keluarga Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/keluarga Thu, 12 May 2022 07:18:27 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png keluarga Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/keluarga 32 32 Hukum Menitipkan Orang Tua Di Panti Jompo, Begini Hukumnya! https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menitipkan-orang-tua-di-panti-jompo Thu, 12 May 2022 07:18:26 +0000 https://dalamislam.com/?p=10386 Berbakti kepada orang tua sudah menjadi kewajiban seorang muslim sebagai bukti bakti atas ketaatan kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang membaktikan kepada orang tuanya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran, وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا […]

The post Hukum Menitipkan Orang Tua Di Panti Jompo, Begini Hukumnya! appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Berbakti kepada orang tua sudah menjadi kewajiban seorang muslim sebagai bukti bakti atas ketaatan kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang membaktikan kepada orang tuanya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra : 23)

Berbakti kepada orang tua adalah bentuk kemuliaan besar di hadapan Allah SWT, bahkan dalam Al-Quran, Allah SWT meletakkan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua setelah perintah mengesakan ibadah kepada Allah SWT setelah larangan untuk mempersekutukannya dengan sesuatu apapun.

Hal ini tercantum dalam firman Allah surah Al-Anam,

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Artinya : Katakanlah : “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu : janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak.” (QS. Al-An’am 6 : 151).

Berbakti kepada orang tua merupakan amalan yang sangat disenangi oleh Allah SWT setelah shalat wajib pada waktunya, dan menempatkan keutamaan jihad di jalan Allah setelah keutamaan berbakti kepada orang tua ibu bapak.

Rasulullah SAW juga memberitahu bahwa betapa hinanya dan merugi bagi seorang anak yang masih bertemu denan oran tuanya ketika mereka memasuki usia tua, namun dia tidak bisa memanfaatkannya untuk masuk surga dengan berbakti kepada orang tuanya.

Rasulullah SAW bersabda, Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Sungguh hina, sungguh hina dan sungguh hina dia” lalu ada yang bertanya kepada beliau: “Bagi siapakah kehinaan itu wahai Rasulullah?”

Rasulullah SAW bersabda, “Yaitu orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan tua (jompo), kemudian ia tidak masuk surga (dengan berbakti kepadanya).” (HR. Muslim).

Barangsiapa yang durhaka kepada kedua orang tuanya maka hukumnya adalah dosa besar, bahkan hanya sekadar perkataan menyakitkan hatinya saja adalah sebuah dosa besar dan sebaiknya sesegera mungkin kita meminta maaf sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dalam surah Al-Isra.

Lalu, Apa Hukumnya Menitipkan Orang Tua di Panti Jompo?

Rasulullah SAW bersabda dari Abu Bakrah, ia berkata, : “Ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, beliau bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau mengulangi tiga kali. Lalu mereka berkata : “Iya wahai Rasulullah.

Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua. Beliau lalu duduk yang tadinya bersandar seraya mengatakan : “Ketahuilah! Dan persaksian palsu.” Abu Bakrah berkata: “Rasulullah SAW terus mengulangi sehingga kami mengatakan ‘seandainya beliau berhenti.” (HR. Bukhari dan Muslim.”

Berdasarkan dalil di atas, para ulama menetapkan bahwa dasarnya tidak boleh menitipkan orang tua di panti jompo, kecuali dalam kondisi yang sangat terpaksa dan berdasarkan keinginan, izin dan kerelaan dari orang tuanya, serta tidak terpaksa karena perilaku buruk anaknya.

Dalam Islam tidak mengenal mengenai budaya menitipkan orang tua di panti jompo yang termasuk ke dalam day care. Budaya ini ada di dalam budaya masyarakat sosial barat.

Dalam Islam budaya perilaku kekeluargaan adalah menganut tatanan sosial yang dimulai dari membangun ruah tangga dengan konsep a’ilah (keluarga besar/extended family), tiga generasi tinggal bersama di satu rumah atau lingkungan yang tidak berjauhan, mereka membangun sistem komunanya sendiri berdasarkan nilai-nilai sosial ilahiyah.

Namun, realitasnya di Indonesia masih banyak orang yang sibuk dan gemar mengejar karirnya hingga melupakan aspek penting mengapa mereka bisa seperti itu pun berkat doa orang tua di dalamnya. Maka berbuat baiklah kepada orang tua dan janganlah sesekali melupakan jasa mereka. Allah SWT berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

Artinya : “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya.” (QS. Al-Ankabut 29 : 8).

Jadi, karena pada dasarnya tidak boleh menitipkan orang tua di panti jompo maka hukumnya pun haram. Anak bisa dikatakan durhaka karena pada dasarnya kata menitipkan di sini dimaksudkan sama seperti mengusir dan tidak ingin mengurus orang tua sendiri.

Berkata kasar kepada orang tua saja tidak boleh apalagi menitipkannya di panti jompo. Hal ini bisa termasuk ke dalam usiran secara halus karena tidak ingin merasa terbebani dan terepotkan.

Sebagai seorang anak yang telah dirawat oleh orang tua dari kecil hingga menjadi seperti sekarang, maka kewajiban kita adalah membalas budi dan jasanya yang tidak tertandingi. Berbakti kepada orang tua ketika mereka sudah memasuki masa senjanya dengan melayani mereka, memberi nafkah, dan sebagainya, merupakan penyebab masuknya seserang ke dalam surga.

Ingat selalu pesan Buya Yahya yang megatakan, “Rawatlah Ibumu sebagaimana kondisinya sebab satu hari berbakti banyak keberkahan yang datang kepadamu.”

The post Hukum Menitipkan Orang Tua Di Panti Jompo, Begini Hukumnya! appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Adab Terhadap Orang Tua Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/adab-terhadap-orang Sat, 28 Sep 2019 02:49:18 +0000 https://dalamislam.com/?p=8008 Tidak ada orang yang lebih penting untuk dihormati selain Rasulullah dan orang tua kita. Rasulullah sendiri telah memperingatkan kita untuk sellau berbakti kepada orang tua, baik itu orang tua sendiri maupun orang tua lainnya. Maka dari itu, terdapat beberapa adab terhadap orang tua yang telah dicontohkan oleh Rasulullah sebagai berikut: 1. Tidak memandang dengan tatapan […]

The post 10 Adab Terhadap Orang Tua Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tidak ada orang yang lebih penting untuk dihormati selain Rasulullah dan orang tua kita. Rasulullah sendiri telah memperingatkan kita untuk sellau berbakti kepada orang tua, baik itu orang tua sendiri maupun orang tua lainnya. Maka dari itu, terdapat beberapa adab terhadap orang tua yang telah dicontohkan oleh Rasulullah sebagai berikut:

1. Tidak memandang dengan tatapan tajam

Sebagai seorang yang jauh lebih muda, kita dianjurkan untuk tidak memandang orang yang lebih tua dengan tatapan yang tajam dan tidak menyenangkan. Berikan tatapan yang lembut dan hangat ketika berhadapan dengan orang tua.

Sebagaimana yang terdapat pada Shohih Bukhari no. 2731, 2732, yang mana para sahabat kala itu selalu memandang dengan penuh hormat kepada Rasul dimana mereka menjalani Rasulullah Saw.

2. Tidak mendahulukan bicara

Adab selanjutnya adalah berbicara dengan mendahulukan yang lebih tua. Biarkan mereka yang lebih tua untuk berbicara terlebih dahulu untuk menyenangkan hati mereka.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَأُتِىَ بِجُمَّارٍ فَقَالَ « إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً مَثَلُهَا كَمَثَلِ الْمُسْلِمِ » . فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ هِىَ النَّخْلَةُ ، فَإِذَا أَنَا أَصْغَرُ الْقَوْمِ فَسَكَتُّ ، قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « هِىَ النَّخْلَةُ »

“Dulu kami berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian didatangkanlah bagian dalam pohon kurma.  Lalu beliau mengatakan, “Sesungguhnya di antara pohon adalah pohon yang menjadi permisalan bagi seorang muslim.” Aku (Ibnu ‘Umar) sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu adalah pohon kurma. Namun, karena masih  kecil, aku lantas diam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Itu adalah pohon kurma.” (HR. Bukhari no. 72 dan Muslim no. 2811)

Baca juga:

3. Berbicara dengan nada yang lembut

Sebagai orang yang lebih muda, hendaknya kita berbicara dengan nada yang lembut dan penuh sopan santun. Jangan pernah berbicaralah dengan nada yang tinggi apalagi membentak pada orang tua.

Dari Al Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu tentang sahabat Rasulullah terhadap Rasul ketika berbicara,

وإذا تكَلَّمَ خَفَضُوا أصواتَهم عندَه ، وما يُحِدُّون إليه النظرَ؛ تعظيمًا له

jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” (HR. Al Bukhari 2731).

4. Tidak duduk di depan orang tua saat mereka berdiri

Jika orang tua sedang berdiri, maka hendaknya kita ikut berdiri dan tidak duduk di hadapannya. Hal ini dimaksudkan untuk menyelisihi kebiasaan orang kafir yang justru duduk saat orang tua berdiri sehingga dianggap tidak sopan dalam Islam.

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:

اشتكى رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فصلينا وراءَه وهو قاعدٌ, وأبو بكرٍ يُسْمِعُ الناسَ تكبيرَه, فالتفتَ إلينا فرآنا قيامًا فأشار إلينا فقعدنا, فصلينا بصلاتِه قعودًا. فلما سلَّمَ قال: إن كدتُم آنفًا لتفعلون فعلَ فارسَ والرومِ, يقومون على ملوكِهم وهم قعودٌ. فلا تفعلوا. ائتموا بأئمَّتِكم. إن صلى قائمًا فصلوا قيامًا وإن صلى قاعدًا فصلوا قعودًا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaduh (karena sakit), ketika itu kami shalat bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika beliau mengucapkan salam, maka beliau bersabda, ‘kalian baru saja hampir melakukan perbuatan kaum Persia dan Romawi, mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya. Berimamlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk” (HR. Muslim, no. 413).

Baca juga:

5. Selalu mendahulukan orang tua

Sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Rasulullah Saw mengenai tiga orang pemuda yang terjebak di dalam gua. Salah satunya pun berdoa kepada Allah dimana dalam doa tersebut menunjukkan bahwa ia selalu mendahulukan untuk memberi susu kepada orang tuanya sebelum memberikannya pada anak-anaknya sendiri. (HR. Bukhari no. 5974 dan Muslim no. 2743)

6. Meminta maaf

Sebagai seorang anak, hendaknya kita selalu memintaaf kepada orang tua jika kita telah berbuat salah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh saudara Yusuf as yang mana mereka meminta maaf kepada orang tua mereka ketika berbuat salah,

يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ

Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)“. (QS. Yusuf [12] : 97)

Baca juga:

7. Selalu berkata baik

Meskipun orang tua mencela atau berkata buruk pada kita, hendaknya kita selalu membalas dengan perkataan yang baik. Sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah SWT,

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”.” (QS. Al Isro’ [17] : 23)

Ibnu Katsir mengatakan, “Janganlah engkau memperdengarkan pada keduanya kata-kata yang buruk. Bahkan jangan pula mendengarkan kepada mereka kata ‘uf’ (menggerutu) padahal kata tersebut adalah sepaling rendah dari kata-kata yang jelek.”

8. Menafkahi orang tua

Jika orang tua meminta sesuatu kepada kita dan tidak bertentangan dengan Islam, maka berikanlah. Jangan pernah takut untuk kehabisan harta karena itu merupakan salah satu adab dan jalan berbakti kepada orang tua.

Dari Jabir bin Abdillah, bahwa seorang berkata,

“Wahai Rasulullah sesungguhnya aku mempunyai harta dan anak, sedangkan bapakku ingin menghabiskan hartaku.” Maka beliau bersabda, “Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu. (H.R.Ibnu Majah)

9. Selalu mendoakan

Sebagai seorang anak hendaknya kita selalu mendoakan orang tua sebagaimana yang telah diajarkan Allah melalui Al Qur’an,

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At Taubah [9] : 114)

Baca juga:

10. Menjaga silaturahmi

Meskipun kita telah dewasa dan memiliki keluarga, namun sebagai seorang anak, kita wajib untuk menyambung silaturahmi dengan orang tua. Dari Asma’ binti Abu Bakar berkata,

“Ibuku pernah datang kepadaku dalam keadaan musyrik di masa Quraisy ketika Beliau mengadakan perjanjian (damai) dengan mereka, lalu aku meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku berkata, “Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku karena berharap (bertemu) denganku. Bolehkah aku sambung (hubungan) dengan ibuku?” Beliau menjawab, “Ya. Sambunglah (hubungan) dengan ibumu.” (HR. Muslim)

Itulah 10 adab terhadap orang tua yang wajib kita amalkan. Semoga kita semua menjadi anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua kita selama di dunia. Aamiin ya rabbal alamin.

The post 10 Adab Terhadap Orang Tua Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-meninggalkan-istri-lebih-dari-3-bulan Tue, 09 Jul 2019 02:37:54 +0000 https://dalamislam.com/?p=7425 Sebuah pernikahan akan semakin harmonis jika segala yang ada di dalamnya dikerjakan bersama-sama. Kemesraan dan kecintaan antara suami dan istri akan semakin begitu indah jika sering menghabiskan waktu berdua. Namun ternyata tak selamanya sebuah pernikahan berjalan sesuai dengan mimpi kita. Masalah dalam sebuah pernikahan tentu bukan lagi hal baru bagi setiap pasangan suami istri. Salah […]

The post Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebuah pernikahan akan semakin harmonis jika segala yang ada di dalamnya dikerjakan bersama-sama. Kemesraan dan kecintaan antara suami dan istri akan semakin begitu indah jika sering menghabiskan waktu berdua. Namun ternyata tak selamanya sebuah pernikahan berjalan sesuai dengan mimpi kita.

Masalah dalam sebuah pernikahan tentu bukan lagi hal baru bagi setiap pasangan suami istri. Salah satunya adalah masalah ketika seorang suami meninggalkan istrinya selama berbulan-bulan. Bagaimana hukum meninggalkan istri lebih dari 3 bulan dalam pandangan Islam?

Hukum Meninggalkan Istri Berbulan-Bulan

Menanggapi hal ini tentu harus dilihat terlebih dahulu alasan di balik perginya seorang suami meninggalkan istrinya hingga lebih dari 3 bulan.

Pertama, jika seorang suami meninggalkan istrinya dengan alasan sebuah kepentingan seperti mencari nafkah, maka hal ini tidak mengapa.

Allah berfirman dalam surat At-Talaq Ayat 6

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Baca juga:

Al-Buhuti menjelaskan,

ولو سافر الزوج عنها لعذر وحاجةٍ سقط حقها من القسم والوطء وإن طال سفره ، للعذر

Ketika suami melakukan safar meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur. (Kasyaf al-Qana’, 5/192).

Sang istri hendaknya bersabar terhadap sang suami karena suami meninggalkannya untuk bekerja. Apalagi jika sang suami selalu memberi kabar dan tetap memberikan nafkah lahir sehingga semua kebutuhan istri dan anak-anak tetap terpenuhi.

Namun berbeda halnya jika kondisi kedua yang terjadi, yakni jika suami meninggalkan istri tanpa udzur atau kepentingan. Dalam pernikahan di Indonesia, terdapat sighat ta’liq yang dibacakan dan ditandatangani suami. Jika sang suami menandatangi dan membacakan sighat ini, maka istri berhak mengajukan gugatan cerai setelah ditinggal selama 3 bulan.

Sesudah akad nikah, saya : ………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.

Baca juga:

Allah berfirman,

وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَاراً لِتَعْتَدُوا

Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.. (QS. al-Baqarah: 231).

Maka bagi wanita yang tidak sanggup untuk menunggu sang suami yang tidak memberikan kejelasan diperbolehkan untuk mengajukan khulu’.

Batas Waktu Meninggalkan Istri

Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad,

وسئل أحمد أي ابن حنبل رحمه الله: كم للرجل أن يغيب عن أهله؟ قال: يروى ستة أشهر

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, “Berapa lama seorang suami boleh safar meninggalkan istrinya?” beliau menjawab, “Ada riwayat, maksimal 6 bulan.” (al-Mughni, 8/143).

Batas 6 bulan itu berdasarkan ijtihad Amirul Mukminin, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita,

Ketika malam hari, Umar berkeliling kota. Tiba-tiba beliau mendengar ada seorang wanita kesepian bersyair,

تَطَاوَلَ هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهُ

وَأَرَّقَنِى أَنْ لاَ حَبِيبٌ أُلاَعِبُهُ

فَوَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ إِنِّى أُرَاقِبُهُ

تَحَرَّكَ مِنْ هَذَا السَّرِيرِ جَوَانِبُهُ

Malam yang panjang, namun ujungnnya kelam

Yang menyedihkan, tak ada kekasih yang bisa kupermainkan

Demi Allah, andai bukan karena Allah yang mengawasiku

Niscaya dipan-dipan ini akan bergoyang ujung-ujungnya

Baca juga:

Umar menyadari bahwa wanita ini kesepian karena ditinggal lama suaminya. Dia bersabar dan tetap menjaga kehormatannya. Seketika itu, Umar langsung mendatangi Hafshah, putri beliau untuk menanyakan perihal kegelisahan dalam hatinya,

كَمْ أَكْثَرُ مَا تَصْبِرُ الْمَرْأَةُ عَنْ زَوْجِهَا؟

Berapa lama seorang wanita sanggup bersabar untuk tidak kumpul dengan suaminya?

Jawab Hafshah,

“Enam atau empat bulan.”

Kemudian Umar berjanji,

لاَ أَحْبِسُ الْجَيْشَ أَكْثَرَ مِنْ هَذَا

Saya tidak akan menahan pasukan lebih dari batas ini. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro no. 18307)

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum meninggalkan istri lebih dari 3 bulan. Sepenting apapun sebuah kondisi, hendaknya seorang suami tetap berusaha melakukan komunikasi dan menjaga hubungan dengan istri. Memberikan nafkah lahir batin juga seharusnya dapat dipenuhi apalagi dengan berbagai kemudahan di jaman yang sangat maju seperti ini.

Meninggalkan istri berbulan-bulan tanpa memberikan apapun kepada istri tentu hanya akan meninggalkan penderitaan bagi istri. Maka dari itu hendaknya suami tetap berusaha memenuhi segala kewajibannya meskipun hanya sekali dalam beberapa bulan.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan membuat kita semakin menghargai pasangan hidup kita saat ini.

The post Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Meninggalkan Istri Untuk Berdakwah dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-meninggalkan-istri-untuk-berdakwah Tue, 09 Jul 2019 02:34:18 +0000 https://dalamislam.com/?p=7426 Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk selalu menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; […]

The post Hukum Meninggalkan Istri Untuk Berdakwah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk selalu menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” [Ali Imran/3 : 104]

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” [An-Nahl/16 : 125]

Namun sebagai manusia, kita juga mempunyai hubungan dengan mahluk lain seperti sebuah pernikahan misalnya. Lalu bagaimana hukumnya jika seorang suami meninggalkan istri untuk berdakwah di jalan Allah? Apakah jauh lebih utama berdakwah dibandingkan tinggal bersama istri?

Baca juga:

Dalam Islam, penetapan hukum atas sebuah perbuatan harus dilihat terlebih dahulu kondisinya. Pada dasarnya, seorang suami diperbolehkan meninggalkan istri untk berdakwah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah pada jaman dahulu yang mana beliau harus pergi berperang.

Namun harus diingat bahwa ketika seorang suami pergi berdakwah apalagi dalam waktu yang lama, maka ia harus mempersiapkan nafkah untuk istri dan anak-anaknya selama ia pergi berdakwah. Ia tetap memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarganya. Alasan dakwah tidak bisa menjadi alasan untuk menggugurkan kewajiban menafkahi keluarga.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. [An-Nisâ/4:34]

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”. [Al-Baqarah/2:233]

Baca juga:

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Artinya menjadi kewajiban bagi bapak si anak untuk menafkahi dan memberi pakaian kepada ibu-ibu yang menyusui dengan cara yang baik-baik. Maksudnya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku untuk wanita seperti mereka di negeri mereka, tanpa berlebihan atau terlalu sedikit, menurut kemampuan (ekonomi) si bapak: kaya, sedang, atau kurang mampu. Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla.

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang di sempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allâh kepadanya. Allâh tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allâh berikan kepadanya. Allâh kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”. [Ath-Thalaq/65:7]

Dari dalil di atas jelas terlihat bahwa tidak ada larangan untuk pergi meninggalkan istri untuk berdakwah, namun hendaknya seorang suami tetap memberikan nafkah kepada keluarganya. Bahkan Rasul pernah menegur sahabatnya karena ia lalai dalam menafkahi istri hanya karena terlalu berfokus pada dakwah dan ibadahnya.

“Dan keluargamu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan.”[HR. Tirmidzi]

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah memberi peringatan kepada orang-orang yang mengabaikan nafkah keluarganya dengan bersabda,

“Berdosalah seorang (suami) yang mengabaikan nafkah keluarga yang menjadi tanggungannya.” [Ahmad dalamAl-Musnaddan Abu Dawud dalamSunan]

Baca juga:

Sebuah riwayat lain menceritakan, diriwayatkkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu anhu,Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda,

Hai ‘Abdullah, benarkah berita bahwa engkau berpuasa pada siang hari dan shalat di malam harinya?”

Aku berkata, “Benar, ya Rasulullah.”

Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi kritik, “Jangan berbuat demikian! Berpuasalah dan berbukalah, shalatnya di malam hari tapi juga tidurlah. Sebab fisikmu memiliki hak atasmu, matamu memiliki hak, dan istrimu juga memiliki hak.” [HR. Bukhari]

Namun jika seorang suami pergi berdakwah meninggalkan istrinya dengan meninggalkan nafkah yang mencukupi selama kepergiannya, maka hendaknya seorang istri bersabar dan mendukung dakwah dari sang suami.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

Apabila seorang wanita [1] mengerjakan shalat lima waktunya, [2] mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, [3] menjaga kemaluannya, dan [4] menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 660.)

Baca juga:

Bahkan seorang wanita yang mentaati suaminya di rumah ketika suaminya berdakwah juga akan mendapatkan pahala yang sama dengan sang suami. Maka dari itu, bagi istri yang telah dicukupi nafkahnya selama suami pergi berdakwah, sangat dianjurkan untuk mendukung dan bersabar.

أنها أتت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهو بين أصحابه، فقالت: بأبي وأمي أنت يا رسول الله، أنا وافدة النساء إليك، إن الله عَزَّ وَجَلَّ بعثك إلى الرجال والنساء كافة، فآمنا بك وبإلاهك، وإنا معشر النساء محصورات مقصورات، قواعد بيوتكم، ومقضى شهواتكم، وحاملات أولادكم.

Bahwa dia (Asma) mendatangi Rasulullah, sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, ‘Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu, wahai Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada tuhanmu. Kami para wanita selalu dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat, dan mengandung anak-anak kalian,

وإنكم معشر الرجال فضلتم علينا بالجمع والجماعات، وعيادة المرضى، وشهود الجنائز، والحج بعد الحج، وأفضل من ذلك الجهاد في سبيل الله عَزَّ وَجَلَّ وإن الرجل إذا خرج حاجا أو معتمرا أو مجاهدا، حفظنا لكم أموالكم، وغزلنا أثوابكم، وربينا لكم أولادكم، أفما نشارككم في هذا الأجر والخير؟

Sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli kami dengan shalat Jumat, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji, dan yang lebih utama dari itu adalah jihad fi sabilillah. Jika salah seorang dari kalian pergi haji, umrah, atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, menenun pakaian kalian, dan mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?

فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى أصحابه بوجهه كله، ثم قال: ” هل سمعتم مقالة امرأة قط أحسن من مساءلتها في أمر دينها من هذه؟ ” فقالوا: يا رسول الله، ما ظننا أن امرأة تهتدي إلى مثل هذا.

Nabi memandang para sahabat dengan seluruh wajahnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti dia.’

فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إليها فقال: ” افهمي أيتها المرأة، وأعلمي من خلفك من النساء، أن حسن تبعل المرأة لزوجها وطلبها مرضاته، واتباعها موافقته، يعدل ذلك كله “.فانصرفت المرأة وهي تهلل

Nabi menoleh kepadanya dan bersabda, ‘Pahamilah, wahai Ibu, dan beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya, dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu.’ Wanita itu pun berlalu dengan wajah berseri-seri.”
(Usudul Ghaayah fi Ma’rifatis Shahabah, 7:17, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1415 H, Asy-Syamilah)

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum meninggalkan istri untuk berdakwah. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.

The post Hukum Meninggalkan Istri Untuk Berdakwah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Batas Waktu Istri Meninggalkan Suami dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/batas-waktu-istri-meninggalkan-suami Mon, 08 Jul 2019 09:32:49 +0000 https://dalamislam.com/?p=7423 Keharmonisan dalam rumah tangga tidak selamanya terus berlangsung. Terkadang masalah datang menerpa pasangan suami istri. Beberapa istri pun tidak mampu mengatasi masalah sehingga meninggalkan suami mereka. Perkara seperti ini sangat miris dan justru sering terjadi di jaman sekarang ini. Banyak wanita yang menganggap sepele hal ini dan justru membenarkan berbagai masalah yang terjadi dalam rumah […]

The post Batas Waktu Istri Meninggalkan Suami dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Keharmonisan dalam rumah tangga tidak selamanya terus berlangsung. Terkadang masalah datang menerpa pasangan suami istri. Beberapa istri pun tidak mampu mengatasi masalah sehingga meninggalkan suami mereka.

Perkara seperti ini sangat miris dan justru sering terjadi di jaman sekarang ini. Banyak wanita yang menganggap sepele hal ini dan justru membenarkan berbagai masalah yang terjadi dalam rumah tangga seperti masalah keuangan, perselingkuhan, dan masalah lain.

Dalam Islam, hukum seorang istri meninggalkan suami adalah haram sehingga tidak ada batas waktu istri meninggalkan suami dalam Islam. Istri yang keluar rumah tanpa izin suami, maka ia akan mendapatkan laknat dari malaikat, bahkan meski hanya satu detik saja.

Baca juga:

Rasul bersabda,

Hak suami terhadap isterinya adalah isteri tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun semasa berada di atas punggung unta , tidak berpuasa walaupun sehari kecuali dengan izinnya, kecuali puasa wajib. Jika dia tetap berbuat demikian, dia berdosa dan tidak diterima puasanya. Dia tidak boleh memberi, maka pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia berbuat demikian, maka Allah akan melaknatnya dan para malaikat memarahinya kembali , sekalipun suaminya itu adalah orang yang alim.” (Hadist riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi daripada Abdullah Umar)

Allah sendiri telah memerintahkan setiap istri untuk selalu berada di dalam rumah dan tidak keluar tanpa izin suami, apalagi meninggalkan suami.

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Baca juga:

Seorang istri yang meninggalkan suami berarti ia telah melakukan dosa besar. Suami adalah jalan menuju surga seorang istri, maka sudah seharusnya meski sebesar apapun masalah yang ada hendaknya seorang istri tetap memperhatikan suaminya.

Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: 

“Saya datang menemui Rasulullah SAW. Beliau lalu bertanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” Saya menjawab: “Ya”. Rasulullah SAW bertanya kembali: “Apa yang kamu lakukan terhadapnya?” Saya menjawab: “Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya” . Rasulullah SAW bersabda kembali: “Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka”(HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).

Rasul juga bersabda,

“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”. (HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal)

Istri yang pergi meninggalkan suami akan lebih memudahkan terjadinya perceraian. Maka dari itu sangat dilarang untuk seorang istri pergi meninggalkan rumahnya. Sedangkan perceraian adalah hal yang sangat diinginkan oleh setan.

Dari Jabir berkata,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala tentaranya, maka yang akan menjadi pasukan yang paling dekat dengan dia adalah yang paling banyak fitnahnya. Lalu ada yang datang dan berkata, ‘Saya telah berbuat ini dan itu’. Maka iblis berkata, ‘Engkau tidak berbuat apa-apa’. Kemudian ada yang datang lagi dan berkata, ‘Saya tidak meninggalkan seorang pun kecuali telah aku pisahkan antara dia dengan istrinya’. Maka iblis mendekatkan dia padanya dan mengatakan, ‘Engkaulah sebaik-baik pasukanku’.” (Muslim, no.2167)

Baca juga:

Maka dari itu, hendaknya dalam sebuah pernikahan diutamakan untuk bersabar dalam menghadapi pasangan. Pasangan hidup kita adalah pilihan yang harus kita pertahankan. Sebagai seorang wanita, sudah seharusnya mentaati suami selama tidak melanggar syariat agama.

Meninggalkan suami bukanlah solusi dari masalah dalam rumah tangga. Setan akan selalu berada dalam rumah tangga kita untuk selalu membujuk agar terjadi pertengkaran hingga berujung perpisahan. Hal ini akan selalu ada hingga akhir hayat kita.

Jika memang tidak sanggup menyelesaikan masalah, maka berdiskusi dengan keluarga atau mengajukan gugatan cerai adalah jalan terbaik dibandingkan harus meninggalkan rumah.

The post Batas Waktu Istri Meninggalkan Suami dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tata Cara Rujuk dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/tata-cara-rujuk-dalam-islam Sun, 23 Jun 2019 22:18:39 +0000 https://dalamislam.com/?p=7395 Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin sebagaimana keluarga bahagia menurut islam. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak), bahwasanya Islam tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali. Disebutkan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala. الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ “Talak (yang dapat dirujuk setelah […]

The post Tata Cara Rujuk dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin sebagaimana keluarga bahagia menurut islam. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak), bahwasanya Islam tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali.

Disebutkan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuk setelah perceraian suami istri) dua kali. Setelah itu boleh rujuk setelah perceraian suami istri lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. [Al-Baqarah/2:229]

Juga adanya pensyariatan ‘iddah yakni kewajiban istri dalam masa iddah. Yaitu masa menunggu bagi yang ditalak, seperti tersebut dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu‘iddah itu serta bertakwalah kepada Allâh Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka, dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.[Ath-Thalâq/65:1]

Dengan demikian, seorang suami yang menceraikan istrinya satu kali yakni mengalami hukum iddah bagi lelaki dalam islam, ia masih memungkinkan untuk memperbaiki kembali bila dirasa hal itu perlu dan baik bagi keduanya. Semua ini menunjukkan perhatian Islam yang sangat besar dalam pembangunan rumah tangga yang kokoh dan awet.

Adapun syarat sahnya rujuk setelah perceraian suami istri, di antaranya:

  • Rujuk setelah perceraian suami istri setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut langsung dari suami atau dari hakim.
  • Rujuk setelah perceraian suami istri dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah digauli. Apabila istri yang ditalak tersebut sama sekali belum pernah digauli, maka tidak ada rujuk setelah perceraian suami istri. Demikian menurut kesepakatan ulama.
  • Rujuk setelah perceraian suami istri dilakukan selama masa ‘iddah. Apabila telah lewat masa ‘iddah -menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada rujuk setelah perceraian suami istri.

Dalam rujuk setelah perceraian suami istri, yakni karena penyebab talak dalam islam, tidak disyaratkan keridhaan dari wanita. Sedangkan bila masih dalam masa ‘iddah, maka anda lebih berhak untuk diterima rujuk setelah perceraian suami istrinya, walaupun sang wanita tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa ‘iddah tetapi belum ada kata rujuk setelah perceraian suami istri, maka sang wanita bebas memilih yang lain. Bila wanita itu kembali menerima mantan suaminya, maka wajib diadakan nikah baru.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya :

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allâh dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allâh dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuk setelah perceraian suami istrinya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Al-Baqarah/2 : 228]

Di dalam Fathul Bâri, Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan tentang tips keluarga bahagia menurut islam: “Para ulama telah bersepakat, bahwa bila orang yang merdeka menceraikan wanita yang merdeka setelah berhubungan suami istri, baik dengan talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk setelah perceraian suami istri kepadanya, walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk setelah perceraian suami istri sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali dengan nikah baru”.

Cara untuk rujuk setelah perceraian suami istri, ialah dengan menyampaikan rujuk setelah perceraian suami istri kepada istri yang ditalak, atau dengan perbuatan. Rujuk setelah perceraian suami istri dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama, dan dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan “saya rujuk setelah perceraian suami istri kembali kepadamu” atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan“sekarang, engkau sudah seperti dulu”. Kedua ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk setelah perceraian suami istri, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk setelah perceraian suami istri, maka tidak sah.

Sedangkan rujuk setelah perceraian suami istri dengan perbuatan, para ulama masih bersilang pendapat, namun yang rajih (kuat) -insya Allâh- yaitu dengan melakukan hubungan suami istri atau muqaddimahnya, seperti ciuman dan sejenisnya dengan disertai niat untuk rujuk setelah perceraian suami istri.

Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah dan dirajihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh dan Syaikh as-Sa’di rahimahullâh. Apabila disertai dengan saksi, maka itu lebih baik, apalagi jika perceraiannya dilakukan di hadapan orang lain, atau sudah diketahui khalayak ramai.

Rujuk setelah perceraian suami istri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

  • Rujuk setelah perceraian suami istri untuk talak 1 dan 2 (talak raj’iy)

Dalam suatu hadist disebutkan : dari Ibnu Umar r.a. waktu itu ia ditanya oleh seseorang, ia berkata, “Adapun engkau yang telah menceraikan ( istri) baru sekali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasulullah SAW telah menyuruhku merujuk setelah perceraian suami istri istriku kembali” (H.R. Muslim)

Karena besarnya hikmah yang terkandung dalam ikatan perkawinan, maka bila seorang suami telah menceraikan istrinya, ia telah diperintahkan oleh Allah SWT agar merujuk setelah perceraian suami istriinya kembali.

Firman  Allah SWT :

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujuk setelah perceraian suami istriilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). janganlah kamu rujuk setelah perceraian suami istrii mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah : 231)

  • Rujuk setelah perceraian suami istri untuk talak 3 (talak ba’in)

Hukum rujuk setelah perceraian suami istri pada talak ba’in sama dengan pernikahan baru, yaitu tentang persyaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan. Hanya saja jumhur berpendapat bahwa utuk perkawinan ini tidak dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.

Rukun rujuk

  • Ada suami yang merujuk atau wakilnya
  • Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampuri
  • Kedua belah pihak sama-sama suka dan ridho
  • Dengan pernyataan ijab dan qobul

Misalnya, “Aku rujuk engkau pada hari ini” atau “Telah kurujuk istriku yang bernama ………… pada hari ini” dan lain sebagainya yang semakna.

Tata cara rujuk setelah perceraian suami istri

Pasangan mantan suami istri yang akan melakukan rujuk setelah perceraian suami istri harus datang menghadap PPN (Pegawai Pencatat Nikah) atau Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk setelah perceraian suami istri dari Kepala Desa/ Lurah serta Kutipan dari Buku Pendaftaran Talak/ Cerai atau Akta Talak/ Cerai.

Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

  • Di hadapan PPn suami mengikrarkan rujuk setelah perceraian suami istrinya kepada istri disaksikan minimal dua orang saksi
  • PPN mencatatnya dalam Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri, kemudian membacanya dihadapan suami-istri tersebut terhadap saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda tangan.
  • PPN membuatkan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama

  • Kutipan diberikan kepada suami-istri yang rujuk setelah perceraian suami istri
  • PPN membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk setelah perceraian suami istri dan mengirimnya ke Pengadilan Agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan
  • Suami-istri dengan membawa Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri datang ke Pengadilan Agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali Akta Nikahnya masing-masing
  • Pengadilan Agama memberikan Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan dengan menahan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri.

Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya.

The post Tata Cara Rujuk dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
14 Syarat Berhubungan Intim dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/syarat-berhubungan-intim-dalam-islam Mon, 26 Nov 2018 07:10:15 +0000 https://dalamislam.com/?p=4691 Hubungan intim atau dikenal dengan istilah Jima’ adalah salah satu bentuk ibadah dalam islam yang tentunya wajib diawali dengan doa hubungan badan dalam islam. Ibadah menjadi wujud ketaatan, cinta serta kasih sayang yang mendalam, dan sebagai bentuk pemberian kewajiban dan hak untuk satu sama lain dimana antara suami istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah lahir […]

The post 14 Syarat Berhubungan Intim dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hubungan intim atau dikenal dengan istilah Jima’ adalah salah satu bentuk ibadah dalam islam yang tentunya wajib diawali dengan doa hubungan badan dalam islam. Ibadah menjadi wujud ketaatan, cinta serta kasih sayang yang mendalam, dan sebagai bentuk pemberian kewajiban dan hak untuk satu sama lain dimana antara suami istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah lahir dan batin. Nafkah batin yaitu berupa kasih sayang dan pemenuhan syahwat.

Hubungan intim dalam islam boleh dilakukan kapan saja demi kebahagiaan dan merekatkan hubungan antara suami istri untuk mencapai keluarga harmonis menurut islam, dalam islam terdapat syariat untuk mengatur berbagai aspek kehidupan manusia termasuk tata cara atau syarat dalam hubungan intim. Syarat ini tentunya membawa kebaikan dan menjadi jalan sempurnanya bentuk ibadah diantara keduanya, berikut Syarat Berhubungan Intim dalam Islam :

  • Dalam Keadaan Bersih

Islam adalah agama yang bersih dan terdapat cara menjaga kebersihan diri wanita dalam islam, begitu pula Allah menyukai kebersihan, kebersihan diibaratkan sebagai suatu hal yang menjadi sebagian dari iman karena keutamaannya. “Agama islam adalah agama yang bersih dan suci, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan”. (HR Baihaqi).

Syarat hubungan intim dalam islam salah satunya ialah dilakukan dalam keadaan bersih, baik itu bersih dalam hal tempat, baju atau pakaian yang dikenakan, juga kebersihan badan sebagai keutamaan kebersihan dalam islam. Wajib untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum melakukan hubungan intim. Selain sunnah dalam islam, keadaan bersih juga akan memberikan kenyamanan pada pasangan sehingga tercapai hubungan yang lebih nyaman. Karena sudah sangat jelas bahwa kebersihan wajib dilakukan.

  • Menggunakan Wewangian

“Empat macam diantara sunnah para Rasul yaitu berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah”. (HR Tirmidzi). Wewangian apalagi bagi kaum wanita hanya boleh digunakan untuk menarik hati suaminya sesuai dengan hukum wanita memakai parfum menurut islam, dianjurkan untuk memakai wewangian sebelum berhubungan intim agar timbul keinginan yang lebih dalam. Wewangian bisa digunakan pada baju atau pada tempat tidur (ruangan). Lebih baik lagi jika wewangian tersebut yang disukai oleh suami.

  • Berdandan yang Disukai oleh Suami atau Istri

Dianjurkan baik suami maupun istri untuk berhias sesuai dengan sesuatu yang disukai oleh pasangan nya, berhias dengan tujuan untuk menarik pasangan yang sudah halal merupakan salah satu bentuk ibadah. “Sebaik baik istri kalian adalah yang pandai menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat suaminya”. (HR Ad Dailami). Berhias dalam hal ini dapat dilakukan dengan memakai baju menarik yang disukai pasangan, merapikan rambut dan tubuh, juga dengan cara melakukan perawatan tubuh sebelum melakukan hubungan intim.

  • Di Tempat Tertutup

Hal ini penting. Tentu semua orang sudah memahami bahwa hubungan intim baik itu bermesraan ataupun hubungan dalam bentuk lain, hendaknya tidak dilakukan di tempat umum atau tempat yang ada orang lain, sebab tidak diperkenankan aurat dilihat oleh orang yang bukan mahramnya serta wujud dari rasa malu yang pasti dimiliki oleh orang yang beriman. “Malu itu kebaikan seluruhnya”. (HR Muslim).Bermesraan cukup dinikmati secara pribadi, tidak untuk dipamerkan kepada orang lain.

Orang yang memamerkan hubungan apalagi bermesraan di hadapan umum merupakan salah satu tindakan tercela sebab menjurus pada riya dan kesombongan. Selain itu hal yang demikian menjadi sesuatu yang tidak pantas dalam kehidupan bermasyarakat serta dalam hukum islam. Kecuali jika hal yang dilakukan tidak ditujukan untuk riya, misalnya menggandeng tangan istri dan mendekatkan tubuh dengan niat melindungi istri dari bahaya.

  • Berdoa

Hal ini merupakan anjuran dari Rasulullah sebab segala urusan yang diawali dengan doa akan lebih berkah dan terlindung dari syetan. “Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkan kami dari syetan dan lindungi kami dari syetan agar tidak mengganggu apa yang Engkau rezekikan (anak) pada kami”. (HR Bukhari dan Muslim). Doa ini dibaca oleh kedua belah pihak (suami dan istri) sebelum melakukan hubungan intim.

  • Pendahuluan

Dalam berhubungan intim tidak diperkenankan untuk menyakiti pasangan, hubungan intim wajib diawali dengan pendahuluan atau bermesraan terlebih dulu agar keduanya merasa lebih nyaman. “Janganlah salah seorang diantara kalian menggauli istri seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan”. (HR Tirmidzi). Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kedekatan dengan pasangan dan mencegah perasaan tidak nyaman.

  • Bersuci Jika Ingin Mengulangi

Jika salah seorang diantara kalian mendatangi istrinya lalu ia ingin mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu”. (HR Muslim). Tidak ada batasan bagi suami istri dalam melakukan hubungan jima’, boleh diulang jika berkehendak dengan berwudhu terlebih dulu agar tubuh kembali bersih.

  • Mandi Besar (Janabat)

Dilakukan setelah selesai melakukan hubungan intim. Hal ini wajib sebab akan menghalangi sah nya shalat dan ibadah lainnya jika tidak diakhiri dengan mandi besar. “Apabila kalian junub maka bersucilah”. (QS Al Maidah : 6). Mandi besariawali dengan membaca niat dan wajib mengguyur seluruh badan dengan air.

  • Tidak Diperkenankan Menolak Keinginan Suami

Hubungan intim adalah bentuk nafkah batin yang suami memiliki hak sepenuhnya atas istri nya. Seorang istri tidak diperkenankan menolak jika suami menginginkannya. Istri yang menolak keinginan suami berhubungan intim termasuk perbuatan dosa sebab ridho Allah ada pada ridho suami. “Istri mu adalah laksana tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah sebagaimana saja yang engkau kehendaki”. (QS Al Baqarah : 223). Jelas dari firman Allah tersebut bahwa seorang suami berhak mendatangi istrinya kapan saja sesuai kehendaknya.

Dalam hal ini dapat dibicarakan oleh kedua pasangan kapan waktu yang tepat untuk melakukan hubungan intim, tentu sebagai manusia terkadang memiliki rasa lelah, tetapi jika kedua belah pihak memiliki hubungan komunikasi yang baik tentunya satu sama lain akan mengerti kondisi pasangan nya sehingga hubungan intim dilakukan dengan bahagia dan rasa nyaman. Semuanya tetap kembali kepada syariat islam bahwa seorang istri memang wajib melayani suaminya.

  • Tidak Boleh Dilakukan Ketika Istri Sedang Haid

Salah satu syarat hubungan intim islah tidak boleh dilakukan ketika sedang haid atau masa nifas, hal ini disebut Allah dalam firman Nya, “Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah dekati mereka sebelum mereka suci” (QS Al Baqarah : 222). Darah haid dan nifas adalah darah kotor dan masih terdapat luka di dalam rahim wanita, beresiko menimbulkan infeksi atau penyakit baik pada sang suami maupun istri.

  • Tidak Melalui Dubur

Hubungan intim juga tidak boleh dilakukan lewat dubur,dubur adalah area kotor yakni tempat untuk membuang kotoran, sangat beresiko menyakiti dan menimbulkan penyakit baik bagi suami ataupun istri,“Barangsiapa menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR Tirmidzi).

  • Tidak Ada Batasan

Hubungan intim wajib dilakukan oleh suami yaitu ia punya kewajiban menyetubuhi istrinya selama tidak ada udzur”. (Ibnu Qudamah dalam Al Mughni hal 30). Diperbolehkan melakukan hubungan intim sesuai kehendak keduanya, tidak ada batasan sebab syahwat sudah menjadi sesuatu yang halal.

  • Diniatkan untuk Mendapat Pahala

Beruntung bagi anda yang telah menikah, selain mendapatkan kebahagiaan, sebagai jalan meneruskan keturunan, juga anda mendapat nilai ibadah yang amat luas. Apapun yang dilakukan oleh suami istri dengan niat ibadah karena Allah dan wujud ketaatan pada pasangan maka disitulah anda mendapat pahala. Simak hadist berikut, “Barang siapa memegang tangan istri sambil merayunya,

maka Allah SWT akan menulis baginya 1 kebaikan dan melebur 1 kejelekan serta mengangkat 1 derajat. Apabila merangkul, akan ditulis baginya 10 kebaikan dan melebur 10 kejelekan serta mengangkat 1 derajat,. Apabila menciumnya, akan ditulis baginya 20 kebaikan dan melebur 20 kejelekan serta mengangkat 20 derajat. Dan apabila senggama dengan nya, maka lebih baik daripada dunia dan isi isinya”. (HR Muslim).

Dari hadis tersebut jelas bahwa se sepele apapun wujud kasih sayang antara suami istri akan mendapatkan pahala dari Allah. Hubungan intim juga termasuk amal ibadah yang bernilai tinggi di mata Allah. Sungguh suatu nikmat dari Allah sebagai wujud kasih sayang Allah pada hamba Nya yang wajib disyukuri. Semoga bisa menjadi motivasi bagi yang belum menikah untuk segera menjalin hubungan yang halal agar dapat mencegah dari perbuatan maksiat dan menjadikan ladang pahala.

  • Menjaga Kerahasiaan

Tidak ada yang sempurna termasuk pasangan, suami atau istri adalah manusia biasa yang tentu memiliki kekurangan dalam dirinya. sebagai pasangan suami istri wajib menjaga aib atau menjaga kerahasiaan satu sama lain. Syarat hubungan intim dalam islam salah satunya ialah menjaga kerahasiaan, tidak diperbolehkan menjelek jelekkan atau menyebarkan kelemahan pasangan kepada orang lain.

Hal yang demikian dilarang oleh Rasulullah dalam sabda nya “Sesungguhnya termasuk manusia paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki laki yang menggauli istrinya kemudian dia sebarkan rahasia ranjangnya”. (HR Muslim no. 1437).

Hubungan intim yang dilakukan dengan niat ibadah dan wujud taat kepada pasangan kelak keduanya akansama sama mendapat kebahagiaan. Sudah selayaknya menjalankan amal ibadah sesuai syariat atau syarat yang telah diatur dalam syariat islam. Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 14 Syarat Berhubungan Intim dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
11 Syarat Memilih Istri dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-memilih-istri-dalam-islam Mon, 26 Nov 2018 06:54:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=4689 Setiap laki laki pasti memiliki impian untuk mempunyai istri yang baik ketika kelak menikah agar tercapai keluarga bahagia menurut islam. Hal ini merupakan impian yang wajar dan logis dimiliki oleh semua laki laki, bahkan tidak hanya laki laki yang beragama Islam saja, tetapi juga laki laki yang beragama selain Islam sekalipun. Oleh karena itu, bukan […]

The post 11 Syarat Memilih Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap laki laki pasti memiliki impian untuk mempunyai istri yang baik ketika kelak menikah agar tercapai keluarga bahagia menurut islam. Hal ini merupakan impian yang wajar dan logis dimiliki oleh semua laki laki, bahkan tidak hanya laki laki yang beragama Islam saja, tetapi juga laki laki yang beragama selain Islam sekalipun. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan apabila para laki laki berlomba lomba dalam mendapatkan istri yang baik untuk dijadikan istri dan sebaliknya.

Selain itu, istri juga merupakan manusia pendamping yang kelak akan mendampinginya seumur hidup agar tercapai keluarga sakinah dalam islam, serta menyayangi dan mendidik anak anaknya. Banyak sekali syarat istri baik yang layak untuk dijadikan seorang istri. Namun dalam artikel ini

syarat yang akan dibahas ialah Syarat Memilih Istri dalam Islam. Dengan kata lain, syarat istri di sini sebagaimana dijelaskan atau dianjurkan dalam ajaran Islam, baik dari firman Allah SWT di dalam Al Qur’an maupun sabda Nabi Muhammad SAW di dalam Hadits. Berikut selengkapnya:

  • Taat Beragama (Sholehah)

Syarat pertama ialah taat beragama sehingga tercapai keluarga harmonis menurut islam. Dalam istilah Islam dikenal sebagai istri yang sholehah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadits nya yang artinya: “Perempuan itu dikawini atas empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya agar dirimu selamat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas sudah jelas bahwa dasar agama walau disebutkan pada urutan terakhir, tetapi tetap diutamakan dari yang lainnya. Dan yang dimaksud dengan istri sholehah tentunya ialah istri yang taat kepada Agamanya. Dalam artian, taat kepada Tuhannya, Allah SWT, dan taat kepada Rasulnya, Muhammad SAW. Tentunya juga menjauhi segala larangan yang telah diperintahkan kepadanya.

  • Berasal Dari Keluarga yang Baik

Syarat kedua ialah berasal dari keluarga yang baik sehingga jauh dari konflik dalam keluarga. Tentunya yang dimaksud berasal dari keluarga yang baik di sini ialah dilihat dari bagaimana keadaan silsilah keturunannya. Syarat ini juga senada dengan hadits pada poin 1, di mana dalam hadits tersebut juga dijelaskan “karena keturunannya”.

Dari situ jelas bahwa istri yang baik untuk dijadikan istri ialah istri yang berasal dari keturunan atau keluarga yang baik. Di samping itu, istri yang berasal dari keturunan atau keluarga yang baik biasanya juga berasal dari lingkungan yang baik pula. Dengan kata lain, bukan hanya lingkungan keluarganya semata, tetapi juga lingkungan masyarakat di sekitarnya.

  • Cantik

Syarat ketiga ialah cantik sesuai pandangan wanita cantik dalam islam. Syarat ini juga senada dengan hadits pada poin 1, di mana dalam hadits tersebut juga dijelaskan “karena kecantikannya”. Syarat ini juga terlihat logis karena semua laki laki pasti juga menginginkan untuk memiliki istri yang cantik. Sehingga menyenangkan apabila dipandang.

Meskipun sebenarnya kecantikan bernilai relatif. Artinya, semua laki laki pasti memiliki selera dan definisinya sendiri tentang mana istri yang menurutnya cantik dan tidak. Namun tetap saja, kecantikan merupakan syarat yang juga dianjurkan agar tidak membuat Anda (laki laki) tidak mudah berpaling ke istri yang lainnya.

  • Sekufu’ (Sederajat)

Syarat keempat ialah sekufu’ (sederajat). Yang dimaksud sekufu’ atau sederajat di sini ialah istri yang sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, dan hal hal lainnya. Terkait dengan penjelasan pada poin 4, yang dimaksud sekufu’ dalam urusan kekayaan tentunya ialah istri yang sebanding dengan Anda (laki laki) dalam hal kekayaannya.

Namun yang lebih utama dalam syarat sekufu’ ini ialah sebanding dalam agamanya. Artinya, sama sama beragama Islam, di samping sebanding pula ketaatan dan akhlak atau tingkah lakunya. Sedemikian sehingga telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman Nya yang artinya: “Istri istri yang keji untuk laki laki yang keji. Dan laki laki yang keji untuk istri istri yang keji pula. Istri istri yang baik untuk laki laki yang baik. Dan laki laki yang baik untuk istri istri yang baik pula.” (Q.S. An Nur: 26).

  • Perawan

Syarat kelima ialah perawan. Tentunya yang dimaksud perawan di sini bukanlah istri yang lantas mengeluarkan darah keperawanan ketika pertama kali melakukan hubungan intim dengan Anda (laki laki) sebagai suaminya, tetapi ialah istri yang belum pernah sekalipun bersetubuh dengan laki laki lain sebelum menikah dengan Anda. Sedangkan kalau masalah darah keperawanan yang misalkan tidak keluar, bisa saja karena sang istri pernah mengalami jatuh atau kecelakaan yang menyebabkan dinding darah keperawanannya pecah. Kemungkinan ini bisa saja terjadi pada istri manapun.

  • Penyabar

Syarat keenam ialah penyabar. Syarat ini juga sangat logis untuk dipertimbangkan. Apabila Anda ditanya, “Apakah Anda (laki laki) tidak mau memiliki istri yang penyabar?”. Jawaban Anda pasti “mau” tentunya. Di samping itu, Allah SWT juga menjelaskan dalam salah satu firman Nya yang artinya:

“Allah menjadikan istri Fir’aun perumpamaan bagi orang orang yang beriman ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi Mu dalam surya; dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya; dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.”” (Q.S. At Tahriim: 11).

Dari ayat tersebut dapat diambil sebuah ibarah (pelajaran) bahwa istri yang sabar menghadapi perilaku buruk suaminya akan sangat membantu dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga. Yang mana, dalam kasus di atas, istri Fir’aun sangat sabar menerima kekejaman suaminya sendiri, Fir’aun, terhadap dirinya. Ia tetap tabah menghadapi kekejaman suaminya sendiri dan hanya berpasrah diri kepada Allah SWT.

  • Memikat Hati

Syarat ketujuh ialah memikat hati. Yang dimaksud dengan memikat hati di sini bukan hanya sekedar kecantikannya saja, tetapi lebih dari itu. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman Nya yang artinya: “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), kawinilah istri istri (lain) yang kamu senangi…” (Q.S. An Nisa’: 3).

Dari ayat tersebut dapat diambil sebuah ibarah (pelajaran) agar laki laki memilih perempuan yang memikat atau menyenangkan hatinya sebagai istri. Yang mana, sebenarnya kata kata yang digunakan dalam ayat tersebut ialah “thaaba”. Kata ini memiliki arti, diantaranya:

Seperti dalam kalimat “hadzaa syaiun thayyib”, artinya “ini adalah urusan yang baik. Kata “thayyib” berasal dari “thaaba”. Hatinya baik. Seperti dalam kalimat “hiya imra’atun thaabat nafsuha”, artinya “perempuan ini baik hatinya”. Kata “thaabat” berasal dari “thaaba”.

  • Amanah

Syarat kedelapan ialah amanah. Amanah merupakan salah satu sifat atau ciri dari orang yang dapat dipercaya. Dengan kata lain, Anda (laki laki) pasti mau apabila istri Anda adalah orang yang amanah, orang yang dapar dipercaya. Anjuran untuk memilih istri yang amanah sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:

“…Oleh sebab itu, istri yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh) memeliharanya..” (Q.S. An Nisa’: 34). Dan Nabi Muhammad SAW juga bersabda dalam hadits nya yang artinya:

“Sebaik baiknya istri, yaitu yang menyenangkanmu ketika kamu lihat, taat kepadamu ketika kamu suruh, menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi.” (H.R. Thabarani dari Abdullah bin Salam). Dari ayat dan hadits tersebut sudah jelas bahwa istri yang amanah ialah istri yang mampu menjaga sesuatu ketika suaminya tidak ada. Tentunya bukan sekedar harta, tetapi juga kepercayaan suaminya.

  • Tidak Matrealistis

Syarat kesembilan ialah tidak matrealistis. Bayangkan saja, dalam berpacaran pun Anda (laki laki) pasti tidak ingin memilih istri yang matrealistis, apalagi dalam pernikahan dan menjadikannya istri. Tentunya sudah jelas sekali bahwa Anda (tidak) ingin memiliki istri yang hanya tertarik pada harta yang Anda miliki. Syarat istri tidak matrealistis baik untuk dinikahi dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya yang artinya:

“Ada empat perkara, siapa yang mendapatkannya berarti kebaikan dunia dan akhirat, yaitu hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, bersabar ketika mendapatkan musibah, dan perempuan yang mau dikawini bukan bermaksud menjerumuskan (suaminya) ke dalam perbuatan maksiat dan bukan menginginkan hartanya.” (H.R. Thabarani, adapun hadits ini adalah Hadits Hasan (baik)).

  • Mampu Menjaga Ikatan Kekerabatan

Syarat kesepuluh ialah mampu menjaga ikatan kekerabatan. Yang dimaksud di sini ialah istri yang senang untuk menjalin ikatan kekerabatan yang dimilikinya, entah kerabat dari pihak suami maupun kerabat dari pihaknya sendiri. Dan tentunya yang juga penting di sini ialah tetap mampu menjaga jalinan kekerabatan tersebut agar tidak terputus. Singkatnya ialah istri yang senang menyambung tali silaturahmi dengan para kerabat atau saudara yang ada, baik dari pihak suami maupun dari pihaknya sendiri.

  • Subur (Mampu Memberi Keturunan)

Syarat kesebelas ialah subur. Subur di sini tentunya ialah istri yang mampu melahirkan keturunan. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Nikahilah istri yang penyayang dan subur karena aku berbangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, senada dengan An Nasa’i dan Ahmad)

“Nikahilah ibu ibu dari anak anak (yaitu istri istri yang bisa melahirkan) karena sesungguhnya aku akan membanggakan mereka pada hari kiamat.” (HR. Ahmad) Dari kedua hadits tersebut sudah jelas bahwa istri yang baik untuk dijadikan istri ialah istri yang subur (mampu melahirkan keturunan).

Demikian yang dapat penulis sampaikan semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 11 Syarat Memilih Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
17 Syarat Laki Laki Menikah dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-laki-laki-menikah-dalam-islam Mon, 26 Nov 2018 06:40:31 +0000 https://dalamislam.com/?p=4688 Menikah adalah ibadah jika dilakukan dengan nama Allah dengan pertimbangan dasar menikah dalam islam, karena merupakan perbuatan yang disunnahkan untuk segera dilakukan. Segera bukan tergesa gesa, segera adalah proses menuju pernikahan dengan memperhatikan kemaslahatan dan faedah dalam pernikahan. Bukan semata mempercepat waktu untuk menjalani sebuah pernikahan. Bagi laki laki yang sudah memenuhi persyaratan menikah dan […]

The post 17 Syarat Laki Laki Menikah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah adalah ibadah jika dilakukan dengan nama Allah dengan pertimbangan dasar menikah dalam islam, karena merupakan perbuatan yang disunnahkan untuk segera dilakukan. Segera bukan tergesa gesa, segera adalah proses menuju pernikahan dengan memperhatikan kemaslahatan dan faedah dalam pernikahan.

Bukan semata mempercepat waktu untuk menjalani sebuah pernikahan. Bagi laki laki yang sudah memenuhi persyaratan menikah dan memiliki pemahaman tentang kewajiban suami terhadap istri dalam islam, diwajibkan untuk segera menikah agar terhindar dari kemaksiatan. Oeh karena itu Syarat Laki Laki Menikah dalam Islam harus diketahui untuk setiap laki laki dewasa.

Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu menikahlah, karena akan menundukkan pandangan, dan lebih mampu menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang merasa tidak mampu, maka berpuasalah, karena puasa bisa memecah syahwat”. (HR Ibnu Mas’ud RA) Apa saja syarat menikah bagi laki laki yang didasarkan pada sumber syariat islam? Berikut ulasannya :

  • Memeluk Agama Islam

Bagi wanita Muslimah, syarat utama calon suaminya adalah seorang muslim pernikahan beda agama menurut islam hukumnya haram. Hal ini karena telah ada  larangan dari Allah untuk menikahi laki laki non muslim meski pun dari ahli kitab. Jika hal tersebut dilanggar, maka pernikahan Muslimah dengan laki laki non muslim hukumnya zina karena akad nikahnya adalah batil tidak sah.

  • Identitas Laki laki Jelas dan Benar

Jelas identitas dari mempelai pria yang akan menikah. Mulai dari nama, sifat, ciri ciri khusus, sehingga saudara yang lain bisa menentukannya dan tidak terjadi kesalahan saat menikahkan. Nama mempelai akan disebut langsung dalam akad nikah, dan menjadi syarat sahnya sebuah pernikahan.

  • Bukan Merupakan Mahram Dari Calon Istri

Pastikan anda halal untuk dinikahi oleh istri anda sebab merupakan adab dan makna pernikahan dalam islam, bukan merupakan mahram yang haram untuk anda nikahi. Hal ini berhubungan dengan hisab dan harta waris ketika suami meninggal. Ada banyak penyebab mahram, dari nasab atau keturunan, sepersusuan dan pernikahan.

  • Mengetahui Wali yang Sebenarnya

Salah satu syarat sah pernikahan adalah adanya wali dari mempelai wanita yang berhubungan dengan hukum hantaran pernikahan dalam islam, dan mempelai laki laki harus mengetahui wali istrinya yang sebenarnya. Hal ini untuk menghindarkan kesalahan pengucapan ijab qobul yang menyebutkan binti pada kalimat qobul yang diucapkan mempelai laki laki. Dengan mengetahui nama wali yang sebenarnya, maka laki laki akan berlatih dan lancar mengucapkannya dalam ijab qobul.

  • Tidak Dalam Ihram Haji Atau Umroh

Menikah akan tidak sah jika dilaksanakan saat masih menggunakan ihram haji dan umroh. Hal ini berdasarkan hadis:“Rasululloh bersabda: Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahi (laki laki) dan tidak boleh dinikahi (wanita)

  • Dengan Rela Hati Tanpa Paksaan

Syarat ini sebenarnya berlaku untuk kedua mempelai, laki laki dan wanita harus menikah atas dasar kerelaan keduanya untuk mengikat janji pernikahan. Hal ini karena pernikahan adalah termasuk perjanjian kokoh “Mitsaqan Ghaliza” sebagai penyempurna separuh agama. Sehingga akan terasa berat jika tidak ada kerelaan keduanya untuk menjalani pernikahan yang berlaku seumur hidup.

  • Tidak Memiliki Empat Orang Istri Sah dalam Satu Masa

Tidak melakukan poligami atau memiliki istri yang sah hingga 4 orang dalam sate masa. Hal ini berhubungan dengan keadilan yang mampu diberikan pada istri oleh para suami, sesuai hadist: “ Dan kamu sekali kali tidak akan dapat berlaku adil di antara antara isteri isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian..” (Qs  4:129)

  • Mengetahui Bahwa Wanita yang Akan Dikawini Adalah Sah Dijadikan Isteri

Mengetahui status calon istri sebelum menikahinya, yaitu apakah perawan atau kah janda. Jika janda maka harus sudah lewat masa iddah nya dan sudah resmi bercerai jika cerai hidup.

  • Memiliki Akhlak yang Baik dan Taat Beragama

Syarat yang tidak kalah penting yakni seorang laki laki yang baik adalah ia yang mempunyai akhlak yang baik dan taat dalam beragama. Karena akhlak biasanya akan selalu selaras dengan ketaatan. Ketaatan disini bukan dia yang memiliki ilmu agama tinggi tapi berakhlak buruk, akan tetapi dia yang selalu menjalankan semua yang diperintahkan oleh agamanya dan meninggalkan yang dilarang. Sehingga jika seorang laki laki itu taat beragam, bisa dipastikan memiliki akhlak yang baik dan mulia.

  • Menjaga Diri Dari Maksiat

Laki laki yang baik adalah dia yang menjaga dirinya, keluarga dan masyarakatnya agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan. Dia selalu memperhatikan segala kegiatan keluarganya (utama) dalam kegiatan yang syar’I dan tidak menyelisihi agama. Karena sekarang ini banyak sekali laki laki yang membiarkan isteri dan anaknya terjerumus dalam kemaksiatan. Contohnya ia membiarkan isteri dan anaknya tidak memakai kerudung saat keluar rumah, atau bahkan menggunakan pakaian yang tidak syar’i.

  • Keturunan yang Shalih

Melihat keturunan dalam islam juga sangat disarankan dalam memilih laki laki yang baik. Namun bukan melihat dari asal keturunan seperti berstrata ningrat, yang menjadi syarat adalah laki laki tersebut apakah berasal dari keluarga yang shalih atau tidak. Karena ilmu dan sikap seorang laki laki yang baik adalah hasil didikan keluarganya sejak kecil. Sehingga pantaslah bagi para muslimah memilih laki laki yang berasal dari keluarga shalih. Tapi tidak sedikit juga ada laki laki shalih berasal dari keluarga yang urakan (tidak baik). Nah dalam hal ini perlu disikapi dengan bijak.

  • Berbakti Kepada Orang Tua

Laki laki yang baik adalah laki laki yang berbakti pada kedua orang tuanya. Bagaimana bisa Ia membahagiakan isterinya tapi terhadap kedua orang tuanya Ia durhaka? Biasanya seorang laki laki yang berbakti kepada orang tua memiliki kasih sayang dan lembut hatinya. Jadi buat ahwat semua lihatlah dulu laki lakinya. Apakah Ia seorang yang berbakti dan menyayangi kedua orang tuanya terutama ibunya. Jika benar begitu, berarti Ia pantas menjadi seorang laki laki idaman.

  • Mampu Mandiri Secara Ekonomi

Dalam mengarungi sebuah bahtera rumah tangga tidak selalu dinilai uang. Ada hal lain yang menjadi permasalahan dan harus ditangani. Dalam kehidupan yang terus berputar, uang menjadi sebuah penopang kehidupan yang harus ada walaupun hanya dengan kapasitas yang kecil. Bagi seorang laki laki muslim yang mampu mandiri secara ekonomi adalah sosok laki laki idaman bagi para muslimah. Jika yang ada laki laki yang masih menggunakan dan menikmati harta kekayaan orang tuanya, maka tolaklah.

  • Memiliki Ilmu Agama Yang Baik

Dalam bahtera rumah tangga, ilmu agama tidak bisa tawar menawar. Mengingat laki laki akan menjadi seorang imam di dalam keluarga. Rumah tangga tanpa dilandasi ilmu agama akan hampa dan goyah. Karena rumah tangga dibangun berpondasikan ilmu agama dan dunia sebagai penunjangnya. Jadi para muslimah alangkah baiknya memilih laki laki yang memiliki pemahaman agama yang bagus. Meskipun dia bukan ustadz, setidaknya dia selalu menuntut ilmu untuk menambah ilmu agamanya.

  • Berjiwa Pemimpin dan Bertanggung Jawab

Seorang laki laki sudah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi seorang pemimpin dan mencari nafkah dengan kekuatannya untuk melindungi isteri dan anak-anaknya. Seorang laki laki yang baik akan senantiasa menjaga dirinya memimpin keluarga agar selamat di dunia dan akhirat.

Selain itu seorang laki laki yang berjiwa pemimpin dapat mengambil segala keputusan yang tepat dalam bahtera rumah tangga dan kehidupannya sehingga Ia akan dihargai oleh keluarga, isteri dan anak-anaknya sebagai pemimpin dalam keluarga. Selain memiliki jiwa pemimpin,

seorang laki laki yang baik menurut islam juga memiliki tanggung jawab atas isteri dan anaknya. Sebagai laki laki yang bertanggung jawab, Ia tidak akan membiarkan dirinya membiarkan dirinya untuk tidak menafkahi isteri dan anaknya. Sebagai nahkoda kapal rumah tangga Ia akan selalu menjaganya sesuai jalur yang Allah ridhoi. Bisa jadi apabila memiliki laki laki yang tidak bertanggung jawab, Ia akan berleha-leha dalam pekerjaannya. Ia tidak merasa bahwa dirinya adalah seorang imam dan pemimpin di dalam keluarga.

  • Bersikap Adil Dan Berlemah Lembut

Seorang laki laki yang baik dan adil akan menciptakan keluarganya selalu harmonis. Laki laki yang baik tidak akan menzhalimi keluarganya karena Ia tahu bahwa kelak pada hari kiamat akan dimintai pertanggung jawaban dirinya dan keluarganya. Maka ia akan senantiasa bersikap adil dan lemah lembut terhadapap isteri dan anaknya. Bersikap adil disini mencakup dari segala hal mulai dari memberikan nafkah, mempergunakan waktu, bersikap dsb.

  • Berkeinginan Banyak Keturunan Dan Subur

Bagi laki laki yang suka atau berkeinginan banyak keturunan merupakan pembeda dalam agama islam jika dibandingkan dengan yang lain dalam membebaskan umatnya untuk tanpa berpasangan ataupun anak sehingga dalam memenuhi kebutuhannya tersebut dilakukan

dengan cara berzina atau melakukan hubungan sesama jenis. Selain itu, banyak keturunan juga merupakan aset atau tabungan bagi orang tuanya. Namun, orang tuanya harus mendidik dan membesarkan anaknya agar shalih dan selalu senantiasa mendoakan kedua orang tuanya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 17 Syarat Laki Laki Menikah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
15 Pahala Merawat Anak Menurut Islam https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/pahala-merawat-anak-menurut-islam Wed, 17 Oct 2018 05:15:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=4534 Menjadi orang tua dan memiliki keutamaan orang tua tentu sebuah anugrah ya sobat, selain memiliki sosok pelengkap dalam keluarga, juga mampu menghadirkan kasih sayang dan menjadi motivasi untuk bekerja keras demi memberikan penghidupan yang terbaik untunya, nah sobat merawat anak tidak hanya mendapat kebahagiaan dari sisi nurani saja, namun juga mendapat pahala dari Allah yakni ketika […]

The post 15 Pahala Merawat Anak Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menjadi orang tua dan memiliki keutamaan orang tua tentu sebuah anugrah ya sobat, selain memiliki sosok pelengkap dalam keluarga, juga mampu menghadirkan kasih sayang dan menjadi motivasi untuk bekerja keras demi memberikan penghidupan yang terbaik untunya, nah sobat merawat anak tidak

hanya mendapat kebahagiaan dari sisi nurani saja, namun juga mendapat pahala dari Allah yakni ketika merawatnya dengan ikhlas dengan cara mengarahkan ke jalan Allah dan tidak mengeluh ketika menghadapi segala ujian seperti keutamaan memiliki anak perempuan dalam islam, berikut 15 Pahala Merawat Anak Menurut Islam.

1. Penghalang dari jenis neraka dalam islam

Dari Aisyah Ra berkata , ‘Saya pernah dikunjungi oleh seorang perempuan yang mempunyai dua orang anak perempuan. Kemudian, perempuan tersebut meminta makanan kepada saya. Sayangnya, saat itu, saya sedang tidak mempunyai makanan, kecuali sebiji kurma yang langsung saya berikan kepadanya. Kemudian perempuan itu menerimanya dengan senang hati, dan membagikannya kepada dua anak perempuannya tanpa sedikitpun ia makan. Setelah itu, perempuan itu bersama dua orang anak perempuannya pergi

Tidak lama kemudian, Rasulullah Saw masuk ke dalam rumah. Lalu, saya menceritakan kepada Rasulullah tentang perempuan dan kedua anak perempuan tadi. Mendengar cerita ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa diuji dalam pengasuhan anak-anak perempuan, lalu ia dapat mengasuh mereka dengan baik, maka anak perempuannya itu akan menjadi penghalangnya dari api neraka kelak.” (HR. Muslim).

2. Mendapat Syafaat di Hari kiamat menurut islam

Rasulullah SAW bersabda, “Dari Anas bin Malik Ra., ia berkata, ‘Rasulullah Saw telah bersabda, ‘Barang siapa dapat mengasuh dua orang anak perempuannya hingga dewasa, maka aku akan bersamanya di hari Kiamat kelak.’ Beliau merapatkan kedua jarinya.” (HR. Muslim).

3. Pahala Memberi Penghidupan sebagaimana pahala bekerja dalam islam

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim).

4. Pahala Bekerja Keras untuk Keluarga

Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), bahkan untuk makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari)

5. Pahala Menyayangi

Jabir bin Abdillah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “…para istri memiliki hak atas kalian (para suami) untuk dipenuhi rezekinya dan kebutuhan sandangnya dengan cara yang baik.” (HR Muslim). Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda : “Apabila Allah memberikan kebaikan kepada salah seorang diantara kalian, hendaklah dia memulai dari dirinya dan keluarganya (dalam pengalokasiannya).” (HR Muslim)

6. Pahala Bagi Ibu Yang Merawat dengan Menyusui

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]

7. Mendapat Ampunan Dosa Dosa

Tak ada seorangpun perempuan yang hamil dari suaminya, kecuali ia berada dalam naungan Allah azza wa jalla, sampai ia merasakan sakit karena melahirkan, dan setiap rasa sakit yang ia rasakan pahalanya seperti memerdekakan seorang budak yang mukmin. Jika ia telah melahirkan anaknya dan menyusuinya, maka tak ada setetes pun air susu yang diisap oleh anaknya kecuali ia akan menjadi cahaya yang memancar di hadapannya kelak di hari kiamat,

yang menakjubkan setiap orang yang melihatnya dari umat terdahulu hingga yang belakangan. Selain itu ia dicatat sebagai seorang yang berpuasa, dan sekiranya puasa itu tanpa berbuka niscaya pahalanya dicatat seperti pahala puasa dan qiyamul layl sepanjang masa. Ketika ia menyapih anaknya Allah Yang Maha Agung sebutan-Nya berfirman: ‘Wahai perempuan, Aku telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu, maka perbaruilah amalmu’.” (Mustadrak Al-Wasail 2: bab 47, hlm 623)

8. Menjadi Orang Tua yang Sempurna

“Syaikhul Islam Ibnu taimiyah menegaskan, ‘Bahkan jika si ibu masih menjadi istri dari suaminya, si ibu wajib menyusui anaknya’ dan apa yang disampaikan oleh Syaikhul islam adalah pendapat yang benar. Kecuali jika si ibu dan si bapak merelakan untuk disusukan orang lain, hukumnya boleh. Namun jika suami menyuruh: ‘Tidak boleh ada yang menyusuinya kecuali kamu’ maka wajib bagi istri untuk menyusuinya.

Meskipun ada orang lain yang mau menyusuinya atau meskipun si bayi mau mengkonsumsi susu formula. Selama suami menyuruh, ‘Kamu harus menyusui anak ini’ maka hukumnya wajib bagi istri. Karena suami berkewajiban menanggung nafkah, dan status nafkah – seperti yang telah kami jelaskan – merupakan timbal balik dari ikatan suami istri dan persusuan.” (asy-Syarhul Mumthi’, 13/517)

9. Pahala Melakukan Tanggung Jawab

Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap bawahan yang kalian pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

10. Pahala Seperti Memerdekakan Budak

Rasulullah saw bersabda, “Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, ‘Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu.’”

11. Pahala Amal Jariyah Ketika Anaknya Sholeh

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw, disebutkan bahwa “Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang sholeh

12. Pahala Mengajarkan Kebaikan

Siapa menyeru kepada petunjuk, ia mendapatkan pahalanya seperti pahala yang diperoleh orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan siapa yang menyeru kepada kesesatan, ia mendapatkan dosa seperti dosa yang didapatkan pengikutnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)

13. Kebaikan di Akherat

Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seoang hamba sholeh di surga, lalu ia berkata: Wahai Tuhanku, darimana aku dapatkan semua ini? Kemudian Allah menjawab: Dengan sebab istighfar anakmu untuk dirimu.” (HR. Ahmad)

14. Mendapat Derajat Tinggi

Allah mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin setara dengannya, meskipun amal perbuatan anak cucunya di bawahnya, agar kedua orangtuanya tenang dan bahagia. Kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan” ( AthThuur : 21) kemudian beliau berkata: dan kami tidak mengurangi dari bapak-bapak mereka apa yang kami berikan kepada anak mereka”

15. Mendapat Kedudukan di Surga

“Mereka yang disebut ini (anak-keturunan), maka Allah akan mengikutsertakan mereka dalam kedudukan orang tua/kakek-buyut mereka di surga walaupun mereka sebenarnya tidak mencapainya (kedudukan anak lebih rendah dari orang tua –pent), sebagai balasan bagi orang tua mereka dan tambahan bagi pahala mereka. akan tetapi dengan hal ini, Allah tidak mengurangi pahala orang tua mereka sedikitpun” Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy.

Nah sobat, kewajiban orang tua adalah merawat anaknya dengan cara memberi serta berusaha yang terbaik dalam kondisi apapun, orang tua sudah selayaknya mendahulukan kepentingan anaknya dan memberi rezeki yang halal pada anaknya serta bersabar dalam proses merawat anaknya hingga dewasa sehingga kelak bisa menjadi jalan pahala baginya di dunia dan di akherat, sebab itulah jasa

kedua orang tua amatlah mulia dan pantas jika Allah memberikan pahala yang besar karena orang tua telah begitu banyak berkorban untuk anak anaknya. Jadi sobat, jangan lupa untuk berbakti kepada kedua orang tua dan jangan lupa untuk menjadi orang tua yang baik yang bisa merawat anak secara syariat islam dan menjadi orang tua yang pantas menjadi teladan untuk anaknya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan dan menambah semangat sobat semua untuk membesarkan serta merawat anak dengan sungguh sungguh sesuai syariat islam, oke sobat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 15 Pahala Merawat Anak Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>