istri Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/istri Mon, 22 Feb 2021 08:41:54 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png istri Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/istri 32 32 Belajar Menjadi Istri dari Kisah Sayyidah Fatimah https://dalamislam.com/sejarah-islam/belajar-menjadi-istri-dari-kisah-sayyidah-fatimah Mon, 22 Feb 2021 08:40:12 +0000 https://dalamislam.com/?p=9478 Saudaraku seiman, mungkin banyak dari kita yang menganggap menjadi istri identik dengan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Sehingga banyak perempuan merasa pekerjaan rumah tangga sangat melelahkan. Tidak banyak perempuan yang lebih memilih menyewa asisten rumah tangga agar dirinya terhindar dari pekerjaan yang melelahkan tersebut. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, marilah kita menyimak dan mengambil ibroh […]

The post Belajar Menjadi Istri dari Kisah Sayyidah Fatimah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Saudaraku seiman, mungkin banyak dari kita yang menganggap menjadi istri identik dengan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Sehingga banyak perempuan merasa pekerjaan rumah tangga sangat melelahkan.

Tidak banyak perempuan yang lebih memilih menyewa asisten rumah tangga agar dirinya terhindar dari pekerjaan yang melelahkan tersebut. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, marilah kita menyimak dan mengambil ibroh dari penggalan hadits berikut ini.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa suatu hari Nabi Muhammad SAW pergi menuju rumah Fatimah RA. Nabi Muhammad SAW masuk dan menemui anaknya, Sayyidah Fatimah RA. Nabi Muhammad SAW sedang mendapati anaknya sedang menggiling biji gandum dengan susah payah.

Sayyidah Fatimah RA tampak kelelahan, berkeringat hingga menangis karena menggiling biji gandum tersebut dengan sangat susah payah. Nabi Muhammad Saw bertanya kepada Sayyidah Fatimah RA, ‘Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Fatimah?’

Sayyidah Fatimah RA menjawab, ‘Wahai ayahku, aku menangis karena gilingan ini sudah tua sehingga menyebabkan aku terlalu lelah ketika menggiling biji gandum ini.’ Melihat keluhan Sayyidah Fatimah ra, Nabi Muhammad SAW pun duduk di samping Sayyidah Fatimah RA. Kemudian Sayyidah Fatimah ra berkata kepada Nabi Muhammad SAW, ‘Wahai ayahku, mohon sampaikan permintaanku kepada suamiku (Sayyidina Ali karamallahu wajhah) untuk segera membelikan gilingan baru sehingga dapat meringankan pekerjaanku di rumah.’

Mendengar permintaan Sayyidah Fatimah RA, Nabi Muhammad SAW pun berdiri dan menuju gilingan itu kemudian menyentuhnya. Kemudian Nabi Muhammad SAW membaca bismillah dan berkata kepada gilingan tersebut agar berputar lebih cepat. Dengan izin Allah, gilingan tersebut seolah berputar sendiri sehingga biji gandum yang digiling Sayyidah Fatimah RA seketika halus menjadi tepung.

Gilingan itu pun berkata kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang fasih, ‘Ya Rasulallah, demi Dzat yang mengutus Engkau sebagai Nabi dan rasul yang haq, sekiranya Engkau memerintahku untuk menghaluskan semua biji gandum dari barat ke timur, niscaya aku akan melakukannya. Aku teringat Allah SWT telah berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di dalamnya dijaga oleh malaikat yang keras dan tidak pernah berdurhaka kepada perintah Allah SWT’. Ya Rasulullah, aku khawatir menjadi batu yang dijadikan Allah bahan bakar di neraka kelak.’ Kemudian Nabi Muhammad SAW menjawab, ‘Wahai batu gilingan, janganlah khawatir akan nasibmu, karena kelak engkau akan menjadi batu yang dijadikan bangunan megah untuk Sayyidah Fatimah RA.’

Nabi Muhammad SAW melanjutkan pembicaraannya dengan Sayyidah Fatimah RA, ‘Wahai anakku Fatimah, seandainya Allah SWT menghendaki gilingan itu berputar sendiri sehingga dapat meringankan pekerjaanmu, maka akan terjadi. Namun Allah tidak menghendaki demikian karena akan dicatat bagimu kebaikan-kebaikan, dihapus keburukanmu, dan diangkat derajatmu. Wahai Fatimah, setiap engkau menggiling biji gandum untuk kebutuhan keluargamu, maka Allah SWT akan menuliskan kebaikan dan menghapus keburukanmu, serta mengangkat derajatmu. Wahai Fatimah, setiap engkau berkeringat karena memenuhi kebutuhan keluargamu, maka Allah akan jadikan tujuh hijab bagimu melihat api neraka. Wahai Fatimah, setiap engkau merawat anakmu dan suamimu serta mencucikan pakaian mereka, maka Allah beri pahala seperti pahala memberi makan seribu orang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang tunabusana. Namun dari itu semua, ridho suami yang diberikan  kepadamu jauh lebih baik bagimu. Karena jika suamimu ridho maka Allah pun ridho kepadamu.’

Sahabat seiman, belajar dari hadits di atas, maka kita dapat mengambil pelajaran bahwa seorang istri berpeluang meraih derajat yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat. Seorang istri memiliki kesempatan yang luas untuk meraih ridho Allah.

Cara terbaik bagi seorang istri dalam meraih ridho Allah adalah dengan meraih ridho suaminya sendiri. Sungguh berbahagia seorang istri yang mengabdikan dirinya, waktunya, dan tenaganya untuk merawat keluarganya, sebab nantinya dia akan dimuliakan oleh Allah SWT kelak di surga.

The post Belajar Menjadi Istri dari Kisah Sayyidah Fatimah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Hal yang Boleh Disembunyikan Istri dari Suami Menurut Islam https://dalamislam.com/info-islami/hal-yang-boleh-disembunyikan-istri-dari-suami-menurut-islam Sun, 05 May 2019 11:24:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=6604 Setelah seorang laki-laki dan perempuan telah sah menjadi suami istri, maka keduanya akan menjalani kehidupan bersama. Kebersamaan mereka setiap hari dan bahkan setiap waktunya akan menimbulkan sikap keterbukaan di antara keduanya. Sehingga hampir tidak ada yang bisa ditutupi oleh suami maupun istri. Dalam suatu hadits dikatakan bahwa setiap apapun yang hendak dilakukan sang istri, maka […]

The post 3 Hal yang Boleh Disembunyikan Istri dari Suami Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setelah seorang laki-laki dan perempuan telah sah menjadi suami istri, maka keduanya akan menjalani kehidupan bersama. Kebersamaan mereka setiap hari dan bahkan setiap waktunya akan menimbulkan sikap keterbukaan di antara keduanya. Sehingga hampir tidak ada yang bisa ditutupi oleh suami maupun istri.

Dalam suatu hadits dikatakan bahwa setiap apapun yang hendak dilakukan sang istri, maka ia wajib meminta ijin kepada suaminya.

“Janganlah seorang istri menginfakkan suatu (harta dari dalam rumah suaminya melainkan dengan seizinnya.” Beliau kemudian ditanya, “Tidak pula makanan, wahai Rasullah? “Beliau menjawab, “Itu adalah hata kami yang paling utama,”

(HR Ahmad dan Tirmidzi)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda, 

“Hak kalian (para suami, –pen.) atas mereka (para istri, -pen.) adalah mereka tidak memasukkan seorang pun—yang tidak kalian sukai—ke rumah kalian. Jika mereka melakukannya,pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menimbulkan bekas.” 

(HR. Muslim no. 1218)

Walaupun sikap keterbukaan antara suami dan istri begitu penting. Namun, ada beberapa hal yang boleh disembunyikan istri dari suami menurut Islam. Apakah itu? Simaklah ulasannya berikut ini.

1. Menyembunyikan Amalan Shaleh

Setiap amal shaleh yang kita kerjakan memang sebaiknya disembunyikan. Cukuplah diri kita dan Allah saja yang mengetahuinya. Tidak perlu diceritakan pada orang lain atau mempostingnya dalam sosial media agar orang lain mengetahuinya. Mengapa?

Baca juga :

Mengumbar amal shaleh diri kita dikhawatirkan akan menimbulkan sifat riya terhadap diri sendiri dan hasad pada orang lain. Yang imbasnya akan membawa pada perilaku yang negatif.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu

(QS. Al Baqarah: 271)

Menyembunyikan amalan shaleh kita terhadap sepengetahuan suami juga diperbolehkan. Namun, apabila seorang istri ingin melaksanakan puasa sunnah, hendaklah ia meminta izin pada suaminya terlebih dahulu.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi istri berpuasa (sunnah, –pen.) dalam keadaan suaminya ada di rumah, kecuali dengan izin sang suami.”

(Hadits shahih, riwayat al-Bukhari 7/39, Muslim dengan syarah an-Nawawi 7/115 dan lain-lain)

2. Menyembunyikan Beberapa Aib

Hal yang boleh disembunyikan istri dari suami menurut Islam selanjutnya ialah aib seorang istri. Beberapa aib seorang istri sebaiknya tetap disembunyikan dari suaminya, sebab bila diutarakan dikhawatirkan dapat menyebabkan kerenggangan dalam rumah tangga mereka. Berikut ini dalil tentang hukum menutup aib orang lain.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat.

Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.”

(HR. Tirmidzi)

3. Menyembunyikan Kemaksiatan

Seorang istri hendaknya menyembunyikan kemaksiatan yang terjadi antara dirinya dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana yang tertuang dalam dalil di bawah ini.

Baca juga :

Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ : يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Seluruh umatku diampuni kecuali al-mujaahirun (orang yang melakukan al-mujaaharah). Dan termasuk bentuk al-mujaaharah adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi hari Allah telah menutupi dosanya namun dia berkata, “Wahai fulan semalam aku telah melakukan dosa ini dan itu.” Allah telah menutupi dosanya di malam hari, akan tetapi di pagi hari dia membuka kembali dosa yang telah ditutup oleh Allah tersebut.”

(Shahih. HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah 3 hal yang boleh disembunyikan istri dari suami menurut Islam. Semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca sekalian agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

Aamiin, insya Allah.

The post 3 Hal yang Boleh Disembunyikan Istri dari Suami Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menceritakan-masalah-rumah-tangga Fri, 22 Feb 2019 01:58:24 +0000 https://dalamislam.com/?p=5487 Membangun rumah tangga dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Pernikahan dalam Islam menjadi sunnah Rasulullah yang memberikan banyak sekali pahala sepanjang hidup. Namun setiap rumah tangga tidaklah selalu mulus saja. Ada saja masalah dalam rumah tangga yang terkadang menimbulkan keributan antara suami dan istri. Permasalahan yang timbul dalam pernikahan kadang kala membuat […]

The post Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Membangun rumah tangga dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Pernikahan dalam Islam menjadi sunnah Rasulullah yang memberikan banyak sekali pahala sepanjang hidup.

Namun setiap rumah tangga tidaklah selalu mulus saja. Ada saja masalah dalam rumah tangga yang terkadang menimbulkan keributan antara suami dan istri. Permasalahan yang timbul dalam pernikahan kadang kala membuat kita jengkel sehingga menceritakan kepada teman tentang permasalahan tersebut.

Menceritakan masalah rumah tangga pada teman sebenarnya tidak dilarang, hanya saja ada aturan tertentu yang harus diperhatikan ketika menceritakan masalah rumah tangga pada orang lain. Menceritakan masalah rumah tangga juga pernah dilakukan oleh Fatimah. Dan kali ini akan dibahas hukum menceritakan masalah rumah tangga.

Baca juga:

Pahala Bagi Pasangan yang Mampu Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga dengan Baik

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha, dan beliau tidak melihat Ali di rumah. Spontan beliau bertanya: “Di mana anak pamanmu?” ‘Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku.’

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali. ‘Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.’ Datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid, dan ketika itu Ali sedang tidur, sementara baju atasannya jatuh di sampingnya, dan dia terkena debu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap debu itu, sambil mengatakan,

قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ

Bangun, wahai Abu Thurab… bangun, wahai Abu Thurab…” (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)

Dari riwayat di atas jelas bahwa masalah rumah tangga adalah sesuatu yang biasa terjadi. Namun bagi pasangan yang mampu menghadapi masalah rumah tangga dengan baik, maka pahala pada mereka.

Baca juga:

Berceritalah Tentang Masalah yang Dihadapi Kepada Orang yang Bisa di Percaya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).

Menceritakan permasalahan rumah tangga pada orang lain hendaknya memilih orang yang benar-benar bisa dipercaya sehingga rahasia rumah tangga pun bisa dijaga dengan baik.

Allah berfirman,

وَ شَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ

Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)

Baca juga :

Tidak Baik Menceritakan Rahasia atau Keburukan Pasangan Kepada Orang Lain

Jangan pula menyebarkan rahasia rumah tangga yang penting seperti rahasia ranjang.

Abi Sa’id al Khudri ra. menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling buruk tempatnya disisi Allah pada hari kiamat adalah : suami yang memberitahu rahasia kepada istrinya dan istrinya pun memberitahukan kepadanya, kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pemiliknya.” (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat lain, “Sesungguhnya amanat yang paling besar disisi Allah pada hari kiamat adalah suami yang memberi tahu rahasia kepada istrinya, dan istrinya memberi tahu rahasia kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim)

Janganlah Mengatakan Keburukan Pasangan Kepada Orang Lain

Menceritakan masalah rumah tangga juga hendaknya dengan menggunakan kata-kata yang baik tanpa menjelek-jelekkan pasangan.

Allah berfirman,

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ

“Allah tidak menyukai ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.” (An-Nisa: 148)

Dalam Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan,

لَا تَقُلْ لَهَا قَوْلًا قَبِيحًا وَلَا تَشْتُمْهَا وَلَا قَبَّحَكِ اللَّهُ

“Jangan kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/127).

Baca juga:

Allah SWT Menjadi Tempat Mengadu yang Paling Tepat

Meskipun dibolehkan, namun ada baiknya untuk tidak menceritakan masalah rumah tangga sembarangan. Mengadulah hanya pada Allah SWT.

Allah berfirman, “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. ” (QS Qaf: 16). 

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ

Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)

وَ إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al Baqarah: 186]

Rasul bersabda, “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “ (Hadits ini) hasan shahih.”]

Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS Ghafir: 60]

Rasulullah shalawaturrabbi wa salamuh ‘alaih juga pernah bersabda:

لَا تَعْجِزُوْ فِي الدُّعَاءِ فَإِنّهُ لَنْ يَهْلِكَ مَعَ الدُّعَاءِ أَحَدٌ

“Jangan kalian lemah (sedikit) dalam berdoa. Karena tidak akan binasa orang yang selalu berdoa.” [Direkam oleh Ibnu Hibban dalam Ash Shahih, Al Hakim dalam Al Mustadrak, Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah. Ketiganya menilainya shahih. Lihat Tuhfatudz Dzakirinhal. 31]

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum menceritakan masalah rumah tangga. Sungguh boleh menceritakan masalah rumah tangga demi mendapatkan solusi yang baik, namun perhatikan selalu setiap perkataan dan orang yang dituju. Jangan sampai hanya karena mengikuti emosi, lalu bercerita dengan penuh amarah sehingga menyebabkan masalah menjadi semakin runyam.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

The post Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
12 Hal yang Harus Ditanyakan Saat Lamaran Menurut Islam https://dalamislam.com/info-islami/hal-yang-harus-ditanyakan-saat-lamaran-menurut-islam Wed, 13 Feb 2019 08:03:02 +0000 https://dalamislam.com/?p=5404 Prosesi lamaran pernikahan yang berhubungan dengan hukum hantaran pernikahan dalam islam merupakan acara yang dinantikan oleh calon pengantin beserta keluarganya. Pada saat inilah, pihak keluarga pria secara resmi meminang sang mempelai wanita untuk memasuki jenjang pernikahan. Biasanya, acara lamaran dilakukan sekitar tiga hingga enam bulan sebelum hari pernikahan diadakan. Banyaknya ragam tradisi pernikahan seperti hukum […]

The post 12 Hal yang Harus Ditanyakan Saat Lamaran Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Prosesi lamaran pernikahan yang berhubungan dengan hukum hantaran pernikahan dalam islam merupakan acara yang dinantikan oleh calon pengantin beserta keluarganya. Pada saat inilah, pihak keluarga pria secara resmi meminang sang mempelai wanita untuk memasuki jenjang pernikahan. Biasanya, acara lamaran dilakukan sekitar tiga hingga enam bulan sebelum hari pernikahan diadakan.

Banyaknya ragam tradisi pernikahan seperti hukum nikah di masjid seringkali menimbulkan kebingungan ketika menyusun konsep dan rundown acara lamaran. Padahal, ada garis besar acara yang dapat diterapkan untuk lamaran baik secara adat ataupun menurut agama islam.

Lamaran menurut islam

Lamaran merupakan wasilah untuk memperkenalkan pasangan lelaki dan wanita yang seperti tunangan dalam islam yang akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Secara umum, tradisi di Indonesia pihak keluarga lelaki yang datang melamar wanita. Ketika melamar, ada amalan sunah yang perlu diperhatikan. Imam an Nawawi dalam kitab al Adzkar menyebutkan amalan amalan sunah tersebut sebagai berikut:

  • Diawali dengan doa

Disunahkan seseorang yang melamar (baik diri sendiri atau wakilnya) membaca hamdalah, bersyukur pada Allah, membaca shalawat untuk Nabi. Setelah itu, bacalah asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Kami datang kepada keluarga bapak untuk melamar putri bapak (sebutkan nama putri yang di lamar).”

  • Membawa tanda pinangan

Selain itu, hukum melakukan akad nikah dua kali sebagaimana umumnya tradisi di Indonesia, seorang pria membawakan cincin atau perangkat lainnya sebagai simbol bahwa wanita yang diberi cincin tersebut sudah dipinang. Hal ini juga disunahkan sebagaimana keumuman tekstual hadis Nabi riwayat Abu Hurairah berikut:

Saling berkirim hadiah lah kalian, karena saling mengirim hadiah itu dapat menghilangkan saling curiga di dalam hati” (HR at Tirmidzi).

  • Membawakan hadiah

Menurut al Mubarakfuri, pensyarah Sunan at Tirmidzi, hadis ini merupakan anjuran lamaran pernikahan menurut islam saling memberikan hadiah satu sama lain, walaupun hanya dengan hadiah yang sedikit untuk menanamkan rasa saling cinta dan menghilangkan rasa saling curiga.

Memberikan hadiah kepada calon istri tidak harus besar, namun juga tidak terlalu kecil. Berikanlah hadiah sesuai standar keluarga wanita istri saat dilamar, seperti ibunya, tantenya, dan lain sebagainya atau bisa juga memberikan hadiah sesuai yang umum di masyarakat istri tinggal.

Selain itu, menurut Syekh Wahbah al Zuhaili, rahimahullah, dalam pendapat yang kuat, apa yang diberikan oleh pria kepada wanita saat lamaran itu adalah hak sepenuhnya milik wanita, walaupun seandainya lamaran tersebut tidak sampai melangkah ke jenjang pernikahan.

Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya yang mendengar Rasulullah Saw. Bersabda:

Setiap wanita yang menerima mahar, hadiah (yang bukan bagian dari mahar), pemberian pengganti idah, sebelum terjadinya akad nikah maka semuanya itu adalah milik wanita. Namun bawaan yang dibawa pihak pria setelah terjadinya nikah, maka itu milik keluarga wanita” (HR Abu Daud). Pendapat ini diikuti oleh Umar bin Abdul Aziz, al Tsauri, Abu Ubaid, Malik, dan Zaidiyyah.

  • Membawa perangkat lainnya (Bawaan)

Dalam tradisi masyarakat tertentu, biasanya pihak pria diminta membawa bawa bawaan, selain mahar yang telah ditentukan. Bawaan tersebut biasanya berupa perabotan rumah tangga dan lain sebagainya. Biasanya, bawa bawaan tersebut digunakan oleh kedua mempelai ketika nanti sudah nikah.

Namun, ada juga pihak keluarga wanita yang mensyaratkan membawa uang sejumlah tertentu. Nah, apabila pihak pria menyanggupi dengan syarat tersebut, dan sudah terjadi akad nikah, maka pihak pria tidak boleh menuntut kembali uang tersebut apabila di kemudian hari terjadi perceraian.

Umumnya pada saat acara lamaran, akan ada penyampaian maksud dari kedatangan keluarga calon pengantin pria ke rumah calon pengantin wanita, ada beberapa hal yang wajib ditanyakan saat lamaran yang merupakan dasar dari hubungan atau kelanjutan dalam memasuki tahap berikutnya. Berikut 12 Hal yang Harus Ditanyakan Saat Lamaran Menurut Islam yang bisa Anda terapkan.

Pertanyaan untuk calon suami

1. Bagaimana Pemahaman Tentang Keluarga Serta Visi Misi Pernikahan

Bertanya mengenai pandangan calon pasanganmu mengenai makna berkeluarga, baik dalam pandangan agama atau secara global. Karena dari situ kita akan tahu, seberapa besar pengetahuan dia akan makna keluarga. Dan tanyakan juga mengenai visi dan misinya, apakah kalian memang sejalan atau tidak.

2. Bagaimana Ibadah Yang Dijalaninya

Sudah berapa lembar bacaan Qur’anmu setiap harinya, atau mungkin ibadah sunnah apa saja yang biasa dia lakukan, dan berapa banyak sholat Dhuha dan Tahajud dilakukannya dalam sepekan? Apakah Kamu menjauhi Bid’ah? Atau malah mengikuti adat turun temurun.

3. Bagaimana Pemahaman Tentang Peran, Hak dan Kewajiban Suami dan Istri

Kamu bisa menanyakan mengenai bagaimana sosok istri ideal baginya. Ini berkaitan erat dalam hal persepsi mengenai batasan, harapan dan mengenai berbagai hal terkait yang tak bisa lepas dalam peran sehari hari

4. Bagaimana Mengatur Emosi dan Konflik

Menikah adalah dimulainya ujian, Tak ada pernikahan yang luput dari konflik. Tanyakan hal apa yang biasanya memicu amarahmu (calon suami)?

5. Bagaimana Caranya Mengatur Diri dan Keuangan

Karena menikah berkaitan dengan kesiapan mental dan keuangan. Dan bagaimana ia mengatur kehidupannya sehari hari serta keuangannya. Agar tidak salah sangka atau tersinggung. Apakah suami memahami Qs: At  Talaq ayat 7 berikut juga Surah An Nissa ayat 5 dan 6 ?

6. Cukup tanya apa yg membuatnya tertarik?

Jangan tanya mengapa memilih saya, mengapa bukan yg lain, kan yg lain banyak yg jauh lebih cantik, lebih solehah, lebih pinter, lebih berada. Please, ini akan sangat menyinggung sang pria. Cinta tidak sesederhana pertanyaan itu. Kalau didesak, dia mungkin akan menambah hal hal yg tidak perlu.

Pertanyaan untuk calon istri

7. Gimana shalat lima waktunya?

Pertanyaan utama adalah nanya gimana solatnya. Kalau solatnya baik nggak bolong bolong, insya Allah itu satu tanda kalau dia bisa jadi makmum yang baik buat kita.

8. Gimana kedekatannya dengan Ayah?

Ayah adalah cinta pertama anak perempuan. Kalau dekat dengan Ayah, dia mempunyai teladan yang baik dalam memilih calon suaminya. Jadi dia nggak salah milih kamu tuh. Tapi cek juga siapakah yang memimpin keluarga? Apakah Ibunya atau sesuai fitrahnya, “Ayah nya”.

9. Sudah siapkah dia untuk mendidik anak?

Tanya kesiapan dia dalam mendidik anak. Komitmen mendidik anak ini penting karena jawaban akhwat tentang pertanyaan ini bisa menggambarkan sejauh mana pemahamannya tentang hak dan kewajiban istri.

10. Apa yang akan dia lakukan jika terjadi hal terburuk dalam pernikahan?

Coba deh tanyakan padanya bagaimana jika sewaktu waktu bahtera rumah tangga kalian dalam kondisi terpuruk. Entah itu kita dipecat dari pekerjaan, sakit berkepanjangan, atau yang lainnya. Kepada siapa dia menggadu? BAHAYA kalau bukan ke orang yang faqih dalam adab dan ilmu syariat

11. Tanyakan bagaimana selama ini dia mengelola uang?

Jangan sungkan untuk menanyakan bagaimana dia mengelola uang selama ini. Karena istri lah yang akan menjaga harta dan kehormatan suami.

12. Tanyakan kegemaran dan ketidaksukaan

Pertanyaan yang sederhana seperti bisa masak atau tidak juga penting untuk ditanyakan jika memang ingin memiliki istri yang pandai memasak. Kegemaran dan ketidaksukaannya pun tak boleh luput dari daftar pertanyaan Anda.

Metode Melamar Dalam Islam

Dalam Islam, metode atau cara untuk melamar bisa dilakukan dengan dua cara yakni tashri’ (تصريح) dan ta’ridh (تعريض).

  • Tashri’ adalah suatu penyampaian maksud lamaran yang diungkapkan dengan jelas dan tegas atau to the point.

Contoh untuk cara khitbah atau lamaran ini adalah seperti dengan mengucapkan:

“Saya melamar dirimu untuk kujadikan istriku”

atau bisa juga dengan mengucapkan:

“Bila masa iddahmu sudah selesai, Aku ingin menikahi dirimu”

  • Kemudian lamaran secara ta’ridh disampaikan dengan menggunakan kata bersayap yang bisa ditafsirkan menjadi khitbah atau juga bisa bermakna sesuatu yang lain yang bukan merupakan khitbah.

Secara sederhananya, lamaran secara ta’ridh ini diungkapkan seperti dengan cara sindiran seperti dengan cara mengucapkan:

“Sesungguhnya aku ingin nikah, semoga Allah memudahkanku untuk mencari wanita shalihah”.

Meskipun secara hukum, lamaran atau khitbah tidaklah wajib namun lamaran sangan dianjurkan dan sunah karena memiliki tujuan dan hikmah yang positif. Tujuan dan hikmah dari dilakukannya prosesi lamaran adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan, dengan adanya proses lamaran,

kedua pasangan bisa saling mengenal satu sama lain dan mengetahui sedikit pribadi masing masing untuk menjalani bahtera rumah tangga yang tidak hanya akan berjalan selama beberapa bulan saja tapi selamanya sepanjang sisa hidup mereka berdua.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 12 Hal yang Harus Ditanyakan Saat Lamaran Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
12 Amalan Agar Dimudahkan Saat Melahirkan Menurut Islam https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/amalan-agar-dimudahkan-saat-melahirkan-menurut-islam Wed, 13 Feb 2019 07:52:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=5402 Setiap wanita hamil tentu ingin proses kelahiran / persalinannya mudah, lancar dan selamat dengan melakukan amalan doa untuk wanita hamil dalam islam. Banyak cara untuk mewujudkan persalinan yang mudah, lancar dan selamat. Diantaranya yaitu gaya hidup sehat selama hamil, sering bergerak atau beraktifitas ketika hamil tua dan yang tidak kalah pentingnya yaitu berdoa memohon agar […]

The post 12 Amalan Agar Dimudahkan Saat Melahirkan Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap wanita hamil tentu ingin proses kelahiran / persalinannya mudah, lancar dan selamat dengan melakukan amalan doa untuk wanita hamil dalam islam. Banyak cara untuk mewujudkan persalinan yang mudah, lancar dan selamat. Diantaranya yaitu gaya hidup sehat selama hamil, sering bergerak atau beraktifitas ketika hamil tua dan yang tidak kalah pentingnya yaitu berdoa memohon agar dimudahkan saat melahirkan.

Seperti diketahui, sebagai manusia kita wajib berusaha dan berdoa dalam mencapai sesuatu dengan cara berdoa yang benar, karena berusaha saja tidaklah cukup, begitu juga berdoa tanpa usaha juga tidak cukup. Berikut  12 Amalan Agar Dimudahkan Saat Melahirkan Menurut Islam yang dilakukan mulai dari sebelum dan selama kehamilan dan dilakukan oleh istri serta suami.

1. Doa selama Kehamilan

Untuk menjelang persalinan normal yang tanpa hambatan dengan tips melahirkan dalam islam, selama kehamilan Anda dapat membaca doa doa di waktu senggang Anda. Doa ibu hamil berikut ini juga berguna untuk memohon pada Nya agar Anda dikaruniai anak yang baik, yang sholeh, dan yang berbakti pada orang tuanya.

Bukan hanya Anda, suamipun sebaiknya membaca doa menjelang persalinan atau selama kehamilan ini terutama sesaat setelah menunaikan sholat sebagaimana cara Rasulullah memuliakan istri. “Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota a’yun”.

Artinya : “Ya Alloh, anugerahkanlah pada kami, istri istri dan keturunan keturunan yang bisa sebagai penenang hati. Dan jadikanlah kami imam bagi orang orang yang bertakwa”.

Al Fatihah adalah surah yang diturunkan di Mekkah terdiri dari 7 ayat. Surah ini jika diamalkan oleh seorang ibu yang sedang mengandung agar terhindar dari hukum cerai bagi wanita hamil maka ia memiliki keutamaan sebagai penerang hati dan daya ingat yang kuat bagi bayi yang sedang dikandung.

Dalam surah Al Fatihah terdapat ayat yang artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (Al fatihah ayat ke 5). Pada ayat ini  jelas bahwa hanya Allah lah tempat meminta pertolongan, maka jika seorang ibu ingin anaknya senantiasa ditolong oleh Allah, disarankan untuk mengamalkan surah Al Fatihah selama mengandung.

Dilihat dari kisah Maryam yang mengandung anak tanpa memiliki suami dan tidak pernah melalukan hubungan suami istri tentu tidaklah mudah menjalaninya. Ketika itu Maryam yang mengasingkan diri karena dicerca oleh masyarakat memilih untuk meminta pertolongan hanya kepada Allah.

Maryam meminta agar ketika bersalin ia memperoleh kemudahan dan melahirkan anak yang soleh jika ia laki laki dan sholehah jika ia perempuan. Dengan izin Allah maka lahirnya Isa yang menjadi nabi dan rasul. Kisah ini dapat meninspirasi kita bahwa jika ingin memperoleh kemudahan saat melahirkan dan mendapat anak yang sholeh hendaknya membaca surah Maryam pada masa kehamilan.

2. Doa Menjelang Persalinan

Saat mulai merasakan tanda persalinan sudah dekat, Anda sebaiknya sering sering melafalkan doa menjelang persalinan berikut. Tidak saja Anda, melainkan orang orang yang ada di samping Anda sebaiknya juga membantu Anda dengan melafalkan doa ini.

Hannaa Waladat Maryama, Wa Maryama Waladat Iisaa, Ukhruj Ayyuhal Mauluudu Biqudrotil Malikil Ma’buudi “. Artinya : “Hana telah melahirkan Maryam, sedangkan Maryam sudah melahirkan Isa. Maka, keluarlah hai anakku dengan sebab kekuasaan Allah yang disembah “.

3. Perbanyak membaca ayat ayat Al Qur’an

Allah maha mengetahui segala apa yang terjadi pada setiap hambanya, dan Allah telah menetapkan segala sesuatunya sesuai dengan ukurannya. Tidak mengapa seorang wanita yang hamil menyibukkan diri dengan membaca Alquran dan mendengarkannya karena ada penelitian di bidang kedokteran

yang menyatakan suara suara dari luar bisa mempengaruhi janin. Apabila suara yang didengar adalah suara orang yang membaca Alquran, diharapkan keberkahan dan kebaikannya akan berpengaruh terhadap janin tersebut tanpa merinci dan membatasi jenis keberkahan dan kebaikan tersebut.

Dalam (QS. Ar’Rad ayat 8), Allah berfirman : “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, apa yang kurang sempurna, dan apa yang bertambah dalam rahim. Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi Nya.”

Dengan senantiasa membaca ayat Al Qur’an, insya’allah Allah akan memudahkan proses kelahiran orang tersebut.

4. Perbanyak istigfar

Istigfar adalah memohon ampun kepada Allah SWT. Terdapat banyak keutamaan dalam istigfar yang dapat bermanfaat bagi orang yang melakukannya. Dan seseorang yang sedang melahirkan, dengan memperbanyak beristigfar insya’allah Allah akan mempermudah proses kelahirannya, karena salah satu keutamaan istigfar adalah mempermudah masalah yang sedang dihadapi.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. Bersabda : “Barang siapa membiasakan diri untuk beristigfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka sangka.” (HR. Abu Dauddan Ibnu Majah)

5. Menjalani proses kehamilan sebagai sebuah ibadah

Orang yang menjalani proses kehamilannya dan menganggap kehamilannya sebagai sebuah ibadah, maka insya’allah Allah akan selalu memberikan rahmat dan pertolongannya kepada orang tersebut.

5. Berusaha menikmati rasa sakit

Ketika wanita hamil, dia pasti merasakan sakit dan terlebih ketika proses melahirkan. Namun, hal tersebut alangkah baiknya bila orang yang sedang mengalami rasa sakit dalam proses melahirkan menjadikan rasa sakitnya sebagai sebuah kenikmatan. Karena sesungguhnya, rasa sakit yang dirasakannya adalah sebagai penggugur dosa dosa baginya.

6. Tidak banyak mengeluh

Pada saat melahirkan mengeluh bukanlah hal yang bermanfaat untuk dilakukan, dan lebih baik beristigfar, karena mengeluh tidak memberikan ketenangan.

7. Perbanyak mendengarkan ayat ayat Al Qu’ran

Sebelum proses bersalin, perbanyaklah mendengarkan ayat ayat suci Al Qur’an untuk ketenangan hati dan pikiran.

8. Berpikiran positif

Ketika masa kehamilan dan saat tiba waktu melahirkan, senantiasa berpikir positif agar pikiran dan hati menjadi lebih tenang.

Ketika merasa sakit, terkadang wanita yang sedang melahirkan secara tidak sadar mengucapkan kata kata kasar, padahal hal tersebut lebih baik tidak dilakukan. Karena berkata kasar tidak mengandung keebaikan apapun, dan lebih baik mengucap istigfar.

9. Ikuti saran dan perkataan dokter

Selama proses melahirkan, sebaiknya mengikuti instruksi yang diberikan oleh dokter yang menangani, karena dokte lebih tau ilmunya dan bidangnya.

10. Berserah diri

Ketika proses melahirkan, alangkah baiknya berserah diri kepada Allah SWT. Karena Dia yang Maha Kuasa atas segala yang ada di dunia ini, dan hanya kepada Nya lah kita kembali.

11. Berbakti pada kedua orang tua

Orang tua tentu memiliki peran yang penting dalam kehidupan anaknya, melahirkan adalah jalan menjadi orang tua, jika baik dan berbakti pada orang tua, maka orang tua akan mendoakan yang terbaik dan Allah juga memberikan kemudahan.

Lain halnya jika tidak berbakti pada orang tua bisa saja akan merasa menyesal saat melahirkan setelah menyadari susahnya dan sakitnya sebuah proses persalinan, atau diingatkan oleh Allah agar paham perjuangan menjadi orang tua sehingga bisa berbuat baik pada orang tua.

Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah dengan cara menggauli mereka dengan baik, merendahkan diri di hadapan keduanya, melaksanakan perintah mereka, mendoakan mereka supaya diampuni dosa dosanya ketika mereka sudah meninggal dunia, menyambung hubungan dengan orang orang yang mereka kasihi,

 Berbakti kepada keduanya, menjaga keduanya, menghilangkan kesulitan keduanya, serta tidak bertindak kasar terhadap keduanya. Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abdullah, dia berkata, “Saya bertanya kepada Nabi Saw.,‘Perbuatan apa yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya.’ Dia bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Dia bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Jihad fi sabilillah.’

12. Baik pada sesama

Jangan lupa baik kepada semua makhluk Allah, pada hewan sekalipun, misalnya ketika melihat kucing hamil maka jangan menyakiti, jauh lebih baik bila mengasihi seperti memberi makan jika kucing tersebut kelaparan atau membiarkannya berada di sekitar rumah ketika kucing tersebut kebingungan misalnya saat kehujanan atau kepanasan, dengan demikian, kebaikan juga akan menghampiri ketika persalinan.

Umat muslim sangat dianjurkan untuk memelihara, memberi makan dan juga minum pada hewan seperti kucing khususnya saat hewan tersebut sedang lapar dan haus sebab akan jadi berdosa jika harus membuat hewan tersebut menderita. Dengan memelihara kucing tersebut, maka sudah dijadikan sedekah bagi orang tersebut.

“Pada setiap sedekah terhadap mahluk yang memiliki hati (jantung) yang basah (hidup) akan dapatkan pahala kebaikan. Seorang muslim yang menanam tanaman atau tumbuh tumbuh an yang kemudian dimakan oleh burung burung, manusia, atau binatang, maka baginya sebagai sedekah” (Bukhori, Muslim).

Demikian yang dapat penulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 12 Amalan Agar Dimudahkan Saat Melahirkan Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hak Mantan Istri dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hak-mantan-istri-dalam-islam Sun, 30 Dec 2018 06:41:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=4797 Dalam sebuah pernikahan untuk mencapai makna pernikahan dalam islam, terkadang terdapat masalah hingga menimbulkan perceraian, ketika terjadi peristiwa tersebut, seringkali hubungan komunikasi terputus dan keduanya tidak menjalankan kewajiban masing masing, bahkan tidak sedikit yang bertengkar karena masalah hak asuh dsb. Dalam islam, sesuai dengan syarat laki laki menikah dalam islam, seorang mantan istri yang telah […]

The post Hak Mantan Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam sebuah pernikahan untuk mencapai makna pernikahan dalam islam, terkadang terdapat masalah hingga menimbulkan perceraian, ketika terjadi peristiwa tersebut, seringkali hubungan komunikasi terputus dan keduanya tidak menjalankan kewajiban masing masing, bahkan tidak sedikit yang bertengkar karena masalah hak asuh dsb.

Dalam islam, sesuai dengan syarat laki laki menikah dalam islam, seorang mantan istri yang telah dicerai oleh suaminya tetap mendapatkan hak berupa hak (nafkah) dan lainnya, hal tersebut telah diatur dalam syariat islam, berikut selengkapnya mengenai Hak Mantan Istri dalam Islam. Dalam hal ini, terdapat berbagai hukum sesuai dengan peristiwa perceraian yang terjadi, yakni :

1. Jika seorang suami mencerai istrinya, maka hukum pemberian hak (nafkah) padanya yaitu:

  • Jika istri sedang hamil

Jika ketika dicerai, sang mantan istri itu hamil, sesuai hukum menceraikan istri yang sedang hamilmaka wajib bagi suami untuk terus memberinya hak (nafkah) (biaya kehidupan sehari hari) hingga mantan istrinya melahirkan. Jika mantan istrinya telah melahirkan maka tidak wajib baginya memberinya hak (nafkah) lagi, karena masa ‘iddahnya selesai dan bukan lagi berpredikat sebagai istrinya. Sesuai ayat: “ Dan jika mereka (mantan istri mantan istri yang sudah dicerai) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka hak (nafkah)nya hingga mereka bersalin”. QS. Ath Thalaq: 6

  • Jika masih bisa rujuk

Jika mantan istri tersebut tidak hamil hukum cerai bagi wanita hamil dan cerainya adalah cerai raj’i (yang masih bisa rujuk), maka ketika masa ‘iddahnya selesai, sang suami tidak berkewajiban memberinya hak (nafkah) menurut pendapat yang benar, sesuai hadis Fathimah binti Qois dari Rasulullah, beliau bersabda tentang wanita yang dicerai ba’in;‘’Tidak ada hak tempat tinggal dan hak (nafkah) baginya.’’ (HR.Muslim 2717)

  • Jika masih masa iddah

Adapun jika mantan istri tersebut masih dalam masa ‘iddah maka tetap mendapatkan hak seorang janda dalam islam, maka suami tetap wajib memberinya hak (nafkah), karena saat itu masih dianggap sebagai mantan istrinya, sampai masa ‘iddahnya selesai. Atau jika mantan istri tersebut tengah menyusui anaknya, maka ia harus memberikan upah/ imbalan kepada mantan istrinya atas jasa menyusui anaknya berdasarkan kesepakatan yang telah terlebih dahulu disetujui oleh keduanya, sebagaimana dalam QS Ath Thalaq ayat 6: “” kemudian jika mereka menyusukan (anak anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya”.

Sebab itu, jika mantan istri tersebut masih dalam masa ‘iddah dan cerainya cerai raj’i (yang masih bisa rujuk), maka suami tersebut tetap memberinya tunjangan sepuluh persen dari gaji tersebut, namun jika masa ‘iddahnya sudah selesai, maka baik perceraian mereka sudah tercatat resmi atau belum, sang suami tidak wajib memberi nafkah mantan istrinya dan tidak boleh memberikan tunjangan sepuluh persen tersebut karena ia bukan lagi mantan istrinya, bahkan suami tersebut harus mengembalikan uang tunjangan tersebut, dan wajib mengurus surat resmi perceraiannya agar tidak lagi menerima tunjangan yang bukan haknya lagi.

2. Hak pengasuhan anak

  • Anak masih kecil

Jika anak anak tersebut masih kecil, maka hak pengasuhannya adalah pada sang mantan istri, selama mantan istri tersebut pantas untuk merawat mereka dan belum menikah lagi. Sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu bahwa seorang wanita datang mengeluh kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam setelah dicerai suaminya, dan suaminya tersebut ingin mengambil anaknya, maka Nabi bersabda: “Engkau lebih berhak atas pemelihraannya selama engkau belum menikah lagi”. (HR Abu Daud: 2276).

  • Anak sudah berakal

Dan jika anak anak sudah sampai umur tamyiiz (berakal) sekitar umur tujuh tahun, maka mereka diberikan pilihan, mau tinggal bersama ayah mereka atau bersama ibu mereka. Sebagaimana dalam HR Abu Daud (2244) bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam memberikan pilihan bagi seorang anak untuk memilih tinggal bersama ayahnya atau ibunya.

  • Jika istri sibuk

Namun jika mantan istri tersebut sibuk dengan pekerjaannya, sehingga pemeliharaan anak anaknya tidak berjalan dengan baik, atau bahkan terbengkalai, maka ayah mereka harusnya membujuk atau meminta pada mantan istrinya tersebut untuk mengambil anak anaknya agar mendapatkan pemeliharaan dan perhatian yang lebih baik. Jika mantan istrinya tidak mau, sedangkan ia khawatir anak anaknya akan tumbuh dalam kondisi pembinaan yang kurang baik, maka ia hendaknya menuntut hak pemeliharaannya ke pengadilan, dengan alasan ibu mereka tidak lagi pantas memelihara dan membina mereka.

  • Dilarang menelantarkan anak

Jika tidak demikian, maka keduanya (ibu dan ayah) mereka sama sama mendapatkan dosa karena menelantarkan pembinaan anak anaknya. Namun jika ayah mereka sudah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi perkaranya tetap dimenangkan oleh ibu mereka, maka ayah mereka tidak menanggung dosa apapun jika anak anaknya tidak terbina dengan baik, akan tetapi ia tetap wajib menasehati mantan istrinya tersebut dan memperhatikan anak anaknya dari jauh, walaupun jika sudah sampai umur tujuh tahun, mereka harus diberikan pilihan, mau tinggal sama ayah atau ibu mereka.

3. Apakah mantan suami wajib memberi nafkah anak anaknya yang tinggal sama mantan istrinya?

Ya, ia tetap wajib memberi nafkah anak anaknya yang tinggal dengan mantan istrinya sampai anak anak tersebut mencapai umur dewasa atau bisa memberi nafkah diri sendiri, adapun anak wanita, maka ia tetap wajib memberi nafkahnya hingga menikah. Adapun besaran nilai hak (nafkah) ini maka berdasarkan hasil kesepakatan yang dilakukan dihadapan pengadilan.

Ketentuan Pemberian Hak Mantan Istri dalam Islam

Dalam Islam juga disinggung tentang ketentuan kadar hak (nafkah) dan sisi kemampuan memenuhi kewajiban hak (nafkah) memiliki kaitan erat dalam aplikasi hak (nafkah) secara riil, diakui bahwa, memang di kalangan para ulama terjadi perbedaan pandangan mengenai kadar, jenis dan kemampuan hak (nafkah) secara orang perorang dalam pemenuhannya, antara lain dalam hal penentuan jenis kebutuhan hak (nafkah) misalnya.

  • Jenisnya

Dalam Kitab al Akhwa>>l asy Syakhsyiyyah ‘ala> Maza>hib al Khamsah, bahwa sebagian ahli hukum Islam berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok (jenisnya) dalam hak (nafkah) adalah pangan, sandang dan tempat tinggal. Sementara ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok hanyalah pangan saja tidak menyangkut di dalamnya sandang dan papan atau tempat tinggal.

  • Disesuaikan dengan kemampuan

Hak (nafkah) dalam perceraian dikadar (dibatas) dengan keadaan syara’ yaitu dibatas dengan keadaan syara’ sendiri. Seperti halnya dalam hal ini Imam Malik berpendapat bahwa hak (nafkah) tidak ada batasnya, baik dalam maksimal maupun minimalnya. Namun demikian Abu Hanifah dalam pendapatnya memberikan batasan batasan kewajiban hak (nafkah), yaitu sedikitnya baju kurung, tusuk konde, kudung, tidak boleh lebih dari setengah mahar. Sedang Imam Ahmad berpendapat bahwa mut’ah berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai shalat, dan ini sesuai dengan kemampuan suami.

Meskipun demikian ‘urf masyarakat muslim lebih arif dan bijaksana, persepsi mereka tentang hak (nafkah) tidak lain adalah meliputi makanan minuman (pangan), pakaian dan perhiasan (sandang) dan juga tempat tinggal yang layak huni. Kecuali bagi yang benar benar tidak mampu, barangkali pangan itulah yang mereka sediakan.

Selanjutnya mengenai kadar hak (nafkah), dalam hal ini adalah hak (nafkah) bagi mantan isteri, al Qur’an tidak menyebutkan ketentuannya, al Qur’an hanya memberikan pengarahan/ anjuran yang sangat bijaksana, yakni dengan menyerahkan kepada mantan suaminya dengan ukuran yang patut (ma’ruf) sesuai dengan kemampuannya, hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat al Baqarah (2): 236.

Dalam hal ini H. Sulaiman Rasyid berpendapat diwajibkan atas suami memberikan belanja kepada istri yang taat, baik makanan, pakaian, tempat tinggal menurut keadaan di tempat masing masing dan tingkatan suami. Banyaknya menurut hajat dan adat yang berlaku di tempat masing masing,

dengan mengingat tingkatan dan keadaan suami. Intinya yang menjadi ukuran berapa besar hak (nafkah) adalah kemampuan suami. Lebih lanjut Sulaiman Rasyid menguraikan walaupun sebagian ulama mengatakan hak (nafkah) isteri itu dengan kadar yang tertentu tetapi yang mu’tammad tidak ditentukan, hanya sekedar cukup serta menginggat keadaan suami.

Dengan demikian jelas bahwa jika kedapatan suaminya kaya maka disesuaikan dengan kemampuan, hak (nafkah)nya itu sebanding dengan kekayaannya. Begitu juga sebaliknya. Seperti firman Allah dalam surat al Baqarah (2): 223 dan juga surat at Talaq (65): 07, Imam Malik menjelaskan bahwa hak (nafkah) itu tidak ada batasan yang ma’ruf (patut), dalam sedikitnya atau banyaknya.

Itulah hal hal yang wajib diperhatikan dalam pernikahan, ketika terjadi perceraian, maka tetap wajib memberikan nafkah pada mantan istrinya sebab itu merupakan hak mantan istri dan kewajiban mantan suami. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat menjadi wawasan islami yang bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hak Mantan Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hak Seorang Janda dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hak-seorang-janda-dalam-islam Sun, 30 Dec 2018 01:47:35 +0000 https://dalamislam.com/?p=4796 Setiap individu menginginkan kebahagiaan sebagaimana ayat al-quran tentang membahagiakan orang lain, salah satu kebahagiaan yang dapat dicapai adalah dengan cara menikah, akan tetapi membina keluarga yang harmonis tidaklah mudah, karena akan muncul berbagai permasalahan dalam rumah tangga. Dan apabila masalah tersebut tidak dapat terselesaikan, maka perceraian menjadi satu satunya jalan keluar yang terakhir. Dengan terjadinya […]

The post Hak Seorang Janda dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap individu menginginkan kebahagiaan sebagaimana ayat al-quran tentang membahagiakan orang lain, salah satu kebahagiaan yang dapat dicapai adalah dengan cara menikah, akan tetapi membina keluarga yang harmonis tidaklah mudah, karena akan muncul berbagai permasalahan dalam rumah tangga. Dan apabila masalah tersebut tidak dapat terselesaikan, maka perceraian menjadi satu satunya jalan keluar yang terakhir. Dengan terjadinya perceraian, akan ada masa tunggu bagi istri yang disebut masa iddah, di mana dalam masa iddah ini, istri wajib mendapatkan haknya seperti hak seorang janda dalam islam.

Fiqh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) sepakat bahwa istri yang diceraikan dalam bentuk talak raj’i, berhak mendapatkan hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal selama masa iddah sesuai dengan syarat perceraian dalam islam. Berdasarkan pernyataan di atas, maka kajian terhadap hak seorang janda dalam islam janda yang tidak menikah lagi menjadi menarik dan sangat penting, hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara hukum Islam. Dalam hal ini akan dibahas secara lengkap menurut pandangan islam, Hak Seorang Janda dalam Islam.

Hak seorang janda dalam islam atau keutamaan menyantuni janda adalah memenuhi kebutuhan makanan, tempat tinggal, jelasnya hak seorang janda dalam islam merupakan pemberian dari suami yang wajib kepada istri, karena ikatan perkawinan yang sah. Besarnya hak seorang janda dalam islam berdasarkan keadaan ekonomi suami dan tidak bisa dipaksakan sesuai dengan kehendak istri.

Menurut fiqh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) sepakat bahwa hak seorang janda dalam islam lebih ditekankan kepada makanan (pangan), pakaian (sandang), tempat tinggal (papan) agar tercapai tips hidup bahagia dalam islam. Namun dalam perundang undangan di Indonesia esensi dari hak seorang janda dalam islam terkait erat dengan masalah uang, status sosial, cara hidup serta perubahan situasi dan kondisi. Sehingga hak seorang janda dalam islam bisa berkembang pada segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang rasional

Hak seorang janda dalam islam dan kewajiban istri dalam masa iddah menjadi suatu hal yang bersifat elastis dan fleksibel tergantung kondisi yang melingkupinya berupa kenyataan sosial dan perkembangan kebutuhan hidup individu serta kondisi riil dari kehidupan pasangan suami istri dalam perkawinan. Jadi hak seorang janda dalam islam bisa juga berupa biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan pengobatan bagi istri.

Hak seorang janda dalam islam selama masa Iddah

 Hak seorang janda dalam islam iddah adalah pemberian suami kepada istri, berupa belanja untuk keperluan hidupnya, selama menjalani masa iddah akibat talak yang dijatuhkan kepadanya. Menurut madzhab fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), hak seorang janda dalam islam iddah ialah pemberian suami berupa hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal yang diterima istri ketika menjalani masa iddah. Jadi dapat dipahami bahwa istri berhak mendapatkan hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal, dari suaminya selama masa iddah berlangsung khususnya talak raj’i.

 Hak seorang janda dalam islam iddah ini berupa hak seorang janda dalam islam dan maskan (tempat tinggal), Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat hak seorang janda dalam islam yang diberikan suami kepada istri tidak memiliki batasan, menurut hukum syara’, tetapi lebih diukur menurut keadaan suami istri.

Sedangkan Syafi’i menentukan hak seorang janda dalam islam perharinya 1 mud untuk orang miskin, satu setengah mud untuk orang yang sedang dan untuk orang kaya 2 mud, tentunya hak seorang janda dalam islam iddah ini sama dengan hak seorang janda dalam islam istri sebelum perceraian, dengan dalih, istri yang ditalak dan dapat dirujuk oleh suaminya masih menempati posisi sebagai istri, dimana suami berkewajiban memberi hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal.

Pendapat Madzhab Fiqh Mengenai hak seorang janda dalam islam

Pendapat madzhab fiqh mengenai hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal pada masa iddah, dalam bentuk talak raj’i atau talak bain, mempunyai persaamaan dan perbedaan di antaranya yaitu :

  • Madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi menyatakan, kewajiban hak seorang janda dalam islam kepada istri yang dicerai dengan talak raj’i maupun ba’in, ia tetap berhak atas hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal dari suaminya selama istri tersebut, tidak meninggalkan tempat tinggal yang disediakan oleh suaminya dan akibat tertahannya dia pada masa iddah demi hak suami ini berlaku untuk istri yang hamil atau tidak.

  • Madzhab Maliki

Madzhab Maliki menyatakan bahwa istri yang diceraikan dengan bentuk talak raj’i berhak mendapatkan hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal. Lebih lanjut Imam Malik menyebutkan bahwa hak tempat tinggal berlaku untuk bentuk perceraian dengan talak raj’i ataupun ba’in selama masa iddah, berdasarkan firman Allah dalam surat At Talak ayat 6 yaitu “tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal”. Tetapi untuk hal hak seorang janda dalam islam istri tidak mendapatkannya sama sekali.

  • Madzhab Syafi’i

Madzhab Syafi’i membahas tentang hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal bagi istri yang menjalani masa iddah, bahwa hak tempat tinggal berlaku untuk umum, yaitu semua bentuk perceraian. Adapun hak seorang janda dalam islam menurut Imam Syafi’i hanya berlaku pada istri yang diceraikan dengan bentuk perceraian yang dimungkinkan adanya ruju’ antara pasangan suami istri yaitu talak raj’i,

sedang dalam hal hak seorang janda dalam islam untuk istri yang tidak hamil dan tertalak ba’in, tidak berhak mendapatkan makanan dan pakaian dari suami, ini berdasarkan firman Allah SWT,”jika mereka (istri istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka hak seorang janda dalam islamnya hingga mereka bersalin”. Pemahaman ayat ini menunjukan bagi ketidak wajiban pemberian hak seorang janda dalam islam bagi istri yang tidak hamil.

  • Imam Ahmad

Imam Ahmad menyatakan bahwa hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal khusus bagi istri yang diceraikan dengan talak raj’i. Sehingga istri yang diceraikan dengan talak ba’in sama sekali tidak mendapatkan hak seorang janda dalam islam ataupun tempat tinggal.

Kategori Hak yang Didapatkan

Semua ulama mazhab sepakat bahwa istri yang diceraikan dalam bentuk talak raj’i, berhak mendapatkan hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal dari suaminya selama masa iddah. Sedangkan talak ba’in ulama berbeda pendapat yang dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu:

  • Tidak berhak atas hak seorang janda dalam islam, tetapi mendapatkan hak tempat tinggal adalah pendapat madzhab Maliki dan Syafi’i.
  • Berhak atas hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal adalah pendapat Madzhab Hanafi.
  • Tidak diwajibkan memberi hak seorang janda dalam islam dan tempat tinggal adalah pendapat madzhab Hambali.

Hak seorang janda dalam islam Iddah Menurut Hukum islam

Kompilasi hukum Islam juga mengatur tentang pemberian hak seorang janda dalam islam mantan suami, kepada mantan istrinya tersebut karena talak, yaitu pada pasal 149 ayat (a) dan (b) :

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

  • Memberikan harta yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul;
  • Memberi hak seorang janda dalam islam, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

Pemberian hak seorang janda dalam islam iddah juga tercantum pada pasal 152 yang berbunyi, bekas istri berhak mendapat hak seorang janda dalam islam iddah dari bekas suaminya, kecuali bila ia nusyuz. Selain mendapatkan hak seorang janda dalam islam iddah, istri yang tertalak juga mendapatkan harta, harta adalah pemberian bekas suami kepada istri yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya. Hal ini didasarkan pada KHI 158 :

Harta wajib diberikan oleh pihak suami dengan syarat:

  • Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul;
  • Perceraian itu atas kehendak suami.

Kompilasi Hukum Islam juga mengatur besarnya harta yang di atur pada pasal 160 yang berbunyi : “Besarnya harta disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami”. Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah sudah bahwa istri berhak mendapatlan hak seorang janda dalam islam ketika menjalani masa iddah dan juga harta atau pemberian, dari pihak suami yang menceraikannya. Memang wanita tetap harus mendapatkan perlindungan dan kebaikan apapun statusnya.

Demikian yang dapat disampaikan penulis, Itulah hak seorang janda dalam islam sesuai dengan sumber syariat islam, semoga bermanfaat sebagai wawasan islami dan dapat menjadi panduan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hak Seorang Janda dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
15 Hak Istri dalam Rumah Tangga Islam https://dalamislam.com/dasar-islam/hak-istri-dalam-rumah-tangga-islam Sun, 30 Dec 2018 00:36:13 +0000 https://dalamislam.com/?p=4794 Rasulullah yang memiliki cara rasulullah memuliakan istri adalah sosok manusia pilihan Allah yang paling sempurna. Beliau mampu bersikap dan bertindak yang terbaik dalam kondisi apapun. Sebagai hamba yang diberi amanah untuk menyebarkan sumber syariat islam, beliau menjalankannya dengan semangat, kesabaran, dan tekad yang teguh demi agama Allah. Di medan perang ketika berjuang membela islam dan menjalankan […]

The post 15 Hak Istri dalam Rumah Tangga Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Rasulullah yang memiliki cara rasulullah memuliakan istri adalah sosok manusia pilihan Allah yang paling sempurna. Beliau mampu bersikap dan bertindak yang terbaik dalam kondisi apapun. Sebagai hamba yang diberi amanah untuk menyebarkan sumber syariat islam, beliau menjalankannya dengan semangat, kesabaran, dan tekad yang teguh demi agama Allah.

Di medan perang ketika berjuang membela islam dan menjalankan hukum mempertahankan hak dalam islam, beliau menjadi sosok pemimpin yang menguasai strategi dan mampu mengalahkan musuh dengan jalan yang lurus tanpa kecurangan atau cara yang jahat. Di tengah masyarakat beliau menjadi sosok teman, sahabat, guru yang berwibawa.

Dan di rumah pun, Rasulullah menjadi sosok penyayang dan kepala rumah tangga yang adil dan mampu memberikan rasa aman serta kebahagiaan bagi istrinya misalnya apapun sikap aisyah kepada rasulullah selalu mendapat kasih sayang dan kesabaran. Tidak salah jika beliau dijadikan sebagai teladan bagi seluruh islam.

Sebagai umat mukmin yang mengikuti ajaran Rasul dan menjalankan hukum beradab dengan rasulullah, hendaknya kita mengikuti teladan Rasulullah dalam menyayangi istri, bagaimana Rasulullah selalu membahagiakan istrinya dan bagaimana Rasulullah selalu bertutur kata lembut serta memperlakukan istrinya dengan baik. Rasulullah menjadi teladan untuk para suami juga segenap laki laki yang nantinya akan menjadi seorang suami tentang cara memberikan hak sepenuhnya untuk istri dalam keseharian atau rumah tangga.

1. Mendapat Perlakuan Romantis

Cara pertama yang dilakukan Rasulullah untuk menyayangi istrinya ialah beliau selalu memperlakukan istrinya dengan romantis dan penuh kasih sayang sebagai cara rasulullah memanjakan istri. Rasulullah sering mencium istrinya “Rasulullah sering mencium Aisyah dan itu tidak membatalkan puasa”. (HR Nasai). Penjelasan dari hadist tersebut ialah Rasulullah mencium istrinya karena ingin memberikan kesenangan dan kebahagiaan, bukan semata karena hawa nafsu.

2. Mendapat Kata Lembut

Rasulullah mengekspresikan kasih sayang dengan cara yang sederhana dan bersahaja. Beliau pernah bersabda “Aku diberi rezeki berupa rasa cinta kepada engkau wahai istriku”. (HR Muslim). Kalimat tersebut sederhana tanpa berisi kalimat pujian yang berlebihan, tetapi sangat berkesan mendalam bukan? Seorang istri tentu akan bahagia jika mendengar kalimat tersebut dari suaminya.

3. Dipanggil dengan Panggilan yang Indah

Rasulullah selalu memanggil istrinya dengan panggilan indah yang disukai. Aisyah dipanggil dengan panggilan “Ya Humaira” (Wahai wanita yang pipinya kemerah merahan).

4. Dimanjakan

Dari Anas berkata : “Kemudian kami pergi menuju Madinah. Aku lihat Rasulullah menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah (salah satu istri Rasulullah) kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga ia bisa menaiki unta tersebut”. (HR Bukhari). Hadist tersebut menceritakan bahwa Rasulullah memanjakan istri dengan memberi pelayanan dan memberikan kenyamanan untuk istrinya.

5. Diberi Hadiah

Sebagai keinginan untuk membahagiakan istrinya, Rasulullah pernah memberi istrinya hadiah. “Rasulullah memberi kepada masing masing istrinya satu botol minyak kasturi”. (HR Ahmad). Hadiah tersebut bukan sesuatu yang bertujuan untuk berlebihan atau menimbulkan sifat bermewah mewahan, tetapi hal sederhana yang bermanfaat dan disukai oleh istrinya.

6. Mendapat Waktu dari Suami untuk Makan Berdua

Rasulullah sering bersikap manis dengan makan atau minum berdua bersama istrinya, beliau tidak menampakkan perasaan jijik atau sejenisnya, melainkan dengan sikap bahagia sebab menerima istrinya apa adanya.

Dari Aisyah r.a “Aku biasa makan bubur bersama Rasulullah dalam wadah yang sama, aku minum air dengan gelas dan beliau meletakkan mulut beliau di gelas tersebut lalu beliau minum”. (HR Abdurrozaq dan Said bin Manshur).

7. Dibujuk dengan Lembut Ketika Marah

Dalam kehidupan rumah tangga tentu pernah mengalami suatu perselisihan, entah karena masalah kesalahpahaman dalam berkata kata, faktor kesibukan, cemburu, atau diantara satu sama lain merasa kurang diperhatikan.

Ketika istri Rasulullah marah atau merasa tidak nyaman dalam hatinya, Rasulullah tidak menanggapi dengan kalimat yang kasar atau bersikap kaku pada istrinya, melainkan mendinginkan hati istrinya tersebut dengan cara yang manis dan lembut. “Rasulullah memijit hidung Aisyah jika ia marah dan berkata : Ya Humaira, bacalah doa : Wahai Tuhanku, ampunlah dosa dosa ku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindunglah aku dari fitnah yang menyesatkan”. (HR Ibnu Sunni)

Hak istri dalam islam tidak boleh dimarahi sebagaimana Rasulullah tidak pernah menanggapi kemarahan istri dengan amarah apalagi dengan memukul istrinya diriwayatkan oleh Aisyah, “Rasulullah tidak pernah memukul istrinya walau sekalipun”. (HR Muslim).

8. DiciumKetika Hendak Bepergian atau Baru Pulang

Dari Aisyah r.a “Rasulullah selalu mencium istrinya sebelum keluar untuk shalat, kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudhu dahulu”. (HR Ahmad). Hal tersebut merupakan hal yang sangat berarti untuk istri, Rasulullah berusaha memberikan ketenangan pada istrinya selama beliau bepergian dengan cara mencium nya terlebih dahulu agar tidak timbul prasangka buruk pada hati istri sebab suami telah meminta ijin dan berpamitan dengan baik.

9. Mendapat Kelembutan

Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa istri nya tersebut aat dibutuhkan dan disayangi oleh Rasulullah, beliau bersandar pada pangkuan istrinya dengan tujuan saling berkasih sayang. “Beliau (Rasulullah mendekat kepadanya (Aisyah) dan ia ada di kamarnya, lalu ia menyisir beliau, padahal ia sedang haid”. (HR Muslim).

10. Melakukan Aktfitas Rumah Tangga Bersama

Dalam sebuah riwayat Rasulullah mandi bersama Aisyah dalam satu kamar mandi dengan bak yang sama “Aku (Aisyah) pernah mandi dari jinabat bersama Rasulullah dengan satu tempat air, tangan kami selalu bergantian mengambil air, dan tangan kami bersentuhan”. (HR Mutafaqun ‘Alaih).

Mandi bersama istri bukanlah tindakan tercela atau sesuatu yang dilarang dalam islam, sepasang suami istri memiliki hak sepenuhnya dalam kasih sayang dan pelayanan untuk satu sama lain. Rasulullah melakukan hal tersebut untuk melayani dan memberikan kegembiraan bagi istrinya.

11. Didengarkan Keluhannya

Ketika mendengar keluhan dari istrinya, Rasulullah mendengar keluh kesahnya istrinya tersebut dengan sabar dan memberi tanggapan dengan baik. beliau melakukan hal tersebut untuk memberikan hak pada istrinya bahwa salah satu tugas seorang suami ialah menjadi pemimpin dan pemberi keputusan ketika istrinya dilanda kebingungan. Dari Aisyah r.a “Rasulullah adalah orang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit”. (HR Bukhari).

12. Diajak Bepergian

Aisyah r.a berkata : “Rasulullah jika hendak melakukan perjalanan, beliau melakukan undian diantara para istri, barang siapa yang keluar namanya, maka dialah yang ikut pergi bersama beliau”. (HR Bukhari).

13. Dibantu dalam Pekerjaan Rumah Tangga

Hal ini pernah diutarakan oleh Aisyah ketika ada yang bertanya padanya mengenai urusan apa saja yang biasa dilakukan oleh Rasulullah ketika beliau berada di rumah, Aisyah menjawab : “Rasulullah membantu melaksanakan pekerjaan keluarga”. (HR Bukhari)

Ketika ditanya oleh Aisyah “Ya Rasulullah bukankah engkau telah dijamin surga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?. Beliau menjawab “Ya Humaira, apakah aku tak boleh menjadi hamba Nya yang bersyukur?”. (HR Bukhari).

Hadist tersebut menjalaskan bahwa Rasulullah bersedia membantu pekerjaan rumah tangga walaupun lelah atau berat untuk dilakukan sebagai wujud syukur kepada Allah telah diberi seorang istri dan wujud nyata dalam mensyukuri nikmat tersebut dengan cara memperlakukan istrinya dengan sangat baik.

14. Dibelai

Rasulullah memberi kasih sayang pada istrinya dengan rutin membelai dan memenuhi nafkah batin yang merupakan hak istrinya, “Setiap hari Rasulullah membelai semua istrinya seorang demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai dengan tidak mencampuri hingga beliau singgah ke tempat istri yang beliau gilir waktunya lalu beliau bermalam di tempatnya”. (HR Ahmad).

15. Tidak Dibebani

Dalam sebuah kisah diriwayatkan bahwa Aisyah menunggu Rasulullah karena belum pulang hingga tengah malam, Aisyah menunggu beliau pulang hingga tertidur di dekat pintu rumah. Ketika Rasulullh sampai rumah dan menyadari hari sudah larut malam, beliau ingin mengetuk pintu tetapi khawatir akan mengganggu Aisyah yang barangkali telah terlelap tidur.

Beliau lalu menggelar sorban di depan pintu dan tidur di atasnya. Walaupun dalam keadaan lelah beliau tidak ingin mengganggu atau membebani istrinya. Dan malam itu tanpa saling mengetahui mereka tertidur di depan pintu.

Pagi hari ketika Aisyah membuka pintu ia kaget karena melihat Raulullan tidur di luar dan Rasulullah berkata “Aku pulang larut malam. Karena khawatir mengganggu tidurmu, aku tak tega mengetuk pintu. Itulah sebabnya aku tidur di depan pintu”. (HR Muslim). Kisah tersebut terjadi karena tingginya rasa ksih sayang diantara keduanya.

Demikian artikel mengenai 15 cara Rasulullah menyayangi istri, perlu dipahami bahwa Rasulullah melakukan hal tersebut bukan karena untuk merayu tetapi melakukannya dengan niat membahagiakan istri dan ibadah kepada Allah.

Memang sebagai manusia biasa kita tidak akan mungkin sepenuhnya mampu meniru Rasulullah sebab beliau memang sosok yang paling sempurna diantara semua manusia, tetapi ada baiknya kita selalu melakukan dan meniru teladan dari Rasulullah dengan sebaik dan semampu kita, agar timbul kasih sayang dan kehidupan rumah tangga yang lebih indah.

Sampai disini dulu ya sobat pembahasan kali ini. Semoga bisa membawa manfaat bagi sobat semua. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mampir. Salam hangat dari penulis.

The post 15 Hak Istri dalam Rumah Tangga Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Suami Membandingkan Istri Dengan Ibunya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-suami-membandingkan-istri-dengan-ibunya Mon, 03 Dec 2018 09:02:09 +0000 https://dalamislam.com/?p=4673 Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pria bernama Aus ibn Shamit. Ia memiliki istri bernama Khaulah binti Tsa’labah. Suatu hari, Aus ibn Shamit mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap istirnya dengan mengatakan, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Kemudian, Aus ibn Shamit menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada istrinya. Dalam kebiasaan Jahiliyyah, kalimat zhihar yang diucapkan […]

The post Hukum Suami Membandingkan Istri Dengan Ibunya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pria bernama Aus ibn Shamit. Ia memiliki istri bernama Khaulah binti Tsa’labah.

Suatu hari, Aus ibn Shamit mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap istirnya dengan mengatakan, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Kemudian, Aus ibn Shamit menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada istrinya.

Dalam kebiasaan Jahiliyyah, kalimat zhihar yang diucapkan oleh Aus ibn Shamit itu sama seperti menalak istrinya. Khalulah binti Tsa’labah kemudian menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menggugat hal ini. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan bahwa hal tersebut belum ada keputusan dari Allah.

Dalam suatu riwayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengannya.” Lalu Khaulah berkata, “Suamiku belum menyebutkan kata-kata talak.” Kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah surat Al Mujadalah ayat 1-4 yang artinya,

  1. Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah., dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
  2. Orang-orang di antara kamu yang menzhihar istrinya (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
  3. Dan mereka yang menzhihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan Allah kepadamu, dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.
  4. Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan) budak, maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak mampu (berpuasa), maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata,

“Segala puji bagi Allah Yang Pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Sungguh. Ada seorang wanita yang mengajukan gugatan datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengan Beliau, sedangkan aku berada di pojok rumah, aku tidak mendengarkan apa yang diucapkannya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat, “Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dst” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Bukhari secara mu-allaq, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Jarir dan Hakim)

Ayat 1-4 dalam surat Al Mujadalah tersebut dengan jelas menegaskan bahwa perbuatan menzhihar istrinya dilarang dalam Islam.

Apabila sang suami menyesali apa yang telah ia perbuat terhadap istrinya dan bermaksud kembali kepada istrinya maka menurut ayat di atas ia wajib memerdekakan seorang budak.

Jika tidak mampu memerdekakan seorang budak, maka ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan jika tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut maka ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum suami membandingkan istri dengan ibunya. Artikel lain yang dapat dibaca seputar fikih di antaranya adalah hukum suami yang tidak memuliakan istri, hukum suami yang tidak shalat, hukum suami membentak istri dalam Islamhukum menampar istri dalam Islam, hukum menghina istri dalam Islam, hukum suami tidak menafkahi istri dalam Islam, hukum tidak bertegur sapa dengan suami, hukum taat kepada suami, hukum istri yang membohongi suami, dan hukum wanita tidak melayani suami. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

The post Hukum Suami Membandingkan Istri Dengan Ibunya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Kewajiban Istri Dalam Masa Iddah dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/kewajiban-istri-dalam-masa-iddah Mon, 19 Nov 2018 02:37:00 +0000 https://dalamislam.com/?p=4626 Dalam sebuah pernikahan, keluarga yang sakinah mawadah warahmah tentulah menjadi tujuan pernikahan dalam Islam. Namun pernikahan tetaplah hanya sebuah hubungan antar manusia yang akan ada ujungnya, baik dipisahkan karena kematian maupun karena perceraian. Dalam Islam, perpisahan dalam sebuah pernikahan akan meninggalkan masa iddah bagi pihak wanita. Masa iddah adalah masa dimana istri harus menunggu hingga […]

The post 5 Kewajiban Istri Dalam Masa Iddah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam sebuah pernikahan, keluarga yang sakinah mawadah warahmah tentulah menjadi tujuan pernikahan dalam Islam.

Namun pernikahan tetaplah hanya sebuah hubungan antar manusia yang akan ada ujungnya, baik dipisahkan karena kematian maupun karena perceraian.

Dalam Islam, perpisahan dalam sebuah pernikahan akan meninggalkan masa iddah bagi pihak wanita. Masa iddah adalah masa dimana istri harus menunggu hingga waktu yang ditentukan oleh Allah selesai sebelum ia menikah lagi. Masa iddah telah diatur langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.

Selama menjalani masa iddah, terdapat beberapa kewajiban bagi istri dalam menjalankan masa iddahnya. Untuk lebih memahaminya, berikut ini adalah beberapa kewajiban istri selama berada di dalam masa iddah:

1. Mendekatkan diri pada Allah

Perpisahan dalam pernikahan tentunya akan membuat seorang wanita menjadi sangat rapuh. Kehilangan orang yang dicintai tentunya membuat siapa saja akan jatuh dalam kesedihan.

Bahkan seorang Nabi Muhammad saja bersedih ketika Khadijah wafat meninggalkannya. Namun meskipun berada dalam kesedihan, seorang istri diharapkan untuk semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Baca juga:

Allah ‘azzawajalla berfirman,

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).

2. Membaca doa kesedihan

Ketika seorang bersedih, hendaknya ia memperbanyak membaca doa. Sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah,

اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن ..

// Allahumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazani…//

“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari gundah gulana dan rasa sedih…” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Berdiam diri di rumah

Seorang istri yang masih berada dalam masa iddah diwajibkan untuk tetap berdiam diri di rumah alias tidak keluar rumah. Hal ini juga telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman, “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat iddahnya dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang…”(QS. At-Talak: 1)

Baca juga:

Namun hal ini tidak berlaku bagi wanita yang mendapat talak bain. Talk bain atau talak tiga membuat istri menjadi tidak lagi berhak untuk mendapatkan nafkah sehingga ia harus mencari nafkah dengan tangannya sendiri.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ  قَال : طَلُقَتْ خَالَتِي ثَلاَثًا فَخَرَجَتْ تَجِدُّ نَخْلاً لَهَا فَلَقِيَهَا رَجُلٌ فَنَهَاهَا فَأَتَتِ النَّبِيَّ  فَقَالَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَال لَهَا : اخْرُجِي فَجُدِّي نَخْلَكِ لَعَلَّكِ أَنْ تَصَدَّقِي مِنْهُ أَوْ تَفْعَلِي خَيْرًا

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu, dia berkata,”Bibiku ditalak yang ketiga oleh suaminya. Namun beliau tetap keluar rumah untuk mendapatkan kurma (nafkah), hingga beliau bertemu dengan seseorang yang kemudian melarangnya. Maka bibiku mendatangi Rasulullah SAW sambil bertanya tentang hal itu.

Dan Rasululah SAW berkata,”Silahkan keluar rumah dan dapatkan nafkahmu, barangkali saja kamu bisa bersedekah dan mengerjakan kebaikan. (HR. Muslim).

Baca juga:

4. Tidak berhias

Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ

“Kami dilarang ihdaad (berkabung) atas kematian seseorang di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.

Selama masa itu kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab.

Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah.” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 2739)

Nabi Muhammad SAW,”Janganlah perempuan itu menyentuh wangi-wangian.” (wa laa tamassu thiiban). (HR Bukhari no 5342, Muslim no 938).

5. Menahan diri dari khitbah dan pernikahan

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَسْلَمَ يُقَالُ لَهَا سُبَيْعَةُ كَانَتْ تَحْتَ زَوْجِهَا تُوُفِّيَ عَنْهَا وَهِيَ حُبْلَى فَخَطَبَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا يَصْلُحُ أَنْ تَنْكِحِيهِ حَتَّى تَعْتَدِّي آخِرَ الْأَجَلَيْنِ فَمَكُثَتْ قَرِيبًا مِنْ عَشْرِ لَيَالٍ ثُمَّ جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ انْكِحِي

Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil.

Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata,

“Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].

Baca juga:

Allah juga berfirman, “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya.” (QS Al-Baqarah [2] : 235)

Imam Nawawi menyebutkan, “Tidak boleh menikahi wanita yang berada pada masa ‘iddah karena suatu sebab. … Salah satu tujuan masa ‘iddah adalah untuk menjaga nasab. Jika kita membolehkan nikah pada masa tersebut, tentu akan bercampurlah nasab dan tujuan nikah pun jadi sia-sia (karena kacaunya nasab).” (Al Majmu’, 16: 240)

Namun Allah memperbolehkan istri yang dalam masa iddah dikhitbah dengan sindiran alias tidak terang-terangan.

Allah berfirman, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.

Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf.

Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya.

Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS Al-Baqarah [2] : 235)

Itulah 5 kewajiban istri selama dalam masa iddah. Masa iddah memang merupakan masa berkabung bagi istri yang membuat istri harus memenuhi beberapa kewajiban tertentu. Namun disinilah letak penghargaan dan penghormatan terhadap sebuah pernikahan agar pernikahan tidak dianggap remeh oleh manusia.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan rumah tangga kita selalu berada dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.

The post 5 Kewajiban Istri Dalam Masa Iddah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>