hari raya Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hari-raya Sat, 22 Jun 2019 06:40:10 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png hari raya Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hari-raya 32 32 Cara Penentuan Hari Raya dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/cara-penentuan-hari-raya Fri, 21 Jun 2019 06:03:51 +0000 https://dalamislam.com/?p=7272 Hari raya merupakan hari kemenangan yang dinanti-nanti banyak orang, terutama umat Islam di seluruh dunia. Setelah berpuasa sebulan lamanya, orang-orang dengan antusias mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut hari raya. Mulai dari pakaian terbaik, sajian untuk keluarga dan tamu, properti yang bagus dan lain-lain. Boleh saja menyambut hari raya dengan meriah. Namun, jangan sampai berlebihan hingga […]

The post Cara Penentuan Hari Raya dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hari raya merupakan hari kemenangan yang dinanti-nanti banyak orang, terutama umat Islam di seluruh dunia. Setelah berpuasa sebulan lamanya, orang-orang dengan antusias mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut hari raya. Mulai dari pakaian terbaik, sajian untuk keluarga dan tamu, properti yang bagus dan lain-lain.

Boleh saja menyambut hari raya dengan meriah. Namun, jangan sampai berlebihan hingga mengurangi esensi dari hari raya itu sendiri. Melatih diri untuk konsisten dalam beribadah selama bulan Ramadhan hendaknya juga berlanjut ke bulan-bulan selanjutnya setelah Ramadhan.

Hari raya Idul Fitri yang datang setelah usainya bulan Ramadhan dihitung berdasarkan kalender hijriah (Islam). Kalender hijriah ini berbeda dari kalender masehi yang sifatnya tetap dari tahun ke tahun. Sistem penghitungan dalam kalender hijriah berdasarkan penampakan bulan atau yang disebut dengan hilal.

Rata-rata siklus fase sinodis Bulan berlangsung selama 29,53 hari, oleh karena itu setiap bulan dalam kalender hijriah berjumlah 29 atau 30 hari. Hal ini jelas lebih pendek dari kalender masehi yang berjumlah 30 atau 31 hari, kecuali Bulan Februari 28 atau 29 hari (tahun kabisat).

Baca juga:

Rata-rata siklus fase sinodis Bulan berlangsung selama 29,53 hari, oleh karena itu setiap bulan dalam kalender hijriah berjumlah 29 atau 30 hari. Hal ini jelas lebih pendek dari kalender masehi yang berjumlah 30 atau 31 hari, kecuali Bulan Februari 28 atau 29 hari (tahun kabisat).

Cara Penentuan Hari Raya dalam Islam

Dalam menentukan jatuhnya hari raya Idul Fitri pun digunakan beberapa metode khusus yang dilakukan oleh para ahli dari seluruh dunia. Berikut ini beberapa cara penentuan hari raya berdasarkan sumber Islami.

Hisab

Hisab adalah penghitungan secara matematis dan astronomis dalam mengetahui posisi bulan sehingga dapat ditentukan kapan dimulainya awal bulan dalam kalender hijriah.

Rukyat

Rukyat adalah kegiatan mengamati penampakan hilal sebagai salah satu cara penentuan hari raya. Hilal yaitu bulan sabit (bulan baru) yang muncul pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Pelaksanaan rukyat dilakukan dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu optik, misalnya teleskop. Hilal hanya akan muncul setelah matahari terbenam atau tepat waktu maghrib.

Hilal ini memiliki intensitas cahaya yang sangat redup dan tipis sehingga harus diamati dengan teliti dari beberapa sudut di muka bumi. Jika hilal telah terlihat maka petang hari waktu setempat sudah memasuki awal bulan baru dalam kalender hijriah. Namun, jika belum terlihat maka awal bulan baru ditentukan pada maghrib di hari berikutnya.

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

Baca juga:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya. Apabila kalian tertutup mendung, genapkanlah bulan tersebut.” (HR. Bukhari dengan berbagai lafazh).

Berdasarkan hadits ini dikatakan bahwa awal dan akhir bulan Ramadhan diketahui dengan melihat hilal.

Jadi, pengamatan hilal ini dilakukan untuk menentukan awal bulan Ramadhan dan jatuhnya hari raya. Ada baiknya Anda juga mengetahui keutamaan menghidupkan malam hari raya Ied dan mengamalkannya untuk mendapatkan ridha-Nya.

Itulah cara penentuan hari raya yang dapat Anda ketahui. Semoga dapat memberikan manfaat untuk pembaca sekalian. Perluas lagi pengetahuan Islami Anda dengan membaca berbagai artikel Islami kami di website ini. Terimakasih.

The post Cara Penentuan Hari Raya dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menjawab Ucapan Selamat di Hari Raya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menjawab-ucapan-selamat-di-hari-raya Thu, 20 Jun 2019 07:45:15 +0000 https://dalamislam.com/?p=7262 Hari raya memang identik dengan ucapan selamat, seperti “Selamat Hari Raya Idul Fitri“, “Mohon maaf lahir dan batin” atau semacamnya. Tak hanya sekedar menuliskan dalam status atau story, bahkan ada yang dengan sengaja berfoto keluarga di studio foto hanya untuk pemanis yang menyemarakkan euforia hari raya. Ucapan selamat di hari raya ini tidak hanya disampaikan […]

The post Hukum Menjawab Ucapan Selamat di Hari Raya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hari raya memang identik dengan ucapan selamat, seperti “Selamat Hari Raya Idul Fitri“, “Mohon maaf lahir dan batin” atau semacamnya. Tak hanya sekedar menuliskan dalam status atau story, bahkan ada yang dengan sengaja berfoto keluarga di studio foto hanya untuk pemanis yang menyemarakkan euforia hari raya.

Ucapan selamat di hari raya ini tidak hanya disampaikan oleh anggota keluarga, tetangga, sahabat maupun orang yang tidak begitu kita kenal pun turut mengucapkannya. Lalu apakah yang harus kita ucapkan sebagai bentuk jawabannya? Bagaimanakah hukum menjawab ucapan selamat di hari raya?

Dalam kitab-Nya, Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’ : 86)

Baca juga:

Menurut Tafsir Jalalayn:

(Apabila kamu diberi salam dengan suatu salam penghormatan) misalnya bila dikatakan kepadamu, “Assalamu’alaikum!” (maka balaslah) kepada orang yang memberi salam itu (dengan salam yang lebih baik daripadanya) yaitu dengan mengatakan, “Alaikumus salaam warahmatullaahi wabarakaatuh.” (atau balaslah dengan yang serupa) yakni dengan mengucapkan seperti apa yang diucapkannya.

Artinya salah satu di antaranya menjadi wajib, sedangkan yang pertama lebih utama. (Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu) artinya membuat perhitungan dan akan membalasnya di antaranya ialah terhadap membalas salam. Dalam pada itu menurut sunah, tidak wajib membalas salam kepada orang kafir, ahli bidah dan orang fasik.

Begitu pula kepada orang Islam sendiri yakni orang yang sedang buang air, yang sedang berada dalam kamar mandi dan orang yang sedang makan. Hukumnya menjadi makruh kecuali pada yang terakhir. Dan kepada orang kafir jawablah, “Wa`alaikum.” Artinya: juga atasmu.

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan,

“Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 2/446. Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354) mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih)

Baca juga:

Saat hari raya Idul Fitri tiba, ungkapan selamat yang sering kali terdengar dari sesama muslim yaitu “Taqobbalallahu minna wa minkum.” Hal ini juga diperkuat oleh dalil berikut ini.

وَقَالَ حَرْبٌ : سُئِلَ أَحْمَدُ عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي الْعِيدَيْنِ تَقَبَّلَ اللَّهُ وَمِنْكُمْ .قَالَ : لَا بَأْسَ بِهِ ، يَرْوِيه أَهْلُ الشَّامِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قِيلَ : وَوَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ ؟ قَالَ : نَعَمْ .قِيلَ : فَلَا تُكْرَهُ أَنْ يُقَالَ هَذَا يَوْمَ الْعِيدِ .قَالَ : لَا

Salah seorang ulama, Harb mengatakan, “Imam Ahmad pernah ditanya mengenai apa yang mesti diucapkan di hari raya ‘ied (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha), apakah dengan ucapan, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum’?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak mengapa mengucapkan seperti itu.” Kisah tadi diriwayatkan oleh penduduk Syam dari Abu Umamah.

Berdasarkan uraian di atas, maka hukum menjawab ucapan selamat di hari raya boleh saja. Namun, pastikan bahwa kita memilih ucapan yang sesuai dengan dalil yang shahih sebab ucapan adalah doa. Hindari mengucapkan kata-kata yang tidak bermakna dan justru mengundang maksiat. Selain ucapan yang sifatnya boleh, kita juga disunahkan untuk melaksanakan sunnah nabi di hari Idul Fitri yang lebih utama.

The post Hukum Menjawab Ucapan Selamat di Hari Raya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Bayar Zakat di Hari Raya Idul Fitri https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-bayar-zakat-di-hari-raya Sun, 16 Jun 2019 18:37:17 +0000 https://dalamislam.com/?p=7009 Zakat merupakan salah satu kewajiban yang tertuang dalam rukun Islam. Setiap muslim dan muslimah wajib hukumnya menunaikan zakat fitrah di bulan ramadhan hingga menjelang hari raya Idul Fitri. Besar dan waktu pembayaran zakat ini sudah ada ketentuannya dalam Islam. Simak selengkapnya mengenai hukum bayar zakat di hari raya berikut ini. خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ […]

The post Hukum Bayar Zakat di Hari Raya Idul Fitri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang tertuang dalam rukun Islam. Setiap muslim dan muslimah wajib hukumnya menunaikan zakat fitrah di bulan ramadhan hingga menjelang hari raya Idul Fitri. Besar dan waktu pembayaran zakat ini sudah ada ketentuannya dalam Islam. Simak selengkapnya mengenai hukum bayar zakat di hari raya berikut ini.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka“. (QS. At-Taubah : 103)

Keutamaan Menunaikan Zakat

Ada banyak keutamaan menunaikan zakat dalam Islam. Beberapa diantaranya ialah berfungsi untuk membersihkan harta benda yang kita miliki dan membantu sesama muslim yang kurang mampu atau membutuhkan sehingga dapat merasakan kebahagiaan bersama di hari kemenangan.

Zakat yang diwajibkan ini dikeluarkan menjelang hari kemenangan umat Islam yakni hari raya Idul Fitri. Jadi, sudah sepantasnya di hari istimewa tersebut setiap orang dapat merasakan kebahagiaan bersama dengan orang-orang tercinta. Tidak terbatas pada status sosial, kondisi finansial atau lainnya.

Baca juga:

Kemana Harus Membayar Zakat?

Pada umumnya pengelolaan zakat ini menjadi wewenang BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), LAZ (Lembaga Amil Zakat) atau lembaga serupa yang berperan sebagai amil. Amil bertugas mengumpulkan zakat dari masyarakat yang kemudian dibagikan kepada sejumlah orang yang dinilai layak sebagai penerima zakat atau yang disebut dengan mustahiq.

Penyebaran zakat ini harus menyeluruh ke berbagai daerah, termasuk wilayah yang tergolong pelosok. Dan tentu haruslah tepat sasaran. Meski sudah dihimbau dari jauh-jauh hari untuk membayar zakat sebelum hari raya idul fitri tiba, terkadang masih ada saja orang yang lalai membayar zakat tidak tepat waktu atau terlambat, yakni sudah habis bulan ramadhan atau tepat di hari raya. Bagaimanakah hukum bayar zakat di hari raya tersebut?

Hukum Bayar Zakat di Hari Raya

Dalam hukum Islam telah ditentukan batasan waktu yang tepat untuk membayar zakat fitrah. Waktu yang disunnahkan untuk membayar zakat ialah selepas sholat shubuh pada hari raya sebelum dilaksanakannya sholat idul fitri. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits berikut ini.

“Dan beliau memerintahkan pembayaran zakat itu sebelum keluarnya orang-orang untuk shalat (idul fitri)”. (HR Bukhari: 1503 dan 1509).

Berdasarkan dalil di atas, jika menunaikan zakat tepat di hari raya setelah sholat Idul Fitri, maka dinilai sebagai sodakoh pada umumnya. Jadi, usahakan untuk membayar zakat tepat pada waktunya, ya!

Baca juga :

Manfaatkan Layanan Pembayaran Zakat Via Online

Saat ini kecanggihan dunia teknologi dan informasi semakin memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan berbagai aktivitas. Termasuk soal pembayaran zakat fitrah, zakat maal, zakat profesi atau lainnya. Pembayaran zakat kini bisa dilakukan melalui aplikasi atau platform dari badan zakat secara online. Sistem pembayarannya melalui transfer bank atau via toko konvensional seperti minimarket atau kios-kios tertentu.

Cara penggunaannya cukup mudah dan tidak begitu memakan waktu Anda. Bahkan di sela-sela kesibukan Anda yang sangat padat, Anda tetap bisa membayar zakat tepat pada waktunya.

Itulah uraian mengenai hukum bayar zakat di hari raya yang dapat Anda ketahui. Semoga mampu menjawab pertanyaan Anda. Temukan berbagai info Islami menarik lainnya melalui situs kami ini. Terimakasih.


The post Hukum Bayar Zakat di Hari Raya Idul Fitri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
7 Sunnah Nabi di Hari Idul Fitri yang Baik untuk Diamalkan https://dalamislam.com/info-islami/sunnah-nabi-di-hari-idul-fitri Tue, 04 Jun 2019 09:07:50 +0000 https://dalamislam.com/?p=7120 Seorang muslim akan kembali kepada fitrahnya, dan melakukan beberapa kegiatan di hari Idul Fitri. Sewaktu hari Idul fitri tiba maka ada beberapa sunnah nabi yang bisa dilakukan. Sebagai makna idul fitri, sampai Rasulullah s.a.w memberikan makna idul fitri sesuai dalilnya sebagai berikut : Dari Anas ra. mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, sedangkan […]

The post 7 Sunnah Nabi di Hari Idul Fitri yang Baik untuk Diamalkan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Seorang muslim akan kembali kepada fitrahnya, dan melakukan beberapa kegiatan di hari Idul Fitri. Sewaktu hari Idul fitri tiba maka ada beberapa sunnah nabi yang bisa dilakukan. Sebagai makna idul fitri, sampai Rasulullah s.a.w memberikan makna idul fitri sesuai dalilnya sebagai berikut :

Dari Anas ra. mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, sedangkan mereka memiliki dua hari. Maka mereka bermain pada hari tersebut, kemudian Nabi saw bersabda,

“Hari apa ini?” Mereka pun menjawab: “Kami suka bermain-main pada dua hari itu sewaktu jahiliah” lalu Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah Swt telah menggantikan buat kalian dua hari yang lebih baik daripada keduanya, yaitu hari Adha dan Hari Fitri

Mengetahui makna Idul Fitri, sebagai seorang muslim itu penting. Mengetahui sunnah Nabi ketika di hari Raya Idul Fitri akan mampu mendekatkan kita ke Allah swt. Berikut sunnah nabi di hari Idul Fitri,

1. Mandi sebelum melaksanakan sholat Id

Membersihkan diri sebelum melaksanakan sholat id merupakan salah satu sunnah nabi yang bisa dilakukan berdasarkan dalil berikut ini:

‘Dari Ali Rahiallahuanhu bahwa ia pernah ditanya perihal mandi, maka dia menjawab, yaitu pada hari jum’at, hari Arafah, Hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha’

2. Menggunakan pakaian terbaik dan berhias

Memakai pakaian terbaik serta berhias juga tidak diwajibkan oleh Rasulullah untuk menyambut hari Raya Idul Fitri. Sesuai pada cerita singkat dibawah ini.

Baca juga:

Dari Ibnu Umar mengatakan bahwa umar pernah mengambil jubbah dari sutera yang dijualnya di pasar, kemudian Umar mendatangi Rasulullah seraya berucap

Wahai Rasulullah, belilah ini dan pergunakanlah untuk berhias diri pada hari wufud dan hari raya Ied (menyambut kedatangan delegasi

Maka Rasulullah pun bersabda kepada Umar bahwa Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak berakhlak. Setelah mendengar sabda tersebut, Umar pun terdiam. Sedangkan Rasulullah mengirimkan Umar jubbah dibaaj (sutera). Mengetahui hal itu, Umar pun menerimanya dan kemudian membawanya ke Rasulullah seraya bertanya,

Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak berakhlak. Tetapi engkau mengirimkan jubbah ini kepadaku ?

Maka Rasulullah bersabda kepada Umar : “Engkau bisa menjualnya atau menukarnya dengan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhanmu

Dengan begitu sehingga memakai pakaian terbaik adalah sunnah. Namun membeli dan memakai pakain terbaik lebih baik disesuaikan sesuai kebutuhan.

3. Makan dan minum sebelum shalat Ied

Waktu makan dan minum pada shalat ied hari raya idul Fitri Rasulullah saw tidak berangkat (ke tanah lapang) atau masjid pada perayaan hari raya Idul Fitri sebelum sarapan sehingga ketika melaksanakan shola tied perut sudah terisi. Berikut dalilnya:

“Waktu makan dan minum pada shalat ied hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri Rasulullah saw tidak berangkat (ke tanah lapangan) pada hari idul Fitri sebelum sarapan dan pada hari raya Idul Adha beliau tidak makan sampai pulang, kemudian beliau makan dari daging hewan-hewan qurbannya”

 (HR.Tirmidzi)

Baca juga:

4. Mengambil jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang sholat Ied

Berangkat dan pulang setelah melaksanakan sholat Ied biasanya melalui jalan untuk sampai ke rumah. Sunnah Nabi melewati jalan berbeda sewaktu akan berangkat dan pulang setelah sholat ied. Dalilnya adalah sebagai berikut ini. Dari Jabir Radhiallahuanhu, dia berkata,

Jika hari raya Ied tiba, Nabi SAW biasa mengambil atau melewati jalan lain (ketika berangkat dan pulang)”

(HR.bukhari)

5. Bertakbir di Perayaan

Bertakbir pada perayaan Hari Idul Fitri seringkali didengarkan dan dikumandangkan di setiap daerah masing-masing. Bertakbir ini juga termasuk dalam sunnah nabi di hari Idul Fitri, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, berikut dalilnya di bawah ini:

“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Subhanallah wal hamdulillah…’ pada hari raya sebanyak 300 kali dan dihadiahkan untuk orang-orang muslim yang sudah mati, maka 1000 macam nur akan masuk ke setiap kuburan, dan kelak Allah akan menjadikan kuburannya dengan 1000 nur pula ”

“Sesungguhnya, Rasulullah SAW bertakbir pada shalat ‘Idain (Idul fitri dan Idul Adha) tujuh kali pada rakaat pertama (ke satu) dan lima kali pada rakaat terakhir (kedua) ”

6. Keluar Shalat Id setelah terbit Matahari

Ibnu Umar terkenal sangat bersungguh-sungguh mengikuti dan menjalankan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak keluar untuk shalat Id kecuali setelah terbit matahari dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa mengucap kalimat-kalimat bertakbir.

7. Makan Kurma dengan jumlah ganjil

Pada saat hari ‘Idul Fitri’ tiba, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam makan buah kurma dengan bilangan ganjil yaitu tiga, lima atau tujuh sebelum pergi melaksanakan shalat Idul Fitri bersama. Setelah makan barulah Nabi berangkat menjalankan sholat Id.

Baca juga:

Hal yang Dilakukan Nabi ketika Shalat Idul Fitri

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat Id terlebih dahulu baru setekah itu berkutbah, dan beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau bertakbir tujuh kali berturut-turut dengan gerakan Takbiratul Ihram, dan akan berhenti sebentar diantara tiap takbir yang diucapkan.

Beliau juga tidak mengajarkan adanya dzikir tertentu untuk dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu, mengatakan sebagai berikut:

“Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta’ala serta membaca kalimat shalawat. Dan diriwayatkan juga bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah bertakbir adalah membaca surah Al-Fatihan dan Qad pada rakaat pertama serta surat ‘Al-Qamar’ diwaktu rakaat kedua”

Kadang juga beliau membaca surah Al-A’la pada rakaat ke satu dan surah Al-Ghasiyah di rakaat kedua. Kemudian selanjutnya beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir sebanyak lima kali pada rakaat kedua membaca surah Al-Fatihah dan surat.

Setelah selesai beliau menghadap ke arah para jamaah sholat, sedang mereka (para jamaah) duduk di shaf masing-masing. Lalu beliau pun menyampaikan khutbah yang berisi nasihat, larangan dan anjuran bagi kaum muslim

Jika telah selesai melaksanakan sholat Id maka sebaiknya tidak melakukan sholat sunnah. Karena hal tersebut tidak disyariatkan. Sesuai pada dalil dan Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma, ia berkata sebagai berikut ini:

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan shalat ‘id sebanyak dua rakaat tanpa disertai dengan shalat yang lain baik sebelum ataupun sesudah shalat”

(HR.Al Bukhari dan Muslim dan lainnya)

Baca juga:

Hadist ini menunjukkan bahwa ketika umat muslim shalat ‘Id itu hanya dilakukan dua rakaat, demikian pula tidak disyariatkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudah shalat idul fitri dilakukan atau dilaksanakan.

Karena seusai mengerjakan shalat Id, biasanya hal yang dilakukan adalah silahturahmi atau halal bihalal antar tetangga dan bahkan antar sesama keluarga besar. Serta memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan kepada teman, saudara dan terutama orang tua dan memaafkan juga kesalahan orang lain.

Demikianlah pembahasan mengenai sunnah nabi di hari Idul Fitri yang sebaiknya juga kita amalkan saat perayaan hari raya umat Islam ini. Tentu saja dibalik amalan sunnah yang kita kerjakan juga akan menambah tabungan pahala untuk akhirat nanti.

The post 7 Sunnah Nabi di Hari Idul Fitri yang Baik untuk Diamalkan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Keistimewaan Hari Idul Fitri yang Penuh Kemenangan https://dalamislam.com/info-islami/keistimewaan-hari-idul-fitri Tue, 28 May 2019 19:17:13 +0000 https://dalamislam.com/?p=7045 Setelah berpuasa Ramadhan selama satu bulan, menjalankan berbagai amalan sunnah saat bulan Ramadhan, dan membayar zakat dan lain sebagainya, seluruh umat muslim di seluruh dunia merayakan Hari Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri memiliki beberapa keistimewaan. Berikut adalah keistimewaan hari idul fitri yang perlu kita ketahui. 1. Hari penuh kebahagiaan dan kegembiraan Hari Raya Idul […]

The post 5 Keistimewaan Hari Idul Fitri yang Penuh Kemenangan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setelah berpuasa Ramadhan selama satu bulan, menjalankan berbagai amalan sunnah saat bulan Ramadhan, dan membayar zakat dan lain sebagainya, seluruh umat muslim di seluruh dunia merayakan Hari Idul Fitri.

Hari Raya Idul Fitri memiliki beberapa keistimewaan. Berikut adalah keistimewaan hari idul fitri yang perlu kita ketahui.

1. Hari penuh kebahagiaan dan kegembiraan

Hari Raya Idul Fitri adalah hari dimana umat muslim di seluruh dunia berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan percaya terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugrah dan ampunannya. Allah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya,

Baca juga :

“Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

(QS. Yunus : 58)

2. Hari yang baik

Hari Raya Idul Fitri adalah hari yang baik. Maksudnya adalah hari yang hendaknya dipenuhi  dengan dzikir, rasa syukur, serta ampunan. Dan bukan dengan hiburan, permainan, dan menghambur-hamburkan harta sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Anshar. Mereka memiliki dua hari istimewa dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

“Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”

(HR. Ab Daud dan An-Nasa’i dengan sanad hasan)

3. Hari untuk kembali berbuka

Hari raya Idul Fitri adalah hari dimana seluruh umat Islam di seluruh dunia kembali berbuka atau makan. Hal ini didasarkan atas makna dari kata Id dan fitri. Kata Id berasal dari kata aada – yauudu yang berarti kembali. Sedangkan fitri dalam hal ini diartikan sebagai buka puasa untuk makan. Fitri berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftaro – yufthiru) dan didasarkan atas hadits berikut.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah keluar pada hari Idul Fitri (ke tempat shalat) sampai beliau makan beberapa kurma terlebih dahulu. Beliau memakannya dengan jumlah yang ganjil.”

(HR. Bukhari)        

Karena itu, sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri disunnahkan untuk makan terlebih dahulu karena adanya larangan puasa di hari Idul Fitri sekaligus merupakan pertanda bahwa pada hari itu tidak lagi berpuasa.  

4. Hari kembali  ke suci

Keistimewaan hari idul fitri berikutnya adalah dimana kita kembali suci. Hal ini berkaitan dengan makna kata Fitri yang berarti suci atau bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fatharo-yathiru dan hadits-hadits berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Baca juga:

Dari ulasan di atas disimpulkan bahwa Idul Fitri juga dimaknai sebagai kembali kepada keadaan suci atau terbebas dari segala dosa bagaikan bayi yang baru lahir.

5. Hari pembagian hadiah

Hari Raya Idul Fitri merupakan hari pembagian hadiah. Dalam artian, mereka yang telah berpuasa selama bulan Ramadhan dan mengerjakan amalan shaleh atas dasar iman kepada Allah akan memperoleh ganjaran atas ibadah yang dilakukan. Dan setelah hari Idul Fitri berlalu, mereka mendapatkan ampunan.

Demikian ulasan singkat tentang keistimewaan hari idul fitri. Semoga bermanfaat.

The post 5 Keistimewaan Hari Idul Fitri yang Penuh Kemenangan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Cara Putra Dan Putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri https://dalamislam.com/sejarah-islam/cara-putra-dan-putri-rasulullah-dalam-menjalani-hari-raya-idul-fitri Fri, 03 May 2019 02:53:29 +0000 https://dalamislam.com/?p=6712 Bagaimana carapPutra dan putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri? Hari kemenangan umat muslim adalah hari raya Idul Fitri. Setelah satu bulan lamanya umat muslim berpuasa, akan datang hari dimana kita akan bermaaf-maafan dan merayakan kegembiraan dengan suka cita. Pasalnya pada hari tersebut, seluruh dosa dilebur dan seluruh kesalahan antar sesama akan dinetralkan. Tentu […]

The post Cara Putra Dan Putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Bagaimana carapPutra dan putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri? Hari kemenangan umat muslim adalah hari raya Idul Fitri. Setelah satu bulan lamanya umat muslim berpuasa, akan datang hari dimana kita akan bermaaf-maafan dan merayakan kegembiraan dengan suka cita. Pasalnya pada hari tersebut, seluruh dosa dilebur dan seluruh kesalahan antar sesama akan dinetralkan.

Tentu saja tujuannya adalah agar setelah hari tersebut, maka tidak akan ada dendam dan kesalahan masa lalu yang akan dingkit ungkit lagi. Banyak kegiatan yang menyertai perayaan hari raya tersebut. Dan yang paling mulia adalah menyambung tali silaturahim antar sesama umat muslim. Perayaan Hari raya dengan suka cita tersebut, juga diriwayatkan dalam sebuah Hadist.

Anas radiyalllahu ‘anhu berkata bahwasanya :

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْر

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)

Di Zaman Rasulullah, Hari Raya juga dirayakan para sahabat dan keluarga Rasulullah. Mereka semua merayakan hari kemenangan tersebut dengan cara mereka masing-masing. Tentu saja diawali dengan salat Idul Fitri dipagi hari.

Baca juga :

Membahas keluarga Rasulullah. Ada kisah tentang cara putra dan putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri. Kisah ini merupakan kisah dari Fatimah. Fatimah Az-Zahra yang merupakan anak kesayangan Rasulullah, menikah dengan seorang pemuda yang sangat miskin. Pemuda tersebut.

Bernama Ali Bin Abi Thalib. Saking miskinnya, diriwayatkan bahwa Ali bahkan tidak sanggup membayar mahar untuk menghalalkan Fatimah. Hingga pada akhirnya, pernikahan mereka disahkan dengan mahar baju Zirah kepunyaan Ali.

Keutaman Sedekah yang Diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib

Alkisah disuatu sore, Ali pulang dari Masjid dengan wajah bersedih. Dia memasuki rrumah kecilnya dengan raut yang murung. Hal tersebut pun disadari oleh Fatimah. Istri yang berbakti itu pun bertanya kepada suaminya.

“Sebentar lagi kita akan menyambut Hari Raya. Kenapa kau berwajah murung, wahai suamiku.” Ujar Fatimah.

Sedangkan Ali menatap istrinya dengan tatapan sendu.

“Hampir sebulan kita berpuasa menahan lapar dan haus. Segala puji sykur selalu kita haturkan karena Allah masih memberi kita kenikmatan rezeki.” Jawab Ali.

Fatimah mendengarkan dengan seksama. Lalu curhatan Ali tersebut berbuntut dengan sebuah gagasan dimana seluruh simpanan pangannya harus disedekahkan untuk fakir miskin. Fatimah yang mendengarkan ide dari suaminya pun terdiam. Tidak bisa berkata-kata karena kebesaran hati sang suami.

“Wahai suamiku, jika itu yang kau inginkan maka tidak apa apa.” Jawab Fatimah memutuskan.


Sore hari menjelang malam takbir. Ali, Fatimah beserta kedua anaknya Hasan dan Husein sibuk mendorong-dorong gerobak berisi beberapa karung gandunm dan kurma hasil kebunnya. Berkeliling perkampungan untuk membagikan makanan tersebut kepada fakir dan Yatim Piatu. Mereka berkeliling hingga larut malam, sembari melantunkan takbir untuk menyambut idul fitri esok harinya.

Baca juga :

Cerita Ali dan Fatimah Dalam Merayakan Idul Fitri

Esok harinya dikala hari raya Idul fitri. Kediaman mereka disambangi oleh dua karib Ali bi Abi Thalib. Mereka adalah sahabat yang sering berjuang bersama bahkan dalam peperangan. Kedua sahabat itu adalah Ibnu Rafi’i dan Abu Al Aswad Ad Du’ali

Betapa terkejutnya mereka berdua saat mendatangi kediaman Ali. Pasalnya mereka mengetahui Ali dan sekeluarga tengah mengkonsumsi gandum dan roti kering yang sudah basi. Mereka mengetahuinya dari bau menyengat yang mereka cium. Kedua sahabat itu pun terdiam.

Namun meskipun begitu, mereka tetap disambut hangat oleh keluarga Ali. Mereka berdua singgah hanya sebentar karena mereka merasa tak kuat melihat pemandangan itu. Mereka kemudian berpamitan.

Disepanjang jalan, Ibnu Rafi’i dan Abu Al Aswad Ad Du’ali merasa sedih karena melihat keadaan keluarga Ali yang merayakan hari raya dengan kondisi seperti itu. Hari raya harusnya diisi dengan suka cita. Namun melihat pemandangan yang menyedihkan, entah kenapa membuat dada mereka sakit.

Namun Abu Al Aswad Ad Du’ali nampaknya memilik pemikiran yang lebih jauh. Pasalnya dia juga menyadari bahwa Hasan dan Husein juga ikut mengkonsumsi makanan basi bersama orang tuanya. Itulah kenapa Abu Al Aswad Ad Du’ali mengadu kepada Rasulullah.

“Ya Rasulullah. Putra baginda, putri baginda dan cucu baginda,” ujar Ad Du’ali terbata-bata.

Tenangkan dirimu, ada apa wahai sahabatku?” tanya Rasulullah menenangkan.

“Segeralah ke rumah menantu dan putri baginda, Ya Rasulullah. Saya khawatir cucu baginda Hasan dan Husein akan sakit.” Lapor Ad Du’ali kepada Rasulullah

“Ada apa dengan cucuku dan keluargaku?” Rasulullah kembali bertanya.

Baca juga :

Namun Ad Du’ali tak kuasa menceritakannya.

“Saya tak kuat menceritakan itu sekarang, lebih baik baginda menengoknya sendiri.”

Rasulullah pun bersegera untuk melihat kediaman Ali. Mencoba memastikan keadaan Fatimah dan Hasan juga Husein. Namun berbeda dari yang dikatakan oleh Ad Du’ali. Yang dilihat Rasulullah adalah riuh kebahagiaan yang terpancar dari keluarga tersebut. Ali dan Fatimah tengah berbincang bahagia sembari menyiapkan kurma yang segar dan layak dikonsumsi untuk tamu.

Rasulullah nampaknya menyadari bau menyengat dari sisa-sisa gandum dan roti kering basi. Rasulullah yang menyadari apa yang terjadi pun menangis haru.

Makna Idul Ftri yang Diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib dan Keluarganya

Idul Fitri seharusnya menjadi hari yang penuh suka cita. Dimana normalnya kita akan berbangga dengan baju baru, makanan lezat dan hadiah-hadiah lain saat merayakan. Namun Sayyidina Ali dan Fatimah memilih makan makanan yang sudah basi dikarenakan hendak menyedekahkan persediaan mereka untuk fakir dan Yatim Piatu.

Bahkan setelahnya, mereka masih mampu memuliakan tamu yang datang kepada mereka dengan kurma yang layak dimakan.Sayyidina Ali dan keluarganya tentu saja mengajarkan kepada kita betapa mudahnya sebenarnya memaknai Idul Fitri. Bersyukur.

Setiap kesombongan dan gengsi tidak termasuk dalam Ibadah. Dan Segala macam sandang merk terbaru tidak akan bisa mengalahkan hati yang bersih. Adapun makanan yang lezat bermacam-macam juga tidak mampu mengalahkan niat Ikhlas lillahi ta’ala.

Demikianlah cara putra dan putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri. Semoga dapat menjadi pengingat kita dan menjadikan kita sebagai orang yang lebih baik dari hari kemarin. Demikian kajian tentang cara putra dan putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya. Semoga menjadi Manfaat. Insya Allah.

Hamsa,

The post Cara Putra Dan Putri Rasulullah dalam menjalani Hari Raya Idul Fitri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wanita Menghadiri Shalat Ied Berdasarkan Pandangan Hadist dan Pendapat Ulama https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-wanita-menghadiri-shalat-ied Tue, 21 Aug 2018 04:28:08 +0000 https://dalamislam.com/?p=4096 Shalat ied merupakan salah satu bentuk ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan. Dalam agama islam sendiri shalat ied dilaksakana sebanyak dua kali dalam satu tahun, yakni ketika tiba perayaan idul fitri dan yang sebentar lagi akan kita peringati adalah saat perayaan idu adha atau hari raya kurban sebagaiaman bentuk kasih sayang Allah kepada […]

The post Hukum Wanita Menghadiri Shalat Ied Berdasarkan Pandangan Hadist dan Pendapat Ulama appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Shalat ied merupakan salah satu bentuk ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan. Dalam agama islam sendiri shalat ied dilaksakana sebanyak dua kali dalam satu tahun, yakni ketika tiba perayaan idul fitri dan yang sebentar lagi akan kita peringati adalah saat perayaan idu adha atau hari raya kurban sebagaiaman bentuk kasih sayang Allah kepada HambaNya. Tentunya dalam pelaksanaannya tendapat rukun dan syarat syarat serta juga keutamaan shalat idul fitri mengenai ibadah ini sebagaimana cara berpakaian wanita muslimah , cara berpakaian pria menurut islam dan keluarga bahagia menurut islam  . Namun, muncul sebuah pertanyaan bagaimanakan pelaksanaan shalat ied bagi kaum wanita muslim sebagaimana shalat tarawih bagi wanita , sebab dalam anjurannya Rasulullah pernah menyatakan bahwa seorang wanita lebih utama shalat di rumah ketimbang di luar rumah (masjid).

Hukum Wanita Menghadiri Shalat Ied

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ

Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad, 6: 297. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا

Shalat seorang wanita di kamar khusus untuknya lebih afdhal daripada shalatnya di ruang tengah rumahnya. Shalat wanita di kamar kecilnya (tempat simpanan barang berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.” (HR. Abu Daud, no. 570. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat pengertian hadits ini dalam ‘Aun Al-Ma’bud, 2: 225).

Istri dari Abu Humaid As-Sa’idi, yaitu Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, saya sangat ingin sekali shalat berjamaah bersamamu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab,

قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاَةَ مَعِى وَصَلاَتُكِ فِى بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى حُجْرَتِكِ وَصَلاَتُكِ فِى حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِى دَارِكِ وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى

“Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin shalat berjamaah bersamaku. Namun shalatmu di dalam kamar khusus untukmu (bait) lebih utama dari shalat di ruang tengah rumahmu (hujrah). Shalatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari shalatmu di ruang terdepan rumahmu. Shalatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih utama dari shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi).” Ummu Humaid lantas meminta dibangunkan tempat shalat di pojok kamar khusus miliknya, beliau melakukan shalat di situ hingga berjumpa dengan Allah (meninggal dunia, pen.) (HR. Ahmad, 6: 371. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Ketiga hadist diatas menegaskan bahwa seorang wanita lebih utam atau diajurkan untuk melaksanakan sholat didalam rumah saja. Sebab hal ini dapat menghindarkan mereka dari perbuatan perbuatan dosa yang tidak bermanfaat seperti salah satunya adalh tebar pesona dengan lawan jenis. Hal ini terutama berlaku kepada wanita yang sudah dewasa, sudah menikah dan juga yang akan menikah. Mengingat hal tersebut, tentu hukum wanita menghadiri shalat ied agak membingungkan, sebab salah ied sendiri rata-rata digelar dilapangan terbuka, tentu jika implementasinya berdasarkan hadist diatas maka harusnya seorang wanita melakukannya dirumah saja, namun dalam hal ini terdapat pengecualian, diantaranya akan dijelaskan oleh hadist dan pendapat ulama berikut ini.

Diriwayatkan oleh Al Bukhari (324) dan Muslim (890), dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِى الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ. قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ « لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا ».

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami agar mengajak serta keluar melakukan shalat Idul Fithri dan Idul Adha para gadis, wanita haidh dan wanita yang sedang dipingit. Adapun mereka yang sedang haidh tidak ikut shalat, namun turut menyaksikan kebaikan dan menyambut seruan kaum muslimin. Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaknya saudaranya yang memiliki jilbab memberikan pinjaman untuknya.”

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan disunnahkannya wanita untuk keluar menghadiri shalat ‘ied, baik yang gadis atau pun wanita yang sedang dipingit.”

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hadits di atas dan yang semakna dengannya menunjukkan disyari’atkannya wanita untuk keluar melaksanakan shalat ‘ied di lapangan. Di sini tidak dibedakan apakah wanita yang diperintahkan tadi adalah wanita perawan, wanita yang telah menikah, wanita yang masih muda dan wanita yang sudah tua renta (dalam keadaan lemah). Begitu pula yang diperintahkan untuk keluar adalah wanita haidh dan lainnya selama bukan dalam masa ‘iddah, selama keluarnya tidak menggoda yang lainnya (karena berhias diri, misalnya –pen) atau selama tidak ada udzur kala itu.”

Ulama besar dari ‘Unaizah, Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholih rahimahullah ditanya mengenai manakah yang lebih afdhol bagi wanita, pergi keluar untuk shalat ‘ied ataukah tetap di rumah?

Syaikh rahimahullah menjawab, “Yang lebih afdhol adalah para wanita ikut keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan para wanita untuk keluar melaksanakan shalat ‘ied, sampai-sampai yang diperintahkan adalah para gadis dan wanita yang sedang dipingit (padahal kebiasaan wanita semacam ini tidak keluar rumah). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para wanita tadi untuk keluar kecuali wanita haidh. Wanita haidh memang diperintahkan keluar (menuju lapangan), namun mereka diperintahkan menjauhi tempat shalat. Jadi tetap wanita haidh keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied. Akan tetapi mereka tidak berada di tempat shalat. Karena lapangan tersebut menjadi masjid (kala itu). Sedangkan masjid (tempat shalat) tidaklah boleh didiami oleh wanita haidh. Boleh saja mereka sekedar melewati tempat tersebut, misalnya, atau mungkin ada keperluan kala itu. Tetapi mereka tidak boleh berdiam lama di tempat tersebut. Oleh karena itu, kami katakan bahwa para wanita ketika shalat ‘ied diperintahkan untuk keluar dan bisa sama-sama menjalankan shalat bersama kaum pria. Seperti ini, para wanita akan mendapatkan kebaikan, bisa berdzikir dan berdo’a kala itu.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan pula, “Kami berpendapat bahwa para wanita diperintahkan untuk keluar melaksanakah shalat ‘ied. Mereka hendaknya menghadirinya agar memperoleh kebaikan yang amat banyak. Para wanita boleh bersama kaum muslimin lainnya dalam melaksanakan shalat ‘ied dan hendaklah mereka memenuhi panggilan tersebut. Namun dengan catatan, sudah sepatutnya mereka dalam keadaan yang baik, tanpa mesti tabarruj (menampakkan perhiasan dirinya), juga tanpa menggunakan harum-haruman. Hendaklah mereka menjalankan sunnah (untuk keluar ke lapangan), dengan tetap menjaga diri agar jangan sampai menimbulkan fithah (menggoda yang lainnya).”

itulah tadi, Hukum wanita menghadiri shalat ied berdasarkan pandangan hadist dan pendapat ulama. Semoga dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi bagi anda sebagaimana keutamaan shalat tarawih berjamaah , shalat tahajud, shalat subuh, shalat lailatul qadar dan keutamaan shalat witir , serta semoga artikel ini dapat bermanfaat.

The post Hukum Wanita Menghadiri Shalat Ied Berdasarkan Pandangan Hadist dan Pendapat Ulama appeared first on DalamIslam.com.

]]>
8 Cara Nabi Muhammad Merayakan Idul Fitri https://dalamislam.com/info-islami/cara-nabi-muhammad-merayakan-idul-fitri Thu, 09 Aug 2018 00:31:26 +0000 https://dalamislam.com/?p=4004 Setiap tanggal 1 Syawal menjadi hari yang penting bagi umat muslim. Umat muslim selama 30 hari sebelumnya telah melaksanakan hari Ramadhan dan mengamalkan keutamaan hari Ramadhan. Tanggal 1 Syawal merupakan hari kemenangan setelah menjalani puasa. Banyak tradisi pada saat Hari Idul Fitri yang sudah turun-temurun, seperti pulang kampung dan bertemu sanak saudara, membeli baju baru, […]

The post 8 Cara Nabi Muhammad Merayakan Idul Fitri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap tanggal 1 Syawal menjadi hari yang penting bagi umat muslim. Umat muslim selama 30 hari sebelumnya telah melaksanakan hari Ramadhan dan mengamalkan keutamaan hari Ramadhan. Tanggal 1 Syawal merupakan hari kemenangan setelah menjalani puasa. Banyak tradisi pada saat Hari Idul Fitri yang sudah turun-temurun, seperti pulang kampung dan bertemu sanak saudara, membeli baju baru, dan lain-lain.

Segala kegiatan yang menjadi tradisi turun-temurun tidak lepas dari bagaimana Nabi Muhammad merayakan idul fitri. Rasulullah SAW juga turut merayakan hari idul fitri sesuai sunnah nabi di hari raya idul fitri. Lantas cara Rasulullah SAW merayakan Idul Fitri adalah sebagai berikut

  1. Bertakbir

Ketika malam maghrib menuju 1 Syawal, perbanyaklah takbir guna mendapatkan manfaat takbir hingga Shalat Ied sampai akan dimulai. Hal ini dijelaskan seperti ayat berikut,

وَلِتُكْمِلُواالْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوااللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangan puasa serta bertakbir (membesarkan) nama Allah atas petunjuk yang telah diberikan-Nya kepadamu, semoga dengan demikian kamu menjadi umat yang bersyukur.” (QS. Al Baqarah : 185)

2. Segera membayarkan zakat bagi yang belum

Zakat dalam Islam merupakan salah satu rukun islam yang hukumnya wajib untuk dilaksanakan. Banyak sekali kegunaan zakat bagi orang-orang yang membutuhkan. Kewajiban membayar zakat adalah sebagai berikut,

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمَرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى

Artinya: “Rasulullah SWT memerintahkan zakaat fitrah pada orang-orang di bulan Ramadhan kepada manusia satu sha’ dari tamar (dua setengah kilo beras) atas orang-orang yang merdeka atau hamba laki-laki atau perempuan” (Al Hadits)

3. Membersihkan diri dan menggunakan wewangian

Ketika hendak pergi ke masjid guna melaksanakan shalat Ied, maka sudah seharusnya bepergian dalam keadaan bersih dan siap. Hal yang disunnahkan ketika merayakan Idul Fitri adalah dengan membersihkan diri (mandi), memakai wewangian, hingga mengenakan pakaian yang baik. Sebuah hadits telah menyebutkan:

اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْعِيْدَيْنِ اَنْ نَلْبَسَ اَجْوَدَ مَا نَجِدُ وَاَنْ نَتَطَيَّبَ بِاَجْوَدِ مَانَجِدُ وَاَنْ نُضَحِّيَ بِاَثْمَنِ مَا نَجِدُ (رواه الحاكم

Artinya: “Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengenakan yang terbaik dari apa yang kita temukan dan memakai wewangian dan mengurbankan hal yang paling berharga yang kita temukan.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim)

4. Makan terlebih dahulu

Makan dulu sebelum shalat merupakan sunnah pada saat hari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits menjelaskan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَايَغْدُوْ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْ كُلُ ثَمَرَاتٍ وَيَأُكلُهُنَّ وِتْرًا

Artinya: “Pada waktu Idul Fitri, Rasulullah SAW tidak berangkat ke tempat shalat sampai ia memakan semua buah dengan jumlah ganjil.” (HR. Ahmad dan HR. Bukhari).

5. Mengambil jalan yang berbeda

Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang shalat Ied memiliki makna yang dalam dimana Rasulullah SAW ingin bertemu dengan orang-orang di sekitar perjalanan guna menyebarkan syiar Islam.

6. Shalat Ied

Tentu saja pada hari raya Idul Fitri yang bertepatan pada tanggal 1 Syawal, umat muslim harus melaksanakan keutamaan shalat idul fitri secara berjamaah di lapangan atau masjid. Seluruh kalangan baik laki-laki maupun perempuan yang suci maupun sedang haid untuk keluar dan merayakan idul fitri. Hal ini dijelaskan dalam hadits berikut,

أُمِرْنَا أَنْ نَخْرُجَ فَنُخْرِجَ الحُيَّضَ، وَالعَوَاتِقَ، وَذَوَاتِ الخُدُورِ فَأَمَّا الحُيَّضُ؛ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ المُسْلِمِينَ، وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلْنَ مُصَلَّاهُم

Artinya: “Kami memerintahkan untuk keluar (ketika hari raya), dan mengajak keluar wanita haid, para gadis, dan wanita pingitan. Adapun para wanita haid, mereka menyaksikan kegiatan kaum muslimin dan khutbah mereka, dan menjauhi tempat shalat.” (HR. Bukhari 981, Muslim 890).

7. Ucapan Hari Raya

Ucapan hari raya tentu salah satu momen yang tidak mungkin dilupakan oleh seluruh umat muslim. Ada baiknya mengucapkan

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

Artinya: “Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian).”

8. Bersilaturahim

Menjaga silaturahim merupakan keharusan bagi umat muslim. Umat muslim tidak dapat hidup sendiri melainkan saling membantu. Berkumpul dengan sanak saudara dan tetangga akan menjalin hubungan yang semakin baik.

The post 8 Cara Nabi Muhammad Merayakan Idul Fitri appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menghidupkan Malam Sebelum Hari Raya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menghidupkan-malam-sebelum-hari-raya Mon, 06 Aug 2018 11:35:58 +0000 https://dalamislam.com/?p=3965 Hari raya merupakan hari suka cita dan bergembira bagi umat Islam dimana hari tersebut merupakan hari kemenangan bagi seluruh umat islam di dunia. Karena itu, menurut Sayyid Ali Al-Khawash (wafat 949 H) sufi asal Kairo, guru Syekh Abdul Wahab As-Sya’rani, hikmah dari menghidupkan malam hari raya adalah nur ibadah, dimana dapat memancar sepanjang hari dan […]

The post Hukum Menghidupkan Malam Sebelum Hari Raya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hari raya merupakan hari suka cita dan bergembira bagi umat Islam dimana hari tersebut merupakan hari kemenangan bagi seluruh umat islam di dunia. Karena itu, menurut Sayyid Ali Al-Khawash (wafat 949 H) sufi asal Kairo, guru Syekh Abdul Wahab As-Sya’rani, hikmah dari menghidupkan malam hari raya adalah nur ibadah, dimana dapat memancar sepanjang hari dan terhindar dari kelalaian akibat begitu bahagianya di hari tersebut.

Lain hal bagi orang yang menghabiskan malam hari raya nya untuk tidur karena suntuk atau bahkan melakukan kegiatan yang membuat dirinya lalai dari Tuhannya, maka tentunya ia akan terjerumus ke dalam kelalaian di sepanjang harinya. Baca juga tentang Hukum Berfoto di Masjid Menurut Islam

Ada hadits yang menyebutkan tentang keutamaan menghidupkan malam hari raya Ied.

Hadits yang menyebutkan keutamaan menghidupkan malam hari raya ‘Ied:

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلَّهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ ».

Dari Abu Umamah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha karena Allah dan mengharapkan ganjaran dari-Nya, hatinya tidak akan mati tatkala hati-hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah no. 1782). Sebenarnya, hadits ini adalah hadits dho’if (Hadits lemah).

Imam Nawawi berkata dalam Al Adzkar, “Hadits ini adalah hadits dho’if dari riwayat Abu Umamah secara marfu’ (sampai pada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mauquf (sampai pada sahabat). Baik marfu’ maupun mauquf, kedua-duanya dho’if.”

Al Hafizh Al ‘Iroqi dalam takhrij hadits Ihya’ ‘Ulumuddin berkata bahwasanya hadits tersebut dho’if. Baca juga tentang  Kesalahan Dalam Ibadah Qurban

Al Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana disebut dalam Al Futuhaat Ar Robbaniyah berkata bahwa hadits tersebut ghorib dan sanadnya mudhthorib.

Imam Nawawi berkata dalam Al Majmu’ (5: 42), “Disunnahkan menghidupkan malam Idul Fithri dan Idul Adha dengan shalat atau amalan ketaatan lainnya. Ulama Syafi’iyah beralasan dengan hadits Abu Umamah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, hatinya tidak akan mati tatkala hati-hati itu mati.” Dalam riwayat Syafi’i dan Ibnu Majah disebutkan, “Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha karena Allah dan mengharapkan ganjaran dari-Nya, hatinya tidak akan mati tatkala hati-hati itu mati.” Diriwayatkan dari Abu Darda’ secara mauquf (sampai pada sahabat) dan diriwayatkan dari Abu Umamah secara marfu’ sebagaimana disebutkan sebelumnya, namun seluruh sanadnya dho’if.”

Syaikh Sholih Al Munajjid menjelaskan, “Namun bukanlah berarti menghidupkan malam hari raya ‘ied tidak dianjurkan. Bahkan disunnahkan menghidupkan setiap malam yang ada. Baca juga tentang Keutamaan Shalawat Di Hari Jumat

Para ulama sepakat disunnahkannya menghidupkan malam hari raya ‘ied sebagaimana dinukil dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah (2: 235). Yang dibahas hanyalah hadits yang membicarakan tentang keutamaan menghidupkan malam tersebut.

Kesimpulannya mari kita menghidupkan malam hari raya Idul Fitri dengan berbagai ibadah, takbir, zikir, doa, dan ibadah lainnya. Serta mengerjakan Shalat Sunnah. Lakukan itu semua agar diberi keteguhan hati di dalam segala suasana dan peristiwa penting dalam fase kehidupan serta mendapatkan ridha-Nya. Insha Allah dengan seluruh ibadah yang kita jalankan akan memberikan keberkahan pada diri kita. Aamiin.

The post Hukum Menghidupkan Malam Sebelum Hari Raya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Sunnah di Hari Raya Idul Adha dan Dalilnya https://dalamislam.com/info-islami/sunnah-di-hari-raya-idul-adha Mon, 06 Aug 2018 09:57:26 +0000 https://dalamislam.com/?p=4008 Tak terasa hari raya Idul Adha akan segera tiba. Selain melaksanakan ibadah qurban, ada beberapa sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di hari raya Idul Adha. Berikut adalah 10 sunnah di hari raya Idul Adha: 1. Takbiran Salah satu sunnah yang sangat dianjurkan adalah melakukan takbiran. Takbiran ketika Idul Adha dilakukan kapan saja dan dimana […]

The post 10 Sunnah di Hari Raya Idul Adha dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tak terasa hari raya Idul Adha akan segera tiba. Selain melaksanakan ibadah qurban, ada beberapa sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di hari raya Idul Adha. Berikut adalah 10 sunnah di hari raya Idul Adha:

1. Takbiran

Salah satu sunnah yang sangat dianjurkan adalah melakukan takbiran. Takbiran ketika Idul Adha dilakukan kapan saja dan dimana saja mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah.

Allah berfirman, “…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)

Allah juga berfirman, “….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (Qs. Al Baqarah: 203)

Hadis dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)

Baca juga:

2. Mandi sebelum shalat Ied

Dari Al-Baihaqi melalui asy-Syafi’i tentang seseorang yang pernah bertanya kepada Ali ra tentang mandi, ia menjawab, “Mandilah setiap hari jika engkau mengehendakinya.” Kata orang itu, ”Bukan itu yang kumaksud, tapi mandi yang memang mandi (dianjurkan). Ali menjawab , ”Hari Jum’at, Hari Arafah, Hari Nahr dan hari Fithri

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa karena hari Ied adalah hari berkumpulnya kaum muslimin untuk shalat, maka ia disunnahkan untuk mandi sebagaimana hari Jum’at.

3. Tidak makan sebelum shalat Ied

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

قال أحمد: والأضحى لا يأكل فيه حتى يرجع إذا كان له ذبح، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أكل من ذبيحته، وإذا لم يكن له ذبح لم يبال أن يأكل. اهـ.

“Imam Ahmad berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan hasil sembelihan qurban. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.” (Al Mughni, 2: 228)

Artikel terkait:

Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

وإن أكل يوم الأضحى قبل غدوه إلى المصلى فلا بأس، وإن لم يأكل حتى يأكل من أضحيته فحسن، ولا يحل صيامهما أصلا

“Jika seseorang makan pada hari Idul Adha sebelum berangkat shalat ‘ied di tanah lapang (musholla), maka tidak mengapa. Jika ia tidak makan sampai ia makan dari hasil sembelihan qurbannya, maka itu lebih baik. Tidak boleh berpuasa pada hari ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) sama sekali.” (Al Muhalla, 5: 89)

4. Memakai pakaian terbaik

Berkata Ibnul Qayyim dalam “Zadul Ma’ad” (1/441) : “Nabi memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum’at. Sekali waktu beliau memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah[2], namun bukan merah murni sebagaimana yang disangka sebagian manusia, karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman”.

5. Memakai minyak wangi

Sebagaimana hal ini dianjurkan ketika mendatangi shalat Jum’at, yaitu berdasarkan hadits Ibnu Abbas Nabi saw telah bersabda pada suatu hari Jum’at: “Sesungguhnya hari ini adalah hari Ied yang telah ditetapkan oleh Allah untuk orang-orang Islam, maka barang siapa yang mendatangi Jum’at hendaknya ia mandi, jika ia memiliki minyak wangi maka hendaknya ia mengolesinya, dan hendaknya kalian semua bersiwak.” (HR Ibnu Majah).

6. Makan setelah shalat Ied

Diriwayatkan dari Buraidah ra: “ Rasulullah tidak keluar pada hari Iedul fithri sebelum makan, dan tidak makan pada hari Iedul adha hingga beliau menyembelih qurban.”(HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Artikel terkait:

7. Shalat di lapangan

Dari Abu Sa’id al-Khudri ra berkata: ”Bahwasanya Nabi Saw keluar pada hari Iedul Adha dan Iedul fithri menuju lapangan, dan yang pertama beliau lakukan adalah shalat (shalat Ied). Setelah selesai shalat dan memberi salam, baginda berdiri menghadap ke (arah) orang-orang yang masih duduk di tempat shalat mereka masing-masing. Jika baginda mempunyai hajat yang ingin disampaikan, baginda tuturkannya kepada orang-orang ataupun ada keperluan lain, maka baginda akan membuat perintah kepada kaum muslimin. Baginda pernah bersabda dalam salah satu khutbahnya pada Hari Raya: Bersedekahlah kamu! Bersedekahlah! Bersedekahlah! Kebanyakan yang memberi sedekah adalah kaum wanita. Kemudian baginda beranjak pergi. (Muttafaq alaih)

8. Berjalan kaki menuju tempat shalat

 Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra ia berkata: “Rasulullah Saw biasa keluar menuju shalat ‘Ied dengan berjalan kaki dan pulang dengan berjalan kaki.” (HR. Ibnu Majah).

9. Perbanyak dzikir

Dikatakan olah Al-Imam Ibnu Rojab R.A (seorang pakar tafsir dan hadits) dalam kitabnya “LATHOIFUL MA’ARIF” setelah meneliti berbagai ayat dan sabda Rasulullah sholallahu alaihi wasallam , dikatakan :

اَلْاِسْتِغْفَارُ خِتَامُ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ كُلِّهَا فَيَخْتِمُ بِهِ الصَّلَاةَ وَالْحَجَّ وَقِيَامَ اللَّيْلِ وَيَخْتِمُ بِهِ الْمَجَالِسَ.

“Istighfar (memperbanyak baca istighfar) adalah penutup segala amal sholeh, menutup pelaksanaan ibadah sholat dengan istighfar begitu juga ibadah haji dan Qiyamullail serta mengakhiri Majelis-majelis (mengakhiri ibadah puasa) dengan memperbanyak istighfar”.

Artikel terkait:

10. Shalat Idul Adha

Melaksanakan shalat Idul Adha sesuai tata cara shalat Idul Adha juga sangat dianjurkan. Dari Ummu ‘Athiyyah radhiallahu’anha :

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم العيد قيل فالحيض قال ليشهدن الخير ودعوة المسلمين قال فقالت امرأة يا رسول الله إن لم يكن لإحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan wanita yang dipingit (juga wanita yang haid) pada hari Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin. Kemudian seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah jika diantara kami ada yang tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’. Rasulullah bersabda: ‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaiannya‘” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud)

Itulah sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan saat hari raya Idul Adha. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

The post 10 Sunnah di Hari Raya Idul Adha dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>