fiqih pernikahan Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/fiqih-pernikahan Mon, 03 Sep 2018 06:26:54 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png fiqih pernikahan Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/fiqih-pernikahan 32 32 6 Adab Melihat Calon Istri Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/adab-melihat-calon-istri-menurut-islam Mon, 03 Sep 2018 06:26:54 +0000 https://dalamislam.com/?p=4186 Pernikahan merupakan ikatan suci lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan. Pernikahan perlu disiapkan sematang mungkin agar tidak terjadi perselisihan baik antara pasangan yang menikah maupun antara keluarga mereka. Oleh karena itu, kejujuran menjadi salah satu landasan utama yang diamalkan antara kedua belah pihak ketika menjelang pernikahan. Persiapan pernikahan dalam Islam senantiasa harus dilandasi kejujuran […]

The post 6 Adab Melihat Calon Istri Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan merupakan ikatan suci lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan. Pernikahan perlu disiapkan sematang mungkin agar tidak terjadi perselisihan baik antara pasangan yang menikah maupun antara keluarga mereka. Oleh karena itu, kejujuran menjadi salah satu landasan utama yang diamalkan antara kedua belah pihak ketika menjelang pernikahan.

Persiapan pernikahan dalam Islam senantiasa harus dilandasi kejujuran saat perkenalan antara calon istri dan calon suami, yang mana keduanya dibolehkan untuk mengetahui latar belakang, identitas, sifat, dan kekurangan serta kelebihan fisik calon. Konteks ini membolehkan laki-laki melihat terlebih dahulu calon istrinya guna memantapkan hati untuk maju ke jenjang pernikahan, begitu juga sebaliknya. Fiqih pernikahan menggunakan  nazhar untuk istilah melihat langsung calon istri atau suami. Nah, artikel kali ini baru akan membahas enam adab melihat calon istri menurut Islam.

Islam telah melindungi wanita melalui keutamaan menutup aurat, sehingga laki-laki tidak serta merta dapat melihat wanita dalam keadaan terbuka aurat jika ia bukan mahram wanita tersebut. Dengan demikian, calon suami tidak dapat melihat calon istrinya secara utuh sebelum terikat pernikahan. Berikut adab yang perlu diperhatikan calon suami saat melihat calon istrinya.

  1. Keseriusan menikah

Dari Abu Humaid Al-Anshari r.a, Rasulullah Saw bersabda,

Apabila kalian melamar seorang wanita, tidak ada dosa baginya untuk me-nazharnya, jika tujuan dia melihatnya hanya untuk dipinang. Meskipun wanita itu tidak tahu.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih).

Merujuk hadits ini, hukum memandang wanita dalam Islam bagi pria yang serius menikahinya ialah boleh. Ia dapat melihat calon istrinya baik secara sengaja diketahui calon istri (bertemu) maupun secara tidak sengaja.

  1. Peluang menikah

Seorang laki-laki yang hendak meminang wanita, hendaknya memastikan adanya peluang pinangannya diterima baik oleh wanita maupun walinya. Laki-laki tidak boleh memaksakan untuk me-nazhar seorang wanita bila pinangannya berpeluang besar ditolak wanita berikut walinya.

Jika lelaki yang hendak meminang wanita mengetahui bahwa pihak wanita tidak akan bersedia menikah dengannya, atau pihak wali tidak akan mengabulkan pinangannya, maka tidak boleh dia melakukan nazhar. Meskipun dia sudah menyampaikan lamarannya. Karena dibolehkannya nazhar, hanya karena menjadi sebab untuk menikah. Jika dia yakin bahwa dia pasti ditolak, maka kembali pada hukum asal melihat wanita, yaitu dilarang.” (An-Nadzar fi Ahkam An-Nadzar, hal. 391)

  1. Tidak ber-khalwat

Salah satu dari enam adab melihat calon istri adalah tidak ber-khalwat atau berduaan. Selama proses nazhar berlangsung, calon istri harus didampingi mahramnya misalnya ayah atau saudara laki-laki lainnya. Hal ini berasaskan hukum khalwat yang dilarang dalam Islam. Sabda Rasulullah Saw,

Jangan sampai seorang lelaki berdua berduaan dengan seorang wanita, kecuali didampingi oleh mahramnya.” (Muttafaq ‘alaihi)

Larangan ini bertujuan untuk tetap menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, serta menghindarkan mereka dari bahaya zina.

  1. Tidak sambil menikmati apa yang dilihat

Hawa nafsu merupakan hal yang sulit diperangi manusia dalam aktivitas hidupnya, terlebih lagi hawa nafsu manusia dapat terpicu melalui beberapa jalan, termasuk pandangan. Meski bertujuan melihat calon istri, pihak laki-laki tidak boleh melihat wanita tersebut dengan cara penuh menikmati (taladzudz) karena termasuk kategori zina mata. Nazhar hanya ditujukan untuk memantapkah hati laki-laki dengan mencari apa yang menjadi daya tarik wanita tersebut, jika sudah menemukan, itu sudah cukup baginya. Imam Ahma pernah mengatakan,

Dia melihat ke wajahnya, namun tidak boleh dengan cara menikmati. Dia boleh melihat berulang-ulang, dan menimbang kecantikannya. Karena tujuan saling mencintai hanya bisa diwujudkan dengan cara itu.”

  1. Tidak melakukan kontak fisik langsung sedikitpun

Islam telah mengatur cara pergaulan yang baik, salah satu aturan yang harus diperhatikan adalah larangan melakukan kontak fisik langsung berupa sentuhan. Hal ini juga didasarkan pada hukum zina dalam Islam, yaitu haram. Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah Saw bersabda,

Sesungguhnya Allah menetapkan jatah dosa zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau menustakannya.” (HR. Bukhari)

  1. Boleh melihat berkali-kali ke arah calon istri

Seorang laki-laki dibolehkan melihat ke arah calon istrinya berkali-kali bila diperlukan. Hal ini hanya dibolehkan untuk memastikan kondisi calon istri secara jelas. Ensiklopedi Fiqh menyatakan,

Boleh mengulang-ulang melihat wanita yang dilamar, jika dibutuhkan , sehingga semakin jelas semua kondisinya. Agar tidak menyesal setelah menikah. Karena tujuan itu umumnya tidak terwujud di awal nazhar.”

Demikian penjelasan mengenai enam adab melihat calon istri menurut Islam. Simak juga tips taaruf dalam Islam sebagai persiapan menuju jenjang pernikahan.

The post 6 Adab Melihat Calon Istri Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menentukan Mahar dalam Islam untuk Pernikahan https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menentukan-mahar-dalam-islam-untuk-pernikahan Tue, 28 Aug 2018 06:30:17 +0000 https://dalamislam.com/?p=4129 Allah SWT telah menciptakan setiap hal dalam kondisi berpasang-pasangan, termasuk manusia. Manusia diciptakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan dari berbagai rumpun yang disatukan dalam satu ikatan suci pernikahan. Pengertian Pernikahan Islam telah memiliki pedoman jelas mengenai pernikahan yang dituangkan dalam ilmu fiqih pernikahan. Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan […]

The post Hukum Menentukan Mahar dalam Islam untuk Pernikahan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Allah SWT telah menciptakan setiap hal dalam kondisi berpasang-pasangan, termasuk manusia. Manusia diciptakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan dari berbagai rumpun yang disatukan dalam satu ikatan suci pernikahan.

Pengertian Pernikahan

Islam telah memiliki pedoman jelas mengenai pernikahan yang dituangkan dalam ilmu fiqih pernikahan. Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk ketika keduanya telah siap menunaikan hak dan kewajiban sebagai sepasang suami istri dalam rangka menghindari bahaya zina dan membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah. Menjadikan pernikahan sebagai ladang amal terhadap Allah SWT juga merupakan keutamaan menikah dalam Islam.

Rukun Pernikahan

Tata cara pernikahan dalam Islam telah diatur sedemikian rupa. Salah satu aspek pelaksanaan pernikahan harus memenuhi unsur-unsur yang disebut rukun pernikahan. Rukun nikah dalam Islam meliputi lima unsur yang meliputi :

  1. Ada calon suami, syarat: laki-laki, dewasa, Islam, kemauan sendiri, tidak sedang ihram – haji atau umrah, dan bukan mahramnya;
  2. Ada calon istri, syarat: wanita, cukup umur (minimal 16 tahun), bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, tidak dalam ihram – haji atau umrah, dan bukan mahramnya;
  3. Adanya wali nikah, yaitu orang yang mengizinkan pernikahan;
  4. Terdapat saksi, syarat: Islam, laki-laki, dewasa, berakal sehat, dapat berbicara, mendengar, dan melihat, adil, dan tidak sedang ihram haji/umrah;
  5. Adanya kata-kata ijab dan qabul, ijab berarti ucapan wali pihak mempelai wanita sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki, sedangkan qabul merupakan ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan.

Menentukan Mahar Pernikahan

Saat proses ijab qabul, pihak suami wajib memberikan mahar (maskawin) kepada mempelai wanita sebagaimana firman Allah SWT berikut :

“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan…”  (QS. An-Nisa : 4).

Merujuk ayat di atas, terdapat unsur kerelaan dalam pemberian mahar. Unsur kerelaan tersebut salah satunya tidak lepas dari jumlah mahar yang diberikan. Oleh karena itu amat penting untuk diketahui hukum menentukan mahar dalam Islam bagi orang-orang yang hendak melakukan pernikahan.

Kedudukan mahar dalam Islam terkait penggunannya menjadi hak penuh bagi wanita sebab mahar merupakan harta khusus baginya yang dapat ia gunakan bagi sesuatu yang menurutnya baik, tanpa ada campur tangan siapapun. Adapun syariat Islam tidak menyebutkan khusus mengenai  besaran maksimal mahar berikut siapa yang wajib menentukan besaran tersebut. Besar kecilnya ukuran mahar dapat ditentukan sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak yang hendak menikah. Hanya saja terkait hukum menentukan mahar perlu memerhatikan dua aspek utama, yaitu aspek kelayakan dan aspek batas minimal mahar pernikahan dalam Islam yang akan dijelaskan di bawah ini.

  • Kelayakan mahar

Allah SWT telah memerintahkan laki-laki untuk memberikan mahar yang layak bagi wanita yang dinikahinya dalam QS. An-Nisa ayat 25 yang berbunyi,

…dan berikanlah mahar mereka menurut yang patut…”  (QS. An-Nisa : 25)

Laki-laki hendaknya memberikan mahar kepada calon istrinya sesuai dengan keberadaan wanita tersebut. Keberadaan yang dimaksud dapat dilihat dari segi hubungan dengan aspek kemasyarakatan, adat kebudayaan, dan tingkat kematangan akalnya.

  • Batas minimal ukuran mahar

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits yang bersumber dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda,

Carilah (mahar) meskipun berupa cincin yang terbuat dari besi.”

Hadits ini menjelaskan begitu sedikitnya batas minimal mahar, yang mana cincin besi memiliki harga tidak lebih dari 3 dirham. Oleh karena itu, harta baik sedikit maupun banyak dapat dijadikan mahar. Hadits lain kemudian menyebutkan bahwa memberikan kemudahan dalam soal mahar lebih diutamakan Islam. Sabda Rasulullah SAW,

Sesungguhnya pernikahan yang paling besar berkahnya adalah pernikahan yang paling ringan maharnya.”  (HR. Ahmad dan Baihaqi dari jalur ‘Aisyah).

Demikianlah penjelasan mengenai hukum menentukan mahar dalam Islam berikut aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberiannya. Semoga dapat menjadi rujukan bagi setiap muslim dan muslimah yang hendak melangsungkan pernikahan.

The post Hukum Menentukan Mahar dalam Islam untuk Pernikahan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Pernikahan Beda Agama Islam dan Non-Muslim https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-pernikahan-beda-agama Fri, 29 Sep 2017 06:08:05 +0000 https://dalamislam.com/?p=2128 Pernikahan adalah sesuatu yang diajurkan dalam islam. Hukum menikah adalah sunnah muakkad yakni sunnah yang diutamakan. Menikah adalah pelengkap agama dan merupakan bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Menikah juga memiliki banyak keutamaan dalam islam. Selain untuk menghasilkan keturunan, menikah juga menghindarkan diri dari perbuatan maksiat serta membuat hati terasa lebih tentram. Allah Subhanahu wa Ta’ala […]

The post Hukum Pernikahan Beda Agama Islam dan Non-Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah sesuatu yang diajurkan dalam islam. Hukum menikah adalah sunnah muakkad yakni sunnah yang diutamakan. Menikah adalah pelengkap agama dan merupakan bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Menikah juga memiliki banyak keutamaan dalam islam. Selain untuk menghasilkan keturunan, menikah juga menghindarkan diri dari perbuatan maksiat serta membuat hati terasa lebih tentram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-quran yang artinya:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum: 21).

Karena menikah adalah sesuatu yang sakral maka tentu tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Terlebih lagi bagi umat muslim, pernikahan haruslah memenuhi kaidah dan syariat agama. Secara umum terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencari jodoh. Diantaranya yaitu agama, nasab, harta dan paras wajah.

Baca juga:

Nah, yang jadi pernyataan bagaimana dengan pernikahan beda agama? Kira-kira bolehkah perempuan islam menikah dengan pria non muslim, ataupun sebaliknya? Berikut ulasan lengkapnya!

Pandangan Islam tentang Nikah Beda Agama

Hukum pernikahan beda agama dalam islam termasuk masalah khilafiyah yang diperdebatkan. Namun demikian, mayoritas ulama dan MUI memutuskan bahwa pernikahan beda agama dalam islam adalah haram (tidak diperbolehkan).

  1. Haram

Mayoritas ulama dari 4 mahzhab, MUI, NU, Muhammadiyah dan lainnya telah bersepakat bahwa menikahi pria atau wanita non muslim hukumnya haram. Pernyataan ini didasari oleh dalil-dalil Al-Quran surat Al-baqarah ayat 221 dan Al-Mumtahanah ayat 10 yang menjelaskan bahwa orang-orang mukmin dilarang menikahi wanita musyrik. Menikah dengan orang kafir tidak dihalalkan dalam islam.

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan wanita-wanita mu’min] sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya [perintah-perintah-Nya] kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS Al-Baqarah: 221)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)

A. Pendapat Nadhatul Ulama (NU)

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada bulan November 1989, ulama Nahdhatul Ulama (NU) menetapkan fatwa bahawa pernikahan beda agama di Indonesia hukumnya haram atau tidak sah.

B. Pendapat Ulama Muhammadiyah

Dalam sidang Muktamar Tarjih ke-22 pada tahun 1989 di Malang, para ulama Muhammadiyah telah menetapkan keputusan bahwa pernikahan beda agama hukumnya tidak sah. Laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik (Hindu, Budha, Konghuchu atau agama selain islam lainnya). Begitupun dengan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab (Yahudi atau Nasrani) hukumnya juga haram.

Menurut ulama Muhammadiyah, wanita ahlul kitab di jaman sekarang berbeda dengan jaman nabi dahulu. Selain itu menikahi wanita beda agama juga mempersulit membentuk keluarga sakinah yang sesuai syariat islam.

Baca juga:

  1. Diperbolehkan (antara makruh dan mubah)

Pendapat dari ulama yang kedua tentang hukum pernikahan beda agama antara makruh dan mubah. Pernyataan mereka didasari oleh surat Al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan bahwa menikahi wanita ahlul kitab dihalalkan untuk seorang mukmin. Namun dengan syarat,

  • wanita ahlul kitab tersebut tidak pernah melakukan perbuatan maksiat, seperti zina dan sejenisnya
  • Hanya laki-laki muslim yang boleh menikahi wanita ahlul kitab, sedangkan wanita muslim tidak boleh menikahi laki-laki beda agama.

Mengapa demikian? Sebab posisi wanita dalam keluarga adalah menjadi makmum. Belum tentu bisa membimbing suaminya. Jadi jika suaminya non muslim maka bisa berisiko merusak pondasi keimanan rumah tangga.

 Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (QS. Al-Maidah: 5)

Diperbolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab dikarenakan adanya pendapat yang mengatakan bahwa waniat ahlul kitab berbeda dari wanita musyrik. Namun demikian dalam surat Al-bayyinah Allah Ta’ala menjelaskan bahwa ahli kitab dan orang-orang musyrik termasuk orang kafir.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”  (QS. Al-Bayyinah: 6)

Baca juga:

Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut MUI

Perkara tentang pernikahan beda agama sebenarnya telah dibahas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak lama. Tepatnya pada Musyarawah Nasional (Munas) II tanggal 11-17 Rajab 1400 H atau 26 Mei -1 Juni 1980.

MUI mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan beda agama tidak diperbolehkan. Pendapat tersebut didasari oleh:

  • Surat Al-baqarah ayat 221
  • Surat Al-Mumtahanah ayat 10
  • Surat At-Tahrim ayat 6: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperlihatkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
  • Hadist Riwayat Tabrani: “Barangsiapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa kepada Allah dalam bahagian yang lain.
  • Sabda Nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Aswad bin Sura’i: “Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci sehingga ia menyatakan oleh lidahnya sendiri. Maka, ibu bapaknyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
  • Hadist Riwayat Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah: “Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.”
  • Qa’idah Fiqh: Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada menarik kemaslahatan.

Dengan itu, MUI menetapkan  fatwa tentang perkawinan beda agama

1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

Baca juga:

Dari penjelasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa pernikahan beda agama tidak dianjurkan dalam islam, bahkan diharamkan. Walaupun ada beberapa yang membolehkan, namun kita dapat melihat bahwa ahli kitab jaman dahulu memang berbeda dengan jaman sekarang. Terlebih lagi kitab-kitab suci selain Al-quran (seperti injil atau taurat) juga telah diubah isinya oleh manusia.

Lebih baik kita menikah dengan sesama muslim. Sebab syarat utama dalam mencari pasangan adalah agama dan akhlaknya. Dengan begitu kehidupan rumah tangga akan menjadi mawaddah, sakinah dan rahmah.

The post Hukum Pernikahan Beda Agama Islam dan Non-Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Nikah Misyar – Pengertian – Hukum – Dalil https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/nikah-misyar Wed, 20 Sep 2017 07:59:31 +0000 https://dalamislam.com/?p=2092 Pernikahan adalah jalinan cinta dan ikatan yang suci dari lelaki dan perempuan untuk menempuh hidup bersama. Pernikahan menjadi sesuatu yang suci dan sakral karena janji ini diikat langsung oleh aturan Islam, dihadapan saksi, keluarga, dan tentunya atas nama Allah SWT. Untuk itu, pernikahan bukan sesuatu yang main-main, melainkan memiliki konsekwensi serta tanggung jawab dari masing-masing […]

The post Nikah Misyar – Pengertian – Hukum – Dalil appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah jalinan cinta dan ikatan yang suci dari lelaki dan perempuan untuk menempuh hidup bersama. Pernikahan menjadi sesuatu yang suci dan sakral karena janji ini diikat langsung oleh aturan Islam, dihadapan saksi, keluarga, dan tentunya atas nama Allah SWT. Untuk itu, pernikahan bukan sesuatu yang main-main, melainkan memiliki konsekwensi serta tanggung jawab dari masing-masing pasangan yang ada.

Adanya pernikahan juga memiliki tujuan tertentu sebagai bagian dari mencapai tujuan hidup manusia di muka bumi yaitu menjadi khalifah fil ard. Untuk itu, ada fungsi untuk melahirkan keturunan, memperkuat kehidupan bersama, menunjang sumber daya, memperkuat satu sama lain, dalam ikatan keimanan dan hingga kepada apa yang diridhoi Allah SWT.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan Allah dalam Al-Quran, Dalam ayat dijelaskan bahwa pernikahan agar mereka saling tentram satu sama lainnya.

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar Rum : 21)

Selain itu juga diperintahkan dalam QS An-Nur ayat 32, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah Swt akan mengkayakan mereka. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.”

Karena pernikahan bagian dari agama, maka tentu saja ini bukan hal main-main. Sedangkan, dalam kenyataannya ada yang disebut dengan misyar atau Nikah Misyar. Nikah misyar ini adalah pasangan yang menikah hidup terpisah satu sama lain namun tetap ada pemenuhan syahwat atau kebutuhan biologis. Bagaimanakah islam memandang hal ini?

Pengertian Nikah Misyar

Nikah misyar sudah ada sejak di masa lalu, bukan hanya saat ini saja. Bentuk pernikahan ini adalah suami mensyaratkan bahwa istrinya tidak akan diperlakukan sama seperti istri-istri yang lainnya. Tentu saja hal ini terjadi jika sebelumnya atau suami telah memiliki istri yang lebih dari satu.

Untuk itu, biasanya sang suami akan meminta istrinya atau memenuhi hak istrinya di siang hari saja atau malam hari saja atau waktu tertentu saja. Masing-masing mau untuk membagi hak-nya, baik si suami atau si istri. Misalnya suami hanya datang bersama dia di hari tertentu saja dan waktu tertentu saja, walaupun di hari-hari lainnya suami akan memenuhi hak istri yang lain.

Nikah misyar seperti ini biasa terjadi pada pasangan yang selingkuh atau menyembunyikan informasi pernikahannya dari keluarga suami, dari istri pertama, dan lain sebagainya. Tentu saja menjadi haram jika tanpa ada status pernikahan dan berbeda jika telah ada akad yang sah.

Aturan dan Hukum Pernikahan dalam Islam

Para ulama menyampaikan bahwa nikah misyar tetap akan sah jika terpenuhi syarat dan rukun nikahnya. Namun beberapa ulama mensyaratkan nikah seperti ini diketahui atau diizinkan oleh salah satu pasangannya. Tetapi ada juga yang menyampaikan bahwa nikah seperti ini sah asal sesuai syarat dan rukun nikah yang sesuai dengan syariat islam.

Syarat-syarat nikah tersebut dalam islam adalah :

  • Adanya Calon Pengantin Laki-Laki yang siap menikah
  • Adanya Calon Pengantin Perempuan yang siap untuk dinikahi
  • Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan harus ada yaitu ayahnya atau jika ayah tidak ada, diwakilkan oleh Keluarga Ayah
  • Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki)
  • Pernyataan Ijab dan Qobul
  • Adanya mahar, bersifat semampunya dan sesuai yang dimiliki (tidak memberatkan)

Hal ini berbeda hal jika wanita melakukannya tanpa wali, maka tentu statusnya tidak sah, dan bisa jadi terjadi perselingkuhan yang berakibat zina. Hal sebagaimana yang disampaikan dalam sebuah hadist,

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad

Selain itu juga disampaikan dalam sebuah hadist lain, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud ,Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Terlihat syarat sah dari pernikahan di atas, bahwa syarat nikah hanyalah aspek tersebut. Jika dilihat lebih lanjut, maka sebetulnya nikah misyar bukanlah menjadi masalah atau tidak ada yang salah. Namun yang perlu diukur dan ditindak lanjuti adalah dari aspek etis dan dampak setelahnya. Tentu tidak ada yang salah jika hanya melihat dari aspek syarat. Namun bagaimanakah dampak dan lanjutannya dari pernikahan tersebut, harus diperhitungkan dan dipertimbangkan lebih lanjut.

Mengenai pernikahan secara umum dalam islam, juga dapat dipahami mengenai :

Hal-hal diatas perlu dipahami agar kita tidak salah melangkah dalam melaksanakan pernikahan dan sesuai dengan tujuan pernikahan yang diharapkan oleh Allah SWT.

Mempertimbangkan Nikah Misyar dalam Islam

Walaupun secara hukum islam dan syarat sah dari Nikah Misyar adalah sah, namun perlu kita pertimbangkan juga secara personal dan adakah dampak yang terjadi setelah itu. Walaupun sah, namun ketika menjalankannya salah dan pelaksanaannya setelah itu membawakan mudharat, tentu Allah juga menilai hal yang berbeda. Untuk itu, berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam aspek pernikahan misyar.

  1. Niat Untuk Menikah

Sebelum melaksanakan nikah misyar, tentunya yang perlu dipertimbangkan pertama kali adalah aspek niat. Apakah niat yang dimiliki untuk menikah. Tentunya menikah bukan hanya sekedar memenuhi aspek hawa nafsu atau kebutuhan biologis. Lebih dari jauh itu, banyak tanggung jawab dan amalan yang harus dipenuhi.

Menikah semata-mata bukan karena rasa cinta dan keinginan saja, tapi disana ada fungsi untuk membangun keluarga, anak-anak, memberikan manfaat untuk masyarakat, dan juga memberikan dampak sosial yang lebih jauh dibanding hanya sekedar memenuhi kebutuhan biologis. Untuk itu, perlu dipertimbangkan niatnya.

Jika niat menikah hanya untuk memenuhi hasrat yang pendek dan sementara saja, tentu tidak akan mendapatkan berkah dan dampak yang besar bagi ibadah kita di muka bumi. Tentu kebahagiaan dunia juga hanya sesaat saja.

  1. Kemampuan Untuk Melaksanakan Tanggung Jawab

Sebelum melaksanakan nikah misyar hendaknya kita juga mempertimbangkan untuk mampukan terus melaksanakan tanggung jawab. Tentu memiliki tanggung jawab seperti dalam sebuah pernikahan tidaklah mudah. Harus dipertimbangkan adakah nanti kita bisa bersikap adil, sesuai dengan janji, dan juga sesuai dengan tanggung jawab istri atau suami dalam islam. Hal ini misalnya mengenai:

Untuk itu, pertimbangkan baik-baik masalah ini. Tentunya masalah tanggung jawab pernikahan bukan hanya mengarah kepada manusia saja, melainkan juga kepada Allah SWT. Dan itulah yang paling berat karena pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.

  1. Adakah Pihak yang Tersakiti

Meminta izin istri yang lain atau pihak yang lain memang bukan kewajiban atau syarat sah dari suatu pernikahan. Jika sesuai dengan rukun dan syarat sah menikah, tentu saja ini bukanlah hal yang membatalkan suatu pernikahan.

Namun, tentu secara etis haruslah dipertimbangkan apakah nantinya ada pihak yang tersakiti. Tentu saja kita tidak ingin jika kita menikah dengan istri yang lain, ternyata membawa dampak kebencian, perpecahan, tersakitinya salah satu pihak. Untuk itu, hal ini harus diperhatikan benar-benar, walaupun tidak masuk dalam syarat sah nikah. Tentu Allah menyukai hamba-hamba Nya yang menjaga hati atau sikap pada orang yang lain.

  1. Kemungkinan Untuk Terpecahnya Keluarga Besar

Saat mempertimbangkan menikah misyar, tentu kita juga harus mempertimbangkan apakah ada kemungkinan terpecahnya keluarga besar dengan istri yang sebelumnya? Hal ini dikarenakan walaupun istri atau suami sepakat, tetapi jika keluarga besar nantinya saling salah menyalahkan, tidak sepakat, dan berpotensi untuk terpecah maka harus dipertimbangkan baik-baik. Tentunya kekeluargaan itu mahal harganya daripada harga sebuah kita menjalin cinta dengan yang lain. Hal ini karena keluarga besar menyangkut banyak pihak dan orang.

  1. Bagaimana Jika Nanti Memiliki Anak

Hal ini yang sangat penting sekali untuk dipertimbangkan. Jika nanti dari istri yang dinikahi misyar memiliki anak tentunya harus dipertimbangkan apakah bisa benar-benar sesuai dengan tanggung jawab ayah terhadap anaknya. Walaupun istri dan suami bersepakat, akan tetapi hak anak dan tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah sesuatu yang harus benar-benar dipikirkan matang-matang.

Untuk itu, dalam hal ini tentu harus menjadi aspek utama yang dipertimbangkan dari suami istri yang menikah secara misyar. Bagaimanapun anak adalah titipan Allah yang tanggung jawabnya akan kembali pada orang tuanya yang mendidik dan membesarkan.

  1. Memahami Fitrah Wanita

Suami yang menikahi istri dengan nikah misyar, tentunya juga harus memahami fitrah wanita. Walaupun istri mau untuk dinikahi misyar, dibagi waktu, dan dibagi hidupnya tetapi wanita memiliki sifat universal. Sifat universal ini adalah ingin diperhatikan, rasa memiliki yang tinggi, dan juga sikap untuk menjadi yang spesial dalam rumah tangga.

Mengenai wanita, bisa juga memahami tentang :

Demikian penjelasan terkait hukum melaksanakan nikah misyar dalam Islam dipdipandang dan berdasarkan dengan dalil-dalil Quran. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya Rabbal A’lamin

The post Nikah Misyar – Pengertian – Hukum – Dalil appeared first on DalamIslam.com.

]]>
6 Kewajiban dalam Rumah Tangga Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/kewajiban-dalam-rumah-tangga Tue, 27 Dec 2016 10:20:25 +0000 http://dalamislam.com/?p=1250 Rumah Tangga adalah bagian dari proses mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam . Di dalam kehidupan berumah tangga tentunya tidak hanya […]

The post 6 Kewajiban dalam Rumah Tangga Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Rumah Tangga adalah bagian dari proses mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam .

Di dalam kehidupan berumah tangga tentunya tidak hanya sekedar kehidupan biasa yang tanpa adanya tanggung jawab dan kewajiban. Semua yang terlibat dalam kehidupan rumah tangga, baik suami atau istri, bahkan anak memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dipenuhi dan akan saling mempengaruhi jika satu sama lain tak dipenuhi. Untuk itu ada kewajiban-kewajban dalam rumah tangga yang sama-sama dilakukan oleh suami istri. Berikut adalah penjelasannya.

Peran Suami Istri dalam Rumah Tangga

“Di antara tanda- tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, sehingga kamu merasa tenteram (sakinah) dengannya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Dan di dalam itu semua terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS: Ar-Ruum : 21)

Adanya pernikahan yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia adalah untuk saling melengkapi dan memenuhi kebutuhan masing-masing. Dengan adanya pasangan tersebut, berharap akan tercipta keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Untuk itu ada rasa cinta dan kasih sayang agar manusia dan pasangannya dapat saling bekerjasama dengan baik.

Tugas membangun rumah tangga beserta kewajiban-kewajiban yang ada di dalamnya, tidak hanya berkaitan dengan salah satu pihak saja. Suami memiliki kewajiban, begitupun dengan istri juga memiliki kewajiban. Jatuh bangunnya, berhasil gagalnya, suatu rumah tangga bukan ditentukan oleh satu pihak saja, melainkan oleh keduanya. Yaitu suami dan istri.

Tugas suami dan istri yang berbeda bukan berarti salah satunya lebih berat, melainkan sama-sama sesuai kadar dan kapasitasnya. Wanita tidak diwajibkan mencari nafkah namun ia diwajibkan untuk menjaga anak-anak dan aset yang dimiliki keluarga. Suami tidak berkewajiban menyusui, mengandung, melahirkan karena memang tidak bisa dan bukan kapasitasnya. Untuk itu, suami memiliki kewajiban bertugas mencari nafkah.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Bersama

Sebagaimana disampaikan di atas, kewajiban suami dan istri akan sama-sama berkewajiban terhadap perkembangan keluarga-nya. Berikut adalah kewajiban dalam rumah tangga yang diembang oleh suami dan istri. Tugas ini secara universal ditanggung bersama walaupun secara detail kewajiban dan pekerjaannya akan berbeda masing-masing keluarga.

  1. Membuat Visi dalam Keluarga

“Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb mu yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memberikan keturunan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan kasih sayang. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian”. (QS An-Nisa : 1)

Membuat serta menentukan visi dalam keluarga adalah hal yang sangat penting. Visi adalah tujuan jangka panjang yang dar perjalanan. Jika suami dan istri dalam rumah tangga tidak memiliki visi yang sama dan baik, tentu akan sulit ketika akan menjalankannya. Untuk itu, pertama kali yang dilakukan adalah bekewajiban untuk membuat visi dalam keluarga, agar tidak tersesat, dan salah jalan.

  1. Mengelola Aset dan Keuangan Keluarga

Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang shalihat, adalah yang tunduk dan taat (qanitat) serta mampu menjaga (hafizhat) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka”. (QS. An-Nisa’:34).

Laki-laku memiliki kewajiban untuk memenuhi nafkah keluarga. Bukan berarti ketika laki-laki menjadi pemimpin dan menafkahi wanita tidak memiliki kewajiban untuk mengelolanya dengan baik. Wanita dalam hal ini juga bertugas untuk mengelola aset dan segala nafkah yang diberikan oleh suaminya untuk dioptimalkan dalam keuangan keluarga. Dalam hal ini suami dan istri sama-sama bekerja sama. Bukan berarti ketika laki-laki mencari nafkah maka ia bisa semena-mena dan berbuat tidak adil terhadap istrinya.

  1. Menjaga Keharmonisan Keluarga

 “Dan pergaulilah pasanganmu dengan ma’ruf (baik). Apabila kamu tidak menyukai (salah satu sifat) mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (di sisi lain)”. (QS. An-Nisa:19).

Menjaga keharmonisan keluarga adalah kewajiban yang harus dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami ataupun istri. Untuk itu, ketika ada kekurangan suami atau istri, hendaknya tidak diperbesar,dan bersabar untuk menghadapinya. Agar keharmonisan keluarga dapat tercipta dengan baik.

  1. Merawat dan Mendidik Anak-Anak

Tugas merawat dan mendidik anak-anak bukanlah tugas dari salah satu pihak saja, melainkan tugas dari suami dan istri. Ayah dan ibu berperan penting bagi tumbuh kembang anak. Untuk itu, kewajiban ini harus ditanggung bersama dalam rumah tangga. Anak pastinya membutuhkan sosok ibu dan sosok ayah, bukan hanya salah satunya saja.

  1. Saling Menjaga dan Memperkuat

Wanita-wanita yang jahat adalah untuk laki-laki yang jahat, dan laki-laki yang jahat adalah untuk wanita yang jahat pula; dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanitwanita yang baik pula” (QS. An-Nur, 24:26)

Kewajiban dalam rumah tangga lainnya adalah berbuat untuk menjaga dan memperkuat suami istri satu sama lain. Hal ini sebagaimana ayat di atas bahwa wanit yang baik akan bersama laki-laki yang baik. Untuk itu mereka saling mempengaruhi dan membentuk kepribadian satu sama lain. Hal inilah yang membuat dalam rumah tangga, kewajiban menjaga dan memperkuat suami istri adalah kewajiban yang penting untuk dilakukan.

  1. Membantu Keluarga Lain

Baik kiranya, jika keluarga yang mampu dapat juga membantu keluarga lain misalnya keluarga yang kurang mampu. Dengan hal ini membuat rumah tangga dan keluarga menjadi lebih produktif dan tidak hanya sekedar menghiupi orang dalam rumah tangga saja, melainkan keluarga lain. Hal ini tentunya berpahala karena memberikan manfaat bagi orang-orang lain di sekitar keluarga kita.

Semoga para pasangan suami istri dimanapun mereka berada selalu dapat menjalankan rumah tangganya sesuai dengan prinsip dasar yang ada dalam rukun islam, rukun iman, fungsi agama islam, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia.

The post 6 Kewajiban dalam Rumah Tangga Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Kewajiban Wanita Setelah Menikah Menurut Al-Quran dan Hadist https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/kewajiban-wanita-setelah-menikah Tue, 27 Dec 2016 10:12:50 +0000 http://dalamislam.com/?p=1249 Pernikahan adalah satu hal yang terhitung ibadah bagi setiap muslim. Pernikahan dapat menjaga diri manusia dari segala kemaksiatan dan perbuatan yang haram, seperti berzina. Pernikahan yang berkah tentunya adalah pernikahan yang diorientasikan kepada Allah dan dilakukan dengan niat unutk beribadah. Ada banyak sekali hikmah dan manfaat dari pernikahan. Pernikahan yang berkah tentu saja pernikahan yang […]

The post 5 Kewajiban Wanita Setelah Menikah Menurut Al-Quran dan Hadist appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah satu hal yang terhitung ibadah bagi setiap muslim. Pernikahan dapat menjaga diri manusia dari segala kemaksiatan dan perbuatan yang haram, seperti berzina. Pernikahan yang berkah tentunya adalah pernikahan yang diorientasikan kepada Allah dan dilakukan dengan niat unutk beribadah. Ada banyak sekali hikmah dan manfaat dari pernikahan. Pernikahan yang berkah tentu saja pernikahan yang sesuai dengan spirit dari rukun islam, rukun iman, fungsi agama islam, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia.

Untuk dapat melaksanakanannya salah satu yang mendasari keberkahan pernikahan adalah dilaksanakannya kewajiban-kewajiban dari masing-masing pasangan. Tentu untuk hal ini, wanita juga memiliki peranan dan kewajiban yang harus dilakukan setelah menikah. Berikut adalah kewajiban-kewajiban wanita yang harus dipenuhi setelah menikah.

Kewajiban Wanita dalam Pernikahan Menurut Al-Quran

Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa wanita muslimah memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya sebagai bentuuk ibadah dalam hal rumah tangga. Berikut adalah ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan kewajiban wanita setelah menikah.

  1. Mengikuti Imam Keluarga

“Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) alas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang solehah ialah mereka yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada menurut apa yang Allah kehendaki. ”

Di dalam islam, suami adalah pemimpin atau imam bagi wanita. Hal ini bukan berarti segala apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh suami harus seluruhnya ditaati. Tentu saja aturan-aturan suami atau perintah dan nasehat suami yang berhubungan dan tidak kontradiksi dengan apa yang Allah perintahkan. Mengikuti dan ikut apa yang suami sampaikan bukan karena kita ingin mengikuti suami, melainkan  karena memang Allah yang menentukan.

  1. Bersikap Taat Pada Suami

“Wanita-wanita yang kamu kuatirkan akan durhaka padamu, maka nasehatilah mereka (didiklah) mereka. Dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka (jangan disetubuhi) dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu bersikap curang. Sesungguhnya Allah itu Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An Nisa : 34)

Istri diperintahkan untuk mengikuti suami dan mentaatinya atas dasar karena Allah SWT. Untuk itu, suami juga bisa melakukan seperti tidak mesetebuhi istrinya ketika istrinya tidak taat atau berbuat yang melanggar batasnya. Hal ini tentu akan berdampak kepada keharmonisan. Untuk itu, agar keluarga bisa terjalin dengan baik maka seorang istri bisa melakukan hal ini, sebagai bagian dari kewajibannya.

  1. Berbuat Kebaikan dalam Keluarga

”Bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi mereka wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan. “ (QS An-Nisa’ ayat ke 32)

Apa yang dilakukan wanita dalam keluarga hakikatnya adalah melakukan kebaikan untuk dirinya sendiri. kebaikan seseorang adalah bagian dari usaha orang itu sendiri. Untuk itu, tidak menjadi kerugian jika wanita melakukan hal-hal kebaikan untuk keluarganya apalagi jika memang ditujukan untuk keluarga.

  1. Menjaga Aurat

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. “ (QS An-Nuur : 31)

Wanita berkewajiban untuk menjaga auratnya, tidak boleh memperlihatkannya apalagi jika mengundang atau memancing pada laki-laki yang bukan suaminya. Untuk itu, wanita harus bersikap hormat terhadap dirinya sendiri.

  1. Tidak Bersikap Jahiliah

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).

Wanita muslimah sebagai istri juga berkewajiban untuk menjaga dirinya dan rumahnya. Orang-orang jahiliah memiliki kebiasaan untuk bersikap berlebihan dalam berdandan. Apalagi mereka tidak dapat menjaga kehormatan diri nya sebagai wanita di luar rumah. Untuk itu wanita muslimah berkewajiban untuk menjaga dirinya salah satunya tidak bersikap sebagaimana orang-orang jahiliah.

Kewajiban Wanita Muslimah Menurut Hadist

Di dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa wanita tidak boleh menganiaya suaminya dengan pekerjaan yang membenaninya dan membuatnya sakit hati. Selain dari seorang suami juga memiliki beban menafkahi keluarga, tentu seorang istri harus dapat memahaminya agar kelancaran juga meyertai keluarganya.

“Barang siapa (isteri)menganiaya suaminya dan memberi beban pekerjaan yang tidak pantas menjadi bebannya (yakni suami) dan menyakitkan hatinya, maka para Malaikat juru pemberi Rahmat (Malaikat Rahmat) dan Malaikat juru siksa (malaikat azab) melaknatinya (yakni isteri). Barang siapa (isteri) yang bersabar terhadap perbuatan suaminya yang menyakitkan, maka Allah akan memberinya seperti pahala yang diberikan Allah pada Asiyah dan Maryam Binti Imran.” (Al Hadist)

Dapat diketahui bahwa ekonomi adalah salah satu dasar dari membangun keluarga. Jika suami tidak bisa memenuhinya tentu bisa membuat keluarga juga tidak menjadi produktif dan mandiri. Tentu saja hal ini akan berdampak pada rumah tangga, akan sulit dalam mencapai visi yang sesuai Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam .

Itulah kewajiban wanita setelah menikah menurut Al-Quran dan Hadist. Hal-hal tersebut jika dilakukan tentu saja akan berdampak kepada keharmonisan keluarga, terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rohmah. Untuk itulah, segala macam bentuk kesuksesan keluarga sejatinya sangat dipengaruhi oleh seorang wanita dalam rumah tangga dan keluarganya serta peran dalam mendorong suaminya.

Hal ini seperti sebuah hadist, “Sebaik-baik perhiasan, adalah wanita yang shalihah”. Wanita yang shalihah tentunya dapat mengalahkan para bidadari-bidari surga.

The post 5 Kewajiban Wanita Setelah Menikah Menurut Al-Quran dan Hadist appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Kewajiban Laki-Laki Setelah Menikah dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/kewajiban-laki-laki-setelah-menikah Tue, 27 Dec 2016 04:03:50 +0000 http://dalamislam.com/?p=1247 Di dalam islam, laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang sama. Yang berbeda hanyalah pada fungsi yang berbeda. Perbedaan ini hanyalah pada aspek biologis, seperti hormonal, fungsi organ, fungsi melahirkan, dan kondisi fisik tertentu. Akan tetapi, pada fugsi pemikiran, fungsi moral, dan mengemban tugas di muka bumi ini, laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang sama, yaitu […]

The post 5 Kewajiban Laki-Laki Setelah Menikah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di dalam islam, laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang sama. Yang berbeda hanyalah pada fungsi yang berbeda. Perbedaan ini hanyalah pada aspek biologis, seperti hormonal, fungsi organ, fungsi melahirkan, dan kondisi fisik tertentu. Akan tetapi, pada fugsi pemikiran, fungsi moral, dan mengemban tugas di muka bumi ini, laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang sama, yaitu menjalankan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam .

Begitupun dengan lelaki yang sudah menikah. Akan ada tugas-tugas tertentu atau kewajiban tertentu yang harus dilakukan sesudah menikah. Tugas ini, tentu saja bukan hanya tugas dari laki-laki seorang, melainkan bekerja sama juga dengan perempuan. Berikut adalah penjelasan mengenai bagaimana kewajiban lali-laki setelah menikah.

Laki-Laki dalam Pandangan Islam

Sebelum mengetahui bagaimana kewajiban lakl-laki setelah menikah, maka perlu mengetahui terlebih dahulu bagaimana kedudukan laku-laki dalam pandangan islam.

  1. Laki-Laki dan Perempuan Saling Melengkapi

Pada hakikatnya laki-laki dan perempuan saling melengkapi, dengan kondisi dan keterbatasan masing-masing. Bukan berarti laki-laki paling unggul dan perempuan tidak ada kemampuan atau potensinya.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat : 13).

  1. Laki-Laki yang Taat adalah yang Utama

Dalam pandangan islam, laki-laki yang utama adalah laki-laki yang taat dan benar-benar menjaga ketaatan dan kehormatannya, sebagai seorang muslim.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab : 35)

  1. Diperintahkan Hal yang Sama Dengan Perempuan

Laki-laki memiliki perintah yang sama dengan perempuan. Untuk itu, laki-laki dan perempuan memiliki potensi yang sama untuk masuk ke dalam neraka.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyiksa orang-orang yang mu’min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (QS. Al-Buruj : 10)

  1. Laki-Laki yang Shaleh bersama Wanita yang Shalehah

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” (QS An-Nur : 26)

Kewajiban Bagi Laki-Laki Muslim

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (QS. An-Nisa` : 34)

Laki-laki setelah menikah, tentu saja menjadi tambahan kewajiban. Ia bukan hanya sekedar mengurus dirinya sendiri atau keluarganya saja, melainkan kewajiban terhadap istrinya, terhadap anak-anaknya, dan juga terhadap lingkungannya. Selain itu, laki-laki dalam islam juga adalah sebagai pemimpin atau imam bagi keluarganya. Tentu saja hal tersebut menjadi kewajiban laki-laki yang harus dipenuhi. Untuk itu, berikut adalah kewajiban laki-laki setelah menikah, sesuai dengan landasan islam.

  1. Menjadi Imam Bagi Keluarga

Sebagaimana disampaikan pada ayat di atas, laki-laki adalah pemimpin dan imam bagi keluarga yang dia bangun. Untuk itu, tugas imam adalah menjadi pengatur, pengelola, contoh, bagi anak-anak dan istrinya. Laki-laki harus dapat menjadi komando atau nahkoda bagi keluarga yang ia bina. Anak-anak dan istrinya adalah sebagai anggota keluarga, yang berperan dalam pembangunan keluarga. Untuk itu, seorang laki-laki yang sudah menikah harus dapat mengelola hal tersebut agar menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

  1. Sebagai Suami

Laki-laki yang sudah menikah, berarti berstatus sebagai suami dari seorang istri. Untuk itu, ia berkewajiban untuk memberikan nafkah batiniah berupaka kebutuhan cinta dan kasih sayang. Ia harus dapat menjadi tempat kesejukan, pendidikan bagi istri, dan membantu pemecahan masalah keluarga. Suami yang baik tidak akan menghardik, membentak, atau bersikap keras terhadap istrinya.

  1. Memberikan Nafkah

Laki-laki juga bertugas untuk memberikan nafkah bagi keluarganya. Laki-laki bertugas untuk dapat menghidupi, memiliki ekonomi, untuk dapat menghidupi keluarganya. Seorang wanita tidak memiliki kewajiban, untuk itu wanita memiliki kewajiban untuk mengandung, dan memberikan pendidikan utama pada anak. Nafkah ini tentu hal yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan rumah tangga. Untuk itu, laki-laki sangat berkewajiban untuk dapat memenuhinya.

  1. Menjadi Orang Tua

Seorang laki-laki tidak hanya bertugas mencari nafkah saja. Walaupun ia sebagai laki-laki, turut membesarkan dan mendidik anak-anak adalah tugas yang juga harus dipikul. Ia harus dapat memberikan sosok ayah dan menjadi teladan bagi anak-anaknya kelak. Bagaimanapun juga, seorang anak membutuhkan sosok yang lengkap yaitu ayah dan ibu

  1. Menjadi Khalifah fil Ard

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah : 30)

Laki-laki juga bertugas untuk menjadi seorang khalifah fil Ard. Ia bertugas untuk menjadi seorang hamba Allah yang menjalankan misi kehidupan di muka bumi dan memberikan manfaat yang besar bagi lingkungannya. Untuk itu, hal ini menjadi misi utama manusia. Laki-laki beriman akan menjadikan semua tugasnya dalam kerangka khalfiah fil ard.

Tujuan khalifah fil ard ini adalah seperti:

  • Mencari Nafkah untuk Kesejahteraan Keluarga, sekaligus sebagai lahan ibadah dan pahala untuk membangun masyarakatnya lewat karir yang ia bangun
  • Membesarkan anak-anaknya untuk menjadi anak-anak yang kelak bermisi khalifah fil ard, meneruskan ayah dan ibunya dengan baik
  • Menjadi suami yang baik, agar tercipta keluarga sakinah mawaddah dan rahmah, karena pembangunan keluarga adalah awal dari pembangunan masyarakat
  • Menjalankan kehidupan pribadi dan rumah tangganya berdasarkan rukun islam , rukun iman , Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia.

The post 5 Kewajiban Laki-Laki Setelah Menikah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Kewajiban Menikah – Menurut Al-Quran dan Ulama https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/kewajiban-menikah Tue, 27 Dec 2016 03:53:09 +0000 http://dalamislam.com/?p=1245 Di dalam islam, masalah pernikahan terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Pada dasarnya banyak ulama yang mengatakan bahwa menikah adalah sunnah nabi yang sangat dianjurkan atau sunnah muakad. Menikah ini tentu saja dalam islam bukan hanya sekedar bagaimana laki-laki dan perempuan dapat memenuhi kebutuhannya secara biologis. Jauh dari itu, menikah adalah proses ibadah karena di dalamnya […]

The post Kewajiban Menikah – Menurut Al-Quran dan Ulama appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di dalam islam, masalah pernikahan terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Pada dasarnya banyak ulama yang mengatakan bahwa menikah adalah sunnah nabi yang sangat dianjurkan atau sunnah muakad. Menikah ini tentu saja dalam islam bukan hanya sekedar bagaimana laki-laki dan perempuan dapat memenuhi kebutuhannya secara biologis. Jauh dari itu, menikah adalah proses ibadah karena di dalamnya terdapat proses membina rumah tangga, mendidik keluarga atau anak-anak, dan juga menjaga keharmonisannya.

Untuk itu, menikah adalah salah satu bentuk ibadah jika dijalankan dengan sungguh-sungguh dan keikhlasan. Walaupun ada khilafiyah atau perbedaan pendapat mengenai hukum menikah adalah wajib atau sunnah, pelaksanaan menikah dapat menjadi lumbung pahala jika dijalankan sesuai aturan islam. Berikut adalah mengenai hukum menikah dalam islam.

Perintah Menikah dalam Al-Quran

Di dalam Al-Quran terdapat perintah menikah. Menikah di dalam Al-Quran tidak dikatakan sebagai hal yang wajib, namun beberapa kali disebutkan kepada mereka yang hendak menjaga kesucian diri dan bila belum memiliki pasangan.

Bagi mereka yang tidak dapat mengendalikan diri atau menjaga syahwat-nya tentu saja menikah adalah hal yang wajib untuk dilakukan. Berzinah tentu adalah hal yang sangat diharamkan oleh Allah. Untuk itu, Allah memberikan aturan dan memberikan aturan berupa pernikahan agar manusia tidak terjebak kepada perzinahan. Selain itu, sebagaimana juga Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, menikah dapat juga memberikan ketentraman bagi pasangan suami istri.

Berikut adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan menikah dalam Al-Quran,

  1. Perintah Menjaga Kesucian Diri

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (QS. An Nuur: 33)

Allah memerintahkan manusia menikah salah satunya adalah menjaga kesucian diri dan menjauhkan diri dari zinnah. Tentu saja hal ini adalah aturan yang sangat seimbang, Allah memberikan aturan menikah dan semuanya dilakukan agar manusia terhindar dari kesesatan dan kemaksiatan.

  1. Perintah Menikahkan Laki-Laki dan Perempuan Yang Sendirian

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An Nur: 32).

Allah juga memerintahkan untuk menikahkan orang-orang yang sendirian yang sudah layak untuk menikah agar mereka bisa berkeluarga. Dan Allah menjanjikan rezeki dan kemapanan karena nikmat Allah sangat luas.

Menikah Menurut Ulama

Menurut pendapat beberapa ulama, menikah adalah suatu yang sangat dianjurkan, walau beberapa ula ada yang menganggapnya sebagai kewajiban. Berikut adalah pendapat beberapa ulama mengenai kewajiban menikah.

  1. Pendapat Al-Qurtubi

“Seorang yang mampu dan khawatir terhadap dirinya dan agamanya untuk menjaga keperjakaannya, kehawatiran tersebut tidak bisa dihilangkan kecuali dengan menikah dan tidak ada perbedaan akan wajibnya menikah baginya”.

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa ketika ada seorang lelaki yang khawatir untuk tidak dapat menahan dirinya, maka harus menikah dan sifatnya seperti wajib.

  1. Dalam Kitab Al Inshaaf

“Barang siapa yang khawatir akan terjerumus pada perzinaan, maka pernikahan baginya adalah wajib. Dalam hal ini satu pendapat tidak ada perbedaan. “Al ‘anat” adalah zina, atau kehancuran dengan zina. Kedua: Maksud dari perkataannya: “…kecuali jika ia takut pada dirinya akan terjerumus kepada yang diharamkan”, jika ia mengetahui atau mengira akan terjadinya hal tersebut. Ia berkata dalam “Al Furu’”: “…Maka diwajibkan (menikah) jika ia mengetahui bahwa dirinya akan terjerumus saja”.

  1. Dalam Hadist, Ibnu Mas’ud

Rasulullah bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu maka menikahlah, karena akan lebih menundukkan pandangan, dan lebih mampu menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang merasa tidak mampu maka berpuasalah, karena puasa bisa memecah syahwat”.

Dari hadist tersebut dijelaskan bahwa pemuda yang sudah siap menikah maka lebih baik jika menikah karena lebih aman dan mampu menjaga dirinya. Sedangkan apabila tidak maka tidak masalah, asalkan mampu menahan syahwatnya.

  1. Dalam Fiqh Sunnah

Masalah menikah terdapat dalam Fiqh Sunnah, Bab 2-15-18, bahwa menikah adalah menuyelesaikan masalah terbesar yaitu perzinahan. Namun, bagi yang tidak merasa akan masuk ke dalam hal yang diaharamkan maka akan berbeda hukumnya. Hal ini disebutkan:

“Kewajiban menikah juga termasuk kepada pelaku maksiat, meskipun hanya melihat, mencium. Dan jika tidak menikah baik laki-laki maupun perempuan yang mengetahui atau berpotensi besar kalau tidak menikah akan terjerumus pada perzinaan atau yang hukumnya setara dengannya atau mendekati hukum perzinaan, seperti onani, maka ia wajib menikah, dan tidak gugur kewajiban nikah tersebut bagi seseorang yang mengetahui bahwa dirinya tidak akan terjerumus kepada yang diharamkan, karena dengan menikah akan mengurangi kemaksiatan dan disibukkan dari yang diharamkan, hal ini berbeda jika ia tetap membujang maka ia cenderung bebas melakukan kemaksiatan pada setiap keadaan”.

  1. Pendapat Imam Mahdzab

Imam syafi’I memiliki pendapat bahwa hukum dari menikah adalah mubah. Untuk itu, orang yang tidak menikah tentu saja tidak berdosa. Imam syafii juga berpedapat bahwa pernikahan adalah sarana penyaluran syahwat juga meraih kehalalan dalam masalah tersebut. Hal ini sebagaimana mubahnya makan dan minum, tentu perlu disalurkan dalam konteks tertentu.

Hukum Menikah Tidak Selalu Wajib

Jika dilihat dari penjelasan Al-Quran dan pendapat ulama serta hadist diatas, menikah adalah hal yang bergantung kepada konteksnya. Menikah tidak bisa dipaksakan, namun sangat dianjurkan. Dalam hal ini tidak berdosa jika seseorang tidak menikah asalkan tidak berbuat kerusakan dan hal-hal yang haram. Untuk itu, yang dilarang adalah jika tidak menikah dan melaksanakan kemaksiatan.

Kewajiban menikah adalah bagi mereka yang tidak bisa menahan syahwatnya dan sudah membutuhkan untuk menyalurkannya secara halal. Bagi yang bisa menahan dan mengelola dirinya, tentu saja tidak berodosa hanya gara-gara tidak menikah.

Untuk itu, menikah ada hikmah dan manfaatnya tersendiri. Menikah adalah salah satu jalan dan sarana untuk dapat melaksanakan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam . Namun tidak berarti orang yang menikah sudah pasti terjaga dirinya terus menerus, karena syetan selalu menggoda manusia walaupun sudah menikah. Sebagai contohnya selalu ada hal-hal seperti perselingkuhan, perzinahan, dan lain sebagainya.

Untuk itu, selain melangsunkan pernikahan, umat islam juga wajib menjaga dirinya dari hawa nafsu, godaan syetan, dan melaksanakan kehidupan sesuai rukun islam , rukun iman , Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia.

The post Kewajiban Menikah – Menurut Al-Quran dan Ulama appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Selingkuh Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/selingkuh-menurut-islam Tue, 15 Nov 2016 13:15:29 +0000 http://dalamislam.com/?p=1116 Adanya pernikahan tentu diharapkan oleh semua orang mencapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam rumah tangganya. Rumah tangga yang harmonis tentu akan menghasilkan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Adanya pertengkaran dan perbedaan pendapat di rumah tangga adalah wajar, namun jika terjadi terus menerus tentu bukanlah rumah tangga yang sehat. Pembangunan Rumah Tangga Menurut Islam adalah bagian dari […]

The post Selingkuh Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Adanya pernikahan tentu diharapkan oleh semua orang mencapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam rumah tangganya. Rumah tangga yang harmonis tentu akan menghasilkan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Adanya pertengkaran dan perbedaan pendapat di rumah tangga adalah wajar, namun jika terjadi terus menerus tentu bukanlah rumah tangga yang sehat.

Pembangunan Rumah Tangga Menurut Islam adalah bagian dari usaha atau proses menjalankan  Tujuan Penciptaan Manusia Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam yang telah Allah tetapkan. Untuk itu harapannya dapat mencapai Keluarga Sakinah Dalam Islam dan Keluarga Harmonis Menurut Islam. Hal ini dikarenakan Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah  adalah impian setiap pasangan keluarga.

Salah satu sebab pernikahan dapat hancur dan bercerai berai adalah adanya perselingkuhan dan Konflik dalam Keluarga . Perselingkuhan bisa terjadi karena berbagai sebab misalnya karena sering bergaul berduaan, bergaul tanpa batas-bata sesuai agama, karena godaan orang lain, atau lemahnya iman dalam diri seseorang. Untuk itu, dalam artikel ini akan diulas sekilas mengenai selingkuh menurut islam. Tentu Perselingkuhan dalam Islam  adalah hal yang dibenci dan berdosa.

Perselingkuhan

Perselingkuhan bisa berarti juga sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan dapat diartikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap komitmen dan juga prinsip-prinsip dalam perjanjian. Pernikahan tentunya adalah sebuah perjanjian dan juga kesepakatan yang berlaku sehidup semati antara pasangan suami istri. Untuk itu, melanggarnya tentu seperti berkhianat atau mengingkari janji secara sembunyi-sembunyi yang berakibat pada terzaliminya salah satu pihak. Berikut adalah ayat dan hadist mengenai selingkuh menurut islam :

  1. Perselingkuhan Memicu Perzinahan

“Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Berzina adalah perbuatan yang keji dan sangat buruk. Perselingkuhan walaupun belum terjadi hingga perzinahan adalah salah satu jalan yang dapat memicu kepada hal tersebut. Tentunya hal ini menjadi haram untuk dilakukan. Perselingkuhan adalah adanya hubungan lawna jenis dengan yang bukan muhrim atau pasangan yang tidak halal, tentu saja dapat memicu perzinahan jika diteruskan atau tidak dikontrol.

Selain itu, sebagaimana juga disampaikan hadist dibawah, bahwa perilaku zina bisa berasal dari berbagai jalan. Untuk itu harus menjaga kemaluan dan pandangan. Baik laki-laki atau perempuan mereka harus dapat menahan syahwatnya dengan baik. Persleingkuhan juga bisa terjadi bagi laki-laki atau perempuan.

“Sesungguhnya Allah menetapkan bagian zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari. Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluanlah yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

  1. Perselingkuhan Sebab Tidak Menahan Pandangan atau Kemaluan

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya‘” (QS. An-Nur: 30-31).

Dari ayat diatas dijelaskan pula bahwa laki-laki dan perempuan dilarang untuk berselingkuh, dan harus menahan pandangan, kemaluan agar tidak terjad hal-hal yang diluar batas. Untuk itu wanita dan laki-laki harus da[at menahan diri dan godaan syetan terhadap hal tersebut.

  1. Perselingkuhan Mendapatkan Kedosaan

 “Di Hari Kiamat kelak setiap pengkhianat akan membawa bendera yang dikibarkannya tinggi-tinggi sesuai dengan pengkhianatannya. Ketahuilah, tak ada pengkhianatan yang lebih besar daripada pengkhianatan seorang penguasa terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim).

Allah akan membalas orang yang berlaku khianat dengan balasan di neraka. Walaupun pernikahan bukanlah seperti penguasa dan rakyat sebagaimana disampaikan dalam hadist, tentunya perselingkuhan adalah pengkhianatan terhadap janji dan komitmen yang telah dibangun oleh suami dan istri. Untuk itu dosanya tentu akan memberatkan kelak di akhirat.

Sebab Selingkuh di Rumah Tangga

Sebab terjadinya perselingkuhan di rumah tangga bisa terjadi karena berbagai hal. Berikut adalah sebab-sebab perselingkuhan yang tentunya dapat merusak keutuuhan rumah tangga.

  1. Minimnya Kekuatan Iman dan islam

Minimnya kekuatan iman dan islam pada diri seseorang dapat memicu orang tersebut melakukan apapun demi hawa nafsu dan keinginannya, walaupun sudah disadari hal tersebut adalah hal yang merusak dan perilaku kezaliman. Disaat kekuatan iman dan islamnya menurun tentu perselingkuhan bisa saja terjadi dengan berbagai godaan dan bisikan setan pada manusia.

Iman dan islam adalah pondasi dasar dari hidup manusia. Tanpa adanya iman dan islam, maka akan dapat merobohkan hidup seperti rumah yang tiangnya rapuh atau roboh. Untuk itu rukun islam, rukun iman, fungsi agama islam, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia harus senantiasa menjadi pondasi bagi seorang muslim.

  1. Kurangnya Komitmen atau Prinsip Menjalani Rumah Tangga

Kurangnya komitmen atau prinsip menjalani rumah tangga juga hal penting dalam sebuah pernikahan. Jika komitmen dalam diri seseorang kurang atau bahkan tidak ada, maka rumah tangga pun tidak akan mencapai tujuan sebagaimana keinginan sesama pasangan suami istri. Dengan minimnya komitmen maka akan terjadi perselingkuhan dari masing-masing pasangan.

  1. Ketidakharmonisan di Rumah Tangga

Ketidakharmonisan di rumah tangga bisa membuat pasangan akhirnya beralih mencari pelampiasan pada orang lain. Pelampiasan bisa berarti kebutuhan perasaan, kasih sayang, atau bahkan perselingkuhan hingga tataran perzinahan. Untuk itu, adanya konflik atau pertengakaran dalam rumah tangga akan memicu ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang bisa berakibat pada perselingkuhan jika tidak diselesaikan dengan benar.

  1. Adanya Orang ke-3

Adanya orang ke-3 dapat membuat perselingkuhan bisa terjadi. Orang ketiga ini bisa berarti aktif menggoda atau membuat pihak suami atau istri akhirnya berselingkuh. Tentu hal ini tidak akan terjadi jika adanya keimanan yang kuat antar diri seseorang.

  1. Adanya Budaya yang Buruk di Lingkungan

Adanya budaya yang buruk di lingungan sekitar juga dapat memicu perselingkuhan. Budaya ini misalnya pandangan bahwa perselingkuhan adalah hal yang biasa saja, atau dorongan pergaulan tanpa batas, dan kedekatan yang tiada batas dalam lingkungan tersebut. Hal ini tentu akan mempengaruhi kepada kepribadian seseorang, walaupun kembali lagi yang terpenting adalah pada aspek keimanan dan ketaqwaan orang tersebut.

The post Selingkuh Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mahar Pernikahan dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/mahar-pernikahan-dalam-islam Tue, 15 Nov 2016 12:54:07 +0000 http://dalamislam.com/?p=1114 Pernikahan adalah hal yang didambakan oleh setiap orang. Dengan menikah, dua orang lawan jenis dapat memadukan perasaan cinta dan sebuah tanda yang sah untuk mengarungi hidup bersama-sana. Tujuan utama dari pernikahan tentunya adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah, wa rahmah sesuai prinsip rukun iman, rukun islam, dan fungsi agama islam. Keluarga sakinah mawaddah […]

The post Mahar Pernikahan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah hal yang didambakan oleh setiap orang. Dengan menikah, dua orang lawan jenis dapat memadukan perasaan cinta dan sebuah tanda yang sah untuk mengarungi hidup bersama-sana. Tujuan utama dari pernikahan tentunya adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah, wa rahmah sesuai prinsip rukun iman, rukun islam, dan fungsi agama islam. Keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah hal yang diharapkan islam tercipta oleh keluarga muslim.

Permasalahan pernikahan memang bukanlah hal yang sepela atau mudah untuk dicapai perjalanannya. Untuk itu, pernikahan memiliki syarat-syarat atau rukun yang harus dipenuhi, agar kedua belah pihak baik calon pasangan dan keluarga dari calon pasangan dapat mendukung dan berkomitmen mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, yang terpenting dalam keluarga adalah proses mencapai tujuan membangun Keluarga Sakinah Dalam Islam dan Keluarga Harmonis Menurut Islam. Hal ini dikarenakan Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah  adalah tujuan utama yang diharapkan mampu tercapai. Rumah Tangga Menurut Islam tentunya membutuhkan prinsip dan komitmen tinggi pasangan  yang siap menjalani dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Perselingkuhan dalam Islam dan Konflik dalam Keluarga  terjadi karena rumah tangga tersebut dijalankan dengan kurang teroganisir.

Untuk itu, dalam syarat pernikahan islam, diharuskan untuk sang calon pasangan suami memberikan mahar kepada wanita. Pemberian mahar kepada wanita dalam sudut pandang islam adalah sebagai bentuk tanggung jawab dan bukti bahwa laki-laki dapat menafkahi wanita sebagai istrinya nanti. Pemberian mahar dilakukan oleh laki-laki karena laki-laki yang memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah. Berikut adalah mengenai Mahar Pernikahan dalam sudut pandang islam.

Mahar adalah Syarat Sah dalam Pernikahan

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”(QS Annisa : 4)

Mahar dalam rukun dan syarat pernikahan adalah syarat sah dilangsungkannya pernikahan. Untuk itu, tanpa mahar seorang lelaki tidak dapat menikahi wanita begitupun pernikahannya tidak sah. Selain itu, dalam islam, mahar menjadi simbol bahwa sang calon suami benar-benar siap. Mahar ini juga sekaligus menunjukkan bahwa islam memuliakan wanita. Wanita benar-benar dihargai dan dihormati dengan adanya ikatan pernikahan dengan syarat pemberian mahar.

Adanya mahar ini juga menunjukkan bahwa calon pasangan (suami) benar-benar serius untuk menikah dan bukan hanya permainan belaka. Tentunya ciri wanita yang baik untuk dinikahi menurut islam bukanlah menilai calon suaminya hanya dari mahar, melainkan dari kesungguhan, niat menikah yang tulus, akhlak, dan tanggung jawab membina rumah tangga.

Besarnya Mahar Tidak di Tentukan Islam

Dalam islam, mahar biasanya menggunakan acuan mata uang. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dan mahar merupakan harta yang bukan hanya simbol saja. Wanita bisa saja mengajukan mahar tertentu kepada calon suaminya dengan bentuk harta tertentu seperti uang, emas, tanah, rumah, kendaraan, atau benda berharga lainnya. Selain itu, mahar juga dapat berupa Al-Quran dan Alat shalat. Dalam islam juga diperbolehkan mahar diberikan dalam bentuk cincin dari bahan apapun, kurma, ataupun jasa.

Dalam hal ini pihak wanita juga diperbolehkan untuk menerima atau menolak mahar yang akan diberikan oleh pihak laki-laki. Dalam hal ini, besaran mahar pernikahan tidak ditentukan oleh islam. Yang terpenting adalah adanya kesepakatan antara wanita dan laki-laki. Begitupun wanita, tidak boleh memaksakan kehendaknya pada laki-laki calon suaminya. Tentu wanita dalam meminta mahar atau mengajukan mahar harus sesuai dengan kemampuan laki-laki juga tidak memberatkannya.

Bentuk-Bentuk Mahar dalam Islam

Dalam islam terdapat beberapa bentuk yang dapat diberikan kepada calon istri dari calon suami. Bentuk-bentuk mahar dapat dijelaskan dalam poin-poin dan ayat berikut.

  1. Berbagai Macam Harta atau Materi

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 24)

Bentuk mahar bisa berbagai macam dalam islam, bisa berupa harta apapun dengan nilai berapapun, sebagaimana yang disampaikan dalam ayat di atas. Berbagai macam harta atau materi ini dapat disesuaikan tentunya dengan kemampuan dan kapasitas dari calon suami.

  1. Berupa Jasa

“Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik’.” (QS. Al-Qoshosh: 27)

Dalam ayat di atas dijelaskan pula bahwa mahar bisa berupa jasa. Jasa ini sebagaimana ayat di atas dapat diambil contoh dengan bekerja dengan orang tertentu selama delapan tahun. Untuk itu, bisa juga dicari jasa lainnya yang bermanfaat bagi wanita, asalkan tidak sampai kepada merendahkan derajat diri diantara suami dan istri.

  1. Bermanfaat Untuk Wanita

Hal lain yang bisa digunakan juga adalah yang dapat memberikan manfaat bagi wanita. Hal ini misalnya adalah memberikan kemerdekaan pada budak sebagaimana zaman dahulu.  Disampaikan dalam hadist berikut, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (HR Bukhari)

Selain itu ada juga hadist yang mengemukakan bahwa keislaman seseorang atau masuknya islam seseorang dapat menjadi mahar dalam pernikahan.

“Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku akan menikah denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat al-qur’an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum Pernikahan dalam Islam adalah sunnah muakad artinya adalah sunnah yang dianjurkan. Untuk itu sebelum nantinya mempersiapkan mahar pernikahan tentunya persiapan pernikahan dalam Islam juga harus dipersiapkan lebih matang seperti mengetahui syarat Pernikahan dalam Islam, Fiqih Pernikahan, Tujuan Pernikahan Dalam Islam.

The post Mahar Pernikahan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>