hukum i'tikaf Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hukum-itikaf Sun, 19 May 2019 14:23:12 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png hukum i'tikaf Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hukum-itikaf 32 32 Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-itikaf-bagi-wanita-haid Sun, 19 May 2019 14:23:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=6767 Di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, umat muslim baik laki-laki maupun perempuan, sangat dianjurkan untuk meningkatkan ibadah guna mencari kebaikan serta meraih keutamaan malam seribu bulan atau malam lailatul qadr. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saat memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam dengan shalat malam […]

The post Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, umat muslim baik laki-laki maupun perempuan, sangat dianjurkan untuk meningkatkan ibadah guna mencari kebaikan serta meraih keutamaan malam seribu bulan atau malam lailatul qadr. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saat memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam dengan shalat malam dan membangunkan keluarganya untuk turut serta shalat malam.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata :

“Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”
(HR. Bukhari)

Tujuan ditingkatkannya kegiatan beribadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah untuk meraih keutamaan malam lailatul qadr.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Carilah lailatul qadr pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Riwayat lainnya menyebutkan,

“Barangsiapa yang shalat malam pada malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Baca juga :

Amalan sunnah saat bulan Ramadhan lainnya yang dilakukan di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan adalah I’tikaf. I’tikaf di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi umat muslim baik laki-laki maupun wanita mengingat pahala i’tikaf di bulan Ramadhan yang sangat luar biasa diantaranya dosanya diampuni dan dijauhkan dari neraka.

I’tikaf sendiri dimaknai sebagai berdiam diri di masjid dengan niat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya,

“… kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
(QS. Al Baqarah : 187)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya.”
(HR. Bukhari)

Riwayat lain menyebutkan,

“Dari Ibnu Umar r.a (diriwayatkan bahwa) ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beritikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.”
(Muttafaq ‘Alaih)

Baca juga :

Dalil-dalil di atas menunjukkan disyari’atkannya dan disunnahkannya i’tikaf bagi umat muslim baik laki-laki maupun wanita. Berdasarkan dalil di atas pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa melakukan I’ikaf hingga beliau wafat. Bahkan beliau beri’tikaf selama dua puluh hari di tahun wafatnya. Para sahabat dan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga kerap melaksanakan I’tikaf.

Lalu, Bagaimanakah Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid?

Syarat sah I’tikaf menurut para ulama meliputi Islam, berakal, mumayyiz, serta suci dari janabah (junub), serta tidak haid dan nifas. Dengan demikian, wanita yang berniat I’tikaf di masjid di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan haruslah suci dari haid dan nifas. Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa hukum wanita haid masuk masjid adalah  diharamkan untuk masuk masjid. Dengan kata lain, larangan saat haid dan nifas salah satunya adalah memasuki masjid.

Hal ini merujuk pada status hukum yang menyatakan bahwa wanita yang tengah haid atau nifas adalah orang yang berhadats besar sehingga diharamkan masuk ke dalam masjid.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak aku halalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.”
(HR. Abu Daud)

Dikarenakan I’tikaf dikerjakan di masjid maka wanita yang tengah berhadats besar seperti haid dan nifas tidak dibenarkan beri’tikaf di masjid. Dengan demikian, hukum I’tikaf bagi wanita haid adalah dilarang. Jika dilaksanakan, I’tikafnya menjadi batal dan tidak sah.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum I’tikaf bagi wanita haid. Semoga bermanfaat.

The post Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Itikaf Selain Di Bulan Ramadhan https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/hukum-itikaf-selain-di-bulan-ramadhan Tue, 14 May 2019 09:50:37 +0000 https://dalamislam.com/?p=6894 Selama bulan ramadhan, kita diberi kenikmatan oleh Allah dengan berbagai macam kemuliaan. Bahkan karena saking banyaknya, terdapat amalan-amalan yang mendapatkan ganjaran berkah yang sangat besar hanya dengan sesuatu yang kecil. Apabila di bulan-bulan ramadhan, maka kita akan sering mengetahui bahwasanya seluruh umat muslim akan berbondong-bondong ke masjid, beribadah tatkala taraweh maupun tadarus dalam menjelang buka […]

The post Hukum Itikaf Selain Di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Selama bulan ramadhan, kita diberi kenikmatan oleh Allah dengan berbagai macam kemuliaan. Bahkan karena saking banyaknya, terdapat amalan-amalan yang mendapatkan ganjaran berkah yang sangat besar hanya dengan sesuatu yang kecil.

Apabila di bulan-bulan ramadhan, maka kita akan sering mengetahui bahwasanya seluruh umat muslim akan berbondong-bondong ke masjid, beribadah tatkala taraweh maupun tadarus dalam menjelang buka puasa. Hal tersebut merupakan hal yang baik dan memiliki keutamaan yang besar dikarenakan menghidupi Ramadhan dan Malam Ramadhan dengan beribadah dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, dan pula merupakan sesuatu yang dianjurkan dan dicontohkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun I’tikaf atau berdiam diri di masjid pada bulan ramadhan pun dapat memberikan pahala bagi yang melakukannya. Namun tentu saja, pertanyaan yang akan diselesaikan adalah tentang bagaimana apabila i’tikaf dilakukan di luar bulan ramadhan. Berikut kita akan mengkaji seputar Hukum i’tikaf selain di bulan Ramadahan. Lantas apakah hukum itikaf selain di bulan ramadhan?

Hukum Kapan Diperbolehkannya I’tikaf

I’tikaf itu pada dasarya hukumnya Sunnah. Dapat dilakukan di setiap waktu, baik di bulan Ramadan maupun diluar bulan Ramadan (bulan-bulan yang lain). Akan tetapi lebih utama apabila dilakukan di bulan Ramadhan. Bahkan lebih ditekankan dilakukan pada sepuluh malam akhir Ramadan (Malam Lailatul Qadr). Jadi hukum itikaf selain di bulan ramadhan itu dibolehkan.

Baca juga :

I’tikaf di bulan ramadhan pun dijelaskan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

“Biasanya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam beri’tikaf sepuluh hari di setiap Ramadan. Di tahun kematiannya, beliau beri’tikaf dua puluh hari.”

(HR. Bukhari)

Memang bahwasannya i’tikaf itu hukumnya sunnah. Boleh dan dianjurkan dilakukan kapan saja, namun yang utama adalah di bulan Ramadhan.

Tentu saja, i’tikaf atau berdiam diri di masjid adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan barangsiapa dengan rela hati memiliki niat untuk berdiam diri di masjid, maka orang tersebut akan mendapat keutamaan sebagai orang yang Ahli Iman.

Allah SWT berfirman dalam QS, At-Taubah Ayat 18 yang berbunyi :

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”

Tentu saja memakmurkan yang dimaksud adalah menghidupinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat. Beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, dan mendirikan majelis-majelis ilmu yang baik.

Cara I’tikaf Yang Dilakukan Rasulullah

Tentu saja Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam memiliki cara tersendiri dalam melakukan I’tikaf di Masjid. Dan apabila mencari contoh, memang sejatinya hal-hal yang dilakukan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam lah yang paling benar digunakan sebagai panutan. Dalam perkara I’ftitah, terdapat beberapa Hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah Radiyallahu’anhu.

Baca juga :

Dalam Hadist pertama, Aisyah radiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya,

“Apabila telah masuk hari kesepuluh, yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan kain sarungnya dan menghidupkan malam-malam tersebut serta membangunkan istri-istrinya.”

Di dalam hadits tersebut Aisyah menuturkan perihal Rasulullah yang mana beliau (Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam) melakuan beberapa hal berikut. :

  • Mengencangkan kain sarung, yang memiliki manka bahwasannya Rasulullah sangat tekun dalam beribadah, mencurahkan waktu setiap ibadah tersebut dan sangat bersungguh-sungguh atas apa yang dilakukan. Ada yang memiliki pendapat, bahwasannya  yang dimaksud dengan ‘mengencangkan kain sarung’ ialah menjauhi wanita untuk menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah
  • Menghidupkan malam, yang memilik makna bahwasanya Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam mengisi malam dengan begadang untuk melakukan ibadah salat dan selainnya.
  • Membangunkan istri-istrinya, yang dimaksud yakni membangunkan mereka dari tidur untuk bangun dan beribadah kemudian saalat.

Kemudian, Diriwayatkan kembali dari Aisyah radiyallahu ‘anhu, Bahwasannya Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam ber i’tikaf disetiap pagi hari. Dalam Riwayatnya, ‘Aisyah berkata,

”Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melakukan i’tikaf, beliau mengerjakan salat Subuh, baru kemudian masuk ke tempat i’tikafnya.”

Pernyataan salat subuh yang diutarakan oleh Aisyah yaitu merujuk kepada pada pagi hari di hari ke 21 bulan Ramadan. Maksudnya adalah, Rasulullah salallu ‘alaihi wa sallam menyepi dan mengkhususkan i’tikaf beliau pada waktu-waktu tersebut tatkala bulan Ramadan.

Namun tentu saja, terlepas dari hadist yang diriwayatkan Aisyah radiyallahu ‘anhu, Sebenarnya tidak ada batasan atau syarat minimal kapan maupun seberapa panjang seseorang harus menghabiskan waktu di masjid untuk dihitung sebagai I’tikaf. Hal diatas merupakan cara pribadi Rasulullah saja dalam ber I’tikaf.

Imam Nawawi Menjelaskan perihal permasalahan berikut dengan penuturan yang berbunyi , “Waktu minimal i’tikaf sebagaimana dipilih oleh jumhur ulama cukup disyaratkan berdiam sesaat di masjid. Berdiam di sini boleh diartikan sebagai waktu yang lama dan boleh jadi singkat hingga beberapa saat atau hanya sekejap hadir.” Tidak ada ketentuan ataupun ketetapan yang didasari oleh firman Allah maupun Hadist Nabi yang lain. Sehingga, Sebentar maupun lama, sudah bisa dihitung sebagai I’tikaf.

Baca juga :

Adab Ketika Ber I’tikaf

Setelah kita paham arti umum dari I’tikaf yaitu berdiam diri di masjid. Tentu saja perlu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendiami masjid. Hal hal terseut adalah

  • Niat yang bersih dari hati untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  • Suci dari hal hal yang membuat kita tidak diperbolehkan untuk masuk masjid
  • Mengisi waktu I’tikaf tersebut dengan diam (Berdzikir dalam Hati), Berdo’a, salat sunnah, membaca Al-Qur’an dan segala macam hal yang dapat menambah keimanan dan tidak menimbulkan kemudharatan.

Demkianlah penjelasan Hukum i’tikaf apabila dilakukan di bulan Ramadan dan hukum itikaf selain di bulan ramadhan upaya yang harus dipahami dan dilakukan agar I’tikaf menjadi sesuatu yang berkah. Semoga penjelasan diatas dapat menambah keilmuan kita, dan kita senantiasa diberikan petunjuk untuk tetap berada di jalan yang benar. InsyaAllah.

Hamsa,

The post Hukum Itikaf Selain Di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>