ibadah qurban Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/ibadah-qurban Sun, 23 Jun 2019 17:17:57 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png ibadah qurban Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/ibadah-qurban 32 32 Hukum Qurban Patungan dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/hukum-qurban-patungan-dalam-islam Sun, 23 Jun 2019 17:17:55 +0000 https://dalamislam.com/?p=7400 Hukum Qurban secara Patungan dalam Islam Idul Adha tahun 2018 ni sudah terlewati ya sobat, tentunya sobat sudah melakukan shalat Id dan mungkin sudah menimati lezatnya makan daging Qurban atau membagikan daging qurban. Memang Qurban memberi kebahagiaan bagi banyak orang dan menjadi jalan sedekah yang utama, tentunya bagi orang yang mampu dan tidak diwajibkan bagi […]

The post Hukum Qurban Patungan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Qurban secara Patungan dalam Islam

Idul Adha tahun 2018 ni sudah terlewati ya sobat, tentunya sobat sudah melakukan shalat Id dan mungkin sudah menimati lezatnya makan daging Qurban atau membagikan daging qurban. Memang Qurban memberi kebahagiaan bagi banyak orang dan menjadi jalan sedekah yang utama, tentunya bagi orang yang mampu dan tidak diwajibkan bagi orang yang tidak mampu.

Satu yang sering dilihat sekarang ini adalah banyaknya orang yang qurban secara kolektif ya sobat, sebab harga daging memang mahal bagi sebagian orang. Nah, patungan tersebut ada yang dilakukan dengan keluarga, teman, dsb sehingga memberi manfaat dan kebersamaan. Namun sobat, apakah boleh hal itu dilakukan?

Dimana sesuai hukum awalnya saja qurban itu wajib bagi yang mampu, dan yang belum mampu apa harus melakukan iuran demi agar mampu? Untuk memahaminya lebih mendalam, yuk langsung saja simak ulasan berikut ya sobat, Hukum Patungan Qurban dalam Islam. Untuk memahaminya, sobat simak beragam hadist berikut ini dulu ya,

Qurban Amalan Terbaik

Keutamaan ibadah Qurban adalah ibadah terbaik yang paling dicintai oleh Allah ta’ala, sebagaimana hadits Rasulullah beliau bersabda :  Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban).” (HR. Tirmidzi). Jelas bahwa qurban adalah amalan terbaik yang bisa dlilakukan di hari Idul Adha ya sobat.

Syarat Patungan Qurban Menurut Ulama

1. Hanya Boleh untuk Unta dan Sapi

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, mayoritas ulama memperbolehkan hukum qurban dalam islam dengan patungan kurban . Syaratnya, hewan yang dikurbankan adalah sapi dan jumlah maksimal orang yang patungan ialah tujuh orang. Berdasarkan persyaratan ini, patungan untuk kurban kambing tidak diperbolehkan dan lebih dari tujuh orang untuk kurban sapi juga tidak dibolehkan. Ibnu Qudamah menuliskan: “Kurban satu ekor unta ataupun sapi atas nama tujuh orang diperbolehkan oleh mayoritas ulama.”

2. Jumlah Orang yang Patungan Maksimal 7

Sebagaimana dikutip Ibnu Qudamah, menurut Ahmad bin Hanbal, hanya Ibnu umar yang tidak membolehkannya. Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Kebanyakan ulama yang aku ketahui membolehkan patungan kurban kecuali Ibnu Umar.” Pendapat Ibnu Qudamah di atas tidak jauh berbeda dengan An-Nawawi.

Dalam pandangannya, patungan kurban sapi atau unta sebanyak tujuh orang dibolehkan, baik yang patungan itu bagian dari keluarganya maupun orang lain. An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan: “Dibolehkan patungan sebanyak tujuh orang untuk kurban unta atau sapi, baik keseluruhannya bagian dari keluarga maupun orang lain.”

Kisah Patungan Qurban di Masa Rasulullah

1. Rasulullah Melakukan Patungan Qurban

Kebolehan patungan kurban ini memiliki dasar hukum islam kuat dalam hadits Nabi SAW. Sebagaimana yang tercatat dalam Al-Mustadrak karya Al-Hakim, Ibnu Abbas mengisahkan: “Kami pernah berpergian bersama Rasulullah SAW, kebetulan di tengah perjalanan hari raya Idul Adha (yaumun nahr) datang.

Akhirnya, kami patungan membeli sapi sebanyak tujuh orang untuk dikurbankan,” (HR Al-Hakim). Jabir bin ‘Abdullah juga pernah mengisahkan:“Kami pernah ikut haji tamattu’ (mendahulukan ‘umrah daripada haji) bersama Rasulullah SAW, lalu kami menyembelih sapi dari hasil patungan sebanyak tujuh orang.” (HR Muslim).

2. Berqurban Patungan bersama Keluarga

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengisahkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan kambing bertanduk, berdiri dengan kaki belang hitam, duduk di atas perut belang hitam, melihat dengan mata belang hitam.

Kemudian beliau menyuruh Aisyah untuk mengambilkan pisau dan mengasahnya. Setelah kambingnya beliau baringkan, beliau membaca:  “Bismillah, Ya Allah, terimalah qurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad – shallallahu ‘alaihi wa sallam – .” (HR. Muslim no. 1967)

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengikuti shalat idul adha bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di lapangan. Setelah selesai berkhutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kambing qurban beliau.

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengucapkan: Bismillah, wallahu akbar, ini qurban dariku dan dari umatku yang tidak berqurban. (HR. Ahmad 14837, Abu Daud 2810 dan dishahihkan Al-Albani).

Pada pernyataan di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyertakan keluarga beliau dan umat beliau dalam pahala qurban yang beliau sembelih. Padahal saat itu, beliau hanya menyembelih kambing. Sehingga seluruh umat beliau yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala dari qurban beliau. (simak Ahkam Al-Idain fi As-Sunnah Al-Muthahharah, Ali bin Hasan Al-Halabi, hlm. 79).

3. Qurban Bersama Teman Terdekat

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan haji. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami urunan untuk berqurban onta atau sapi. Setiap tujuh orang diantara kami, berqurban seekor sapi atau onta. (HR. Muslim no. 1318).

dari Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; “Kami bersekutu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam haji dan umrah, yakni tujuh orang berkurban seekor Badanah (unta  yang  disiapkan untuk kurban saat haji) atau seekor Sapi.” Kemudian seorang laki-laki bertanya kepada Jabir, “Bolehkah bersekutu dalam Jazur (unta yang sudah siap disembelih)

sebagaimana bolehnya bersekutu dalam Badanah (unta  yang  disiapkan untuk kurban saat haji) atau sapi?” Jabir menjawab, “Jazur itu sudah termasuk Badanah.” Jabir juga turut serta dalam peristiwa Hudaibiyah. Ia berkata, “Di hari itu, kami menyembelih tujuh puluh ekor Badanah. Setiap tujuh orang dari kami bersekutu untuk kurban seekor Badanah.” (H.R.Muslim)

Qurban Patungan Tetap Mendapat Pahala

dari Hudzaifah berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menserikatkan  tujuh orang diantara kaum muslimin untuk satu ekor sapi saat beliau haji. (H.R.Ahmad) dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (H.R.Muslim)

dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami naik haji bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami menyembelih seekor unta untuk  tujuh orang yang bersekutu, dan seekor sapi juga hasil dari tujuh orang yang bersekutu.” (H.R.Muslim) dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Satu ekor sapi untuk tujuh orang, dan satu ekor unta untuk tujuh orang.” (H.R.Abu Dawud).

Nah sobat, jelas ya sobat hukunya bahwa patungan qurban itu boleh dilakukan tentunya seusa syarat yang telah dijelaskan dalam dalil yang telah disebutkan, yakni dengan kesimpulan sebagai berikut.

  • Dilakukan hanya untuk sapi atau unta, sedangkan untuk kambing harus dilakukan sendiri dalam qurban tersebut.
  • Patungan dilakukan secara adil dengan porsi rata atau sesuai kemapuan dan diniatkan untuk amal ibadah dan niat ke depannya berusaha lebih baik lagi agar kelak bisa melakukan patungan secara pribadi.
  • Nilai amal ibadah dari patungan hewan qurban yang dilakukan tetap mendapat pahala namun seberapa besar pahala tersebut hanya dinilai oleh Allah berdasarkan kemampuannya dan keikhlasannya.
  • Jika orang yang memiliki kemampuan untuk qurban secara pribadi namun melakukan patungan maka hal tersebut tak boleh dilakukan sebab jauh lebih baik jika rang tersebut membelinya secara pribadi karena memiliki rezeki yang cukup dari Allah.
  • Tidak boleh memanfaatkan untuk membiasakan, artinya jika telah memiliki kemampuan maka wajib untuk berqurban sendiri.

Nah sobat, sekarang jelas ya, memang qurban itu jauh lebih baik untuk dilakukan sendiri, namun jika memang memiliki kemampuan sesuai hal tersebut dan memiliki niat baik untuk sedekah di jalan Allah, maka tak ada salahnya melakukan hal tersebut, memang jauh lebih baik untuk melakukannya atau mengamalkan rezeki di jalan Allah ya sobat, dibandingkan untuk mengguanakan sesuatu yang tidak bermanfaat.

Nah sobat, tentu sobat juga harus adil dalam melakukannya, misalnya punya hutang, maka baiknya meluanadsi hutang dahulu baru qurban, jika punya istri dan keluarga yang jauh lebih membutuhkan maka juga harus mementingkan yang terdekat dulu, jangan sampai orang lain dibahagiakan tapi keluarga sendiri seperti istri dan anak anak ditelantarkan ya sobat.

Sebab hal itu justru menjadi jalan dosa, percuma saja melakukan kebaikan yang sunnah jika kewajiban yang harus dan wajib serta menjadi prioritas utama tidak dilakukan, tentu harusnya malu ya sobat, jika bisa melakukan sunnah tapi yang wajib tidak dilakukan, bisa berbuat baik pada yang jauh, tapi yang dekat terabaikan.

Oke sobat, sekian yang dapat disampaikan penulis, semoga bermanfaat dan menjadi wawasan berkualitas untuk sobat. Terima kasih. Salam dan semoga bahagia dunia akherat.

The post Hukum Qurban Patungan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Potong Kuku Sebelum Kurban https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-potong-kuku-sebelum-kurban Thu, 30 May 2019 18:31:45 +0000 https://dalamislam.com/?p=7077 Boleh atau tidaknya potong kuku dan rambut bagi individu yang ingin berqurban hewan ternak memang masih menjadi perdebatan sebab berhubungan dengan pahala qurban dalam islam. Perdebatan ini tidak hanya terjadi belakangan, seperti yang terlihat di medsos, tetapi juga sudah didiskusikan oleh ulama terdahulu. Permasalahan ini berawal dari perbedaan ulama dalam memahami hadits riwayat Ummu Salamah […]

The post Hukum Potong Kuku Sebelum Kurban appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Boleh atau tidaknya potong kuku dan rambut bagi individu yang ingin berqurban hewan ternak memang masih menjadi perdebatan sebab berhubungan dengan pahala qurban dalam islam. Perdebatan ini tidak hanya terjadi belakangan, seperti yang terlihat di medsos, tetapi juga sudah didiskusikan oleh ulama terdahulu.

Permasalahan ini berawal dari perbedaan ulama dalam memahami hadits riwayat Ummu Salamah yang terdokumentasi dalam banyak kitab hadits. Ia pernah mendengar Rasulullah SAW berkata:

إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي

Artinya, “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan individu di antara kamu hendak berqurban hewan ternak, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berqurban hewan ternak,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).

Pemahaman ulama terhadap hadits ini dapat dipilah menjadi dua kategori yakni keutamaan ibadah qurban. Sumber pertama memahami hadits ini mengatakan bahwa Nabi SAW melarang individu yang berqurban hewan ternak memotong kuku dan rambutnya. Sementara sumber kedua mengatakan, yang dilarang itu bukan memotong kuku dan rambut individu yang berqurban hewan ternak (al-mudhahhi), tetapi hewan qurban (al-mudhahha). Uraiannya sebagai berikut.

Pandangan Sumber Pertama

Sumber pertama mengatakan hadis yang berhubungan dengan kesalahan dalam ibadah qurban di atas bermaksud larangan Nabi untuk tidak memotong rambut dan kuku bagi individu yang ingin berqurban hewan ternak. Larangan tersebut dimulai dari sejak awal sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Artinya, ia diperbolehkan memotong kuku dan rambutnya setelah selesai qurban.

Kendati kelompok pertama sepakat akan pemaknaan hadits ini ditujukan untuk individu berqurban hewan ternak, namun mereka berbeda sumber terkait maksud dan implikasi larangan Nabi tersebut: apakah berimplikasi pada kerahaman? Makruh? Atau hanya mubah saja? Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyimpulkan.

الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه

Artinya, “Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi individu yang berqurban hewan ternak, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah bersumber memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong, dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.

Ada ulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan

Itulah sumber ulama terkait kebolehan potong kuku dan rambut pada saat berqurban hewan ternak yakni larangan saat qurban. Ada ulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan. Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, hikmah dari kesunahan ini ialah agar seluruh tubuh di akhirat kelak diselamatkan dari api neraka. Sebab sebagaimana diketahui, ibadah qurban dapat menyelamatkan individu dari siksa api neraka.

Selain itu, ada pula yang bersumber bahwa larangan potong rambut dan kuku ini disamakan individu yang ihram yakni hikmah ibadah qurban bagi seorang muslim. Artinya, selama sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah tidak dibolehkan potong rambut dan kuku sebagaimana halnya individu ihram. Sumber ini dikritik oleh sebagian ulama karena analoginya tidak tepat. Imam An-Nawawi mengatakan sebagai berikut.

قال أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار وقيل للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم

Artinya, “Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang bersumber, karena disamakan (tasyabbuh) dengan individu ihram. Menurut ashab kami, sumber ini tidak tepat, karena menjelang qurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi individu ihram.

Pandangan Sumber Kedua

Sumber kedua menyatakan bahwa yang dilarang itu bukan memangkas rambut individu yang berqurban hewan ternak ataupun memotong kukunya, tetapi memotong bulu dan kuku hewan qurban. Alasannya, karena bulu, kuku, dan kulit hewan qurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhirat kelak.

Pandangan ini sebetulnya tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Maka dari itu, Mula Al-Qari menyebut ini sumber gharib (aneh/unik/asing). Ia mengatakan dalam Mirqatul Mafatih.

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

Artinya, “Ada sumber gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang diqurbankan.”

Sumber yang dikatakan asing oleh Mula Al-Qari ini, belakangan dikuatkan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan, hadits ini perlu dikomparasikan dengan hadits lain. Pemahaman matan hadits tidak akan sempurna jika hanya memahami satu hadits. Sebab itu, almarhum sering menegaskan Al-hadits yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (hadits saling menafsirkan antara satu dengan lainnya).

Dalam disiplin pemahaman hadits (fiqhul hadits atau turuqu fahmil hadits) dikenal istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits). Teori ini digunakan untuk menelusuri ‘illat atau maksud satu hadits. Terkadang dalam satu hadits tidak disebutkan ‘illat dan tujuan hukumnya sehingga perlu dikomparasikan dengan hadits lain yang lebih lengkap, selama ia masih satu pembahasan. Terlebih lagi, ada satu hadits yang maknanya umum, sementara pada hadits lain, dalam kasus yang sama, maknanya lebih spesifik dan jelas.

Menurut Kiai Ali, memahami hadis Ummu Salamah di atas perlu dikomparasikan dengan riwayat ‘Aisyah yang berbunyi sebagai berikut.

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
Artinya, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berqurban hewan ternak.  Karena ia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya,  pahala qurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berqurban hewan ternak (HR Ibnu Majah).
Begitu pula dengan hadits riwayat al-Tirmidzi:

لصاحبها بكل شعرة حسنة

Artinya, “Bagi individu yang berqurban hewan ternak, setiap helai rambut (bulu hewan qurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan pertimbangan dua hadits ini, Kiai Ali menyimpulkan bahwa yang dilarang Nabi itu bukan memotong rambut dan kuku individu yang berqurban hewan ternak, tapi hewan qurban. Karena, rambut dan kuku hewan itulah yang nanti menjadi saksi di akhirat kelak. Almarhum Kiai Ali mengatakan.

فالعلة في تحريم قطع الشعر والأظافر ليكون ذلك شاهدا لصاحبها يوم القيامة وهذا الإشهاد إنما يناسب إذا كان المحرم من القطع شعر الأضحية وأظافرها، لا شعر المضحى

Artinya, “’Illat larangan memotong rambut dan kuku ialah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong  bulu dan kuku hewan qurban, bukan rambut individu yang berqurban hewan ternak.”

Menurut Hadist

Pertama, ketentuan larangan memotong rambut dan kuku bagi yang hendak berqurban hewan ternak, berlaku jika yang bersangkutan sudah memiliki niat untuk berqurban hewan ternak dan telah masuk tanggal 1 Dzulhijah. Ini berdasarkan hadis dari Ummu Salamah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Apabila telah masuk sepuluh pertama Dzulhijah, dan kalian ingin menyembelih qurban maka janganlah dia memotong rambut dan kukunya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1977).

Karena itu, jika ada individu muslim yang baru berniat qurban setelah masuk tanggal 7 Dzulhijah, maka dia mulai tidak potong kuku atau rambut, sejak tanggal itu.

Keterangan Syekh Abdullah Al-Jibrin yang dikutip dalam Syabakah Al-Alukah, beliau menyatakan:

ومن عزم على الأضحية في وسط العشر فإنه يمتنع من الأخذ في بقية العشر ولا يضره ما أخذه في أول العشر قبل عزمه على الأضحية

“Siapa yang berkeinginan untuk berqurban hewan ternak di pertengahan 10 Dzulhijah maka dia dilarang memotong kuku dan rambutnya di sisa harinya. Dan tidak masalah dengan tindakannya memotong kuku dan rambut di awal Dzulhijah, sebelum dia berniat untuk berqurban hewan ternak.”

Kedua, tidak ada hubungan antara larangan memotong kuku atau rambut dengan keabsahan qurban. Artinya, sekalipun ada individu yang memotong rambut dan kukunya, baik karena tidak tidak tahu atau dilakukan dengan sengaja maka qurban yang dia lakukan tetap sah. Lebih dari itu, individu yang melanggar larangan hadis di atas, jangan sampai menjadikannya sebagai alasan untuk membatalkan rencana qurbannya. Syekh Abdullah Al-Jibrin mengatakan:

وهكذا لا يترك الأضحية إذا كان قد أخذ من شعره أو من أظفاره ولو متعمداً

“Demikian pula, jangan sampai seindividu meninggalkan rencana qurban karena dia telah memotong rambut atau kukunya, meskipun dilakukan dengan sengaja.” (Majlis Al-Alukah)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Syekh Al-Jarullah. Setelah beliau menjelaskan larangan memotong rambut dan kuku bagi individu yang hendak berqurban hewan ternak, beliau mengatakan:

ولكن يجب أن يعلم أن من أخذ شيئًا من شعره أو أظفاره فلا يمنعه ذلك من الأضحية وعليه أن يستغفر الله ويتوب إليه.

“Hanya saja, wajib untuk diketahui, bahwa individu yang memotong rambut dan kukunya, jangan menjadikannya sebagai sebab untuk meninggalkan rencana qurbannya. Dan dia wajib memohon ampun kepada Allah dan bertaubat (karena melanggar larangan memotong kuku).” (As-ilah Wa Ajwibah Muhimmah, hlm. 33)


Kesimpulan

Kedua sumber di atas merupakan upaya masing-masing ulama memahami dalil. Yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa konteks hadits di atas tertuju bagi individu yang berqurban hewan ternak saja, bukan untuk semua individu. Bagi individu yang tidak berqurban hewan ternak, tidak ada soal jika ia akan memangkas rambut atau memotong kukunya.

Menurut pandangan kami pribadi, kedua sumber di atas dapat diamalkan sekaligus: selama menunggu proses qurban, lebih baik tidak memangkas rambut ataupun memotong kuku, bila itu memang tidak diperlukan.

Namun andaikan, kukunya sudah panjang dan kotor, dan rambutnya sudah panjang dan berkutu, silakan dipotong dan qurbannya tetap dilanjutkan. Sebab memotong rambut tersebut tidak berimplikasi pada sah atau tidaknya qurban. Kemudian untuk mengakomodasi sumber kedua, jangan sampai kita mematahkan tanduk, kuku, ataupun memangkas bulu hewan qurban, karena kelak ia akan menjadi saksi di hadapan Allah SWT.

Sampai jumpa di artikel berikutnya.. terima kasih.

The post Hukum Potong Kuku Sebelum Kurban appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Berqurban Atas Nama Orang Meninggal https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-berqurban-atas-nama-orang-meninggal Wed, 27 Jun 2018 09:49:50 +0000 https://dalamislam.com/?p=3685 Hari raya Idul Adha menjelang dan musim haji akan segera datang. Sebagian dari umat muslim di seluruh dunia akan memenuhi dan mengelilingi ka`bah untuk menunaikan kewajibannya beribadah haji bagi yang mampu. Untuk menyambut datangnya lebaran haji ini umat muslim di sunahkan untuk berkurban di hari raya haji bagi mereka yang telah memenuhi syarat untuk bisa […]

The post Hukum Berqurban Atas Nama Orang Meninggal appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hari raya Idul Adha menjelang dan musim haji akan segera datang. Sebagian dari umat muslim di seluruh dunia akan memenuhi dan mengelilingi ka`bah untuk menunaikan kewajibannya beribadah haji bagi yang mampu.

Untuk menyambut datangnya lebaran haji ini umat muslim di sunahkan untuk berkurban di hari raya haji bagi mereka yang telah memenuhi syarat untuk bisa ikut berkurban, karena berkurban termasuk pada amalan di hari raya idul adha. Hukum qurban dalam Islam adalah Sunnah Muakkad yang telah dijelaskan dalam dalil berikut :

“Hukum berkurban adalah sunnah muakkad yang bersifat kifayah apabila jumlahnya dalam satu keluarga banyak, maka jika salah satu dari mereka sudah menjalankannya maka sudah mencukupi untuk semuanya jika tidak maka menjadi sunnah ain. Sedangkan mukhatab (orang yang terkena khitab) adalah orang islam yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi asy-Syuja’, Bairut-Maktab al-Buhuts wa ad-Dirasat, tt, juz, 2, h. 588).

Sedangkan keutamaan berkurban dan hikmah qurban Idul Adha adalah :

  • Untuk menjalankan perintah Allah SWT.
  • Mendapatkan ridho Allah SWT.
  • Membawa diri untuk bisa menjadi lebih baik
  • Mengajarkan diri untuk bisa saling berbagi kepada saudara muslim lainnya yang kurang mampu.
  • Mendapatkan pahala karena telah menjalankan sunah-Nya.
  • Dan berbagai kebaikan lainnya.

Setiap tahunnya banyak umat muslim yang ikut berkurban demi mendapatkan hikmah dan pahala di hari raya Idul Adha. Dan terkadang ada kalanya kita ingin memberikan pahala qurban ini untuk orang tua atau keluarga lainnya yang telah meninggal dunia. Namun hukum berqurban atas nama orang meninggal adalah tidak sah, karena menurut para ulama kebanyakan berkurban di hari raya Idul Adha itu membutuhkan niat dari orang yang berkurban.

Dan lain kata jika almarhum atau almarhumah pernah berwasiat untuk diqurbankan, maka hukumnya dibolehkan. Berikut penjelasan mengenai hukum berqurban atas nama orang meninggal menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321 :

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani”

Meski demikian, terdapat juga pandangan lain yang membolehkan hukum berqurban atas nama orang meninggal yang dimaksudkan sebagai sedekah untuk orang yang telah meninggal tersebut dengan berdasarkan pada dalil berikut ini :

“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406).

Jadi ada dua pendapat ulama tentang hukum berqurban atas nama orang meninggal ini, yakni tidak sah karena harus ada niat dari orang yang berkurban itu sendiri dan sah apabila diniatkan untuk bersedekah kepada almarhum atau almarhumah tersebut. Ada baiknya juga untuk mengetahui tata cara Qurban Idul Adha agar pahala dari amalan Idul Adha menjadi sempurna.

The post Hukum Berqurban Atas Nama Orang Meninggal appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Qurban Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-qurban-dalam-islam Fri, 18 Aug 2017 08:18:22 +0000 http://dalamislam.com/?p=1916 Kebanyakan para ulama fiqih dari mazhab Syafi’i, Hambali dan Maliki berkata jika qurban hukumnya sunnat muakkad dan tidak diperkenankan atau makhruh untuk meninggalkannya untuk seseorang yang sudah memiliki harta berlebih. Sementara jika menurut mazhab Hanafi adalah hukumnya wajib bagi mereka yang mampu. Ukuran mampu dalam berqurban pada dasarnya sama dengan ukuran kemampuan dalam shadaqah yakni […]

The post Hukum Qurban Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Kebanyakan para ulama fiqih dari mazhab Syafi’i, Hambali dan Maliki berkata jika qurban hukumnya sunnat muakkad dan tidak diperkenankan atau makhruh untuk meninggalkannya untuk seseorang yang sudah memiliki harta berlebih. Sementara jika menurut mazhab Hanafi adalah hukumnya wajib bagi mereka yang mampu. Ukuran mampu dalam berqurban pada dasarnya sama dengan ukuran kemampuan dalam shadaqah yakni memiliki kelebihan harta atau uang sesudah kebutuhan sandang, pangan dan papan tercukupi dan kebutuhan penyempurna yang lazim untuk seseorang.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil bersabda: “Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku.

Artikel terkait:

Hukum Qurban Menurut Syariat Islam

Menurut syariat, qurban merupakan sebuah kegiatan menyembelih hewan kurban yang dilaksanakan sesudah menunaikan shalat Idhul Adha. Berkurban merupakan bentuk dari rasa syukur yang dipertuntukkan bagi seluruh umat muslim sebagai bentuk dari ungkapan syukur untuk Allah SWT atas karunia serta nikmat yang sudah diberikan.

Beberapa ulama memberikan penjelasan jika hukum berqurban adalah wajib bagi yang mampu, akan tetapi untuk umat muslim yang kurang mampu, maka gugurlah kewajiban itu. Qurban adalah salah satu dari ibadah sunnah yang tidak boleh untuk ditinggalkan sebab Allah SWT sangat cinta pada hamba yang ingin memakai sebagian hartanya untuk keperluan ibadah.

A. Hukum Kurban Patungan

Seperti yang diketahui, untuk seekor sapi dapat diqurbankan untuk tujuh orang, sementara seekor unta bisa dikurbankan untuk sepuluh orang. Ini mengartikan jika seseorang tidak mampu untuk membeli seekor sapi, maka biayanya bisa dilakukan dengan cara patungan maksimal tujuh orang dna setiap orang dari ketujuh orang tersebut dapat meniatkan qurban untuk diri sendiri dan keluarga masing-masing. Dengan begitu, qurban patungan diperbolehkan bahkan juga dianjurkan untuk semakin memeriahkan syariat qurban itu sendiri.

Artikel terkait:

B. Hukum Qurban Arisan

Apabila qurban patungan diperbolehkan, maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan cara arisan qurban dan para ulama sendiri juga mengijinkan utang untuk berkurban seperti salah satunya adalah arisan. Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan adalah peserta arisan harus diusahakan merupakan orang yang sudah siap dalam segi materi atau bisa membayar sejumlah nominal yang sudah ditetapkan sejak awal. Harga hewan qurban yang selalu berubah-ubah di setiap tahun juga membuat nominal akan lebih baik dilebihkan dari harga standar hewan qurban tersebut.

C. Hukum Qurban Belum Aqiqah

Perbedaan dari aqiqah dan kurban adalah dari segi waktu melakukannya. Qurban dilakukan pada tanggal 10 sampai 14 Dzuhijjah, sementara aqiqh bisa dilakukan kapan saja. Apabila ada seseorang yang ingin melakukan qurban namun belum aqiqah, maka laksanakan dan segera dahulukan niat qurban meskipun belum aqiqah. Ini disebabkan karena terbatasnya waktu untuk melaksanakan qurban sedangkan aqiqah bisa dilakukan kapan saja tanpa ada batasan waktu.

D. Hukum Kurban Nadzar

Orang yang sudah bernadzar untuk qurban maka hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan dan ada dua poin terpenting dalam hal yang berhubungan dengan kurban nadzar, yakni:

  • Untuk nadzar qurban wajib membagikan semua daging hewan qurban dan yang berkurban tidak boleh memakan dagingnya menurut madzhab Syafi’i, Hanafi dan sebagian madzhab Hambali.
  • Jika hewan qurban nadzar beranak maka anaknya juga ikut menjadi korban nadzar menurut madzhab Syafi’i dan Hambali.

Artikel terkait:

E. Hukum Qurban Berdasar Empat Madzhab

Ibadah qurban merupakan ibadah yang mempunyai keutamaan dan untuk pemilihan hewan qurban bisa disesuaikan dengan kemampuan. Ada juga pendapat dari beberapa kalangan ulama dalam menentukan hukum qurban dalam Islam dan berkaitan dengan hukum kurban berdasarkan empat madzhab adalah sebagai berikut.

  • Madzhab Syafi’i

Madzhab Syafi’i mempunyai pendapat jika ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad yakni sunnah yang diutamakan akan tetapi hukumnya bisa juga berubah menjadi makruh untuk orang yang sebenarnya mampu tetapi tidak ingin melaksanakan ibadah qurban tersebut.

  • Madzhab Maliki

Madzhab Maliki juga memiliki pendapat yang serupa dengan madzhab Syafi’i yakni ibadah qurban hukumnya adalah sunnah muakkad yakni sunnah yang diutamakan akan tetapi hukumnya bisa berubah menjadi makruh untuk orang yang sebenarnya mampu akan tetapi tidak melakukan ibadah qurban tersebut.

  • Madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi berpendapat jika hukum qurban dalam Islam adalah wajib untuk dilakukan sekali dalam setiap tahunnya. Pendapat ini mempunyai dasar hukum yang sangat jelas yakni berdasarkan firman Allah SWT. Namun, meski pun begitu, masih juga ada beberapa ulama dari madzhab Hanafi yang tidak sama pendapatnya dan menyatakan jika hukumnya adalah sunnah muakkad.

  • Madzhab Hambali

Madzhab Hambali juga memberi pernyataan jika qurban dalam Islam hukumnya adalah wajib, akan tetapi hukum ini masih bisa berubah menjadi sunnah apabila dilakukan oleh seseorang yang kurang mampu.

Akan tetapi, ulama dari semua madzhab juga sepakat jika hukum qurban dalam Islam akan menjadi wajib apabila sudah bernazar sehingga wajib dilakukan dengan baik dalam keadaan mempunyai atau tidak mempunyai uang karena sudah bernazar.

Dalil Tentang  Qurban

Berikut ini adalah dalil baik Al – Qur’an dan Al’hadits tentang berqurban, yaitu:

a. Al-Qur’an

  1. Al-Qur’an S. Al-Kautsar: 1 – 2

“Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.”

  1. Al-Qur’an S. Al-Hajj: 37

”Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

  1. Al-Qur’an S. Al-Hajj: 36

“Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.”

Artikel terkait:

b. Hadits Berkaitan Dengan Kurban

  1. Hadits dari Anas bin Malik

”Biasanya Nabi biasanya berkurban dengan dua ekor kambing kibas putih yang bagus dan bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kakinya di samping binatang itu.” Dalam suatu lafadz: ”beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri.” Dalam suatu lafadz: ”dua ekor kambing gemuk.” Menurut Abu Awanah: ”dua ekor kambing yang mahal.” dengan menggunakan huruf tsa, bukan siin. Dalam lafadz Muslim: ”Beliau membaca Bismillaahi walloohu akbar.”

Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat Ied kami.” HR. Ahmad dan ibn Majah.

2. Hadits Zaid ibn Arqam

Ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn Majah

“Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang di antara kalian yang ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” HR. Muslim

  1. Hadits dari Aisyah

”Beliau pernah memerintahkan untuk dibawakan dua ekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah kambing tersebut kepada beliau untuk dijadikan kurban. Beliaupun berkata kepada Aisyah, ’Wahai Aisyah, ambilkan pisau.’ Kemudian beliau mengambilnya, membaringkannya dan menyembelihnya seraya berdoa: ’Bismillaah, alloohumma taqobbal min muhammadin wa’aali muhammad, wa min ummati muhammad.”

  1. Hadits sahih riwayat Muslim

Kami keluar bersama Rasulullah berihram haji, lalu Nabi memerintahkan kami untuk patungan (kurban) dari hewan unta dan sapi. Setiap 7 (tujuh) orang dari kami berkurban 1 unta.

  1. Hadits riwayat jamaah (segolongan ahli hadits)

Kami berkurban sapi bersama Nabi Muhammad untuk 7 (tujuh) orang dan 1 (satu) unta untuk 7 (tujuh) orang.

  1. Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu

“Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku”

  1. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.”

  1. Mikhnaf bin Sulaim Al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu

“Kami berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di setiap tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah.”

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan juga fuqaha atau ahli fiqih memberi pernyataan jika hukum qurban dalam Islam adalah sunnah muakkadah atau utama dan tidak ada satu orang pun yang menyatakan jika hukumnya adalah wajib kecuali Abu Hanifah [Tabi’in].

Demikian penjelasan lengkap bagaimana hukum qurban dalam islam di sesuaikan dengan dalil-dalil Al-Quran serta Al-hadits, juga pendapat para ulama yang menguatkannya. Semoga informasi ini memiliki manfaat bagi kita semua, Aamiin, ya Rabbal A’lamin.

The post Hukum Qurban Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>