i'tikaf Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/itikaf Sun, 19 May 2019 14:23:12 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png i'tikaf Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/itikaf 32 32 Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-itikaf-bagi-wanita-haid Sun, 19 May 2019 14:23:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=6767 Di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, umat muslim baik laki-laki maupun perempuan, sangat dianjurkan untuk meningkatkan ibadah guna mencari kebaikan serta meraih keutamaan malam seribu bulan atau malam lailatul qadr. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saat memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam dengan shalat malam […]

The post Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, umat muslim baik laki-laki maupun perempuan, sangat dianjurkan untuk meningkatkan ibadah guna mencari kebaikan serta meraih keutamaan malam seribu bulan atau malam lailatul qadr. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saat memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam dengan shalat malam dan membangunkan keluarganya untuk turut serta shalat malam.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata :

“Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”
(HR. Bukhari)

Tujuan ditingkatkannya kegiatan beribadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah untuk meraih keutamaan malam lailatul qadr.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Carilah lailatul qadr pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Riwayat lainnya menyebutkan,

“Barangsiapa yang shalat malam pada malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Baca juga :

Amalan sunnah saat bulan Ramadhan lainnya yang dilakukan di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan adalah I’tikaf. I’tikaf di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi umat muslim baik laki-laki maupun wanita mengingat pahala i’tikaf di bulan Ramadhan yang sangat luar biasa diantaranya dosanya diampuni dan dijauhkan dari neraka.

I’tikaf sendiri dimaknai sebagai berdiam diri di masjid dengan niat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya,

“… kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
(QS. Al Baqarah : 187)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya.”
(HR. Bukhari)

Riwayat lain menyebutkan,

“Dari Ibnu Umar r.a (diriwayatkan bahwa) ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beritikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.”
(Muttafaq ‘Alaih)

Baca juga :

Dalil-dalil di atas menunjukkan disyari’atkannya dan disunnahkannya i’tikaf bagi umat muslim baik laki-laki maupun wanita. Berdasarkan dalil di atas pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa melakukan I’ikaf hingga beliau wafat. Bahkan beliau beri’tikaf selama dua puluh hari di tahun wafatnya. Para sahabat dan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga kerap melaksanakan I’tikaf.

Lalu, Bagaimanakah Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid?

Syarat sah I’tikaf menurut para ulama meliputi Islam, berakal, mumayyiz, serta suci dari janabah (junub), serta tidak haid dan nifas. Dengan demikian, wanita yang berniat I’tikaf di masjid di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan haruslah suci dari haid dan nifas. Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa hukum wanita haid masuk masjid adalah  diharamkan untuk masuk masjid. Dengan kata lain, larangan saat haid dan nifas salah satunya adalah memasuki masjid.

Hal ini merujuk pada status hukum yang menyatakan bahwa wanita yang tengah haid atau nifas adalah orang yang berhadats besar sehingga diharamkan masuk ke dalam masjid.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak aku halalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.”
(HR. Abu Daud)

Dikarenakan I’tikaf dikerjakan di masjid maka wanita yang tengah berhadats besar seperti haid dan nifas tidak dibenarkan beri’tikaf di masjid. Dengan demikian, hukum I’tikaf bagi wanita haid adalah dilarang. Jika dilaksanakan, I’tikafnya menjadi batal dan tidak sah.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum I’tikaf bagi wanita haid. Semoga bermanfaat.

The post Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Waktu Yang Tepat Memulai I’tikaf di Bulan Ramadhan https://dalamislam.com/info-islami/waktu-yang-tepat-memulai-itikaf Sun, 19 May 2019 14:10:12 +0000 https://dalamislam.com/?p=6867 Memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, umat Islam baik laki-laki maupun wanita dianjurkan untuk meningkatkan kegiatan beribadah. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata : “Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya […]

The post 3 Waktu Yang Tepat Memulai I’tikaf di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, umat Islam baik laki-laki maupun wanita dianjurkan untuk meningkatkan kegiatan beribadah. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata :

“Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”
(HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain disebutkan, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.”
(HR. Muslim)

Di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, beliau mengerjakan berbagai amalan sunnah saat bulan Ramadhan yang tidak dikerjakan di bulan-bulan yang lain, di antaranya adalah menghidupkan malam dengan shalat malam, membangunkan keluarganya untuk turut serta shalat malam, menjauhkan diri dari bercampur dengan istri-istrinya, mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur, mandi antara Maghrib dan Isya’, dan I’tikaf.

Baca juga :

I’tikaf, secara harfiah diartikan sebagai tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. I’tikaf di bulan Ramadhan adalah salah satu amalan sunnah yang diartikan sebagai tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menurut kesepakatan para ulama, I’tikaf lebih utama dikerjakan pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Kapankah waktu yang tepat untuk memulai I’tikaf?

Ada beberapa pendapat terkait dengan waktu yang tepat memulai I’tikaf, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Sejak terbenamnya matahari

Dalam suatu riwayat disebutkan,

“Dari Ibnu Umar r.a (diriwayatkan bahwa) ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beritikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.”
(Muttafaq ‘Alaih)

Menurut riwayat di atas, sebagian besar ulama berpendapat bahwa waktu yang tepat memulai I’tikaf adalah malam hari. Hal ini dikarenakan dalam hitungan Islam, hari dimulai sejak terbenamnya matahari.

2. Malam ke-21

Seorang muslim dianjurkan untuk beri’tikaf di malam ke-21 untuk mendapatkan malam lailatul qadr. Dalam Hasyiyah an-Nasai, As-Sindi mengatakan,

“Di antara tujuan utama melakukan I’tikaf adalah mendapatkan lailatul qadr, dan malam qadr itu mungkin saja terjadi pada malam ke-21.”
(Hasyiyah as-Sindi untuk sunan an-Nasai, 2 : 44)

Baca juga :

3. Setelah subuh hari ke-21

Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu yang tepat memulai I’tikaf adalah setelah subuh hari ke-21. Dari ’Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendah I’tikaf, beliau shalat subuh kemudian masuk ke tempat khusus untuk I’tikaf beliau.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Dari beberapa pendapat para ulama di atas tentang waktu yang tepat memulai I’tikaf bagi umat muslim yang ingin mengerjakannya adalah pendapat mayoritas ulama yakni setelah terbenamnya matahari.

Am-Nawawi mengatakan,

“Mayoritas ulama memahami hadits di atas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke bilik I’tikaf, memisahkan diri, dan menyendiri setelah beliau melakukan shalat subuh. Bukan karena itu waktu mulai I’tikaf, namun beliau sudah tinggal di masjid sebelum maghrib. Setelah shalat subuh, beliau menyendiri.”
(Syarh Shahih Muslim an-Nawawi, 8 : 69).

Demikian ulasan singkat tentang waktu yang tepat memulai I’tikaf. Semoga bermanfaat.

The post 3 Waktu Yang Tepat Memulai I’tikaf di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Adab I’tikaf Di Bulan Ramadhan https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/adab-itikaf-di-bulan-ramadhan Tue, 14 May 2019 12:36:34 +0000 https://dalamislam.com/?p=6896 Ber I’tkaf atau berdiam diri di masjid merupakan perkara sunnah yang baik dilakukan di bulan Ramadhan. Selain mendekatkan diri kepada Allah, I’tikaf juga merupakan upaya positif yang bisa menghindarkan dari hal-hal yang negatif. Terlebih lagi di bulan puasa, alangkah baik apabila dalam upaya menahan lapar dan haus dan melawan pikiran yang terkadang bosan, sangat dianjurkan […]

The post 10 Adab I’tikaf Di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ber I’tkaf atau berdiam diri di masjid merupakan perkara sunnah yang baik dilakukan di bulan Ramadhan. Selain mendekatkan diri kepada Allah, I’tikaf juga merupakan upaya positif yang bisa menghindarkan dari hal-hal yang negatif. Terlebih lagi di bulan puasa, alangkah baik apabila dalam upaya menahan lapar dan haus dan melawan pikiran yang terkadang bosan, sangat dianjurkan untuk ber i’tikaf karena dapat mengisi waktu luang dengan hal hal yang baik.

Tentu saja dikarenakan kita berdiam diri di masjid, akan pula mendorong upaya-upaya ibadah yang baik jika kita lakukan di masa-masa tersebut. Contohnya adalah i’tikaf diisi dengan Salat Sunnah, berdiam (berdzikir dalam hati), membaca Al-Qur’an, dan segala sesuatu hal baik yang dapat dihitung sebagai upaya menghidupi Masjid.

Di bulan Ramadan, Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam pun juga mengisi waktu dengan ber I’tikaf. I’tikaf di bulan ramadhan yang dilakukan Rasulullah itu dijelaskan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام ، فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما

“Biasanya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam beri’tikaf sepuluh hari di setiap Ramadan. Di tahun kematiannya, beliau beri’tikaf dua puluh hari.”

(HR. Bukhari)

Cara Rasulullah ber I’tikaf memang beliau melakukannya pada 10 hari terakhir ramadhan. Namun, sejatinya I’tikaf dapat dilakukan kapanpun,  dan hukumnya Sunnah (mendapat pahala jika dilakukan). Yang utama adalah di bulan ramadhan.

Baca juga :

I’tikaf sendiri memang harus dilakukan di masjid, bukan di tempat lain bahkan di rumah. Karena kembali ke arti I’tikaf sendiri yang adalah berdiam di masjid. Berdiam dalam arti Memuliakan dan bertamu di rumah Allah.

Karena I’tikaf adalah bertamu, sudah sepantasnya kita menjaga perilaku dan sesuatu hal lain untuk bertemu kepada pemilik rumah. Berikut adalah 10 adab i’tikaf di bulan Ramadhan.

Adab Ber I’tikaf di Bulan Ramadan

1. Harus dalam Keadaan Suci

Adab i’tikaf di bulan Ramadhan yang pertama adalah kita harus dalam keadaan suci. Bersuci dengan mandi dan berwudhu, membersihkan diri dari segala maca najis dan hadas agar tubuh menjadi bersih dan segar.

2. Berpenampilan Rapi dan Bersih

Tentu saja hal ini harus dilakukan, karena kita harus tampil baik apabila ingin bertamu ke rumah Allah. Dengan begitu, tidak hanya Allah saja yang senang melihat kita, namun orang lain pun tidak akan timbul prasangka suudzon saat melihat kita.

3. Memakai wangi-wangian

Memakai wangi-wangian dalam arti tidak berlebihan. Berfungsi sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari bau busuk yang berpotensi akan mengganggu orang lain. Selain harum, kita juga akan lebih nyaman dalam beribadah.

4. Memperbanyak langkah kaki dalam Perjalanan Menuju Masjid

Misalnya mengambil rute yang berbeda dan berjalan dengan santai, riang dan tidak tergesa-gesa. Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah Hadist yang berbunyi :

Barang siapa bersuci di rumahnya, lalu pergi ke salah satu masjid untuk menunaikan kewajiban salat fardlu, maka semua langkahnya yang satu menggugurkan dosanya dan yang lain mengangkat derajatnya.

(H.R. Muslim)

Baca juga :

5. Baik Hukumnya Apabila Sepanjang Perjalanan Diiringi Membaca Do’a

Tentu saja alangkah mulia apabila disepanjang perjalanan menuju Masjid dengan niat ber I’tikaf, diiringi berdoa dalam hati. Menenangkan hati dan pikiran agar segala sesatu yang akan dilakukan di masjid menjadi berkah bagi diri sendiri.

6. Melangkahkan Kaki Kanan terlebih dahulu saat Masuk Masjid.

Hal ini diajarkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana apabila ingin Masuk Masjid maka dahulukan kaki kanan, sedangkan saat keluar maka dahulukan kaki kiri. Masuk ke masjid dengan membaca :

Allahumaftah lii abwaaba rahmatik

(Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu)

7. Mengerjakan Salat Sunnah 2 Rakaat

Hal ini juga diajarkan oleh Rasulullah. Dimana tatkala masuk masjid, maka disunahkan untuk Salat 2 Rakaat ( Tahiyatul Masjid) terlebih dahulu sebelum duduk. Hal ini juga merupakan adab i’tikaf di bulan Ramadhan.

8. Menjaga Kebersihan

Termasuk adab yaitu tidak membuang sampah atau meninggalkan segala macam hal yang dapat mengotori masjid. Selain dapat mengganggu orang lain, hal ini juga mengakibatkan masjid yang seharusnya bersih dan suci menjadi kotor.

9. Tidak berbicara (Mengobrol) Soal bisnis di dalam Masjid

gMembicarakan transaksi duniawi juga tidak diperkenankan, Pasalnya selain tidak sopan juga dapat menganggu ketenangan. Apabila ingin ber I’tikaf maka niatkanlah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan segala macam urusan yang bersifat duniawi alangkah baiknya dikesampingkan dan dibahas lagi di luar dan di lain waktu.

Hal ini didasari dari Sabda Rasulullah yang disampaikan oleh Abu Hurairah

“Jika engkau melihat orang berjual-beli atau orang yang barangnya dibeli di masjid, maka katakanlah kepada mereka: semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perdaganganmu. Dan jika engkau melihat orang di masjid yang mengumumkan barangnya yang hilang, maka katakanlah: semoga Allah tidak mengembalikan barangmu”

(HR. At Tirmidzi)

Baca juga :

10. Tidak Meninggalkan Masjid Saat Adzan sudah dikumandangkan

I’tikaf harus dilakukan dan diisi dengan amalan-amalan bermanfaat (berdoa, berdzikir, membaca Al-Qur’an dsb). Dan apabila I’tikaf mendekati waktu Adzan salat maka hendaknya tidak keluar dari masjid dan langsung ikut salat jamaah. Karena Hal ini merupakan adab yang mana saat panggilan salat sudah dikumandangkan, maka tidak sopan apabila tiba-tiba meninggalkan masjid.

Tentu saja I’tikaf merupakan salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk memaknai Ramadhan. Selain dapat mengisi waktu luang, dengan menghidupi masjid maka kita akan mendapat keberkahan pula.

Bahkan ada dalil yang menjelaskan keutamaan-keutamaan dari orang-orang yang menghidupi dan memakmurkan masjid. Allah berfirman dalam QS, At Taubah ayat 18 yang berbunyi :

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Demikianlah penjelasan tentang 10 adab i’tikaf di bulan Ramadhan. Mari niatkan hati dan dekatkan diri kepada Allah Agar kita senantiasa menjadi orang-orang yang selalu diberi tuntunan menuju jalan yang benar dan lurus. Amin, InsyaAllah

Hamsa,

The post 10 Adab I’tikaf Di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Itikaf Selain Di Bulan Ramadhan https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/hukum-itikaf-selain-di-bulan-ramadhan Tue, 14 May 2019 09:50:37 +0000 https://dalamislam.com/?p=6894 Selama bulan ramadhan, kita diberi kenikmatan oleh Allah dengan berbagai macam kemuliaan. Bahkan karena saking banyaknya, terdapat amalan-amalan yang mendapatkan ganjaran berkah yang sangat besar hanya dengan sesuatu yang kecil. Apabila di bulan-bulan ramadhan, maka kita akan sering mengetahui bahwasanya seluruh umat muslim akan berbondong-bondong ke masjid, beribadah tatkala taraweh maupun tadarus dalam menjelang buka […]

The post Hukum Itikaf Selain Di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Selama bulan ramadhan, kita diberi kenikmatan oleh Allah dengan berbagai macam kemuliaan. Bahkan karena saking banyaknya, terdapat amalan-amalan yang mendapatkan ganjaran berkah yang sangat besar hanya dengan sesuatu yang kecil.

Apabila di bulan-bulan ramadhan, maka kita akan sering mengetahui bahwasanya seluruh umat muslim akan berbondong-bondong ke masjid, beribadah tatkala taraweh maupun tadarus dalam menjelang buka puasa. Hal tersebut merupakan hal yang baik dan memiliki keutamaan yang besar dikarenakan menghidupi Ramadhan dan Malam Ramadhan dengan beribadah dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, dan pula merupakan sesuatu yang dianjurkan dan dicontohkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun I’tikaf atau berdiam diri di masjid pada bulan ramadhan pun dapat memberikan pahala bagi yang melakukannya. Namun tentu saja, pertanyaan yang akan diselesaikan adalah tentang bagaimana apabila i’tikaf dilakukan di luar bulan ramadhan. Berikut kita akan mengkaji seputar Hukum i’tikaf selain di bulan Ramadahan. Lantas apakah hukum itikaf selain di bulan ramadhan?

Hukum Kapan Diperbolehkannya I’tikaf

I’tikaf itu pada dasarya hukumnya Sunnah. Dapat dilakukan di setiap waktu, baik di bulan Ramadan maupun diluar bulan Ramadan (bulan-bulan yang lain). Akan tetapi lebih utama apabila dilakukan di bulan Ramadhan. Bahkan lebih ditekankan dilakukan pada sepuluh malam akhir Ramadan (Malam Lailatul Qadr). Jadi hukum itikaf selain di bulan ramadhan itu dibolehkan.

Baca juga :

I’tikaf di bulan ramadhan pun dijelaskan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

“Biasanya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam beri’tikaf sepuluh hari di setiap Ramadan. Di tahun kematiannya, beliau beri’tikaf dua puluh hari.”

(HR. Bukhari)

Memang bahwasannya i’tikaf itu hukumnya sunnah. Boleh dan dianjurkan dilakukan kapan saja, namun yang utama adalah di bulan Ramadhan.

Tentu saja, i’tikaf atau berdiam diri di masjid adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan barangsiapa dengan rela hati memiliki niat untuk berdiam diri di masjid, maka orang tersebut akan mendapat keutamaan sebagai orang yang Ahli Iman.

Allah SWT berfirman dalam QS, At-Taubah Ayat 18 yang berbunyi :

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”

Tentu saja memakmurkan yang dimaksud adalah menghidupinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat. Beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, dan mendirikan majelis-majelis ilmu yang baik.

Cara I’tikaf Yang Dilakukan Rasulullah

Tentu saja Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam memiliki cara tersendiri dalam melakukan I’tikaf di Masjid. Dan apabila mencari contoh, memang sejatinya hal-hal yang dilakukan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam lah yang paling benar digunakan sebagai panutan. Dalam perkara I’ftitah, terdapat beberapa Hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah Radiyallahu’anhu.

Baca juga :

Dalam Hadist pertama, Aisyah radiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya,

“Apabila telah masuk hari kesepuluh, yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan kain sarungnya dan menghidupkan malam-malam tersebut serta membangunkan istri-istrinya.”

Di dalam hadits tersebut Aisyah menuturkan perihal Rasulullah yang mana beliau (Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam) melakuan beberapa hal berikut. :

  • Mengencangkan kain sarung, yang memiliki manka bahwasannya Rasulullah sangat tekun dalam beribadah, mencurahkan waktu setiap ibadah tersebut dan sangat bersungguh-sungguh atas apa yang dilakukan. Ada yang memiliki pendapat, bahwasannya  yang dimaksud dengan ‘mengencangkan kain sarung’ ialah menjauhi wanita untuk menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah
  • Menghidupkan malam, yang memilik makna bahwasanya Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam mengisi malam dengan begadang untuk melakukan ibadah salat dan selainnya.
  • Membangunkan istri-istrinya, yang dimaksud yakni membangunkan mereka dari tidur untuk bangun dan beribadah kemudian saalat.

Kemudian, Diriwayatkan kembali dari Aisyah radiyallahu ‘anhu, Bahwasannya Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam ber i’tikaf disetiap pagi hari. Dalam Riwayatnya, ‘Aisyah berkata,

”Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melakukan i’tikaf, beliau mengerjakan salat Subuh, baru kemudian masuk ke tempat i’tikafnya.”

Pernyataan salat subuh yang diutarakan oleh Aisyah yaitu merujuk kepada pada pagi hari di hari ke 21 bulan Ramadan. Maksudnya adalah, Rasulullah salallu ‘alaihi wa sallam menyepi dan mengkhususkan i’tikaf beliau pada waktu-waktu tersebut tatkala bulan Ramadan.

Namun tentu saja, terlepas dari hadist yang diriwayatkan Aisyah radiyallahu ‘anhu, Sebenarnya tidak ada batasan atau syarat minimal kapan maupun seberapa panjang seseorang harus menghabiskan waktu di masjid untuk dihitung sebagai I’tikaf. Hal diatas merupakan cara pribadi Rasulullah saja dalam ber I’tikaf.

Imam Nawawi Menjelaskan perihal permasalahan berikut dengan penuturan yang berbunyi , “Waktu minimal i’tikaf sebagaimana dipilih oleh jumhur ulama cukup disyaratkan berdiam sesaat di masjid. Berdiam di sini boleh diartikan sebagai waktu yang lama dan boleh jadi singkat hingga beberapa saat atau hanya sekejap hadir.” Tidak ada ketentuan ataupun ketetapan yang didasari oleh firman Allah maupun Hadist Nabi yang lain. Sehingga, Sebentar maupun lama, sudah bisa dihitung sebagai I’tikaf.

Baca juga :

Adab Ketika Ber I’tikaf

Setelah kita paham arti umum dari I’tikaf yaitu berdiam diri di masjid. Tentu saja perlu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendiami masjid. Hal hal terseut adalah

  • Niat yang bersih dari hati untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  • Suci dari hal hal yang membuat kita tidak diperbolehkan untuk masuk masjid
  • Mengisi waktu I’tikaf tersebut dengan diam (Berdzikir dalam Hati), Berdo’a, salat sunnah, membaca Al-Qur’an dan segala macam hal yang dapat menambah keimanan dan tidak menimbulkan kemudharatan.

Demkianlah penjelasan Hukum i’tikaf apabila dilakukan di bulan Ramadan dan hukum itikaf selain di bulan ramadhan upaya yang harus dipahami dan dilakukan agar I’tikaf menjadi sesuatu yang berkah. Semoga penjelasan diatas dapat menambah keilmuan kita, dan kita senantiasa diberikan petunjuk untuk tetap berada di jalan yang benar. InsyaAllah.

Hamsa,

The post Hukum Itikaf Selain Di Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
17 Pahala I’tikaf di Bulan Ramadhan yang Luar Biasa https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/pahala-itikaf-di-bulan-ramadhan Thu, 26 Apr 2018 10:37:55 +0000 https://dalamislam.com/?p=3434 Bulan Ramadhan yang mulia ialah bulan dimana kita bisa mendekat kepada Allah dan memiliki kesempatan untuk berbuat amal kebaikan sebanyak banyaknya serta memohon ampun atas dosa dosa yang telah lalu. Ramadhan akan terasa lebih indah jika diisi dengan kegiatan berdiam diri untuk menenangkan jiwa dan melepaskan diri dari segala kesibukan dan kepenatan duniawi. Cara tersebut […]

The post 17 Pahala I’tikaf di Bulan Ramadhan yang Luar Biasa appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Bulan Ramadhan yang mulia ialah bulan dimana kita bisa mendekat kepada Allah dan memiliki kesempatan untuk berbuat amal kebaikan sebanyak banyaknya serta memohon ampun atas dosa dosa yang telah lalu. Ramadhan akan terasa lebih indah jika diisi dengan kegiatan berdiam diri untuk menenangkan jiwa dan melepaskan diri dari segala kesibukan dan kepenatan duniawi. Cara tersebut yakni disebut dengan I’tikaf yang dilakukan terutama pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

Segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah tentu memiliki dampak baik bagi ketenangan dunia maupun kedamaian di akherat nanti, Allah selalu menyiapkan pahala luar biasa bagi siapa saja yang ikhlas dalam mengerjakan amal baik. termasuk I’tikaf. Apa saja pahala yang tersebut? yuk simak uraian lengkapnya dalam artikel berikut, 17 pahala I’tikaf di bulan Ramadhan.

1. Pahala Ampunan Dosa

Orang yang melakukan I’tikaf di bulan Ramadhan untuk melengkapi ibadahnya yang lain seperti puasa dan shalat tarawih, serta menjalankannya dengan niat hanya karena Allah berdasarkan keutamaan ikhlas dalam islam maka akan mendapat kebaikan dan ampunan dosa, hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam berkata kepada orang yang beri’tikaf, “Dia menahan dosa-dosa dan dialirkan baginya kebaikan sebagaimana orang yang melakukan kebaikan semuanya.”

2. Pahala Dijauhkan dari Neraka

I’tikaf artinya ialah berdiam diri untuk merenungi keburukan yang dimiliki untuk bertaubat, berdzikir untuk memuji Allah, serta berdiam untuk mengharap keberkahan di kehidupan akherat dan memohon diterimanya amalan amalan bulan Ramadhan yang dilakukan. Jika dilaksanakan dengan kesungguhan hanya mengharap ridho Allah, baginya akan dijauhkan dari  siksa neraka bagi wanita maupun siksa neraka bagi laki laki.

Hal ini juga diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beri’tikaf sehari mengharap wajah Allah, maka Allah jadikan antara dia dengan neraka tiga parit yang lebih jauh di antara timur dan barat.”

3. Menyempurnakan Rangkaian Ibadah Puasa

Diriwayatkan Dailami dari Aisyah radhiallahu’anha sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beri’tikaf dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.” Ibadah bulan puasa tentu akan lebih lengkap jika dijalani dengan keikhlasan dan taubat yang terdalam, I’tikaf akan menyempurnakan rangkaian ibadah puasa yang dilakukan dan memberi kebaikan di masa mendatang. I’tikaf akan memberikan rasa tenang sehingga orang tersebut mampu menahan emosi saat puasa.

4. Mendapat Pahala Haji dan Umrah

Sungguh luar biasa pahala I’tikaf yang dilakukan di bulan Rmaadhan, pahala besar akan didapat yakni pahala seperti beribadah haji dan umrah. Diriwayatkan oleh Baihaqi dan dilemahkannya dari Husain bin Ali radhiallahu’anhuma berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan i’tikaf sepuluh hari di bulan Ramadan, bagaikan melakukan dua haji dan dua umroh.keutamaan ibadah haji dan keistimewaannya akan didapat dengan melakukan I’tikaf 10 hari di akhir ramadhan, tentu sebuah pahala yang luar biasa.

5. Mengikuti Sunnah Rasulullah

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).  Rasulullah sejak dahulu selama bulan Ramadhan selalu melakukan I’tikaf dan diikuti oleh istri istrinya sepeninggal beliau. keutamaan i’tikaf di bulan ramadhan yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut wajib diteladani oleh kita semua sebagai umatnya.

dan menandakan bahwa hal tersebut telah dicontohkan dan disunnahkan oleh Rasulullah, serta bagi siapa saja yang mengikuti sunnah Rasulullah tentu mendapat pahala karena telah menjalankan syariat agama islam yang juga dibuat oleh Allah. Orang tersebut akan diakui sebagai pengikut Rasulullah dan mendapat petunjuk serta jalan yang lurus.

6. Pahala Kenikmatan Dekat dengan Allah

Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Nabi shallallahu alaihui wasallam mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya” (HR. Bukhari). I’tikaf artinya berdiam diri melupakan hal hal duniawi dan hanya mengingat Allah, dalam kondisi mendekat kepada Allah, tentu Allah juga akan mendekat kepadanya sehingga ia mendapatkan kenikmatan lahir dan batin.

7. Pahala Istiqomah

Umumnya orang orang akan rajin menjalankan ibadah hanya ketika di awal puasa saja, di pertengahan mereka akan malas dan kembali rajin di akhir Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri, sedangkan orang yang berI’tikaf menunjukkan bahwa ia mampu bersabar dan mengerjakan amal ibadah dengan istiqomah sehingga ia pun mendapat pahala yang luar biasa karena ketekunannya.

8. Pahala Menunggu Waktu Shalat

Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, melainkan para Malaikat akan mendoakannya: ˜Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia, (HR Ahmad). Ketika I’tikaf tentu akan berdiam diri di masjid, hal itu sama saja menunggu hingga waktu shalat tiba, dan menunggu waktu shalat terlebih di bulan Ramadhan juga memiliki pahala yang sangat mulia.

9. Diberi Kemudahan Melakukan Ibadah Ramadhan

Orang yang ber I’tikaf akan memohon kepada Allah untuk mendapatkan keberkahan di bulan Ramadhan, sehingga apapun yang dilakukan akan mendapat petunjuk dan ia mendapat kemudahan untuk melakukan segala amalan kebaikan lain, hal itu terjadi karena ia memiliki niat yang sungguh sungguh untuk menata diri dan berbuat baik serta menunjukkan dan mengusahakannya langsung di hadapan Allah SWT.

10. Pahala Bersyukur

I’tikaf artinya bersyukur kepada Allah karena masih diberi waktu untuk bertemu bulan Ramadhan dan masih diberi kesempatan untuk menjalankan ibadah, hal itu merupakan ibadah pula sebab Allah menyukai hambaNya yang bersyukur dan akan terus menambah nikmat untuk hambaNya tersebut, sehingga ia akan terus mendapat keberkahan dan ketenangan hidup serta jauh dari sifat kufur.

11. Kenikmatan Waktu yang Bermanfaat

I’tikaf ialah berdiam diri untuk mengisi waktu dengan mendekat dan menyebut asma Allah, tentu hal demikian jauh lebih bermanfaat karena berlalu dengan tercatatkan pahala untuknya daripada ia tidak melakukan apapun atau melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat. Ia akan mendapat pahala berupa kenikmatan hati karena memiliki waktu yang terisi dengan amal ibadah.

12. Pahala Shalat Berjamaah

I’tikaf di masjid tentu akan menunggu waktu shalat disertai dengan melakukan shalat berjamaah, hal itu akan mendapatkan pahala yang berlipat lipat dimana orang yang melakukan shalat berjamaah di bulan Ramadhan dijamin pahala yang jauh lebih besar serta mendapat rasa khusyu’ yang lebih dalam beribadah. Tentu ia akan memiliki kebahagiaan dalam menjalani ibadah Ramadhan.

13.  Jauh dari Tamak Duniawi

I’tikaf mengajarkan tentang kesederhanaan dan rasa pasrah, ketika menjalankan badah tersebut, ia akan berdiam diri dan merenung, sehingga ia akan menyadari arti kehidupan dan jauh dari segala bentuk ketamakan duniawi. Ia pun menjadi seseorang yang semakin dekat dengan Allah dan semakin berkurang ketamakannya terhadap hal hal duniawi.

14. Pahala Mengunjungi Masjid

Orang yang menggantungkan hatinya dengan masjid  (HR Bukhari). Hadist tersebut ialah ciri orang mulia yang mendapat pahala yang jelas orang yang menjalankan ibadah I’tikaf termasuk di dalamnya karena ia rutin berada di masjid dan menggantungkan hidupnya disana. Ia menjadi seseorang yang mencintai masjid dan merawatnya sehingga bertambah lagi kebaikan untuknya.

15. Pahala Menjemput Malam Lailatul Qadar

Carilah malam lailatul qadar pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (HR Bukhari dan Muslim). i’tikaf yang dilakukan terutama di 10 hari menjelang Ramadhan berakhir dimana di hari hari tersebut terdapat malam yang mulia, orang yang ber I’tikaf juga tentunya mengharap kenikmatan di malam tersebut dan mendapat pahala darinya.

16. Teladan Sahabat Rasulullah

Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka beri’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau. (HR. Bukhari no. 2018 dan Muslim no. 1167). Jelas bahwa I’tikaf juga dicontoh sahabat Rasulullah sebab itu juga disunnahkan untuk dicontoh semua umat muslim.

17. Dianjurkan oleh Allah

Tidak ada suatu ibadah hamba-Ku kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan apabila hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan (ibadah-ibadah) sunah, maka Aku akan mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, maka Aku (membimbing) pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar.

Aku (membimbing) penglihatannya ketika melihat, (membimbing) tangannya ketika memukul dan (membimbing) kakinya ketika melangkah (sesuai dengan taufik da inayah-Ku). Kalau dia meminta-Ku, pasti akan Aku beri. Kalau dia meminta perlindungan-Ku, pasati akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari, no. 6502).

Allah menganjurkan hambaNya untuk melakukan I’tikaf di bulan Ramadhan untuk mencapai kenikmatan Ramadhan yang sempurna dan jika ada manusia yang melakukannya murni semata karena Allah makan baginya ialah pahala yang mulia berupa perlindungan dan kasih sayang dari Allah. Sungguh nikmat yang luar biasa.

Demikian artikel mengenai pahala I’tikaf di bulan Ramadhan, semoga memberi motivasi bagi kita untuk meningkatkan amal kebaikan untuk menggapai berkah ramadhan yang sempurna. Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa untuk memperbarui wawasan anda dengan membaca cara menambah pahala di bulan Ramadhan, pahala menyantuni anak yatim di bulan ramadhan, pahala zakat di bulan ramadhan, pahala shalat tarawih di bulan ramadhan, dan pahala sahur di bulan Ramadhan. Salam hangat dari penulis.

The post 17 Pahala I’tikaf di Bulan Ramadhan yang Luar Biasa appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum I’tikaf Bagi Wanita dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-itikaf-bagi-wanita Mon, 25 Sep 2017 07:03:17 +0000 https://dalamislam.com/?p=2122 I’tikaf adalah kegiatan dimana seseorang berdiam diri dalam masjid untuk beribadah, bermuhasabah dan melakukan hal-hal lain yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Sebenarnya i’tikaf ini bisa dilakukan kapan saja. Namun lebih utama pada malam-malam lailatul qadar, yakni 10 hari terakhir pada bulan ramadhan Dalam hadist shahih dijelaskan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam […]

The post Hukum I’tikaf Bagi Wanita dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
I’tikaf adalah kegiatan dimana seseorang berdiam diri dalam masjid untuk beribadah, bermuhasabah dan melakukan hal-hal lain yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Sebenarnya i’tikaf ini bisa dilakukan kapan saja. Namun lebih utama pada malam-malam lailatul qadar, yakni 10 hari terakhir pada bulan ramadhan

Dalam hadist shahih dijelaskan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka beri’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau. (HR. Bukhari dan Muslim).

Abdullah bin Umar r.a. berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk hukum i’tikaf sendiri menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkadah yakni sunnah yang diutamakan, sebab i’tikaf adalah telah dicontohkan Nabi. Dan sebagai umat islam sudah seharusnya kita menjadikan nabi sebagai suri tauladan.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Baca juga:

Nah, satu hal yang sering jadi pertanyaan bolehkan wanita melakukan i’tikaf di masjid? Berikut ulasannya!

I’tikaf Bagi Wanita Menurut Islam

Menurut mayoritas ulama hukum wanita melakukan i’tikaf di masjid adalah sunnah. Hal ini didasarkan pada hadist yang menjelaskan bahwa istri-istri Rasul juga pernah melakukan i’tikaf.

Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa: “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya.” (Bukhari, Muslim).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada ‘Aisyah untuk mendirikan tenda, ‘Aisyah pun mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf dalam tenda, ia meminta untuk didirikan tenda, lalu didirikanlah tenda yang lain. Ketika di Shubuh hari lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat banyak tenda, lantas beliau bertanya, “Apa ini?” Beliau lantas diberitahu dan beliau bersabda, “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?” Beliau meninggalkan i’tikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan beri’tikaf pada sepuluh hari dari bulan Syawal.” (HR. Bukhari)

Baca juga:

Wanita boleh melakukan i’tikaf di masjid asalkan memenuhi 3 syarat, yakni:

  • Mendapatkan izin dari suami

Seorang wanita yang telah menikah adalah tanggung jawab suaminya. Maka itu, saat keluar rumah tentu harus meminta izin kepada suami.

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh bagi seorang perempuan berpuasa sementara suaminya ada di rumah kecuali dengan izinnya. Dan tidak boleh baginya meminta izin di rumahnya kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Musthafa ar-Ruhaibani mengatakan: “Seorang istri diharamkan untuk keluar tanpa izin suami, kecuali karena alasan darurat. Seperti membeli makanan, karena tidak ada yang mengantarkan makanan kepadanya”. (Mathalib Ulin Nuha).

  • Berada dalam keadaan suci (tidak haid atau nifas)

Terdapat perbedaan pendapat tentang hukum wanita haid melakukan i’tikaf di masjid. Namun mayoritas ulama melarang wanita haid memasuki masjid. Ulama mahzab Hanafi dan Maliki memberikan larangan mutlak. Begitupun ulama syafi’i dan hambali mengatakan tidak boleh berdiam diri di masjid kecuali hanya sekedar lewat.

Pendapat tersebut didasari oleh hadist:

Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari nomor 324)

Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi)

Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (An Nisaa’ : 43)

Dulu para wanita melakukan i’tikaf. Apabila mereka haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk keluar dari masjid.” (Ibn Qudamah dalam al-Mughni).

Baca juga:

  • Mampu menjaga kehormatan diri

Syarat ketiga untuk wanita yang ingin beri’tikaf harus mampu menjaga kehormatan dirinya. Jangan sampai niat ibadah justru berubah jadi fitnah. Untuk menjaga kehormatan tentunya wanita harus bisa berpakaian sesuai syariat agama, tidak mengenakan perhiasan berlebihan dan menundukkan pandangan.

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Qs. Al-Ahzab: 33)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Ada dua golongan ahli neraka yang tidak pernah aku lihat sebelumnya; sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang dipakai untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka berjalan melenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak bisa mencium aromanya. Sesungguhnya aroma jannah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Baca juga:

Pendapat Ulama Tentang Hukum I’tikaf Bagi Wanita

Berikut ini adalah beberapa pendapat dari para ulama terkait bagaimana hukumnya wanita yang melakukan i’tikaf pada bulan Ramadhan.

  1. Mahzab Syafi’i

Menurut imam Syafi’i hukum wanita beri’tikaf berjamaah di masjid adalah makruh. Yang berarti jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah Ta’ala. Hal ini dikarenakan keluarnya wanita dari rumah berisiko dilihat banyak pria dan memungkinkan timbulnya fitnah.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  “Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad)

“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya” (HR. Abu Daud)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “shalat jama’ah bagi wanita itu lebih baik dirumahnya daripada mendatangi masjid … Dan shalat wanita di rumahnya itu lebih menutupi dirinya dan lebih afdhol” (Al Majmu’, 4: 198).

  1. Mahzab Hanafiyah

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa wanita diperbolehkan i’tikaf di masjid dengan syarat harus didampingi oleh suaminya

  1. Ibnu Hajar

Menurut Ibnu Hajar hukum wanita i’tikaf di masjid diperbolehkan asalkan ia mampu menutupi auratnya dan menjaga pandangan dari laki-laki yang bukan muhrim.

“Jika wanita ingin melaksanakan i’tikaf di masjid, maka hendaklah menutupi diri (dari pandangan laki-laki) Disyaratkan bagi wanita untuk berdiam di masjid selama tempat tersebut tidaklah mengganggu (menyempitkan) orang-orang yang shalat.” (Fath Al-Bari)

  1. Ibnul Mundzir

Menurut Ibnul Mudzir tentang wanita beri’tikaf di masjid adalah mubah (boleh) asalkan ia telah mendapatkan izin dari suaminya. Istri harus menuruti keputusan suami, sekalipun si istri telah duduk di masjid lalu disuruh pulang, maka istri harus menurutinya.

Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, wahai Rasulullah, saya sangat ingin sekali shalat berjamaah bersamamu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab:

Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin shalat berjamaah bersamaku. Namun shalatmu di dalam kamar khusus untukmu (bait) lebih utama dari shalat di ruang tengah rumahmu (hujrah). Shalatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari shalatmu di ruang terdepan rumahmu. Shalatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih utama dari shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi).

Baca juga:

Kesimpulannya wanita boleh melakukan i’tikaf berjamaah di masjid asalkan ia mendapatkan izin dari suami dan mampu menjaga kehormatannya. I’tikaf juga harus diniati beribadah kepada Allah Ta’ala bukan sebagai ajang untuk bergosip. Namun demikian, tetap lebih utama bagi wanita untuk tetap berada dalam rumah. Terlebih lagi wanita sebagai istri memiliki tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan menyiapkan kebutuhan suami. Maka tentu wanita tersebut harus menunaikan kewajibannya terlebih dahulu. Kecuali bila memang senggang maka boleh melakukan i’tikaf di masjid. Bagaimanapun sholat wanita di rumah lebih utama dibandingkan di masjid.

Demikianlah penjelasan tentang hukum i’tikaf bagi wanita. Semoga bermanfaat.

The post Hukum I’tikaf Bagi Wanita dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Keutamaan I’tikaf di Bulan Ramadhan dan Manfaatnya https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/i-tikaf-di-bulan-ramadhan Wed, 10 May 2017 10:08:25 +0000 http://dalamislam.com/?p=1536 Itikaf adalah salah satu bentuk ibadah dan spiritual yang sering dilaksanakan saat bulan Ramadhan, khususnya adalah hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, itikaf dilaksanakan sambil menjemput datangnya malam lailatul Qadar. Tentu saja di malam ini semua orang berlomba-lomba untuk bisa mendapatkannya. Sebagaimana Rasulullah contohkan, sebetulnya itikaf tidak dilaksanakan saat bulan Ramadhan […]

The post Keutamaan I’tikaf di Bulan Ramadhan dan Manfaatnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Itikaf adalah salah satu bentuk ibadah dan spiritual yang sering dilaksanakan saat bulan Ramadhan, khususnya adalah hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, itikaf dilaksanakan sambil menjemput datangnya malam lailatul Qadar. Tentu saja di malam ini semua orang berlomba-lomba untuk bisa mendapatkannya.

Sebagaimana Rasulullah contohkan, sebetulnya itikaf tidak dilaksanakan saat bulan Ramadhan saja, melainkan di luar bulan Ramadhan pun juga bisa untuk dilaksanakan. Rasulullah dalam hal ini pun mencontohkan.

Pengertian Itikaf

Itikaf adalah berdiam diri di masjid sambil melakukan evaluasi dan perenungan diri. Beberapa aktivitas yang bisa dilakukaan saat berdiam diri di masjid adalah aktifitas yang produktif, tidak membuat gaduh, namun tetap hikmat dan bernilai ibadah. Misalnya adalah:

  • Membaca Al-Quran dan Tafsirnya.
  • Berzikir.
  • Evaluasi Diri dan Perenungan.
  • Membaca Buku yang Bernilai.
  • Tadabur Al-Quran.
  • Dsb

Baca juga:

Itikaf tentu saja sangat bermakna jika dilakukan. Dengan itikaf kita juga bisa fokus pada amalan ibadah sebelum nantinya di waktu yang lain tentu kita akan disibukkan dengan berbagai pekerjaan dan aktivitas. Untuk itu, sangat dibutuhkan saat bulan Ramadhan untuk bisa mendapatkan kebermaknaan dan pengalaman spiritual salah satunya lewat ibadah itikaf.

Rasulullah mencontohkan itikaf dilakukan saat bulan Ramadhan, khususnya 10 hari terakhir sebelum Ramadhan atau saat masa lailatul qadar akan datang. Untuk itu, itikaf sangat dianjurkan karena dicontohkan oleh Rasulullah.

Manfaat dan Hikmah Itikaf

Ada banyak hal yang bisa kita dapatkan dari itikaf. Itikaf tentunya bukan sekedar berdiam diri di masjid, melainkan ada sesuatu yang bisa kita dapatkan dari itikaf yang bisa menginspirasi dan memberikan makna dalam hidup kita. Berikut adalah manfaat dan hikmah dari i’tikaf bulan ramadhan.

1. Evaluasi Diri

Evaluasi diri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia walaupun itu terhadap dirinya sendiri. Akan sangat mudah kita mengevaluasi diri orang lain namun akan sulit jika kita mengevaluasi diri kita sendiri. Evaluasi diri seperti proses atau pegangan yang akan membawakan kita mencapai hikmah dan perbaikan diri. Tanpa evaluasi diri tentu saja manusia akan terjebak dan tersesat karena terbawa hanya oleh diri atau hawa nafsu pribadinya.

I’tikaf di Bulan Ramadhan membantu kita untuk mengevaluasi diri. Dengan itikaf kita akan berfokus pada diri kita dan menjauhi Sifat sombong dalam islam dan Sombong dalam Islam yang merusak akhlak.

2. Perenungan Tentang Hidup

Di masa itikaf kita juga bisa merenung banyak hal tentang hidup. Berada di dalam masjid membuat kita terkondisikan untuk mengingat Allah dan mengingat segala kebesarannya. Untuk itu, kita akan mengingat bahwa hidup kita banyak sekali dosa-dosa dan kesahalan baik yang disengaja ataupun tidak. Untuk itulah Allah memberikan kita kesempatan itikaf salah satunya untuk mengingat dan merenungi kehidupan.

Perenungan saat i’tikaf di Bulan Ramadhan ini juga bisa tentang masalah dunia dan akhirat, masalah kebahagiaan, masalah kesalahan di masa lalu, apa yang sudah kita lakukan dan apa yang sudah kita lalaikan. Di masa-masa selain bulan Ramadhan, tentu saja hal ini sulit kita lakukan. Untuk itulah, kesempatannya ada di bulan Ramadhan ini untuk melakukan perenungan atau penghayatan diri.

Baca juga:

3. Khusyuk Beribadah

Selama itikaf kita akan banyak berdiam diri di masjid dan dikeliingi oleh orang-orang yang juga khusyuk dalam beribadah. Selama beritikaf kita akan fokus pada bagaimana beribadah menghadap Allah SWT bukan lagi masalah-masalah keduniawian. Untuk itu, ibadah itikaf membantu kita untuk bisa melaksanakan shalat, puasa, dan tadabur Al-Quran dengan tetap khusyuk dan tumaninah.

Ibadah di hadapan Allah tentu hanya masalah ibadah ritual, tapi menuntut ilmu, mengisi rohani dengan pengetahuan agama, ceramah yang menyejukkan juga bisa termasuk kepada ibadah jika diniatkan untuk nantinya dilaksanakan demi kebaikan atau kemaslahatan.

Saat di luar bulan Ramadhan, banyak sekali aktivitas dan kesibukan kita yang terkadang tidak membuat kita khusuk. Untuk itu, kesempatan ramadhan ini atau pada saat itikaf ini adalah saat yang tepat untuk kita bisa khusyuk dan menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya.

Baca juga:

4. Membangun Spiritual (Hubungan antara Allah dan Manusia)

Saat itikaf ini juga kesempatan untuk membangun spiritual diri yang kuat. Spiritual diri yang kuat bisa didapatkan dari ibadah-ibadah yang dilaksanakan dengan khusus dan perenungan diri yang kuat. Pengalaman spiritual ini tentu saja tidak akan bisa berdampak pada bulan-bulan setelah ramadhan jika dilaksanakan tanpa keikhlasan. Untuk itu, pengalaman spiritual bisa didapatkan dari itikaf yang tidak hanya sehari saja dan membutuhkan konsistensi serta keikhlasan dalam menjalankan.

Ada banyak sekali orang yang melakukan itikaf. Namun tentunya motif yang berbeda-beda. Untuk itu, spiritual harus dilakukan dengan niat yang lurus dan ikhlas agar mendapatkan pengalaman spiritual yang membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT.

Baca juga:

5. Menjauhi Sejenak Hiruk Pikuk Dunia

Dengan melaksanakan itikaf kita bisa menjauh sejenak dari hiruk pikuk dunia dan membuat diri kita semakin fokus untuk beribadah. Pada saat itikaf kita tidak akan terkena hiruk pikuk dunia sebagaimana yang ada di tempat perbelanjaan atau tempat-tempat lainnya yang justru malah mengkondisikan umat islam untuk berbelanja atau menghabiskan uang.

Itikaf yang kita lakukan tentunya membuat kita banyak dikondisikan oleh lingkungan yang positif dan jauh dari kemaksiatan. Tentu akan berbeda jika kita menghabiskan waktu dengan berbelanja, sekedar berkumpul dengan teman-teman, tanpa ada orientasi yang jelas.

Dengan itikaf kita terkondisikan untuk banyak beramal shalih, berinfaq dan sedekah. Walaupun zakat adalah ibadah harta yang wajib, sedekah atau infaq juga menjadi kewajiban kita jika memiliki kelebihan harta. Untuk itu, menjadi kewajiban sosial yang harus dilakukan oleh mereka yang mam

Itikaf juga bisa menghilangkah Penyebab hati gelisah menurut islam, membuat doa dengan cara agar keinginan cepat terkabul. Itikaf juga salah satunya dengan dengan membaca asmaul husna, karena ada  manfaat asmaul husna yang sangat banyak.

Semoga kita bisa melaksanakan ibadah itikaf bukan hanya selama Ramadhan, melainkan di waktu-waktu lainnya untuk mengisi jiwa dan ruhani kita dengan metode berdiam diri di masjid serta memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah SWT.

Selain dari manfaat itikaf, ada juga ibadah lain yang bisa dilakukan dan terdapat manfaatnya seperti : Manfaat takbirManfaat Shalat Tarawih Manfaat Baca Al-quran Setiap Hari Manfaat TawakalManfaat Tahajjud Manfaat Asmaul Husna Manfaat Ucapan AlhamdulillahManfaat Toleransi Antar Umat Beragama, dsb.

Semoga kita senantiasa istiqomah untuk melaksanakan perintah Allah walaupun ramadhan telah berlalu, tapi istiqomah yang akan selalu kita jaga.

The post Keutamaan I’tikaf di Bulan Ramadhan dan Manfaatnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Malam Lailatul Qadar – Malam Istimewa Berderajat Seribu Bulan https://dalamislam.com/puasa/malam-lailatul-qadar Thu, 16 Jun 2016 03:28:11 +0000 http://dalamislam.com/?p=691 Datangnya bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi umat muslim di seluruh belahan dunia. Salah satu malam yang istimewa juga saat bulan Ramadhan adalah adanya malam lailatul Qadar. Malam yang ditunggu-tunggu dan berderajat 1000 bulan ini menjadi hal yang penting kiranya untuk umat muslim pahami dan sambut dengan ibadah yang sebaik-baiknya. Puasa Ramadhan dan […]

The post Malam Lailatul Qadar – Malam Istimewa Berderajat Seribu Bulan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Datangnya bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi umat muslim di seluruh belahan dunia. Salah satu malam yang istimewa juga saat bulan Ramadhan adalah adanya malam lailatul Qadar. Malam yang ditunggu-tunggu dan berderajat 1000 bulan ini menjadi hal yang penting kiranya untuk umat muslim pahami dan sambut dengan ibadah yang sebaik-baiknya. Puasa Ramadhan dan cara pelaksanaannya menjadi perhatian yang penting juga untuk diperhatikan agar mendapatkan kemaksimalan dalam bulan ramadhan dan malam lailatul qadar ini.

Pemaknaan Malam Lailatul Qadar menurut Surat Al-Qadar

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikathttp://dalamislam.com/puasa/malam-lailatul-qadar?preview=true-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS : Al-Qadr : 1-5)

Ayat diatas adalah surat Al-Qadar yang merupakan salah satu surat dalam Al-Quran yang ditempatkan sesudah surat Al-Alaq. Para ulama menyatakan bahwa surat Al-Qadr diturunkan jauh setelah turunnya surat Al-Alaq dan turun setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Selain menjalankan rukun puasa ramadhan, di bulan ramadhan umat muslim akan mendapatkan kesempatan bertemu malam lailatul qadar.

Surat Al-Qadr berbicara mengenai turunnya Al-Quran dan kemuliaan malam yang dipih sebagai Nuzulul Quran yakni malam turunnya Al-Quran. Bulan Ramadhan memiliki banyak sekali keutamaan dan keistimewaan yang salah satunya adalah Lailatul Qadar sebagaimana disampaikan dalam surat Al-Qadr. Malam Lailalatul Qadar ini disebutkan dalam Al-Quran adalah lebih baik dari seribu bulan.

Secara pasti hal ini harus diimani oleh semua muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran bahwa ada suatu malam yang bernam laylatul qadar dan malam ini adalah malam yang penuh berkah dimana ditetapkannya segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan.

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (QS : Adh-Dhukaan : 3)i

Malam tersebut terjadi saat bulan Ramadhan. Al Quran menjelaskan dalam QS : Al-Baqarah : 185,

“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”

Dari ayat-ayat yang telah Allah sampaikan dalam Al-Quran, kita bisa menangkap ada beberapa poin penting mengenai malam lailatul Qadar :

  1. Malam Istimewa, diturunkannya  Al-Quran

Dari ayat-ayat yang disampaikan di atas dan pendapat para ulama, malam lailatul qadar adalah malam yang dimana Al-Quran sebagai petunjuk hidup diturunkan di bumi. Kedahsyatan malam ini adalah karena manusia diberikan pencerahan yang kita ketahui pada awalnya dalam kesesatan dan keajahiliahan, namun Allah memberikan cahaya Al-Quran. Dengan turunnya Al-Quran lewat perantara malaikat Jibril pada Nabi Muhammad, Allah memberikan penerangan untuk jalan kehidupan manusia dan kesadaran penuh (bagi yang menyadarinya) untuk menempuh jalan lurus. Setelah itu, terjadilah perubahan besar pada hidup Nabi Muhammad, yang secara otomatis merubah pula perjalanan hidup Manusia di muka bumi hingga 15 abad (1500 tahun) setelahnya.

Kita ketahui bersama kedahsyatan mukjizat Al-Quran yang Allah berikan kepada Rasulullah SAW tidak hanya berhenti di masa Rasul saja melainkan 15 abad setelah Rasul tiada pun, masih kita rasakan dan ambil banyak sekali pelajaran. Untuk itu, itulah malam lailatul qadar yang diturunkan saat Ramadhan, membawakan kedahsyatan petunjuk Allah berupa Al-Quran.

  1. Malam lailatul Qadar adalah saat bulan Ramadhan

Para ulama menyebutkan bahwa malam lailatul Qadar adalah 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran dengan topik Lailatul Qadar menyebutkan bahwa Bulan Ramadhan menjadi datangnya malam lailatul qadar, dikarenakan bulan ini adalah bulan penyucian jiwa. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu menghampiri. Untuk itu, Rasulullah menganjurkan dan mempraktikkan i’tikaf (merenung dan berdiam diri di masjid) pada sepuluh hari di bulan Ramadhan.

Apabila jiwa manusia telah siap, telah mengalami puasa selama 20 hari, mengalami pengelolaan emosi, hawa nafsu dan jiwa maka saat itu kemuliaan akan bisa dirasakan dan mendapatkan esensi dari fungsi agama yang diamaliahkan lewat ibadah-ibadah.

  1. Malam tersebut adalah penuh kemuliaan dan berderajat seribu bulan

Malam lailatul qadar disampaikan dalam Al-Quran berderajat seribu bulan. Malam ini menurut para ulama tafsir bermakna bahwa barang siapa yang menjalankan amalan ibadah dan kebaikan, aka mendapatkan kemuliaan berderajat seribu bulan.

Kita bisa mengetahui bahwa ketika seseorang melakukan amal kebaikan dan ibadah yang sejati, dengan tulus ikhlas dan pasarah hanya pada Allah SWT, maka amal tersebut bisa berdampak pada kehidupan manusia sepanjang ia hidup walaupun berlalu 1000 bulan.

Rasulullah SAW sebagai contohnya adalah manusia yang Allah titipkan risalah perjuangan untuk menyampaikan islam dengan segala bentuk lisan dan perilakunya, 1000 bulan bahkan lebih dapat kita rasakan kebermaknaannya hingga kini. Semuanya bisa dilakukan Rasulullah karena petunjuk Al-Quran yang senantiasa menerangi dan memberikan jalan lurus.

  1. Malam pernuh keberkahan dan rahmat dari Allah

Malam lailatul qadar adalah malam penuh kerberkahan dan rahmat dari Allah. Kita bisa mengetahui bahwa setelah 20 hari berpuasa, manusia yang hati dan pikirannya terbuka akan sadar bahwa betapa banyak nikmat Allah yang telah diberikan salah satunya adalah petunjuk dan aturan islam untuk kehidupan manusia. Dengan petunjuk tersebut, perilaku yang keliru, jalan hidup yang benar bisa didapatkan oleh manusia.

Untuk itu, keberkahan hidup dan rahmat dari Allah akan hadir bagi mereka yang benar-benar sungguh menjalani ibadah di bulan Ramadhan serta sungguh-sungguh mendapatkan makna dan mencari malam lailatul qadar. Bagi mereka yang tidak mencarinya, tentu keberkahan dan rahmat dari Allah tidak akan pernah hadir di tengah-tengah mereka. Rahmat dari Allah hanya akan turun untuk mereka yang beriman kepada Allah, sedangkan perilaku syirik dalam islam membuat pahala dan amalan jadi tertolak.

Usaha Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

Tidak sembarang orang bisa mendapatkan inti dan makna dari malam lailatul qadar. Sebagaimana yang Rasulullah contohkan beliau senantiasa melakukan i’tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan sekaligus untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

Nabi SAW melakukan i’tikaf di dalam masjid guna untuk mensucikan jiwa dan perenungan yang mendalam. Masjid merupakan tempat suci, tempat segala aktivitas yang baik dimulai. Di masjid, orang yang hadir diharapkan menerung tentang diri dan masyarakatnya/ummat islam. Di masjid juga kita bisa menghindarkan diri dari hiruk pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran untuk bisa mendapatkan tambahan pengetahuan dan kekuatan iman.  Untuk itulah, Rasulullah menganjurkan saat i’tikaf seseorang dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran, atau bahkan bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan taqwa hanya pada Allah SWT.

Walaupun sebetulnya i’tikaf bisa dilakukan kapan saja, Imam Syafii menyatakan bahwa Rasulullah selalu melakukannya saat 10 hari dan malam terakhir ramadhan. Disanalah Rasulullah bertadarus dan merenung sambil berdoa.

Dari hal tersebut, kita bisa mengetahui bahwa malam lailatul qadar, difokuskan nabi untuk melakukan i’tikaf sambil melakukan perenungan, penghayatan, penyucian jiwa dari segala hiruk pikuk duniawi, dan doa yang setulus-tulusnya pada Allah. Untuk bisa melaksanakan hal tersebut dan mendapatkan kemuliaan dengan i’tikaf maka caranya adalah sebagai berikut :

  1. Meluruskan Niat

Meluruskan niat artinya memurnikan tujuan kita beribadah dan mendapatkan malam lailatul qadar adalah untuk benar-benar mendapatkan kesucian jiwa dan berkah ramadhan yang Allah janjikan berlipat ganda pahala, bahkan derajat 1000 bulan. Jangan sampai niat untuk melakukan i’tikaf atau pencarian malam lailatul qadar hanya sekedar untuk mencari simpati atau pengakuan orang lain. Untuk itu penting bahwa umat islam yang beribadah benar-benar meluruskan niatnya hanya kepada Allah semata.

  1. Menjernihkan Pikiran dan Perasaan

Melaksanakan ibadah yang suci tidak akan benar-benar muncul keikhlasan , hidayah, petunjuk jika tanpa ada kejernihan pikiran dan perasaan. Bagaimana mungkin manusia bisa mendapatkan kebenaran, menjauhi kesesatan dan mensucikan jiwanya jika pikiran dan perasaannya saja dikotori oleh hal-hal duniawi, kesenangan semata, atau masalah-masalah yang dianggap beban berat dalam hidup. Untuk itu, kejernihan pikiran dan perasaan perlu dibentuk guna dapatkan keikhlasan beribadah, dan kesiapan diri mendapatkan kebenaran. Sifat marah dalam islam bukanlah suatu yang baik yang harus dipelihara, karena penuh dengan emosi sedangkan pikiran dan perasaan jernih tidak bisa diliputi rasa marah.

  1. Memperbanyak evaluasi diri, bukan menonjolkan kesombongan

Seringkali keberkahan dan rahmat dari Allah tidak hadir di tengah-tengah diri kita, termasuk keberkahan lailatul qadar karena manusia tidak membuka pintu hatinya, mengakui segala dosa dan kesalahannya, bahkan mungkin masih menonjolkan kesombongan atau keangkuhan diri di hadapan Allah SWT. Jika hal tersebut terjadi, tentu keberkahan lailatul qadar tidak akan pernah mungkin sampai di dalam diri kita, karena ridho Allah adalah bagi mereka yang berserah diri, serendah-rendahnya diri dihadapan Allah.

Cara menghilangkan stress dalam islam salah satunya dengan kita memperbanyak evaluasi diri, dan merendahkan diri di hadapan Allah. Dengan memperbanyak evaluasi kita akan menyadari bahwa memang manusia tempat salah dan khilaf. Dengan menyadari hal tersebut, kita tidak akan mudah stress, dan diserahkan semua kekurangan hanya kepada Allah SWT.

  1. Tidak memperbanyak atau melakukan aktivitas yang sia-sia dan tidak bernilai ibadah

Saat menggapai malam lailatul qadar hendaknya kita tidak menjalankan aktivitas yang sia-sia atau tidak bernilai ibadah, karena hal tersebut dapat merusak kefokusan, kejernihan pikiran dan perasaan kita dalam beribadah. Ghibah adalah salah satu aktivitas yang sia-sia. Cara menghindari ghibah salah satunya adalah dengan melakukan aktivitas yang lebih produktif. Manfaat menghindari ghibah sangat banyak, untuk itu kita terhindari dari lisan yang mendekatkan diri pada fitnah.

  1. Tidak melakukan interaksi yang merusak penghayatan diri

Interaksi sosial sangat mempengaruhi emosi, pikiran, dan konsentrasi diri kita. Saat menggapai malam lailatul qadar, hendaknya umat islam tidak banyak berinteraksi yang dapat merusak diri. Hal ini sebagaimana Rasulullah saat melakukan i’tikaf dia hanya pulang saat perlu memenuhi makanan, bahkan istrinya yang mengantarkannya. Hal ini agar kita benar-benar khusyuk hanya untuk kefokusan beribadah pada Allah.

  1. Fokus pada niat beribadah, bukan pada kesenangan-kesenangan duniawi lainnya

Islam memerintahkan banyak amalan ibadah yang bisa dilakukan. Di tengah masyarakat yang penuh hedonitas dan kehura-huraan tentunya hal tersebut perlu disingkirkan terlebih dahulu. Untuk itu dianjurkan umat muslim menuju masjid yang penuh kesucian, ketentraman, dan kedamaian agar aktivitas ibadah tidak banyak terganggu oleh kesenangan duniawi lainnya, sehingga fokus niat beribadah dapat terjaga. Apalagi, di masjid adalah tempat ibadah, orang-orang berdatangan untuk beribadah, tentunya dapat membantu mengkondisikan diri kita.

Amalan-Amalan Ibadah yang bisa dilakukan saat Malam Lailatul Qadar

Kesempatan beribadah di bulan ramadhan yang dipatgandakan pahala, serta kesempatan mendapatkan malam lailatul qadar yang berderajat seribu bulan adalah hal yang langka. Tidak semua bulan mendapatkan malam dan hari-hari yang istimewa yang diberikan oleh Allah SWT. Untuk itu perlu umat islam memaksimalkan potensi ibadah dengan sebaik-baiknya, mengingat bahwa belum tentu tahun berikutnya bisa mendapatkan kesempatan bertemu Ramadhan kembali dan malam-malam 10 hari terakhir untuk dapatkan lailatul Qadar .

Untuk itu berikut amalan yang bisa dipotensikan secara maksimal saat menjemput malam lailatul qadar.

  1. Melakukan shalat-shalat sunnah

Shalat-shalat wajib yang harus dilakukan tentunya suatu kewajiban yang merupakan bagian dari rukum islam yang harus ditegakkan. Saat menjemput malam lailatul qadar kita bisa memperbanyak shalat sunnah sebagai amalan tambahan untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Keimanan terhadap Allah adalah salah satu rukum iman yang harus terus dipelihara sampai kapanpun hidup manusia. Shalat tarawih pun adalah hal yang diutamakan untuk dijalankan di bulan ramadhan, walaupun hukum shalat tarawih di bulan ramadhan adalah sunnah yang dianjurkan.

  1. Tadarus dan Mengkaji Al-Quran

Tadarus dan mengkaji isi Al-Quran akan membuat kita semakin dekat dengan ajaran islam, termotivasi untuk menerapkannya. Tidak hanya membaca teks namun berusaha untuk mengambil hikmahnya. Ada banyak sekali manfaat baca al-quran setiap hari, yang bisa didapatkan ketika kita bertadarus. Jika kita kesulitan tentunya bisa membaca penafsiran dari ulama-ulama yang ada yang bisa dipertanggungjawabkan ilmunya, atau sekedar mengambil hikmah semampu yang kita bisa. Cara agar hati tenang dalam islam salah satunya adalah dengan tadarus al-quran, sedangkan hasilnya ketentraman dan kedamaian dalam jiwa manusia.

  1. Dzikir dan Doa

Ada banyak keutamaan dzikir dan doa. Dzikir dan doa adalah ucapan-ucapan yang kita panjatkan kepada Allah sebagai bukti penghambaan diri kita serendah-rendahnya seorang hamba. Dzikir adalah mengingat Allah. Mengingat dengan bacaan-bacaan pujian pada Allah. Tidak harus selalu sifat-sifat Allah, namun mengingat rahmat, kasih sayang, dan segala nikmat yang Allah berikan. Bisa juga mengingat betapa dahsyat balasan Allah di hari akhir, baik di nerakan ataupun di surga. Penyebab hati gelisah menurut islam, biasanya karena tidak bisa mengendalikan pikiran dan hati, justru dengan doa semua itu bisa terjawab. Doa dan dzikir pula lah yang menyempurnakan ikhtiar, cara agar keinginan cepat terkabul salah satunya dengan doa dan dzikir.

Sedangkan doa adalah bentuk penghambaan dengan kita meminta sebagai hamba yang benar-benar tunduk dan berserah. Di saat inilah kita benar-benar memohon agar diselamatkan dari marabahaya dan tetap diberikan petunjuk kehidupan dengan Allah disamping kita. Nama-nama Allah dalam Asmaul husna pun bisa juga disebutkan dalam dzikir dan doa kita. Ada banyak manfaat asmaul husna jika disebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

  1. Membaca buku-buku yang mendukung perenungan dan penghayatan diri

Jika ibadah-ibadah tersebut sudah kita lakukan, maka bisa juga kita beraktivitas dengan memabca buku yang bisa mendukung perenungan kita. Tentunya bukan buku sekedar hiburan atau hal-hal diluar ibadah.  Asalkan tidak mengganggu kekhusyukan kita, tentunya hal tersebut tidak menjadi masalah.

  1. Melakukan Evaluasi Diri

Menyambut malam lailatul qadar kita pun bisa melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri ini adalah aktivtias yang baik kita lakukan setelah selama 20 hari berpuasa dan puncaknya adalah kita mengevaluasi diri apakah selama ini telah sungguh sungguh menjadi hamba Allah yang sejati. Sifat sombong dalam islam tidak dibenarkan untuk ada dalam diri seorang muslim. Sifat sombong akan menghalangi kita evaluasi diri dan menyadari kesalahan-kesalahan. Untuk itu perlu kiranya menghindarkan sifat sombong atau angkuh dalam proses evaluasi diri saat malam lailatul qadar.

Menyambut malam lailatul qadar dengan evaluasi diri tentunya akan semakin membuka pintu kejernihan pikiran, jiwa, dan menghilangkan segala kesombongan atua keangkuhan selama kita hidup.

Semoga kita semuanya bisa menjemput lailatul qadar saat 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Tentunya, semuanya bergantung dari ikhtiar dan kesucian niat kita sendiri.

The post Malam Lailatul Qadar – Malam Istimewa Berderajat Seribu Bulan appeared first on DalamIslam.com.

]]>