. Mereka mau berbagu apa saja untuk saudaranya seiman. Demikianlah persaudaraan Islam betul-betul merupakan nikmat Allah yang perlu disyukuri dan dipelihara, sebagaimana firman Allah SWT :

Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk  (Ali Imran: 103)

Supaya Persaudaraan yang dijalin dapat tegak dengan kokoh, maka diperlukan empat tiang penyangga utamanya :

  • Ta’aruf

Adalah saling kenal mengenal dan tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas saja, tapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang pendidikan, ide-ide, cita-cita, serta problematika kehidupan yang dihadapi.

  • Tafahum

Adalah saling memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing.

  • Ta’awun

Adalah saling tolong-menolong, dimana yang kuat menolongyang lebih, dan yang memiliki kelebihan menolong yang kekurangan.

  • Takaful

Adalah saling memberikan jaminan, sehingga menimbulkan rasa aman, tidak ada rasa kekhawatiran dan kecemasan menghadapi hidup ini.

Hikmah Menghindari Sikap Diskriminasi.

  • Mengutamakan orang lain

Seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi cenderung lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri, meskipun dia miskin, karena Islam mengajarkan kepada para pengikutnya untuk melakukan hal demikian.

  • Meringankan Beban orang lain

Setiap muslim yang menghindari sikap Diskriminasi adalah seorang toleran, sabar, dan memperlakukan orang lain dengan baik.Dia berusaha meringankan beban orang yang berhutang sebagaimana di firmankan Allah SWT

  • Tidak menjadi beban orang lain

Seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi memiliki jiwa mandiri dan independen, tidak berfikiran untuk meminta-minta. Jika kesulitan menimpanya, dia menghadapinya dengan sabar dan berusaha lebih keras. Karena Rosullullah SAW memperingatkan umat islam bahwa “Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Tangan yang di atas adalah orang yang memberi, sedangkan tangan yang di bawah adalah orang yang meminta.

  • Ramah Tamah terhadap sesama manusia

Seseorang yang benar-benar memahami ajaran agama senantiasa ramah, bersahabat, dan menyenangkan. Dia bergaul dengan orang lain dan bersahabat dengan mereka.

  • Berperilaku sesuai ajaran islam

Salah satu karakteristik terpenting seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi adalah dia mengukur setiap tradisi masyarakatnya yang telah cukup dikenal berdasarkan standar-standar islam.

  • Wajar dan realistis

Allah melalui Rosul-Nya telah mengajarkan manusia bahwa tujuan hidup sebenarnya adalah agar dapat menghambakan diri kepada Allah, sehingga tercapai derajat taqwa yang prima.

 Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hukum Diskriminasi dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
8 Dasar Kepemimpinan Dalam Islam https://dalamislam.com/dasar-islam/dasar-kepemimpinan-dalam-islam Sun, 07 Oct 2018 02:10:19 +0000 https://dalamislam.com/?p=4421 Islam merupakan agama yang paling sempurna yang selalu memberikan pengaturan akan hidup dan segala hal yang akan dilakukan oleh umat Islam. Bahkan Islam merupakan ajaran agama yang selalu memberikan pengajaran terbaik di dalam kehidupan di dunia salah satunya adalah tentang dasar kepemimpinan dalam Islam. Seperti doa untuk pemimpin dalam islam, ada dasar yang harus dimengerti dan […]

The post 8 Dasar Kepemimpinan Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam merupakan agama yang paling sempurna yang selalu memberikan pengaturan akan hidup dan segala hal yang akan dilakukan oleh umat Islam. Bahkan Islam merupakan ajaran agama yang selalu memberikan pengajaran terbaik di dalam kehidupan di dunia salah satunya adalah tentang dasar kepemimpinan dalam Islam. Seperti doa untuk pemimpin dalam islam, ada dasar yang harus dimengerti dan dipelajari.

Karena semua hal yang dibutuhkan ummat NYA di dunia ini sudah diatur dengan baik dialam kitab suci Al-Qur’an bserta hadis dan sabda Rasullulah. Oleh karena itu, dasar kepemimpinan dalam islan akan kita bahas kali ini. Agar bisa mengetahui hal apa saja yang menjadi pondasi kepemimpinan di dalam agama Islam

  1. Bertaqwa Kepada Allah SWT

Untuk menjadi seorang pemimpin maka kita harus ditanamakan etika dan dasar kepemimpinan dalam islam yang kuat yakni sikap bertaqwa kepada Allah SWT. Seperti yang tercantum di dalam  QS.Ali Imran [3]: 102:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan memeluk agama Islam.”

Sama dengan cara menguatkan iman dan taqwa, dasar atas taqwa disini memiliki unsur takut kepada larangan Allah SWT hingga nantinya ia selalu menjaga bagaimana ia berbuat dan menjaga perilakunya dengan baik. Selalu mengamalkan tentang hari akhir dan selalu memiliki rasaQinaah atau rela dengan sesautu walaupun hanya terlihat sedikit dimata manusia.

2. Tanggung jawab

Kepemimpinan adalah dasar dari sebuah tanggung jawab. Seperti yang dinyatakan di dalam Surat An-Nahl Ayat 93-96 :

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”. (16: 93)

Seperti yang dinyatakan di dalam ayat alqur’an akan tanggung jawab, maka menjadi pemimpin berarti akan memikul tanggung jawab tidak hanya di dunia namun di akhirat kelak. Karena setiap pemimpin nantinya akan dimintai pertanggung jawaban mereka nantinya.

3. Musyawarah dan Istiqarah

Pemimpin harus pandai dalam mengajak para bawahan atau orang-orang yang ia pimpin untuk tetap bermusyawarah dengan baik. Dan selalu menerapkan sifat istiqarah atau berserah diri atas pilihan yang ditentukan oleh Allah SWT nantinya Ini tercantum di dalam surat Asy-Syura ayat 38:

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”

4. Adil

Pemimpin yang bertaqwa maka akan selalu berlaku adil terhadap apapun. karena sikap ini adalah sikap yang terpuji dan sangat disukai oleh Allah SWT seperti yang tercantum di dalam Surat An-Nahl Ayat 90-92:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (16: 90)

5. Tidak membebani orang lain 

Sifat dasar kepemimpinan lain yang seharusnya dimiliki pemimpin dalam ajaran islam adalah tidak memberatkan apapun kepada orang lain apalagi diluar kemampuan orang tersebut. Seperti yang dinyatakan dalam surat Al Baqarah : 287

لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا‌ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ‌ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَاْنَا‌ۚ رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَه عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا‌‌ۚرَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِه‌ ۚ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلٰنَا فَانصُرْنَا عَلَىالْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Baginya ganjaran untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya. Dan mereka berkata, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami berbuat salah.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami tanggung jawab seperti Engkau telah bebankan atas orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami janganlah Engkau membebani kami apa yang kami tidak kuat menanggungnya; dan ma’afkanlah kami dan ampunilah kami serta kasihanilah kami kerana Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir.”

6. Amanah (dapat dipercaya)

Pemimpin yang seharusnya memenuhi dasar syariat islam adalah dia yang amanah dan tidka munafik seperti yang digambarkan di dalam ayat-ayat al quran tentang amanah, salah satunya adalah di dalam QS. An-Nisa’: 58

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴿٥٨

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”

7. Taat Kepada perkara yang baik

Pemimpin yang baik akan selali mengetahui mana ajaran yang layak di ikuti sesuai dengan syariat islam dan mana yang tidka boleh diikuti. Dan Pemimpin yang baik akan selalu mengetahui serta taat pada perkara yang baik seperti yang dinyatakan di dalam dasar agama Ismal.

8. Suri Tauladan

Pemimpin yang sesuai dengan ajaran islam adalah dia yang bisa dijadikan sebagai sang suri tauladan yang baik. Seperti yang tercantum di dalam QS. Al-Ahzaab: 21

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

The post 8 Dasar Kepemimpinan Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>