hadist Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hadist Mon, 19 Jul 2021 03:29:03 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png hadist Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hadist 32 32 Hadist Tentang Kematian Mendadak Beserta Artinya https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/hadist-tentang-kematian-mendadak Sun, 18 Jul 2021 13:36:33 +0000 https://dalamislam.com/?p=9776 Di masa pandemi saat ini hampir tiap hari kita mendengar tentang berita atau pengumuman orang yang meninggal. Entah itu karena wabah penyakit yang saat ini melanda yaitu Covid-19 atau karena penyakit lain. Terlepas dari kematian yang terjadi karena wabah Covid-19, memang sudah disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa kematian itu pasti datangnya. Apalagi di akhir Zaman […]

The post Hadist Tentang Kematian Mendadak Beserta Artinya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di masa pandemi saat ini hampir tiap hari kita mendengar tentang berita atau pengumuman orang yang meninggal. Entah itu karena wabah penyakit yang saat ini melanda yaitu Covid-19 atau karena penyakit lain.

Terlepas dari kematian yang terjadi karena wabah Covid-19, memang sudah disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa kematian itu pasti datangnya. Apalagi di akhir Zaman yang memang tengah terjadi saat ini.

Hal ini sesuai dengan salah satu Hadist Riwayat yang berbunyi :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مِنِ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ يُرَى الْهِلالُ قِبَلا ، فَيُقَالُ : لِلَيْلَتَيْنِ ، وَأَنْ تُتَّخَذَ الْمَسَاجِدَ طُرُقًا ، وَأَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجَاءَةِ

Dari Anas bin Mâlik, dia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara dekatnya hari kiamat, hilal akan terlihat nyata sehingga dikatakan ‘ini tanggal dua’, masjid-masjid akan dijadikan jalan-jalan, dan munculnya (banyaknya) kematian mendadak.

Sering kita temui orang yang kemarin terlihat sehat dan berolahraga, namun hari ini dikabarkan meninggal. Orang sering menyebutnya dengan “serangan jantung”.

Imam al-Bukhâri rahimahullah telah mengingatkan masalah kematian mendadak melalui sya’irnya, seraya menasihatkan untuk memperbanyak amalan. Beliau rahimahullah berkata :

اِغْتَنِمْ فِيْ الْفَرَاغِ فَضْلَ الرُكُوْعِ فَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ مَوْتُكَ بَغْتَةْ كَمْ صَحِيْحٍ رَأَيْتَ مِنْ غَيْرِ سُقْمٍ ذَهَبَتْ نَفْسُهُ الصَّحِيْحَةُ فَلْتَةْ

“manfaatkanlah di saat longgar keutamaan ruku’ (shalat, ibadah); kemungkinan kematianmu datang tiba-tiba; berapa banyak orang sehat yang engkau lihat tanpa sakit; jiwanya yang sehat pergi dengan mendadak Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Termasuk perkara yang mengherankan, bahwa beliau (Imam al-Bukhari rahimahullah) mengalaminya (kematian mendadak) atau yang semacamnya”.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ عُبَيْدِ بْنِ خَالِدٍ السُّلَمِىِّ – رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَرَّةً عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَرَّةً عَنْ عُبَيْدٍ – قَالَ « مَوْتُ الْفَجْأَةِ أَخْذَةُ أَسَفٍ ».

Dari ‘Ubaid bin Khalid as-Sulami, seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , perawi terkadang mengatakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan terkadang mengatakan dari ‘Ubaid, dia berkata: “Kematian mendadak adalah siksaan yang membawa penyesalan”.

Membawa penyesalan disini para Ulama menafsirkan bahwa, Ali al-Qari rahimahullah berkata,

“Yaitu, kematian mendadak merupakan dampak dari dampak kemurkaan Allâh, sehingga Allâh Azza wa Jalla tidak membiarkannya bersiap-siap untuk akhiratnya dengan taubat dan dengan mempersiapkan bekal akhirat, dan Allâh Azza wa Jalla tidak memberikannya sakit yang bisa menjadi penghapus dosa-dosanya.”

Namun sesungguhnya hal tersebut hanya berlaku bagi orang kafir atau orang yang berada dalam kemaksiatan. Dan bagi orang mukmin kematian mendadak merupakan keringanan baginya.

Hal ini bisa terlihat dari sabda Nabi Rasullullah SAW :

عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : مَوْتُ الْفُجَاءَةِ تَخْفِيفٌ عَلَى الْمُؤْمِنِ ، وَأَخْذَةُ أَسَفٍ عَلَى الْكَافِرِ

Dari Aisyah, ia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kematian mendadak adalah keringanan terhadap seorang mukmin, dan siksaan yang membawa penyesalan terhadap orang kafir”

Orang mukmin disini adalah orang selalu mengingat dan mempersiapkan kematian. Wallahu a’lam bis sawwab.

The post Hadist Tentang Kematian Mendadak Beserta Artinya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Larangan Marah dalam Islam https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-marah-dalam-islam https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-marah-dalam-islam#respond Sun, 24 Jan 2021 16:46:06 +0000 https://dalamislam.com/?p=8798 Banyak sekali hal-hal sepele yang bisa menjadi penyebab kita marah. Tentu penyebab kemarahan berbeda-beda setiap individu. Diantara penyebab kemarahan yang umum adalah masalah personal, masalah yang dipicu orang lain, kejadian yang tidak mengenakan, kenangan akan kejadian yang traumatis, dan masalah hormonal. Marah ada dua macam yaitu: Marah yang terpuji: adalah marah karena membela diri, membela […]

The post Larangan Marah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Banyak sekali hal-hal sepele yang bisa menjadi penyebab kita marah. Tentu penyebab kemarahan berbeda-beda setiap individu. Diantara penyebab kemarahan yang umum adalah masalah personal, masalah yang dipicu orang lain, kejadian yang tidak mengenakan, kenangan akan kejadian yang traumatis, dan masalah hormonal.

Marah ada dua macam yaitu:

  • Marah yang terpuji: adalah marah karena membela diri, membela agama, membela kehormatan, atau membela orang yang didzalimi.
  • Marah yang tercela: adalah marah yang dilakukan atas dasar balas dendam atau keegoisan diri, marah tidak untuk menegakkan kebenaran, atau marah yang diiringi dengan perbuatan tercela.

Marah yang terpuji boleh, namun kita juga harus berhati-hati dan menjaga batas-batas kemarahan. Jangan sampai marah terpuji yang kita lakukan justru menjadi marah tercela karena keluar dari batas yang seharusnya.

Dalam al Quran, marah disebut “غضب” yang artinya marah. Salah satu ayat Al Quran tentang marah ini adalah pada surat Ali Imran ayat 134 yang artinya:

orang yang berinfaq di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik

Dari ayat di atas, orang yang menahan amarahnya termasuk “muhsinin” atau yang disebut orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah jelas menyukai orang yang berbuat baik itu.

Kita sebagai muslimin tentu juga harus menjadi muhsinin dengan menahan amarah sehingga kita mendapat ridho Allah. Apalagi hal tersebut jelas tertera dalam Al Quran.

Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari no 6116 juga dijelaskan sedemikian rupa tentang larangan untuk marah. Berikut hadistnya:

“Dari Abu Hurairah berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad Saw. “berilah aku wasiat” Beliau menjawab: “Janganlah engkau marah”. lelaki itu mengulang-ulang permintaannya namun Rasulullah (selalu) menjawab: “Janganlah engkau marah”.

Jadi dari salah satu ayat Al Quran dan salah satu hadist di atas, jelas sekali bahwa Islam melarang kita untuk marah atau menahan amarah. Allah jelas menyukai orang yang menahan amarah, dan Nabi Muhammad jelas bepesan kepada seorang lelaki untuk tidak marah. Kedua hal ini pasti cukup untuk kita ingat bahwa seharusnya kita menahan amarah.

Jadi jangan marah, ingatlah Allah mencintai orang yang menahan amarah. Ingatlah Raulullah berwasiat kepada kita “jangan marah”

Mengingat itu seharusnya cukup bagi kita yang beriman untuk tidak marah. Jika marah kita ternyata tidak mereda, maka hendaknya kita mengambil wudhu, diam, dzikir, dan memaafkan orang lain.

The post Larangan Marah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-marah-dalam-islam/feed 0
Perbedaan Muhrim dan Mahram https://dalamislam.com/dasar-islam/perbedaan-muhrim-dan-mahram Mon, 21 Jan 2019 06:40:02 +0000 https://dalamislam.com/?p=4963 Muhrim dan mahram, adalah dua istilah yang sering terbalik-balik dalam percakapan masyarakat. Terutama mereka yang kurang perhatian dengan bahasa Arab. Padahal dua kata ini artinya jauh berbeda. Memang teks arabnya sama, tapi harakatnya beda. Itulah keutamaan mencari ilmu. Penggunaan kata untuk menyatakan saudara yang tidak boleh/ haram dinikahi, apakah “muhrim” atau “mahram”. Manakah yang tepat? […]

The post Perbedaan Muhrim dan Mahram appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Muhrim dan mahram, adalah dua istilah yang sering terbalik-balik dalam percakapan masyarakat. Terutama mereka yang kurang perhatian dengan bahasa Arab. Padahal dua kata ini artinya jauh berbeda. Memang teks arabnya sama, tapi harakatnya beda. Itulah keutamaan mencari ilmu.

Penggunaan kata untuk menyatakan saudara yang tidak boleh/ haram dinikahi, apakah “muhrim” atau “mahram”. Manakah yang tepat? apakah sesuai dengan keutamaan mengajarkan ilmu dalam islam? Berikut ini pembahasannya tentang Perbedaan Muhrim dan Mahram:

  • “Muhrim”adalah kata subjek (pelaku) dari “ihram” yaitu orang yang telah mengenakan pakaian ihram untuk haji atau umrah.
  • “Mahram”adalah orang yang diharamkan untuk dinikahi baik karena nasab (keturunan) atau persusuan.

Muhrim

Jangan dekat-dekat, kita bukan muhrim. Dosa!” bisa memberikan balasan zina dalam islam! Laki dan wanita dilarang jalan berdua saja jika bukan muhrim, karena yang ketiga adalah setan.” Kalimat-kalimat di atas adalah beberapa contoh penggunaan kata ‘muhrim’ yang sering kita jumpai atau dengar di kalangan masyarakat. Sebagian besar kita pun meyakini hal itu.

Makna muhrim yang kita yakini selama ini ternyata salah, tidak sesuai dasar hukum islam. Bahkan arti sebenarnya sangat jauh berbeda. Mungkin sebagian besar dari kita meyakini bahwa muhrim adalah orang yang haram dinikahi karena beberapa hal tertentu. Akan tetapi semua itu salah.

Muhrim dalam arti sebenarnya bukanlah bermakna seperti itu, tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan menurut islam. Melainkan orang yang melakukan ihram. Ketika jamaah haji atau umrah telah memasuki daerah miqat, kemudian seseorang mengenakan pakaian ihramnya, serta menghindari semua larangan ihram, maka orang itu adalah disebut muhrim.

Mahram

Penggunaan istilah yang benar adalah mahram bukan muhrim. Karena muhrim artinya orang yang melakukan ihram, baik untuk umrah atau haji. Sedangkan mahram, Imam an-Nawawi memberi batasan dalam sebuah definisi berikut, Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebab sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)

Kemudian beliau memberikan keterangan untuk definisi yang beliau sampaikan:

  • Haram untuk dinikahi selamanya : Artinya ada wanita yang haram dinikahi, namun tidak selamanya. Seperti adik istri atau bibi istri. Mereka tidak boleh dinikahi, tetapi tidak selamanya. Karena jika istri meninggal atau dicerai, suami boleh menikahi adiknya atau bibinya.
  • Disebabkan sesuatu yang mubah : Artinya ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang tidak mubah. Seperti ibu wanita yang pernah disetubuhi karena dikira istrinya, atau karena pernikahan syubhat. Ibu wanita ini haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan mahram. Karena menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, karena ketidaktahuan bukanlah perbuatan yang mubah.
  • Karena statusnya yang haram : Karena ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan karena statusnya yang haram tetapi sebagai hukuman. Misalnya, wanita yang melakukan mula’anah dengan suaminya. Setelah saling melaknat diri sendiri karena masalah tuduhan selingkuh, selanjutnya pasangan suami-istri ini dipisahkan selamanya. Meskipun keduanya tidak boleh nikah lagi, namun lelaki mantan suaminya bukanlah mahram bagi si wanita.

Adapun wanita yang tidak boleh dinikahi karena selamanya ada 11 orang ditambah karena faktor persusuan (18). Tujuh diantaranya, menjadi mahram karena hubungan nasab, dan empat sisanya menjadi mahram karena hubungan pernikahan.

Muhrim = Mahram (yang haram dinikahi) menurut Islam adalah: Mahram bisa dibagi menjadi 3 kelompok. Yang pertama, mahram karena nasab (keturunan). Kedua, mahram karena penyusuan. Ketiga, mahram karena pernikahan.

1. Dasar Hukum Mahram

Pengertian dan golongan wanita yang haram dinikahi atau mahram telah disebutkan dengan jelas dalam Al qur’an terutama dalam surat An Nisa ayat 23 dan ayat 24. Wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat berikut ini hukumnya haram untuk dinikahi.

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudarasaudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua);

Anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dandiharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa’:23)

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.

Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa’:24)

2. Pembagian Mahram

Muhrim atau mahram dibagi menjadi dua golongan yakni mahram muabbad dan mahram ghoiru muabbad. Berikut ini penjelasan mengenai muhrim dalam islam :

– Mahram Muabbad

Mahram mu‟abbad adalah orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk selamanya. Ada tiga kelompok mahram mu‟abbad menurut fiqih, yaitu karena adanya hubungan nasab/kekerabatan, adanya hubungan pernikahan dan hubungan persusuan.

– Mahram karena adanya hubungan nasab/ kekerabatan

Berikut ini orang-orang yang tidak boleh dinikahi seorang laki-laki karena ada hubungan kekerabatan :

  • Ibu, Nenek dan seterusnya ke atas
  • Anak perempuan
  • Saudara perempuan
  • Saudara perempuan ibu
  • Anak perempuan dari saudara laki-laki
  • Anak perempuan dari saudara perempuan

– Mahram karena hubungan pernikahan

Perempuan-perempuan yang menjadi mahram bagi laki-laki untuk selamanya sebab ada hubungan pernikahan antara lain adalah :

  • Ibu tiri, atau perempuan yang telah dinikahi oleh ayah
  • Menantu
  • Mertua
  • Anak dari istri yang telah digauli

Ulama- ulama yang memegang empat mazhab sepakat mengenai keharaman menikahi wanita-wanita diatas, baik yang dikarenakan hubungan nasab maupun karena hubungan perkawinan

–  Mahram Karena Hubungan Sepersusuan

Bila seorang anak menyusu kepada seorang perempuan, maka air susu yang diminumnya tersebut nantinya akan menjadi darah dan daging dalam tubuhnya sehingga perempuan tersebut sudah hampir sama seperti ibunya sendiri. Perempuan itu sendiri dapat menyusui karena kehamilan dari hubungannya dengan suaminya,

Maka anak yang menyusu kepadanya juga terhubung dengan suaminya layaknya seorang anak terhubung kepada ayah kandungnya. Selanjutnya keharaman-keharaman melakukan perkawinan berlaku sebagaimana hubungan nasab. Selanjutnya keharaman-keharaman melakukan perkawinan berlaku sebagaimana hubungan nasab. Para ulama berpendapat bahwa hubungan persusuan dapat timbul setelah 5 kali persusuan dan usia anak tidak lebih dari dua tahun.

– Mahram Ghairu Mu’abbad

Mahram Ghairu Mu‟abbad adalah orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk waktu tertentu atau sementara dikarenakan hal tertentu, bila hal yang menghalangi tersebut sudah tidak ada maka larangan itu tidak berlaku lagi. Berikut ini wanita yang termasuk dala muhrim sementara antara lain :

  • Wanita yang haram dinikahi karena hubungan persaudaraan dalam pernikahan. Maksudnya adalah seorang pria dilarang menikahi dua wanita yang bersaudara sekaligus atau jika wanita tersebut kakak-beradik
  • Wanita yang akan menjadi istri kelima hukumnya haram dinikahi karena seorang laki-laki hanya bisa memiliki maksimal empat orang istri.
  • Wanita yang sudah menikah dengan pria lain haram untuk dinikahi untuk mencegah terjadinya poliandri
  • Wanita yang berada dalam masa iddah setelah proses cerai
  • Wanita yang telah ditalak tiga maka bekas suaminya haram untuk menikahinya sampai wanita tersebut menikah dengan pria lain kemudian bercerai
  • Wanita pezina hukumnya haram untuk dinikahi sampai ia bertobat nasuha maka ia baru boleh dinikahi
  • Wanita yang berbeda agama disepakati oleh para ulama bahwa ia haram untuk dinikahi kecuali ia telah masuk islam atau menjadi mualaf.

Pertanyaan dan Jawaban Seputar Muhrim dan Mahram

  • Dilarang dan haram hukumnya menikah dengan mahram Saudara ipar apakah mahram?

Saudara ipar bukan termasuk mahram. bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar berhati-hati dalam melakukan pergaulan bersama ipar. Dalilnya: Ada seorang sahabat yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hukum kakak ipar?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maksud hadist : Interaksi dengan kakak ipar bisa menjadi sebab timbulnya maksiat dan kehancuran. Karena orang bermudah-mudah untuk bebas bergaul dengan iparnya, tanpa ada pengingkaran dari orang lain. Sehingga interaksinya lebih membahayakan daripada berinteraksi dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan keluarga. Kondisi semacam ini akan memudahkan mereka untuk terjerumus ke dalam zina.

  • Sepupu bukan mahram ?

Dalam islam kita dibolehkan menikahi sepupu. Istri paman atau suami bibi, bukan mahram? Misal: Adi punya paman (Rudi), istri Rudi bukan mahram bagi Adi. Atau Wati punya bibi (Ida), suami Ida bukan mahram bagi Wati.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Perbedaan Muhrim dan Mahram appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Adab Ketika Mendengar Adzan https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/adab-ketika-mendengar-adzan Mon, 21 Jan 2019 02:17:36 +0000 https://dalamislam.com/?p=4953 Sobat, sudah tahu tentang 10 adab yang sebaiknya kita lakukan saat mendengar adzan? 10 amalan ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, setiap kali Beliau tengah mendengarkan adzan. Sebagai umat Islam, sudah tentu kita dianjurkan untuk mengikuti sunnah yang telah dicontohkan Rasul kita, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam. Lantas, apa saja 10 amalan tersebut? […]

The post 10 Adab Ketika Mendengar Adzan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sobat, sudah tahu tentang 10 adab yang sebaiknya kita lakukan saat mendengar adzan? 10 amalan ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, setiap kali Beliau tengah mendengarkan adzan.

Sebagai umat Islam, sudah tentu kita dianjurkan untuk mengikuti sunnah yang telah dicontohkan Rasul kita, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam. Lantas, apa saja 10 amalan tersebut? Berikut adalah 10 Adab Ketika Mendengarkan Adzan.

  1. Mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Sehingga mendapat pahala mendengarkan adzan
  2. Bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Allahumma sholli ‘ala Muhammad
  3. Minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: Allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah
  4. Membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
  5. Memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. Sebab terdapat doa mustajab antara adzan dan iqamah
  6. Berdoa agar dosa dosa diampuni.
  7. Tidak Berbicara.
  8. Menghentikan aktifitas yang dilakukan.
  9. Menyegerakan shalat. Agar terhindar dari waktu terlarang untuk shalat
  10. Tidak keluar dari majid atau mushala setelah adzan.

Dalil dari 10 hal tersebut disebutkan dalam hadits sumber syariat islam berikut :

  • Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali.

Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 384).

 “Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid),

shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )

  • Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Siapa yang mengucapkan setelah mendengar adzan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa

(artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386)

  • Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin selalu mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muadzin. Lalu jika sudah selesai kumandang adzan, berdoalah, maka akan diijabahi (dikabulkan).” (HR. Abu Daud no. 524 dan Ahmad 2: 172. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Artinya, doa sesudah adzan termasuk di antara doa yang diijabahi.

  • Baca doa ini selepas azan berkumandang agar kita meraih ampunan di sisi Allah Ta’ala:

“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa.

Artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386).

  • Doa antara azan dan iqamat tidak ditolak.” [HR. Abu Dawud no. 489]
  • Dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu,

Dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika muadzin mengucapkan, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Maka hendaklah salah seorang di antara kalian (juga) mengucapkan, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan, ‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah.’

Maka ia mengucapkan, ‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan, ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah.’ Maka ia mengucapkan, ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan, ‘Hayya ‘alash shalaah.’ Maka ia mengucapkan, ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah.’

Kemudian jika mu-adzin mengucapkan, ‘Hayya ‘alal falaah.’ Maka ia mengucapkan, ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Maka ia mengucapkan, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah.’ Maka ia mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’ dengan hati yang tulus, maka dia akan masuk Surga.”

  • Dari Abu Sya’tsa’, dia berkata,

Kami pernah duduk-duduk di masjid bersama Abu Hurairah Radhiyallahu anhu maka mu-adzin pun mengumandangkan adzan. Lantas ada seorang laki-laki yang bangkit dan berjalan keluar masjid. Kemudian Abu Hurairah mengikutinya dengan pandangannya hingga ia keluar masjid. Lalu Abu Hurairah berkata, ‘Orang ini telah mendurhakai Abul Qasim (Nabi Muhammad). Shallallahu ‘alaihi wa sallam’

  • Ucapan Nabi kepada Malik ibnul Huwairits dan teman-temannya g:

Apabila datang waktu shalat, hendaklah salah seorang dari kalian menyerukan adzan untuk kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 628, 7246 dan Muslim no. 1533) Nabi tidak mengatakan, “Hendaklah orang lain yang mendengarnya mengikuti adzan tersebut.”

Seandainya menjawab adzan itu wajib niscaya Nabi n tidak akan menunda keterangannya dari waktu yang dibutuhkan. Karena, ketika itu beliau tengah memberikan pengajaran kepada Malik dan teman-temannya. (Fathu Dzil Jalali wal Ikram 2/195, Asy-Syarhul Mumti’, 2/82,83).

  • Bila terdengar adzan dari beberapa masjid maka adzan manakah yang kita jawab?

Hadits dalam masalah menjawab adzan menyebutkan secara mutlak, “Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” Tidak ada pembatasan muadzin yang pertama atau muadzin yang kesekian, atau muadzin di masjid yang dekat dengan rumah kalian.

Berarti menjawab adzan ini berlaku untuk semua adzan yang didengar. Misalnya muadzin di satu masjid adzan, kita menjawabnya sampai selesai adzan tersebut. Lalu terdengar adzan lagi dari masjid yang lain, kita jawab lagi sampai selesai. Demikian seterusnya. Akan tetapi bila adzan-adzan tersebut saling bersusulan (bersahut-sahutan) maka kita meneruskan untuk menjawab adzan yang pertama kali kita jawab sebelum terdengar adzan yang lain.

Namun bila ternyata adzan yang belakangan lebih keras dan lebih jelas sehingga adzan yang pertama kita dengar terkadang tertutupi (tidak terdengar), maka kita mengikuti adzan yang kedua. (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 2/198-199)

  • Hukum Berbicara Di Sela-Sela Menjawab Adzan

Tidak ada larangan berbicara di sela-sela menjawab adzan, namun lebih utama ia diam mendengarkan dan menjawabnya. Beda halnya bila ia sedang membaca Al-Qur’an, ia tidak boleh menjawab adzan di sela-sela bacaannya sehingga

tercampur antara suatu zikir yang bukan bagian dari Al-Qur’an dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Yang semestinya, ia menghentikan bacaan Al-Qur’annya untuk menjawab adzan. (Fatwa Asy-Syaikh Abdullah ibnu Abdirrahman t, seorang alim dari negeri Najd, Ad-Durarus Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah 4/213, 214).

  • Hadits Anas ibnu Malik z secara marfu’:

Sesungguhnya doa di antara adzan dan iqamat tidak ditolak, maka berdoalah kalian.” (HR. Ahmad 3/155, berkata Al-Imam Al-Albani t: sanadnya shahih, perawinya rijal shahih selain perawi yang bernama Buraid ibnu Abi Maryam, ia disepakati ketsiqahannya. Ats-Tsamar 1/198) Saat yang demikian ini merupakan salah satu saat terkabulnya doa dan dibukanya pintu-pintu langit. (Al-Ikmal, 2/253)

Dibolehkan baginya untuk mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, karena mengangkat tangan ketika berdoa adalah perkara yang diizinkan oleh syariat. Ketika berdoa, dia tidak mengeraskan suaranya. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 6/91-92)

Adapun mengusap wajah ketika selesai berdoa, sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas c yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah t: “Apabila engkau berdoa, maka berdoalah kepada Allah dengan kedua telapak tanganmu dan jangan berdoa dengan punggung tanganmu. Lalu jika engkau telah selesai, usaplah wajahmu dengan kedua telapak tanganmu.”

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat menjadi wawasan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari hari, sampai juma di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 10 Adab Ketika Mendengar Adzan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Adab Buang Air Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/adab-buang-air-dalam-islam Mon, 17 Dec 2018 03:36:30 +0000 https://dalamislam.com/?p=4732 Begitu sempurnanya agama Islam hingga setiap aspek kehidupan manusia telah diatur sesuai syariat Islam. Begitu pula hal yang paling kecil sekalipun seperti buang air. Dalam Islam, terdapat beberapa adab buang air yang harus dipatuhi. Berikut ini adalah beberapa adab buang air dalam Islam: 1. Tidak terlihat orang lain Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, خَرَجْنَا […]

The post Adab Buang Air Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Begitu sempurnanya agama Islam hingga setiap aspek kehidupan manusia telah diatur sesuai syariat Islam. Begitu pula hal yang paling kecil sekalipun seperti buang air.

Dalam Islam, terdapat beberapa adab buang air yang harus dipatuhi. Berikut ini adalah beberapa adab buang air dalam Islam:

1. Tidak terlihat orang lain

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى.

Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah terbuka, namun beliau pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak dan tidak terlihat.”

2. Tidak membawa benda dengan tulisan Allah

Allah Ta’ala berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)

Maksudnya adalah beberapa benda yang memiliki tulisan nama Allah, seperti cincin atau kalung dengan ukuran nama Allah. Membawa benda tersebut dilarang dalam Islam.

Baca juga:

Namun jika menutupi cincin atau kalung tersebut dengan kain atau penutup lainnya, maka diperbolehkan.

Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Jika cincin atau semacam itu dalam keadaan tertutup atau dimasukkan ke dalam saku atau tempat lainnya, maka boleh barang tersebut dimasukkan ke WC. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan,

Jika ia mau, ia boleh memasukkan barang tersebut dalam genggaman tangannya.” Sedangkan jika ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan di luar, maka boleh masuk ke dalam kamar mandi dengan barang tersebut dengan alasan kondisi darurat.

3. Membaca doa sebelum masuk kamar mandi

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِى آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ

Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat, lalu ia ucapkan “Bismillah”.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki jamban, beliau ucapkan: Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adab membaca doa semacam ini tidak dibedakan untuk di dalam maupun di luar bangunan.”

Baca juga:

4. Masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan

Sebagaimana terdapat dalam hadits,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap  perkara (yang baik-baik).”

Syaikh Ali Basam mengatakan, “Mendahulukan yang kanan untuk perkara yang baik, ini ditunjukkan oleh dalil syar’i, dalil logika dan didukung oleh fitrah yang baik. Sedangkan untuk perkara yang jelek, maka digunakan yang kiri. Hal inilah yang lebih pantas berdasarkan dalil syar’i dan logika.”

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki alasan dari sisi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan untuk hal-hal yang baik-baik.

Sedangkan untuk hal-hal yang jelek (kotor), beliau lebih suka mendahulukan yang kiri. Hal ini berdasarkan dalil yang sifatnya global.”

5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya

Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى

Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.”

Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”

Baca juga:

6. Tidak berbicara kecuali darurat

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ.

Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.

Syaikh Ali Basam mengatakan, “Diharamkan berbicara dengan orang lain ketika buang hajat karena perbuatan semacam ini adalah suatu yang hina, menunjukkan kurangnya rasa malu dan merendahkan murua’ah (harga diri).” Kemudian beliau berdalil dengan hadits di atas.

Syaikh Abu Malik mengatakan, “Sudah kita ketahui bahwa menjawab salam itu wajib. Ketika buang hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, maka ini menunjukkan diharamkannya berbicara ketika itu, lebih-lebih lagi jika dalam pembicaraan itu mengandung dzikir pada Allah Ta’ala.

Akan tetapi, jika seseorang berbicara karena ada suatu kebutuhan yang mesti dilakukan ketika itu, seperti menunjuki jalan pada orang (ketika ditanya saat itu, pen) atau ingin meminta air dan semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan darurat. Wallahu a’lam.”

Baca juga:

7. Tidak buang air di jalan atau tempat bernaung manusia

dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ». قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الَّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِى ظِلِّهِمْ ».

Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para sahabat bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.

8. Membersihkan dengan tangan kiri

Dari hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ

Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan kanannya.

Itulah 8 adab buang air dalam Islam yang perlu diketahui. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan menambah keimanan kita. Aamiin.

The post Adab Buang Air Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mengeluarkan Hadist Palsu dalam Islam https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/hukum-mengeluarkan-hadist-palsu Mon, 19 Mar 2018 00:36:02 +0000 https://dalamislam.com/?p=3049 Hadist ialah salah satu sumber ajaran islam yang berisi pernyataan, pengamalan, dan pengakuan Rasulullah yang beredar pada masa tersebut hingga beliau wafat. Hadist disepakati sebagai sumber ajaran islam setelah Al Qur’an dan isinya pun dibenarkan oleh umat islam. Berita perilaku Rasulullah tentang sabda, perbuatan, sikap, dan persetujuan yag didapat dari seorang sahabat atau lebih yang […]

The post Hukum Mengeluarkan Hadist Palsu dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hadist ialah salah satu sumber ajaran islam yang berisi pernyataan, pengamalan, dan pengakuan Rasulullah yang beredar pada masa tersebut hingga beliau wafat. Hadist disepakati sebagai sumber ajaran islam setelah Al Qur’an dan isinya pun dibenarkan oleh umat islam. Berita perilaku Rasulullah tentang sabda, perbuatan, sikap, dan persetujuan yag didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, kemudian menyebar dan disampaikan kepada sahabat yang lain.

Berita itu juga disampaikan kepada murid murid (generasi di bawah sahabat Rasulullah) dan seterusnya hingga sampai ke pembuku hadist. Hadist merupakan salah satu sumber syariat islam yang penting, yang menjadi panutan dan dasar dalam urusan sehari hari. Dalam masa ini, terkadang ditemui orang orang yang berdebat tentang hadist, tentang kebenaran atau tidaknya, hal itu terjadi karena adanya orang orang yang mengaku memiliki suatu ilmu islam dari sebuah hadist.

Jika tidak sesuai dengan kenyataan, hal tersebut termasuk perbuatan membuat atau megeluarkan hadit palsu, bisa jadi untuk tujuan yang baik atau sebaliknya. Bagaimana pendapat islam mengenai hal tersebut? Bukankah tidak diperkenankan mengubah sabda Rasulullah? Bukankah fungsi hadist sebagai sumber hukum islam? Untuk memahami lebih lanjut, yuk simak artikel berikut.

Hadist Palsu pada Jaman Terdahulu

Pada masa Khalifah Usman bin Affan, ada seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang mengaku memeluk islam dan berkeliling ke segenap pelosok daerah untuk menabur fitnah. Ia berdakwah bahwa Ali yang lebih layak menjadi khalifah daripada Usman atau Abu bakar dan Umar. Ia membuat hadist palsu yang berbunyi “Setiap nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali”. Untungnya terdapat sahabat Rasulullah yang mengetahui dengan persis akan kepalsuan hadist tersebut.

Meski begitu, Abdullah bin Saba’ dan kelompoknya terus mencari peluang yang ada untuk mempengaruhi orang banyak. Para sahabat Rasulullah pun mulai memberikan perhatian terhadap hadist yang disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya jika ragu akan kesahihan hadist tersebut sebab mereka meyakini fungsi hadist terhadap Al Qur’an ialah untuk saling membenarkan satu dengan lainnya.

Ternyata penyebaran hadist palsu sudah ada sejak jaman terdahulu, hal tersebut terjadi karena niat yang buruk yang ingin merusak kemurnian islam, orang yang memiliki tabiat baik tidak akan berbohong atas nama Rasulullah, ia akan sangat berhati hati dalam menyampaikan setiap ilmu sebab ia sadar kelak akan diminta pertanggungjawaban dari apa yang disebarkannya dan mengetahui manfaat ilmu dalam pandangan islam ialah untuk dunia dan akherat.

Hukum Mengeluarkan Hadist Palsu dalam Islam

Setiap tindakan kebohongan yang dilakukan seseorang, tentu bukan termasuk perbuatan yang di ridhoi olehNya, apalagi jika kebohongan tersebut merupakan suatu hal yang berhubungan dengan amalan dan panutan yang dilakukan orang banyak. Menyebarkan hal baik dan dilakukan akan memberikan pahala lebih bagi orang yang menyebarkan. Begitu pula sebaliknya bahaya berbohong dan hukumnya dalam islam akan mendapt azab, termasuk berbohong dalam menyebarkan hadist.

Mengeluarkan hadist palsu termasuk tindakan kebohongan, sebab tidak sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah dan termasuk tindakan menipu banyak orang. Jelas hukumnya adalah haram. Untuk lebih memahaminya, berikut berbagai sumber yang menguatkan haramnya hal tersebut.

1. Imam Adz Dzahabi dalam Kitab Al kabair

Dalam kitabnya beliau mengatakan bahwa berdusta atas nama Rasulullah termasuk dosa besar yang dapat mengakibatkan pada kekafiran sebab ia menghalalkan yang haram yang mengharamkan yang halal yang termasuk tindakan kufur.  Dari pendapat tersebut jelas bahwa hukum mengeluarkan hadist palsu adalah sesuatu yang haram, termasuk jenis perbuatan dosa yang tida di ridhoi Allah. Apalagi jika hadist palsu tersebut disebarkan, dipercaya, hingga dianut oleh orang banyak, dosa yang ditanggung tentu lebih besar lagi.

2. Mendapat Azab Neraka

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka”. (HR Bukhari no.1291). Seseorang yang dengan sengaja berbohong dengan cara mengeluarkan hadist palsu dengan memakai nama Rasulullah, baginya adalah celaka sebab mendapat ancaman azab neraka.

Hal itu terjadi karena islam adalah agama yang jujur, jika islam dinodai oleh hadst dan aturan lain yang dibuat seenaknya, tentu akan menjadi tipuan bagi yang membaca dan yang mengikutinya sehingga beresiko akan memerbanyak umat untuk tersesat dari jalan Allah. Hendaknya jangan pernah bermain main dengan hadist yang termasuk syariat terpercaya. Sampaikan ilmu yang benar dan bermanfaat agar tidak terjerumus dalam dosa besar.

3. Dibangunkan Rumah di Neraka

Barangsiapa berdusta atas namaku, akan dibangunkan baginya rumah di neraka jahanam”. (HR Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir). Rasulullah bersabda dalam hadist tersebut bahwa seseorang yang berbohong dengan memanfaatkan nama besarnya akan mendapat azab berupa rumah di neraka jahanam. Neraka jahanam sendiri adalah neraka terbawah dimana orang orang paling zalim ditempatkan sebagai balasan atas perbuatannya di dunia.

Azab yang paling menyedihkan tersebut yang tentunya tidak pernah diharapkan oleh setiap umat diberikan kepada pembohong sebab berdusta atas nama Rasulullah sama saja dengan berdusta atas nama Allah dimana segala syariat dan tingkah laku beliau berasal dari wahyu dan petunjuk yang diberikan Allah. Sebab itu setiap umat hendaknya berhati hati dalam menyampaikan amanat, sampaikan segala sesuatu yang sudah jelas kebenarannya.

4. Tidak Sesuai Sabda Rasulullah

Seseorang yang mengeluarkan kata kata tentang nasehat atau syariat yang berhubungan dengan agama, tetapi dibuat oleh dirinya sendiri akan mendapat tempat di neraka karena akibat dari perbuatannya. Hal tersebut terjadi padanya karena dia mendahului kehendak Allah dengan kebohongannya. “Siapa yang berkata atas namaku padahal aku sendiri tidak mengatakannya, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka”. (HR Muslim).

Seringkali kita menemui banyak orang yang kurang dan belum memahami tentang agama islam dan dia mencari ilmu agama untuk lebih mendekatkan diri dan menyempurnakan agamanya, tetapi yang didapatkan olehnya justru hal yang sesat baginya dan dia terus dalam keadaan demikian karena ketidaktahuan dan karena kebohongan yang diucapkan oleh orang yang mengeluarkan hadist palsu. Sebab itulah hukum mengeluarkan hadist palsu haram dan wajib dihindari.

5. Termasuk Khianat

Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta”. (HR Ahmad). Sudah tidak diragukan lagi bahwa mengeluarkan hadist palsu adalah tindakan orang yang khianat dan dusta yang hal tersebut termasuk tabiat yang buruk. Seseorang yang jujur tidak akan berbuat sesuatu yang merugikan orang lain untuk kepentingannya sendiri. berbohong dengan mengeluarkan hahdist palsu tandanya telah berkhianat kepada semua orang yang menerima hadist tersebut.

Perbuatan termasuk ciri orang yang munafik, selain munafik kepada orang lain, juga telah melakukan perbuatan munafik kepada Rasulullah dan seluurh umat muslim, sebab Rasulullah selama masa hidupnya telah menyebarkan dakwah islam dengan sungguh sungguh hingga membahayakan nyawa beliau sendiri demi nama Allah. Rasulullah juga selalu mendoakan dan memohon kebaikan untuk umatnya, tetapi dakwahnya justru didustaka oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

6. Perbuatan Dusta

Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadist yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta karena meriwayatkannya”. (HR Muslim). penjelasan dari hadist tersebut ialah contoh seseorang yang menemukan kalimat seperti sebuah hadist, tetapi dia ragu akan kebenaran dari hadist tersebut. Orang tersebut pun menyebarkan kepada orang lain walaupun dia berada dalam keraguan.

Ia tetap mendapat dosa dari perbuatan dusta karena menyebarkan hadist tersebut. Jika ia ragu akan kebenaran hadist tersebut seharusnya ia mencari tahu terlebih dahulu akan kebenarannya melaui referensi yang terbaik atau dengan bertanya kepada orang yang lebih memahami dan lebih ahli tentang agama islam sehingga ia tidak asal asalan menyebarkan hadist. Jika ia tetap menyebarkan sesuatu yang dirasa ragu dalam hatinya, maka akibatnya ialah dia mendapat dosa dari perbuatannya tersebut.

7. Merusak Kemurnian Agama

Hukum mengeluarkan hadist palsu dalam islam ialah haram hukumnya sebab merusak kemurnian dan kesucian agama. Bisa saja hadist palsu tersebut berisi sesuatu yang tidak sesuai syariat islam dan dipercaya oleh orang yang menerima hadist palsu tersebut sehingga menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan dari banyak orang. Akibatnya agama islam dan Rasulullah lah yang terkena dampaknya, menjadi sesuatu yang disalahkan padahal bukan karena agama.

Mengeluarkan hadist palsu sama saja seperti orang terdahulu yang telah mengubah isi dalam kitab sehingga merusak kemurnian dan kebenarannya. Jika mengubah sesuatu atau menyebar sesuatu atas nama orang secara umum saja terkadang bisa mendapatkan hukuman yang berat dari masyarakat ataupun secara hukum, apalagi berdusta atas nama Rasulullah? Tentu hukumannya jauh lebih berat sebab tidak hanya berhubungan dengan dunia saja tetapi juga dengan akherat.

Demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat untuk anda. jangan lupa untuk sellau menyampaikan ilmu dan wawasan islam dengan dasar yang benar sehingga jauh dari perbuatan dosa dan azab neraka. Terima kasih sudah membaca. Salam hangat dari penulis.

The post Hukum Mengeluarkan Hadist Palsu dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Hadist Tentang Berhijab Yang Benar dan Terlengkap https://dalamislam.com/info-islami/hadist-tentang-berhijab-yang-benar Wed, 10 Jan 2018 03:02:15 +0000 https://hijabyuk.com/?p=1490 Jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita muslimah dan hanya menampakkan bagian yang diijinkan untuk nampak.  Berarti jilbab terdiri dari seluruh pakaian yang dipakai muslimah mulai dari kepala, pakaian longgar yang nampak dari luar, hingga pakaian di dalamnya.  Sedangkan hijab adalah penghalang sesuatu yang tidak boleh dipandang.  Berarti berdasarkan pengertian tersebut, hijab bagi wanita […]

The post 5 Hadist Tentang Berhijab Yang Benar dan Terlengkap appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita muslimah dan hanya menampakkan bagian yang diijinkan untuk nampak.  Berarti jilbab terdiri dari seluruh pakaian yang dipakai muslimah mulai dari kepala, pakaian longgar yang nampak dari luar, hingga pakaian di dalamnya.  Sedangkan hijab adalah penghalang sesuatu yang tidak boleh dipandang.  Berarti berdasarkan pengertian tersebut, hijab bagi wanita adalah jilbab.  Jilbab meliputi pakaian muslimah dan kerudungnya.  Perbedaan hijab, jilbab, dan kerudung jelas.  Hadist tentang berhijab yang benar membahas tentang hadist tentang cara berpakaian dan berkerudung berdasarkan perintah berhijab dalam Al Qur’an.  Hadist yang menjelaskan tentang batasan jilbab  berdasarkan ciri-ciri hijab syar’i.

  1. Batasan Hijab

Batasan hijab wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.  Oleh karena itu, hukum memakai hijab dalam rumah bagi wanita tetap wajib, jika di rumah tersebut ada orang lain selain muhrimnya.  Apalagi keluar rumah.  Hanya muka dan telapak tangan saja yang boleh terlihat.  Sementara cadar atau penutup wajah, ulama amsih berbeda pendapat.  Ada yang mengatakan wajah termasuk aurat sehingga harus bercadar, ada yang tidak.

Asma binti Abu Bakar telah menemui Rasulullah dengan memakai pakaian yang tipis.  Rasulullah bersabda,”Wahai Asma, sesungguhnya seorang gadis yang telah berhaid tidak boleh baginya menzahirkan anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah saja”. (HR bukhari dan Muslim).

Gadis yang telah berhaid, mempunyai arti sudah baligh.  Menzahirkan berarti memperlihatkan.  Anak-anak yang belum balig belum mempunyai kewajiban menutup aurat dalam Islam, namun boleh dibiasakan agar kelak lebih paham.

  1. Tidak Memakai Pakaian Tipis

Berhijab yang benar adalah tidak memakai pakaian tipis.  Karena pakaian tipis masih menerawang menampakkan bagian tubuh wanita.  Seperti hadist yang dikemukakan di atas, Asma binti Abu Bakar dilarang oleh aAsulullah untuk memakai pakaian tipis.

  1. Tidak Setengah Telanjang

Dalam suatu hadits lain, Rasulullah mengungkapkan bahwa wanita yang kelak tidak akan mencium bau surga adalah wanita yang setengah telanjang atau tidak menutup aurat.  Mengapa setengah telanjang?  Maksudnya adalah hijabnya tidak sempurna.  Beberapa bagian tubuhnya masih terlihat.  Misalnya, masih menampakkan bagian leher atau bagian rambutnya.  Atau wanita yang berhijab dengan pakaian yang ketat membungkus tubuhnya.  Sehingga meskipun berhijab orang lain masih bisa membayangkan bentuk tubuhnya.  HAdist tentang ini sama dengan poin 5.

  1. Berhijab dengan Kerudung Punuk Unta

Sekian tahun yang lalu, jilbab dengan membentuk sanggul di kepala menjadi trend an saat ini masih ada beberapa yang menggunakannya.  Orang yang berjilbab dengan model punuk unta ini termasuk kategori yang tidak akan mencium bau surga. Mereka membuat sanggul di kepala sehingga dari kejauhan ketika berlenggak-lenggok kepalanya mirip punuk unta yang sedang berjalan. Ciri-ciri hijab punuk unta sesuai dengan yang dikatakan dalam hadist.  Ini kategori membentuk tubuh bagian kepala.

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum pernah aku lihat.  Suatu kaum yang memiliki cemeti seperti ekor lembu untuk memecut manusia. dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, Berlenggak lenggok, kepala mereka seperti bonggol unta yang bergoyang-goyang.  Wanita yang seperti itu tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau wangi surga dapat tercium keharumannya dalam jarak yang sangat panjang dan jauh (HR. Muslim) [AdSense-B]

  1. Menggunakan Rok yang Panjang

Rok yang digunakan untuk menutup tubuh harus menutup kaki dan tidak menggantung.  Bahkan karena kaki bagian dari aurat, maka hendaknya memakai kaus kaki.  Hal ini juga ditegaskan dalam hadist tentang berhijab yang benar.

Dari Ummu Salamah radiallahu anha berkata,”Rasulullah shallahu alaihi wasalam bersabda mengenai masalah ujung pakaian, dan aku berkata kepada beliau,wahai rasulullah, bagaimana dengan kami (kaum wanita)? Nabi menjawab, julurkanlah sejengkal.  Lalu Ummu Salamah bertanya lagi, kalau begitu kedua qadam (bagian dari mata kaki hingga telapak kaki) akan terlihat? Nabi bersabda, kalau begitu julurkanlah sehasta lagi (HR.Ahmad dan Abu Ya’la).

  1. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki

Pakaian laki-laki berarti identik dengan celana dan pakaian yang pas melakat pada tubuhnya.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.”(HR. Abu Dawud)

Demikian beberapa hadist tentang berhijab yang benar.  Maka hendaknya setiap muslimha, apapun gaya berhijabnya, mengikuti tutorial hijab syar’i segi empat, tutorial hijab casual, tutorial hijab ala Ria Ricis, dan lain-lain dan jenis bahan hijab yang digunakan sesuai dengan cara berjilbab menurut Islam di atas. Sehingga manfaat menutup aurat dan hikmah wanita berjilbab dapat dia raih.  Semoga kita semua dalam lindungan Allah.  Aamiin.

The post 5 Hadist Tentang Berhijab Yang Benar dan Terlengkap appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Hadist Wanita Wajib Berhijab yang Wajib Diketahui https://dalamislam.com/info-islami/hadist-wanita-wajib-berhijab Thu, 04 Jan 2018 04:39:03 +0000 https://hijabyuk.com/?p=1452 Ada beberapa orang yang belum meyakini benar bagaimana hukum hijab dan cadar bagi muslimah. Padahal perintah berhijab dalam Al Qur’an sangat jelas. Mereka masih menganggap perintah tersebut hanya berlaku pada isteri-isteri nabi. Maka artikel kali ini akan membahas hadist wanita wajib berhijab. Hadist biasanya bertujuan memperjelas dan menegaskan kembali apa-apa yang ada atau sudah diperintahkan dalam Al […]

The post 5 Hadist Wanita Wajib Berhijab yang Wajib Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ada beberapa orang yang belum meyakini benar bagaimana hukum hijab dan cadar bagi muslimah. Padahal perintah berhijab dalam Al Qur’an sangat jelas. Mereka masih menganggap perintah tersebut hanya berlaku pada isteri-isteri nabi. Maka artikel kali ini akan membahas hadist wanita wajib berhijab. Hadist biasanya bertujuan memperjelas dan menegaskan kembali apa-apa yang ada atau sudah diperintahkan dalam Al Qur’an. Hadist juga menunjukkan cara-cara ibadah tertentu yang belum digambarkan secara jelas dalam Al Qur’an. Begitu pula dengan hadist wanita wajib berhijab. Kita simak satu persatu di bawah ini.

  1. Kewajiban Berhijab

Banyak hadist yang berisi pernyataan menutup aurat itu wajib bagi setiap muslim. Salah satunya adalah hadist riwayat Bukhari dan Muslim di bawah ini :
“Ketika Nabi Shalalahu ‘alaihi wasalam memerintahkan para wanita dari kalangan sahabat untuk keluar ke tanah lapang untuk sholat Ied, berkata salah satu dari mereka, wahai Rasulullah salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab. Maka RAsulullah berkata, hendaklah salah seorang dari kalian meminjamkan jilbabnya kepada yang tidak memiliki jilbab”.
Berdasarkan hadits tersebut berarti bahwa hukum memakai hijab bagi wanita adalah wajib ketika keluar rumah dan hukum memakai hijab dalam rumah.  Sampai-sampai jika seseorang tidak memilikinya, maka saudaranya harus meminjamkan.

  1. Batasan Menutup Aurat

Menutup aurat dalam Islam adalah mengulurkan jilbab sampai menutup dadanya sebagaimana diperintahkan dalam Qur’an surat Al Ahzab ayat 59. Selanjutnya dalam hadist di bawah ini dikemukakan bahwa yang boleh tampak dari aurat wanita adalah muka dan tepak tangan. Selain itu tidak diperbolehkan tampak kecuali pada muhrimnya seperti yang dijelaskan dalam Qur’an suat An Nur ayat 31. Sedangkan beberapa yang meyakini bahwa batasan menutup aurat adalah dengan mewntupkan cadar ke mukanya sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat para ulama.
“Wahai Asma sesungguhnya seorang wanita, apabila telah baligh (mengalami haid), tidak layak tampak adri tubuhnya kecuali ini dan ini (Rasulullah berkata seraya menunjuk muka dan telapak tangannya”. (HR Abu Dawud)

  1. Azab Bagi Ayah dari Anak Yang Tidak Menutup Aurat

Ternyata membuka aurat tidak hanya berakibat dosa bagi diri seorang muslimah sendiri. Namun ada laki laki yang ikut menanggung akibatnya, selama ia masih berada di bawah tanggungjawabnya. Jika ia belum menikah, maka ayahnya akan ikut mendapat azab. Jika ayahnya sudah tidak ada, maka saudara laki-lakinya akan ikut menanggung azab dari Allah di akhirat kelak. Dan jika wanita sudah menikah, maka suami akan yang menanggung.
“Selangkah anak perempuan keluar dari rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah juga ayahnya hampir ke neraka”. (HR Tirmidzi dan Hakim).

  1. Hukum Berpakaian Tipis dan Hijab Punuk Unta

Salah satu ciri ciri hijab syar’i adalah pakaian tidak tipis, tidak membentuk tubuh, dan jilbab tidak menyerupai punuk unta. Ciri ciri jilbab punuk unta, di mana di bagian kepala membentuk benjolan sehingga dari arah samping seperti dua punuk unta. Hukum memakai hijab seperti punuk unta akan menyeret wanita masuk ke dalam neraka.
“Dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti seekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tetapi telanjang, baik karena tipis atau tidak menutup auratnya), mailat munilat (bergaya ketika berjalan agar menarik perhatian), kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surge dan tidak mendapatkan baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian”. (HR Muslim 3971, Ahmad 8311, dan Imam Malik 1421). [AdSense-B]

  1. Wanita Tidak Berjilbab di Neraka

Hadist terakhir dari banyak haidist wanita berhijab yang diuraikan di sini adalah bahwa hukum bagi wanita yang tidak memekai hijab di neraka. Mereka akan digantung rambutnya hingga otaknya mendidik. Na’udzubillahi min dzalik.
“Wahai Anakku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya”. (Hr Bukhari dan Muslim)

Nah, sudah semakin jelas hukum memakai hijab syar’i bagi wanita. Itu dilakukan jika kita ingin masuk kategori wanita shalihah. Wanita yang merupakan sebaik-baiknya perhiasan di dunia.
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah”. (HR. Muslim)

The post 5 Hadist Wanita Wajib Berhijab yang Wajib Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/fungsi-hadits-sebagai-sumber-hukum-islam Tue, 03 Jan 2017 08:11:00 +0000 http://dalamislam.com/?p=1269 Di agama islam sebagai landasan sumber hukum ada tiga, diantaranya adalah Al-Qur’an, Hadist, dan juga Ijma. Dalamislam.com kali ini membahas mengenai hadist sebagai landasan hukum islam setelah Al-Qur’an dan juga Menjadikan sumber pokok ajaran islam. Maksud dari hadist sebagai salah satu sumber hukum setelah Al-Qur’an adalah jika terjadi suatu perkara yang belum jelas didalam Al-Qur’an maka […]

The post Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di agama islam sebagai landasan sumber hukum ada tiga, diantaranya adalah Al-Qur’an, Hadist, dan juga Ijma. Dalamislam.com kali ini membahas mengenai hadist sebagai landasan hukum islam setelah Al-Qur’an dan juga Menjadikan sumber pokok ajaran islam.

Maksud dari hadist sebagai salah satu sumber hukum setelah Al-Qur’an adalah jika terjadi suatu perkara yang belum jelas didalam Al-Qur’an maka hadist bisa menjadi sebuah sandaran berikutnya setelah Al-Qur’an.

Hadist Berfungsi Sebagai Sumber Hukum Islam

Hadist yang memiliki fungsi sebagai sumber dari hukum islam dan hadist merupakan uraian segala sesuatunya yang tertulis didalam Kitab Suci umat islam yaitu Al-Qur’an secara menyeluruh/global, singkat dan juga samar. Dengan begitu kitab suci Al-Qur’an dan juga hadist menjadi sebuah satu kesatuan untuk pedoman umat manusia khususnya umat muslim yang merupakan salah satu sumber dasar hukum islam serta dengan menerapkan Sumber syariat islam adalah salah satu cara bahagia menurut islam didalam kehidupan dunia.

Hal tersebut sudah ditegaskan tentang Fungsi hadist didalam islam  di Al-Qur’an : “Barang siapa mentaati Rosulnya (Muhammad), maka dengan begitu sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu, maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (QS. 4/An-Nisa`: 80) Maksudnya adalah “Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” Bahwa Rosul tidak semestinya bertanggung jawab terhadap perbuatan kita dan juga tidak menjamin kita tidak berbuat kesalahan. (Baca juga : ijtihad dalam hukum islam dan hukum trading dalam islam )

Allah SWT juga berfirman, “Apa yang diberikan Rosul kepadamu, terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” (QS. 59/Al Hasyr: 7) dari kedua ayat tersebut, Rosulullah SAW. Bersabda “Allah SWT membahagiakan orang yang mendengar sabdaku, kemudian ia menyampaikan kepada orang lain sebagaimana ia telah mendengarnya (maksudnya tidak mengurangi atau menambah-nambahi), Boleh jadi orang yang menerima hadits itu lebih mengerti dibandingkan dengan orang yang memberitakannya.” (HR. Muttafaq Alaih).

Berikut ini akan mengemukakan beberapa bukti jika hadist dapat menjelaskan segala sesuatu yang tertulis di kitab suci Al-Qur’an secara samar,global dan juga singkat mengenai Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam :

1. Shalat

Allah SWT berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103) “Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).Membahas tentang shalat, ada beberapa anjuran Shalat Malam Sebelum Tidur yang bisa kita lakukan.

Didalam ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rosulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).

2. Zakat

Allah SWT berfirman, “Laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang yang rukuk (maksudnya sholat berjamaah).“ (QS. 2/Al-Baqoroh: 43) “Laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rosul (Muhammad), supaya kamu diberi rahmat.” (QS. 24/An-Nur: 56)

Dari kedua ayat tersebut tidak menjelaskan dengan jelas barang seperti apa dan apa saja yang mesti dikeluarkan untuk zakatnya. Dan juga tidak ditegaskan jumlah minimal sebuah barang yang dikenakan untuk zakat, kapan waktu menunaikan zakat, persentasenya. Maka dari itu Rosulullah SAW. Bersabda : “Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun, maka zakatnya lima dirham. Jika engkau mempunyai emas 20 dinar dan telah engkau miliki selama satu tahun, maka wajib zakatnya 0,5 dinar.” (HR. Abu Dawud). Rosulullah SAW telah menegaskanl, “Tidaklah wajib zakat pada harta seseorang yang belum genap satu tahun dimilikinya.” Itu merupakan hukum tentang Zakat dalam islam yang sudah tertulis didalam Al-Qur’an dan diperjelas oleh sabda Rosulullah SAW.

Allah SWT berfirman, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah, adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. 3/Ali Imron: 97)Maksud dari ayat ini merupakan salah satunya sehat, bisa dan memiliki perbekalan yang cukup untuk melaksanakan ibadah dan juga untuk keluarga yang ditinggal dan juga dengan tersedianya transportasi serta dalam perjalanan yang cukup aman. (Baca juga tentang hukum zakat yang lain: Penerima zakat dan cara menghitung zakat maal)

Allah SWT juga berfirman, “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yangjauh.” (QS. 22/Al-Hajj: 27). Maksud dari “unta yang kurus” didalam ayat diatas merupakan penggambaran dari jauh dan juga beratnya proses perjalanan yang dapat ditempuh oleh para jama’ah.

Dikedua ayat diatas tidak terperinci bagaimana proses pelaksanaan ibadah haji ini serta kapan waktu yang tepat untuk pelaksanaan ibadah haji ini. Maka dari itu Rosulullah SAW memberikan beberapa contoh dan bersabda, “Ambillah dariku tentang cara mengerjakan haji. Mungkin aku tidak akan bertemu kamu setelah tahunku mi. “(HR. Muslim).

4. Hukuman Potong Tangan Untuk Yang Mencuri

Allah SWT berfirman, “Adapun orang pria maupun vanita yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atus perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana,” (QS. 5/Al-Maidah: 38) Ayat ini tidak menerangkan pengertian mencuri. Juga tidak menjelaskan berapa batas minimal barang yang dicuri sehingga harus dihukum potong tangan, dan tangan sebelah mana yang harus dipotong. Oleh karena itu Muhammad Rosulullah saw. menjelaskan, “Janganlah engkau memotong tangan pencuri, kecuali (karena mencuri barang) seharga seperempat dinar ke atas”. (HR. Muslim, Nasa`i, dan Ibnu Majah). (Baca juga : Qurban dan Aqiqah dan Kehidupan setelah menikah )

Hadist merupakan sumber dari ajaran islam kedua setelah Al-Qur’an, Maka hukum dalam mempelajari hadist merupakan hal yang wajib. Berikut dalamislam.com memaparkan beberapa bendapat dari para ulama mengenai wajibnya mempelajari hadist dan juga wajib mengamalkannya.

Al-Hakim sudah menegaskan, “Seandainya tidak banyak orang yang menghafal sanad hadits, niscaya menara Islam dengan mudah roboh. Juga niscaya para ahli bid`ah berupaya membuat hadits maudhu dan memutar-balikkan sanad.” (Baca Juga :Sumber Syariat Islam)

  1. Imam Sufyan telah mengatakan, “Saya tidak mengenal ilmu yang utama bagi orang yang berhasrat menundukkan wajahnya di hadapan Allah, selain ilmu hadits. Semua orang tentunya sangat memerlukan ilmu ini sampai pada masalah terkecil tentang tata cara makan dan juga minum.Dalam mempelajari hadits lebih utama dibandingkan dengan sholat (sunnah) dan puasa (sunnah), karena mempelajari ilmu ini adalah fardhu kifayah”. (Baca juga : Cara Menenangkan Hati Dalam Islam dan Menjaga Pandangan Mata Dari Lawan Jenis)
  2. Imam Sufyan juga telah mengatakan, bahwa Imam Syafi’i juga menuturkan, , “Ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan juga memiliki keyakinan yang paling teguh. Tidak gemar menyiarkannya, kecuali orang-orang yang jujur dan juga bertakwa. Dan tidak dibenci memberitakannya selain oleh orang-orang munafik lagi celaka”.

The post Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
4 Fungsi Hadist Dalam Islam dan Kedudukannya https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/fungsi-hadist-dalam-islam Sat, 24 Dec 2016 09:13:58 +0000 http://dalamislam.com/?p=1241 Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi untuk berperan sebagai seorang hamba sekaligus Khalifah. Yang dimaksud “khalifah” adalah seorang pemimpin, dimana tugasnya adalah melestraikan, memelihara, dan mengelola alam demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Dan agar tugas tersebut dapat terwujud dengan baik, Allah SWT memberikan petunjuk berupa Al-Quran dan Al Hadist untuk dijadikan pedoman hidup. (Baca […]

The post 4 Fungsi Hadist Dalam Islam dan Kedudukannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi untuk berperan sebagai seorang hamba sekaligus Khalifah. Yang dimaksud “khalifah” adalah seorang pemimpin, dimana tugasnya adalah melestraikan, memelihara, dan mengelola alam demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Dan agar tugas tersebut dapat terwujud dengan baik, Allah SWT memberikan petunjuk berupa Al-Quran dan Al Hadist untuk dijadikan pedoman hidup. (Baca juga: Fungsi Al-Quran dalam Kehidupan Sehari-hari dan Fungsi Al-Quran Bagi Umat Islam)

Jika Al-Quran adalah sumber hukum islam pertama, maka hadist merupakan sumber kedua setelah Al quran. Kedua terkait secara erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keberadaan hadist bagi umat muslim memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai pemerjelas isi Al Quran. Misal, tentang ajaran solat. Di dalam Alquran, Allah SWT hanya menuliskan perintah untuk solat. Sedangkan tata cara pelaksanaannya dijelaskan secara rinci dalam hadist nabi. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui fungsi hadist dalam islam. (Baca juga: Fungsi Hadist Dalam Islam dan Sumber Pokok Ajaran Islam Menurut Dalil Al-Quran dan Hadist)

Definisi Hadist

Hadits (الحديث ) secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda), percakapan, atau perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan yang bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat islam. (Baca juga:  Cara Tidur Rasulullah dan Manfaatnya, 16 Cara Makan Rasulullah Sesuai Sunnah Rasul, 13 Tips Puasa Ramadhan Ala Rasulullah, Cara Mandi Dalam Islam Sesuai Sunnah Rasulullah)

Kalangan ulama memiliki perbedaan pendapat terkait makna hadist.

  • Menurut para ahli hadist

Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.

  • Menurut ahli ushul fiqh (ushuliyyun)

Hadist adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.

  • Menurut jumhur ulama

Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.

Secara garis beras, hadist mempunyai makna segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits. Namun yang paling terkemuka ada 7 orang, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.

Fungsi Hadist Dalam Ajaran Islam

Pada dasarnya, hadist memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di al Quran. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadist-hadist shahih. Dengan berpegang teguh kepada Al Quran dan Al hadist, niscaya hidup kita dijamin tidak akan tersesat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Hadist memiliki peranan penting dalam menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di dalam Al-Quran. Secara lebih rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah sebagai berikut:

  1. Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al Quran)

Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagai contoh hadist yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:

Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

يَااَيُّهَاالَّذِ يْنَ اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِ يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

  1. Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)

Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi al quran yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.

أَتَى بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ

Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)

Dalam AlQuran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.

  1. Bayan at-Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al Quran)

Hadist sebagai bayan At tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran. Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat fitrah, dibawah ini:

اِنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًا مِنْ تَمَرٍاَوْ صَا عًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ

Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).

  1. Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)

Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah (menghilangkan). Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas. Salah satu contohnya yakni:

لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

 “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”

Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَاحَضَرَ اَحَدَ كُمْ المَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرَالوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَ يْنِ وَاْلأَ قْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى المُتَّقِيْنَ

Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)

Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.

Kedudukan Hadist

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum islam kedua. Di dalam Al Quran juga telah dijelaskan berulang kali perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana yang terangkum firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”(QS.An-Nisa: 80)

Selain itu, Allah SWT menekankan kembali dalam surat Al-Asyr ayat 7:

…..…وَمَااَتَاكُمْ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَانَهَا كُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا……

Apa yang diperintahkan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7)

Demikianlah ulasan mengenai fungsi hadist dalam islam. Semoga kita bisa menjadi hamba yang taat kepada Al Quran dan Al-Hadist. Di samping itu, kita juga perlu jeli dalam membedakan antara hadist yang shahih, dho’if, dan hadist palsu.

Wallahu A’lam Bishawab

The post 4 Fungsi Hadist Dalam Islam dan Kedudukannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>