hukum dalam islam Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hukum-dalam-islam Wed, 31 Jan 2024 07:39:29 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png hukum dalam islam Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hukum-dalam-islam 32 32 4 Sumber Hukum yang Tidak Disepakati https://dalamislam.com/hukum-islam/sumber-hukum-yang-tidak-disepakati Wed, 31 Jan 2024 07:39:27 +0000 https://dalamislam.com/?p=14174 Dalam agama islam, hukum merupakan aturan baku yang mengatur dan memandu umat muslim dalam beribadah. Tujuannya untuk membantu dan memperjelas tindakan, akidah dan poin benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk salah satunya adalah sumber hukum yang disepakati dan sumber hukum yang tidak disepakati. Sumber hukum yang tidak disepakati, merupakan hukum dalam agama islam yang […]

The post 4 Sumber Hukum yang Tidak Disepakati appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam agama islam, hukum merupakan aturan baku yang mengatur dan memandu umat muslim dalam beribadah. Tujuannya untuk membantu dan memperjelas tindakan, akidah dan poin benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk salah satunya adalah sumber hukum yang disepakati dan sumber hukum yang tidak disepakati.

Sumber hukum yang tidak disepakati, merupakan hukum dalam agama islam yang bukan hukum mutlak atau aturan dan panduan yang digunakan umat muslim, sehingga umumnya aturan ini dapat dikaji dan dimusyawarahkan. Dalam hukum yang tidak disepakati terdapat secara umum 7 hukum yang harus dipahami. Sedangkan untuk sumber hukum yang disepakati terdiri dari 4 yaitu :

1. Istihsan

Istihsan merupakan istilah dalam bahasa Arab yang memiliki arti mencari kebaikan ataupun mencari ketenangan yang lebih baik. Dalam sisi hukum islam, istihsan akan mengacu pada sumber hukum islam yang disepakati nomor 3 yaitu itjihad.

Sehingga ahli hukum islam dapat menggunakan pertimbangan pribadi dan juga akal, untuk memberikan keputusan hukum yang tak berdasar pada bukti yang jelas dalam Al-Quran dan Hadist. Ada beberapa fungsi, mulai dari menjaga keadilan, melihat fleksibilitas.

Contoh dari Istihsan misalnya aturan kamar mandi umum yang disewakan. Maka dijelaskan agar tidak merugikan kedua belah pihak, ketetapan berapa lama penggunaan, berapa bayaran yang diberikan, berapa banyak air yang digunakan.

Mengutip dari buku Ilmu Ushul Fiqih 1 & 2 oleh Drs. H. A. Basiq Djalil, istihsan menurut istilah Ahli Ushul Fiqih adalah:

‏ دليل يظهر في عقل المختهد يقتضي تجي قياس في على قياس جلئ أو استشاء جی من لحكم

Artinya: “Satu dalil yang keluar dari pemikiran seorang Mujtahid yang menetapkan kerajihan qiyas yang tidak terang (khafy) daripada qiyas yang terang (jaly), atau (merajihkan) ketentuan hukum yang khusus (juz’iy) dari ketentuan yang umum (kully).”

2. Istishab

Istishab yang merupakan metode ijtihad islam yang akan memberlakukan hukum lama, selama tidak ada hukum dan dalil baru yang merubahnya. Sehingga istishab dapat dikatakan hukum yang mempertahankan dan melestarikan hukum yang telah ada. Karena alasan ini, istishab terbagi menjadi 3 waktu. Lampau, saat ini dan yang akan datang.

Contoh dari istishab umumnya ada dalam pernikahan dalam islam. Misalnya di Indonesia tidak ada istilah nikah sirih karena pernikahan diwajibkan secara agama dan sah, serta secara negara dan sah. Karena beberapa syarat pernikahan negara juga mengikuti beberapa aturan pernikahan agama.

Sehingga dalam istishab masih tidak ada peraturan pernikahan siri. Begitupun peraturan tersebut akan berjalan, selama tidak ada perubahan atau dalil baru yang muncul.

3. Urf

Urf merupakan adat istiadat atau kebiasaan yang umumnya dilakukan oleh Masyarakat disebuah wilayah yang memasuki lingkup agama islam. Jika dilihat, Urf sendiri menjadi hukum yang tidak disepakati yang paling sering dilihat atau umum dilakukan di Indonesia.

Contoh dari Urf dalam agama islam misalnya saja jasa jual beli/perantara jual beli kredit. Apabila seseorang memiliki profesi sebagai perantara dan diikhlaskan oleh penjual maupun pembeli, maka hal ini bisa dikendalikan dan transaksi diizinkan selama dalam proses menguntungkan dan saling terbuka.

4. Maslahah al mursalah

Maslahah al mursalah merupakan istilah yang digunakan untuk sebuah hukum islam yang mengandung nilai maslahat atau bermanfaat dan menolak adanya kerusakan. Namun penerapan Maslahah al mursalah ini yang paling kompleks, karena terdapat beberapa syarat dan dalil hukum tidak dapat digunakan secara sembarangan.

Misalnya saja menunda gaji karyawan, maslahat bukan hanya dugaan semata. Selain itu, pembentukan hukum juga dapat memberi kemaslahatan ataupun menolak kerusakan. Disisi lain, maslahat terkadang sifatnya perorangan, serta tidak boleh bertentangan baik dengan dalil syara yang sudah ada, Al- Quran dan sunnah, ijma dan juga qiyas.

Selain keempat hukum diatas, ada juga syar’u man qablana, saddudz dzari’ah , dan qaul shahabi. Masing-masing dari hukum tersebut membahas mengenai hal berbeda. Misalnya saja syar’u man qablana merupakan hukum yang disyariatkan pada umat sebelum umat muslim.

Sedangkan untuk hukum saddudz dzari’ah berupa hukum yang mengantisipasi adanya kerusakan, atau sampai terjadinya kerusakan. Terakhir ada hukum qaul shahabi yang ditujukan pada mukmin yang hidup pada zaman nabi dan bergaul dengan nabi dan Rasulullah, namun tidak diatur dalam nash, baik Al-Quran dan sunnah.

The post 4 Sumber Hukum yang Tidak Disepakati appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Jualan Saat Ramadhan https://dalamislam.com/info-islami/hukum-jualan-saat-ramadhan Sat, 13 Apr 2019 01:29:08 +0000 https://dalamislam.com/?p=6361 Ganjaran berpuasa di bulan Ramadan tidak lagi dihitung dengan nominal kebaikan yang setimpal dengannya, melainkan langsung dijamin bertemu dengan Allah SWT. Bagi umat muslim, hal tersebut merupakan nikmat terbesar yang tidak ada tandingannya. Hal ini sesuai dengan hadis dari sumber syariat islam berikut ini. Diriwayatkan dari Abu Hurairah yang mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap pebuatan […]

The post Hukum Jualan Saat Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ganjaran berpuasa di bulan Ramadan tidak lagi dihitung dengan nominal kebaikan yang setimpal dengannya, melainkan langsung dijamin bertemu dengan Allah SWT. Bagi umat muslim, hal tersebut merupakan nikmat terbesar yang tidak ada tandingannya. Hal ini sesuai dengan hadis dari sumber syariat islam berikut ini.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah yang mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap pebuatan baik manusia itu selalu dilipat gandakan. Satu kebaikan bisa dilipat gandakan menjadi sepuluh atau bahkan tujuh ratus kebaikan yang sama. “Hanya puasa yang langsung aku balas kebaikannya bagi hamba-Ku yang berpuasa. Hal ini dilakukan karena hambaku itu sudah rela menahan nafsunya dan tidak makan hanya karena mengharapkan ridha-Ku. Oleh karena itu, ada dua kebahagian bagi hamba-Ku yang berpuasa, yaitu bahagia saat berbuka puasa dan bahagia saat bertemu dengan-Ku di akhirat nanti. Selain itu, mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi daripada aroma misik di mata Allah” (HR Muslim) sesuai dasar hukum islam.

Karena kelebihan itulah, puasa Ramadan selalu terasa istimewa bagi umat muslim. Akan tetapi, adalah hal yang salah bila umat muslim menuntut orang yang tidak berpuasa untuk menghormati orang yang sedang berpuasa Ramadan agar mendapat pahala puasa ramadhan selama 30 hari

Faktor yang Dipertimbangkan dalam Membolehkan Seseorang Berdagang

Ada tiga faktor yang patut untuk dipertimbangkan dalam membolehkan seseorang berdagang makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan sebagaimana pertimbangan dalam manfaat puasa bagi ibu hamil.

Pertama, ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjual makanan untuk non-muslim.

Alasannya, apakah mereka termasuk orang yang terbebani hukum-hukum syariat atau tidak dan paham hukum imsak dalam islam? Tentu janggal bila non-muslim pun dituntut untuk menghormati muslim yang berpuasa dengan tidak makan dan minum. Padahal perintah kewajiban berpuasa hanya diberlakukan untuk muslim yang beriman sebagaimana firman Allah SWT:

Hai orang beriman, diwajibkan bagi kalian berpuasa (Ramadan) sebagaimana umat sebelum kalian melaksanakannya. Hal ini dilakukan demi meningkatkan ketakwaan kalian” (QS al-Baqarah: 183).

Kedua, Syekh Salim bin Abdullah, penulis kitab Kasyifah as-Saja, menerangkan bahwa ada enam orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Mereka adalah musafir, orang sakit, orang tua renta, orang yang kelaparan dan kehausan yang dapat membahayakan nyawanya, ibu hamil, dan ibu menyusui. Nah, bagaimana jika makanan dan minuman yang mereka jual dikhususkan untuk golongan tersebut?

Ketiga, bisa jadi dengan berjualan makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan adalah usaha satu-satunya yang si penjual bisa lakukan untuk menghidupi keluarganya, atau mungkin ia hanyalah seorang pekerja yang mengais rezeki dari rumah makan milik majikannya.

Oleh karena itu, menurut Ibnu, kaidah fikih terkait hukum berjualan makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan patut dipertimbangkan, yakni “a yunkaru al-mukhtalaf fih wa innama yunkar al-mujma’ ‘alaih,” yang berarti sesuatu hukum yang masih diperselisihkan ulama tidak perlu ditindak. Melihat kaidah tersebut, yang perlu ditindak seharusnya hukum yang sudah jelas disepakati ulama.

Kita akan menyebutkan beberapa Ayat, yang Bisa Dijadikan Acuan untuk membahas acara makan di siang hari ramadhan.

Pertama, Allah melarang kita untuk ta’awun (tolong-menolong) dalam dosa dan maksiat.

Allah berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat.” (QS. al-Maidah: 2).

Sekalipun anda tidak melakukan maksiat, tapi anda tidak boleh membantu orang lain untuk melakukan maksiat. Maksiat, musuh kita bersama, sehingga harus ditekan, bukan malah dibantu.

Tidak berpuasa di siang hari ramadhan tanpa udzur, jelas itu perbuatan maksiat. Bahkan dosa besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diperlihatkan siksaan untuk orang semacam ini

“Dia digantung dengan mata kakinya (terjungkir), pipinya sobek, dan mengalirkan darah.” (HR. Ibnu Hibban, 7491; dishahihkan Al-A’dzami)

Siapapun pelakunya, tidak boleh didukung. Sampaipun orang kafir. Karena pendapat yang benar, orang kafir juga mendapatkan beban kewajiban syariat. Sekalipun andai dia beramal, amalnya tidak diterima, sampai dia masuk islam.

An-Nawawi mengatakan,

والمذهب الصحيح الذي عليه المحققون والأكثرون : أن الكفار مخاطبون بفروع الشرع ، فيحرم عليهم الحرير ، كما يحرم على المسلمين

Pendapat yang benar, yang diikuti oleh para ulama ahli tahqiq (peneliti) dan mayoritas ulama, bahwa orang kafir mendapatkan beban dengan syariat-syariat islam. Sehingga mereka juga diharamkan memakai sutera, sebagaimana itu diharamkan bagi kaum muslimin. (Syarh Shahih Muslim, 14/39).

Diantara dalil bahwa orang kafir juga dihukum karena meninggakan syariat-syariat islam, adalah firman Allah ketika menceritakan dialog penduduk surga dengan penduduk neraka,

إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ . فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ . عَنِ الْمُجْرِمِينَ . مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ . قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ . وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ

Kecuali golongan kanan, berada di dalam syurga, mereka tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang kafir. Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”  Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. (QS. al-Muddatsir: 39 – 44)

Dalam obrolan pada ayat di atas, Allah menceritakan pertanyaan penduduk surga kepada penduduk neraka, ‘Apa yang menyebabkan kalian masuk neraka?’

Jawab mereka: “Karena kami tidak shalat dan tidak berinfak.”

Padahal jika mereka shalat atau infak, amal mereka tidak diterima.

Inilah yang menjadi landasan fatwa para ulama yang melarang menjual makanan kepada orang kafir ketika ramadhan. Karena dengan begitu, berarti kita mendukungnya untuk semakin berbuat maksiat.

Dalam Hasyiah Syarh Manhaj at-Thullab dinyatakan,

ومن ثم أفتى شيخنا محمد بن الشهاب الرملي بأنه يحرم على المسلم أن يسقي الذمي في رمضان بعوض أو غيره، لأن في ذلك إعانة على معصيته

Dari sinilah, guru kami Muhammad bin Syihab ar-Ramli, mengharamkan setiap muslim untuk memberi minum kafir dzimmi di bulan ramadhan, baik melalui cara membayar atau gratis. Karena ini membantu dia untuk bermaksiat.

(Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh Manhaj at-Thullab, 10/310)

Kedua, Allah memerintahkan kita untuk mengagungkan semua syiar islam

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati

Bulan ramadhan, termasuk syiar islam. Di saat itulah, kaum muslimin sedunia, serempak melakukan puasa. Karena itu, menjalankan puasa bagian dari mengagungkan ramadhan. Hingga orang yang tidak berpuasa, dia tidak boleh secara terang-terangan makan-minum di depan umum, disaksikan oleh masyarakat lainnya. Tindakan semacam ini, dianggap tidak mengagungkan kehormatan ramadhan.

Dulu para sahabat, mengajak anak-anak mereka yang masih kecil, untuk turut berpuasa. Sehingga mereka tidak makan minum di saat semua orang puasa.

Sahabat Rubayi’ bintu Mu’awidz menceritakan bahwa pada pagi hari Asyura, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus beberapa sahabat ke berbagai kampung di sekitar Madinah, memerintahkan mereka untuk puasa.

فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ

Kemudian kami melakukan puasa setelah itu dan kami mengajak anak-anak kami untuk turut berpuasa.

Rubayi’ melanjutkan,

فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ

Kami buatkan untuk mereka mainan dari kapas. Jika mereka menangis minta makan, kami berikan boneka itu ketika waktu berbuka. (HR. Muslim no. 2725).

Kita bisa tiru model pembelajaran yang diajarkan para sahabat. Sampai anak-anak yang masih suka main boneka, diajak untuk berpuasa. Karena menghormati kemuliaan ramadhan.

Orang yang udzur, yang tidak wajib puasa, jelas boleh makan minum ketika ramdhan. Tapi bukan berarti boleh terang-terangan makan minum di luar. Sementara membuka rumah makan di siang ramadhan, lebih parah dibandingkan sebatas makan di tempat umum.

Karena alasan inilah, para ulama memfatwakan untuk menutup rumah makan selama ramadhan.

Dalam fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

وقد أفتى جماعة من أهل العلم بوجوب إغلاق المطاعم في نهار رمضان ، والله أعلم .

Para ulama memfatwakan, wajibnya menutup warung makan di siang hari ramadhan. Allahu a’lam.

(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 2097)

Seringkali kita melihat beberapa warung atau restaurant di pinggiran jalan masih tetap membuka tempat makannya. Ada sebagian tempat makan yang membuka dengan menutup jendela yang ada dengan kain sehingga tidak nampak dari luar. Lalu bagaimanakah hukum membuka tempat makan seperti ini di siang hari puasa?

Syaikh Kholid Al-Mushlih hafizhohullah menerangkan:

Memberi makan pada orang kafir di siang hari bulan Ramadhan secara sembunyi-sembunyi terdapat beda pendapat di antara para ulama.

Sebagian ulama melarang hal ini, yaitu seorang muslim dilarang memberi makan kepada orang kafir karena itu sama saja menolong dalam merusak kemuliaan bulan Ramadhan. Dan perlu diketahui bahwa orang kafir pun sebenarnya tetap terkena kewajiban syari’at yang sifatnya furu’ (bukan pokok).

Pendapat kedua, menyatakan bolehnya seorang muslim memberi makan kepada orang kafir di siang hari bulan Ramadhan. Karena orang kafir memang tidak sah jika ia lakukan puasa. Orang kafir sama sekali tidak dikenai kewajiban puasa. Ulama yang berpendapat bahwa orang kafir tetap terkena kewajiban furu’ syari’ah juga menyatakan demikian. Pendapat kedua ini yang lebih mendekati kebenaran. Jadi, setiap orang yang tidak diperintahkan untuk berpuasa baik muslim atau kafir, boleh saja memberi makan padanya. Sebagaimana boleh saja seseorang memberi makan pada seorang musafir, wanita haidh, dan orang sakit. Wallahu Ta’ala a’lam. (Fatwa 21-10-1428)

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik pelajaran bahwa boleh saja memberi makan dengan cara membuka warung, misalnya, pada orang kafir, wanita haidh atau orang sakit. Namun di sini dengan catatan, tetap menghormati orang yang sedang berpuasa, tanpa dibuka pintu dan jendela rumah makan tersebut sehingga nampak dari luar. Akan tetapi, jika warung tersebut dibuka dan sebagai konsumen adalah orang yang sebenarnya wajib puasa, maka ini sama saja kita menolongnya dalam maksiat. Seperti ini tentu saja tidak dibolehkan.

Perlu diketahui pula bahwa sebenarnya dalam bisnis bukan hanya keuntungan materil yang bisa kita peroleh. Keuntungan non materil sebenarnya begitu besar dan bisa kita raih.

Jika kita membuka warung makan menjelang berbuka, untuk memberi makan bagi orang yang akan buka puasa, walaupun kita tidak membukanya di siang hari, bukan berarti kita tidak dapat untung. Ada keuntungan non materil yang bisa kita peroleh, yakni mendidik kaum muslimin untuk bisa menahan diri dari makan dan minum. Ini tentu saja bisa membuahkan pahala.

Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hukum Jualan Saat Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>