mahar Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/mahar Wed, 08 May 2019 01:55:31 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png mahar Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/mahar 32 32 Kisah Ummu Sulaim yang Menerima Mahar Keislaman Abu Thalhah https://dalamislam.com/sejarah-islam/kisah-ummu-sulaim-yang-menerima-mahar-keislaman-abu-thalhah Wed, 08 May 2019 01:55:29 +0000 https://dalamislam.com/?p=6686 Sebagai seorang wanita, mahar merupakan salah satu hak yang wajib diminta ketika akan menikah. Namun seiring perkembangan jaman, wanita saat ini justru banyak yang meminta mahar dengan jumlah yang tidak sedikit. Bahkan beberapa diantaranya gagal menikah hanya karena mahar yang tidak sesuai. Namun tahukah Anda siapa wanita yang maharnya paling mulia? Ia adalah Ummu Sulaim. […]

The post Kisah Ummu Sulaim yang Menerima Mahar Keislaman Abu Thalhah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai seorang wanita, mahar merupakan salah satu hak yang wajib diminta ketika akan menikah. Namun seiring perkembangan jaman, wanita saat ini justru banyak yang meminta mahar dengan jumlah yang tidak sedikit. Bahkan beberapa diantaranya gagal menikah hanya karena mahar yang tidak sesuai.

Namun tahukah Anda siapa wanita yang maharnya paling mulia? Ia adalah Ummu Sulaim. Ummu Sulaim adalah wanita dengan mahar paling mulia, yakni Islam. Mari simak kisah Ummu Sulaim yang menerima mahar keislaman Abu thalhah berikut ini.

Dari Anas yang diriwayatkan oleh Tsabit bahwa Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda, 

“Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” 

(Sunan Nasa’i VI/114)

Baca juga :

Wanita dengan Mahar Paling Mulia

Seorang wanita yang bernama lengkap Ruimasha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundab bin ‘Amir bin Ghanam bin ‘Adie bin an-Najaar al-Anshariyah al-Khazrajiyah dan akrab dipanggil Ummu Sulaim ini adalah seorang wanita yang sangat kuat keimanannya. Ia adalah ibu dari Anas bin Maalik, sahabat Nabi yang sangat dikenal dengan ilmunya.

Ia termasuk ke dalam golongan orang pertama yang memeluk Islam. Ia dikenal sebagai seorang wanita yang cerdas dan mempunyai keimanan yang sangat kuat. Hal ini telah terbukti dari kegigihannya dalam mempertahankan keIslamannya.

Ummu Sulaim masuk Islam dengan penuh keiklasan, sedangkan suaminya Maalik justru tidak mau memeluk Islam dan murka padanya. Malik berkata,

Apakah engkau telah musyrik?” Ummu Sulaim menjawab dengan penuh keyakinan dan keteguhan, “Aku tidak musyrik tetapi aku telah beriman”.

Ummu Sulaim kemudian mengajarkan anaknya, Anas bin Maalik untuk mengucapkan dua kalimat syahadat,

“Katakanlah Laa Ilaaha Illallah, dan katakanlah Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.”

Lalu Anas melakukannya. Melihat keadaan itu, Malik berkata kepada Ummu Sulaim,

“Janganlah merusak anakku”.

Baca juga :

Ummu Sulaim berkata,

“Sesungguhnya aku tidak merusaknya akan tetapi aku mengajari dan membimbingnya.” 

Suatu ketika, Maalik pergi menuju Syam. Di dalam perjalanannya ia bertemu dengan musuhnya. dan  mati terbunuh. Mendengar kematian suaminya, ia  berkata,

“Aku tidak akan memberi Anas makanan sampai ia meninggalkan musim susuku (ASI).”

Ia kemudian berkata lagi,

Aku tidak akan menikah sampai Anas dewasa.’

Kebaikan Ummu Sulaim diungkapkan Anas bin Maalik pada sebuah majelis,

Semoga Allah membalas jasa baik ibuku yang telah berbuat baik padaku dan telah menjagaku dengan baik.” 

Namun ketika suami Ummu Sulaim meninggal, kabar duka cita ini justru membuat Zaid bin Sahal an-Najjari yang berkun-yah (laqab/panggilan) Abu Talhah begitu gembira. Ia memang sudah lama menyukai Ummu Sulaim. Bagaimana tidak, ia yang dikenal sebagai seorang hartawan dan terpandang merasa sangat cocok dengan Ummu Sulaim yang cantik, cerdas, dan berakhlak luhur.

Maka datanglah ia untuk melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang luar biasa banyaknya. Namun ternyata semua mahar tersebut ditolak oleh Ummu Sulaim. Di dalam sebuah riwayat yang sanadnya shahih dan memiliki banyak jalan, terdapat pernyataan beliau bahwa ketika itu beliau berkata,

“Demi Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta selain dari itu.”

(HR. An-Nasa’i VI/114, Al Ishabah VIII/243 dan Al-Hilyah II/59 dan 60)

Baca juga :

Ummu Sulaim berkata,

“Bukankah kamu mengetahui wahai Abu Talhah bahwa Tuhan yang kau sembah selain Allah hanyalah sebilah kayu yang tumbuh dari bumi?”.

Abu Talhah menjawab,

Benar”. “Tidakkah kau merasa malu ketika kamu menyembah sebila kayu, lantas kamu menjadikannya sebagai Tuhan, sedangkan orang-orang menjadikannya kayu bakar yang dengannya menyalakan api untuk memasak roti. Sesungguhny jika kamu masuk Islam wahai Abu Talhah, maka aku akan menerimamu sebagai suamiku dan aku tidak berharap mahar selain keislamanmu” ucap Ummu Sulaim.

Abu Talhah pun menjawab,

“Siapakah yang hendak akan membimbingku kepada Islam?”. “Aku bisa membantumu” ucap Ummu Sulaim. Lanjut Talhah, “Bagaimana?” Ummu Sulaim berkata, “ucapkanlah kalimatul haq, bersaksilah bahwa tidak ada illah (Tuhan) yang berhak untuk disembah selain Allah, kemudian pulanglah dan hancurkan semua berhalamu”.

Dengan raut yang berseri-seri Abu Talhah menyatakan kesaksiannya,

“Aku bersaksi bahwa tidak ada Illah (Tuhan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah”.

Akhirnya Ummu Sulaim pun menerima Abu Talhah dan menikahinya. Sejak saat itulah, Abu Talhah ikut berjuang di bawah panji Islam dan menjadi salah satu pejuang Islam yang sangat gigih.

Baca juga:

Kisah Ummu Sulaim ini mengingatkan kita pada sabda Rasul,

“Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” 

(HR. Ahmad) dan “Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (HR. Abu Dawud)

Demikianlah kisah Ummu Sulaim yang menerima mahar keislaman Abu thalhah. Semoga kita juga bisa menjadi sosok wanita yang memudahkan mahar dan mengutamakan keimanan dibandingkan fitnah harta duniawi.

The post Kisah Ummu Sulaim yang Menerima Mahar Keislaman Abu Thalhah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
6 Fungsi Mahar Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fungsi-mahar-dalam-islam Tue, 09 Oct 2018 02:54:27 +0000 https://dalamislam.com/?p=4463 Mahar pernikahan dalam Islam merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Pengertian mahar secara etimologi adalah maskawin. Adapun pengertian mahar secara terminologi adalah pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istri, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakan, mengajar dan lain-lain). Dalam fiqih Islam, istilah lain yang berkonotasi sama dengan mahar di antaranya adalah shadaq, […]

The post 6 Fungsi Mahar Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mahar pernikahan dalam Islam merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Pengertian mahar secara etimologi adalah maskawin. Adapun pengertian mahar secara terminologi adalah pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istri, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakan, mengajar dan lain-lain).

Dalam fiqih Islam, istilah lain yang berkonotasi sama dengan mahar di antaranya adalah shadaq, nihlah, ‘iqar atau ajr, faridlah, dan ‘aliqah. Istilah-sitilah tersebut mengadung arti yang sama yakni harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarganya) pada saat akad pernikahan.

Adapun dalil tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 4 yang artinya,

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa : 4).

Ayat tersebut menunjukkan bahwa pihak laki-laki diwajibkan untuk memberikan mahar kepada wanita yang akan dinikahinya. Syaikh ‘Abdurahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan hal ini dengan berkata,

“Dalam ayat tersebut Allah Azza wa Jalla memerintahkan memberikan mahar kepada wanita yang hendak dinikahi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar berarti tidak sah, meskipun pihak wanita telah ridha untuk tidak mendapatkan mahar, Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah, maka pihak wanita berhak mendapatkan yang sesuai dengan wanita semisal dirinya.” 

Sementara itu, Syaikh ‘Abdul ‘Azhim al-Badawi juga menjelaskan,

“Dengan demikian, mahar adalah hak istri yang wajib dipenuhi suami. Dan mahar adalah harta milik istri, tidak halal bagi siapa saja, baik ayahnya atau orang lain, untuk mengambil darinya sedikitpun. Kecuali jika si wanita merelakan jika mahar tersebut diambil.”

Adapun fungsi mahar dalam Islam di antaranya adalah :

1. Pembeda antara pernikahan dengan mukhadanah

Hal ini dijelaskan oleh Ibnu ‘Asyur merujuk pada surat A-Nisa ayat 4 di atas. Ibnu ‘Asyur menjelaskan,

“Mahar merupakan ciri (simbol) yang dikenal untuk membedakan antara pernikahan dengan mukhadanah. Hanya saja dalam masyarakat Jahiliyah ada kebiasaan dimana mempelai laki-laki memberikan sejumlah harta kepada wali dari perempuan yang ia kehendaki yang biasa mereka sebut hulwan (dengan dlammah ha) dan si perempuan sama sekali tidak mendapatkan apa-apa. Maka Allah membatalkan hal tersebut dalam Islam dengan menjadikan harta (mahar) tersebut sebagai milik perempuan tersebut (isteri) dengan firman-Nya : ‘Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib’.

2. Bentuk penghormatan, penghargaan, dan perlindungan terhadap wanita

Dari penjelasan yang diberikan oleh Ibnu ‘Asyur di atas juga menunjukkan bahwa mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki langsung kepada mempelai wanita merupakan bentuk penghormatan, penghargaan, dan perlindungan yang tinggi terhadap wanita.

Dalam Islam, mahar merupakan hak penuh yang dimiliki oleh mempelai wanita yang tidak dapat diambil oleh keluarganya. Hal ini berbeda dengan masa jahiliyah dimana pemberian mahar ibarat transaksi jual beli yang memposisikan wanita atau istri layaknya “barang” yang “dibeli” dari keluarganya.

Hal ini mengakibatkan wanita tidak memiliki hak apapun termasuk hak penuh atas mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki. Keadaan seperti inilah yang kerap menimbulkan kekerasan terhadap wanita dalam rumah tangga karena laki-laki merasa sudah membeli istrinya.

3. Bentuk keseriusan laki-laki terhadap wanita yang akan dinikahinya

Dalam Islam, mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai wanita merupakan bentuk keseriusan dan cinta kasih mempelai laki-laki terhadap mempelai wanita yang akan dinikahinya. Karena itu, pemberian mahar ini harus dilakukan dengan hati yang ikhlas, tulus, dan diniatkan untuk memuliakan wanita yang akan dinikahinya.

4. Simbol tanggung jawab wanita terhadap mahar yang diberikan

Mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai wanita adalah sesuatu yang wajib dalam pernikahan. Karena itu, tidak ada seorang pun dari pihak mempelai wanita yang berhak menghalangi mempelai wanita untuk mendapatkan mahar. Dalam Islam, wanita memiliki hak penuh atas mahar yang diberikan.

Dalam artian, mahar merupakan hak individual wanita dan bukan hak keluarga pihak wanita. Tidak seorangpun anggota keluarga pihak wanita yang boleh mengambil mahar tersebut kecuali atas persetujuan dan kerelaanya.

5. Simbol tanggung jawab pihak laki-laki

Mahar merupakan bentuk pembayaran yang bersifat simbolis. Dalam artian, mahar merupakan simbol tanggung jawab dari pihak laki-laki untuk menjamin kesamaan hak dan kesejahteraan keluarga setelah pernikahan terwujud.

6. Simbol persetujuan dan kerelaan

Selain sebagai simbol tanggung jawab dari pihak laki-laki, mahar yang diberikan kepada wanita yang akan dinikahi merupakan simbol persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Demikianlah ulasan singkat tentang fungsi mahar dalam Islam. Artikel lain yang dapat dibaca dan berkaitan dengan seluk beluk pernikahan di antaranya adalah ta’aruf menurut Islam, hukum pernikahan, fiqih pernikahantujuan pernikahan dalam Islam, syarat pernikahan dalam Islammembangun rumah tangga dalam Islam, kedudukan mahar dalam hukum Islam, hukum menentukan mahar dalam Islam untuk pernikahan, dan hukum mahar Al-Qur’an dalam Islam. Semoga bermanfaat dan terima kasih.

The post 6 Fungsi Mahar Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mahar Al-quran Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-mahar-al-quran-dalam-islam Tue, 03 Jul 2018 13:18:56 +0000 https://dalamislam.com/?p=3748 Menikah adalah salah satu perintah yang tertera dalam Al quran. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah membangun rumah tangga dalam Islam yang berisikan keluarga sakinah mawadah warahmah. وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu […]

The post Hukum Mahar Al-quran Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah adalah salah satu perintah yang tertera dalam Al quran. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah membangun rumah tangga dalam Islam yang berisikan keluarga sakinah mawadah warahmah.

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].

Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)

Rasulullah SAW bersabda: “Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak.”  (HR. Abu Dawud)

Baca juga:

Sebelum menikah, seorang laki-laki harus memberikan mahar kepada calon istrinya dan biasanya mahar tersebut telah dibicarakan pada saat taaruf.

Kedudukan mahar dalam Islam adalah pemberian calon suami kepada calon istrinya sebagai bentuk penghargaan. Mahar biasanya berupa barang yang berharga yang telah disepakati sebelumnya.

Allah berfirman, “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa: 4).

Abu Salamah telah menceritakan,

“Aku pernah bertanya pada Aisyah RA, “Berapa mahar Nabi SAW untuk para istrinya?” Aisyah menjawab, “Mahar beliau SAW untuk istri-istrinya ialah sebanyak 12 uqiyah dan satu nasy.” Kemudian Aisyah bertanya, “Tahukah kamu berapa satu uqiyah itu?” Aku menjawab, “Tidak.” Aisyah pun menjawab, “Empat puluh dirham.” ‘Aisyah bertanya, “Tahukah kamu berapa satu nasy itu?” Aku menjawab, “Tidak.” ‘Aisyah kemudian menjawab, “Dua puluh dirham”. (HR. Muslim)

Umar bin Khattab mengatakan, “Aku tidak pernah mengetahui bahwa Rasulullah SAW menikahi seorang juga dari istrinya dengan mahar yang kurang dari 12 uqiyah.” (HR. Tirmidzi) 

Baca juga

Mahar disesuaikan dengan kemampuan mempelai pria. Namun sesuai dengan sabda Rasul bahwa wanita yang baik adalah wanita yang meminta mahar paling sedikit dan laki-laki yang baik adalah yang memberikan mahar paling banyak.

Rasulullah SAW pernah mengatakan:‘”Sebaik-baik wanita ialah yang paling murah maharnya.’’ (HR. Ahmad, ibnu Hibban, Hakim & Baihaqi)

Namun saat ini sering kita melihat pasangan yang menikah dengan mahar Al quran atau ayat suci Al quran. Bagaimana Islam memandang perkara ini? Apakah pernikahannya sah?

esungguhnya kejadian ini pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Memberikan mahar berupa Al quran atau ayat cusi Al quran diperbolehkan dalam Islam dan pernikahan tetap sah.

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Seorang wanita mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyatakan bahwa dia menyerahkan dirinya untuk Allah dan rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian nabi menjawab, ‘Aku (sekarang ini) tidak membutuhkan istri.’ Maka seorang laki-laki mengatakan, ‘Nikahkanlah aku dengannya.

’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berikan sebuah baju untuknya.’ Laki-Laki itu menjawab. ‘Aku tidak punya.’ Nabi melanjutkan, ‘Berikanlah sesuatu walaupun cincin dari besi.’ Laki-laki itu pun kembali menyatakan dia tidak punya. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa yang engkau hapal dari Alquran?’

Laki-laki itu menjawab, ‘Surat ini dan surat ini.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kami telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan Alquran yang ada padamu.’ (HR. Bukhari, no. 5029).

Baca juga:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَقالَ: اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ، فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، مَا وَجَدْتُ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : انْظُرْ وَلَوْ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي فَلَهَا نِصْفُهُ. فَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ : مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ، إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ. فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسَهُ قَامَ، فَرَآهُ رَسُوْلُ للهِ مُوَالِيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: مَاذَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ؟ قال: مَعِيْ سُوْرَةُ كَذَا وَسُوْرَة كَذَا –عَدَّدَهَا- فَقاَلَ: تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: اذْهَبْ، فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ

“Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar?”

“Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya.

“Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” ujarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”

Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walaupun cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.”

“Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu? Jika engkau memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.”

Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama duduknya, ia bangkit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tersebut.

Ketika ia telah ada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya, “Apa yang kau hafal dari Al-Qur`an?”

“Saya hafal surah ini dan surah itu,” jawabnya.

“Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?” tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Iya,” jawabnya.

“Bila demikian, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur`an yang engkau hafal,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 1425)

Dalam kisah lainnya Rasulullah SAW pernah menikahkan putrinya yang bernama Fatimah dengan Sayyidina Ali ra menggunakan mahar baju besi milik Sayyidina Ali.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ‘‘Setelah Ali menikah dengan Fatimah, Rasulullah SAW mengatakan kepadanya, “Berikanlah sesuatu padanya (Fathimah).’’ Ali menjawab: Aku tidak punya sesuatu pun.’

Maka beliau SAW bersabda, ‘Dimana baju besimu? Berikan baju besimu itu padanya.’ Maka Ali kemudian memberikan baju besinya pada Fatimah. (HR Abu Dawud & Nasa’i).

Demikianlah artikel mengenai hukum memberikan mahar berupa Al quran dalam Islam dan dalilnya yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

The post Hukum Mahar Al-quran Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Kedudukan Mahar Dalam Hukum Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/kedudukan-mahar-dalam-hukum-islam Fri, 29 Jun 2018 04:42:28 +0000 https://dalamislam.com/?p=3721 Islam sejatinya merupakan agama yang sempurna, agama islam mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia. Mulai dari makan bahkan hingga buang hajat semua terdapat adab dan aturannya. Maka tidak salah jika kemudian islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di dunia. Dari perkara yang sederhana bahkan sampai pada perkara mengenei pernikahan islam mengaturnya dengan detail, […]

The post Kedudukan Mahar Dalam Hukum Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam sejatinya merupakan agama yang sempurna, agama islam mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia. Mulai dari makan bahkan hingga buang hajat semua terdapat adab dan aturannya. Maka tidak salah jika kemudian islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di dunia. Dari perkara yang sederhana bahkan sampai pada perkara mengenei pernikahan islam mengaturnya dengan detail, tentunya aturan tersebut bersumber dari Al-Quran yang merupakam kitab suci umat muslim dan hadist yang shahih sebagaimana hukum pernikahan .

Berbicara mengenai pernikahan dan makna pernikahan dalam islam maka tentu lingkup membangun rumah tangga dalam islam  akan luas. Mulai dari kedua pasang calon mempelai, saksi, wali nikah, tujuan pernikahan dalam islam  hingga yang tidak kalah penting adalah keberadaan mahar. Sederhananya mahar sendiri merupakan sebuah hadiah yang diberikan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita. Disebut hadiah sebab biasanya mahar berbentuk benda seperti perhiasan, perabotan dan bisa juga benda-benda lainnya.

Rasulullah SAW bersabda :

Sesungguhnya pernikahan yang paling besar pahalanya adalah yang paling ringan biayanya,” (HR. Ahmad, no. 23388 dari Aisyah ra).

Melanjutkan Dari Aisyah r.a , yaitu

Sesungguhnya wanita yang baik itu adalah yang ringan maharnya, mudah menikahinya, dan baik budi pekertinya.” (HR. Ahmad, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).

Mahar memiliki arti penting dalam setiap pernikahan islam sebagaimana membangun keluarga sakinah mawadah warohmah. Sebab dalam ijab dan Qabul anda akan dengan jelas mendengar jumlah atau jenis mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada pengantin perempuannya. Tentu saja hal ini menjadikan mahar memiliki kedudukan yang penting tidak hanya dalam pernikahan namun juga dalam hukum islam sebagai salah satu kewajiban suami terhadap istri . Artikel berikut akan membahas mengenai kedudukam mahar dalam hukum islam, selengkapnya.

Kedudukan Mahar Dalam Hukum Islam

Sebagaimana telah dijelaskan pada poin sebelumnya, maka secara garis besar berikut akan diuraikan mengenai kedudukan mahar dalam hukum islam.

1. Wajib Diberikan Oleh Mempelai Pria

Mahar merupakan kewajiban yang harus di berikan oleh calon mempelai laki-laki kepada mempelai wanita. Mahar yang diberikan sendiri merupakan persetujuan dari pihak mempelai wanita. Bahkan Rasulullah SAW selalu menjadikan mahar sebagai pertanyaan yang beliau utrakan pada setiap keinginan seorang umat yang ingin menikah. Tentunya hal ini menyiratkan betapa pentinh nilai mahar tidak hanya dalam pernikahan namun juga dalam hukum islam.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hadrad al-Aslami bahwa dia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta fatwa tentang wanita, maka beliau bertanya: “Berapa engkau memberi mahar kepadanya?” Ia menjawab: “Dua ratus dirham.” Beliau bersabda:

لَوْ كُنْتُمْ تَغْرِفُوْنَ مِنْ بَطْحَاءَ مَا زِدْتُمْ.

Seandainya kalian mengambil dari Bathha’, niscaya kalian tidak menambah.”

2. Bersifat Tidak Memberatkan

Ahmad meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ مِنْ يَمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ صَدَاقُهَا وَتَيْسِيْرُ رَحِمُهَا.

Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.”

Akhir-akhir ini muncul fenomena jumlah mahar yang fantastis, biasamya mereka merupakan publik figur yang pastinya selalu disorot kehidupannya. Islam sendoro tidak membatasi berapa jumlah mahar yang bisa diberikan baik batas minimal maupun maksimal. Meskipun demikian melihat bagaimana pentingnya kedudukan mahar dalam pernikahan islam, maka tentu sebaiknya mahar tidaklah bersifat memberatkan sebagaimana kewajiban istri terhadap suami dalam islam . Meskipun sang mempelai pria masuk kedalam kategori mampu namun sebaiknya mahar yang dimintakan tidak memberatkan dan mudah diperoleh demi lancarnya prosesi pernikahan.

3. Tidak Harus Berbentuk Benda

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi Radhiyallahu anhu, ia mengatakan, “Aku berada di tengah kaum di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba seorang wanita berdiri lalu mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia menghibahkan dirinya kepadamu, maka bagaimana pendapatmu mengenainya ? (Dalam riwayat Malik: “Sesungguhnya aku menghibahkan diriku kepadamu”). Beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Kemudian ia berdiri kembali lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, dia menghibahkan dirinya kepadamu, maka bagaimana pendapatmu mengenainya?’ Beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Kemudian dia berdiri untuk ketiga kalinya lalu berkata: ‘Dia telah menghibahkan dirinya kepadamu, maka bagaimana pendapatmu mengenainya?’ Lalu seorang pria berdiri dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya?’ Beliau bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai sesuatu?’ Ia menjawab: ‘Tidak.’ Beliau bersabda: ‘Pergilah, lalu carilah walaupun cincin yang terbuat dari besi!’ Ia pun pergi dan mencari, kemudian datang seraya mengatakan: ‘Aku tidak mendapatkan sesuatu, dan tidak pula mendapatkan cincin dari besi.’ Beliau bertanya: ‘Apakah engkau hafal suatu surat dari al-Qur-an?’ Ia menjawab: ‘Aku hafal ini dan itu.’ Beliau bersabda: ‘Pergilah, karena aku telah menikahkanmu dengannya, dengan mahar surat al-Qur-an yang engkau hafal.”

Meskipun pada umumnya mahar berbentuk benda, namun islam tidak mensyaratkan ketentuan yang mengharuskan hal ini. Bahkan jika anda tidak memiliki harta benda sama sekali untu dijadikan sebagai mahar. Maka hafalan satu surah dari Al-Quran juga dapat digunakan sebagai mahar. Tentunya hal ini harus dikonsultasikan dengan calon mempelai perempuan. Agar tidak terjadi kesalah pahaman yang dapat merusak esensi dari sakralnya momen pernikahan.

4. Merupakan Permintaan Dari Mempelai Wanita

Mahar sendiri merupakan permintaan yang diajukan oleh mempelai wanita. Namun, tentu sifatnya tidak mutlak sebab, tergantung pada kemampuan mempelai pria serta negosiasi dari kedua belah pihak keluarga. Ini berarti bahwa sang calon mempelai wanitalah yang menentukam sebera besar ia mengajukam permintaan mahar kepada calon mempelai pria. Namun, jika berpatokan pada hadist dan sabda Rasulullah, seorang wanita disarankan agar mengajukan mahar yang ringan dan mudah.

5. Bukan Merupakan Simbol Kebanggaan Bagi Perempuan

Mahar sekali lagi bukan menjadi alat atau standar dalam melihat kualitas calon mempelai. Paradigman yang berlaku diIndonesia biasanya masih menggunakan adat yang kental dimana seorang gadis yang memiliki pendidikan mumpuni dan dari keluarga berada pasti akan mendapatkan mahar yang mahal. Meskipun demikian tentunya hal ini bukam menjadi sebuah hal yang layak dibanggakan atau dipamerkan didepan umur sebagaimana hukum pamer dalam islam . Apalagi sampai membuat kebanggaan hingga menjadikan diri angkuh dan merasa lebih baik dari wanita lainnya.

6. Mahar Harus Didapatkan Dengan Jalan yang Halal

Mengingat betapa pentingnya kedudukan mahar makan tentu juga harus dilihat bagaimana proses untuk mendapatkannya. Sebab pernikahan merupakan sebuah prosesi yang sakral dan memiliki nilai historical yang penting. Maka jangan sampai tercoreng akibat adanya mahar yang diperoleh dengan cara yang tidak halal, seperti dari hasil mencuri atau berbuat kejahatan. Tentunya apapun yang diperoleh dari jalan haram maka akan berpengaruh pada hukum pernikahan yang juga akan menjadi haram.

7. Kepemilikan Atas Mahar Merupakan Hak Mutlak Istri

Mahar sendiro merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh seorang istri. Sehingga sang suami tidak bisa meminta kembali atau menggunakannya tanpa pesetujuan sang istri. Hal tersebut tertuang dalam Firman Allah SWT, dalam QS. An-Nisa: 4, yang artinya:

Berikanlah Maskawin (mahar) kepada wanita  (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya

Itulah tadi betapa pentingnya kedudukan mahar dalam hujum islam. Tentunya selain menambah ilmu pengetahuan dan referensi maka diharapkan artikel ini dapat memberikan pengertian yang lebih dalam lagi mengenai makna mahar dalam sebuah pernikahan. Besar kecilnya mahar bukan jaminan kehidupan pernikahan yang bahagia. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

The post Kedudukan Mahar Dalam Hukum Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mengajukan Syarat Sebelum Menikah Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-mengajukan-syarat-sebelum-menikah-dalam-islam Wed, 27 Jun 2018 08:02:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=3698 Menikah merupakan suatu anjuran dalam agama Islam, bahkan Allah telah memerintahkan lewat ayat-ayatNya. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Sebagaimana firman Allah SWT: وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia […]

The post Hukum Mengajukan Syarat Sebelum Menikah Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah merupakan suatu anjuran dalam agama Islam, bahkan Allah telah memerintahkan lewat ayat-ayatNya. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةًۭ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

‘Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.” [QS. An Nahl (16):72].

Dalam menjalankan pernikahan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya saja, mengenai rukun nikah dalam Islam dan syarat pernikahan dalam Islam agar hukum pernikahan menjadi sah. Namun ada pula pernikahan yang terjadi dengan pengajuan syarat terlebih dahulu oleh si calon istri. Apakah sah suatu pernikahan yang diajukan syarat terlebih dahulu oleh calon istri kepada calon suami?

Baca juga:

Pada dasarnya, mengajukan syarat kepada calon suami sebelum menikah diperbolehkan. Namun perlu diketahui, syarat yang diajukan haruslah syarat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Misalnya saja seorang istri meminta ketentuan mahar pernikahan dalam Islam. Mahar adalah suatu bentuk penghormatan seorang laki-laki kepada seorang wanita yang akan menjadi istrinya. Rasul juga telah menjelaskan mengenai perkara mahar.

Dari Aisyah bahwa Rasulullah pernah bersabda “Sesungguhnya pernikahan yang paling berkah adalah pernikahan yang bermahar sediki. ” (mukhtashar sunan Abu Daud)

Dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda berkah perempuan adalah mudah dilamar, murah maharnya, dan murah rahimnya.” (HR. Ahmad)

Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW menikahi Aisyah dengan mahar alat-alat rumah tangga yang bernilai lima puluh dirham (HR Ibnu Majah)

Rasulullah SAW pernah menikahkan anak-anak perempuannya dengan mahar yang murah. Sebagian sahabat menikah dengan emas yang beratnya tidak seberapa dan sebagian lain menikah dengan mahar cincin dari besi.

Rasulullah mengawinkan Fatimah dengan Ali dengan baju perang. Beliau juga pernah menikahkan seorang laki-laki dengan mahar mengajarkan 20 ayat Al Quran kepada calon istrinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوَفَّى مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ

“Sesungguhnya persyaratan yang paling layak untuk dipenuhi adalah persyaratan yang diajukan untuk melanjutkan pernikahan.” (HR. Bukhari 2721, Muslim 1418, dan yang lainnya).

Ibnu Qudamah mengatakan:

أَنَّ الشُّرُوطَ فِي النِّكَاحِ تَنْقَسِمُ أَقْسَامًا ثَلَاثَةً، أَحَدُهَا مَا يَلْزَمُ الْوَفَاءُ بِهِ، وَهُوَ مَا يَعُودُ إلَيْهَا نَفْعُهُ وَفَائِدَتُهُ، مِثْلُ أَنْ يَشْتَرِطَ لَهَا أَنْ لَا يُخْرِجَهَا مِنْ دَارِهَا أَوْ بَلَدِهَا أَوْ لَا يُسَافِرَ بِهَا، أَوْ لَا يَتَزَوَّجَ عَلَيْهَا، وَلَا يَتَسَرَّى عَلَيْهَا، فَهَذَا يَلْزَمُهُ الْوَفَاءُ لَهَا بِهِ، فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَهَا فَسْخُ النِّكَاحِ، يُرْوَى هَذَا عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – وَسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَمُعَاوِيَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْعَاصِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ –

“Syarat yang diajukan dalam nikah, terbagi menjadi tiga: Pertama, syarat yang wajib dipenuhi. Itulah syarat yang manfaat dan faidahnya kembali kepada pihak wanita. Misalnya, syarat agar si wanita tidak diajak pindah dari rumahnnya atau daerahnya, atau tidak diajak pergi safar, atau tidak poligami selama istri masih hidup, atau tidak menggauli budak.

Wajib bagi pihak suami untuk memenuhi semua persyaratan yang diajukan ini. Jika suami tidak memenuhinya maka istri punya hak untuk melakukan fasakh. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Sa’d bin Abi Waqqash, Muawiyah, dan Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhum.” (al-Mughni, 7:93).

Baca juga:

Al-Buhuti mengatakan:

الشروط في النكاح أي ما يشترطه أحد الزوجين في العقد على الآخر مما له فيه غرض ( ومحل المعتبر منها ) أي من الشروط ( صلب العقد ) كأن يقول : زوجتك بنتي فلانة بشرط كذا ونحوه ويقبل الزوج على ذلك ( وكذا لو اتفقا ) أي الزوجان ( عليه ) أي الشرط ( قبله ) أي العقد

“Syarat dalam nikah adalah syarat karena tujuan tertentu yang diajukan salah satu pihak, calon suami atau istri kepada yang lain ketika akad. Waktu yang ternilai untuk pengajuan syarat itu adalah ketika akad. Misalnya, pihak wali mengatakan: “Saya nikahkan Anda dengan putriku fulanah dengan syarat berikut.” Kemudian pihak suami menerimanya. Demikian pula ketika kedua calon membuat kesepakatan syarat tertentu sebelum akad nikah.” (Kassyaful Qana’, 5:91).

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:

واعلم أن الشروط في النكاح يعتبر أن تكون مقارنة للعقد ، أو سابقة عليه ، لا لاحقة به

“Ketahuilah bahwa persyaratan yang diajukan dalam nikah hanya ternilai ketika bersamaan dengan akad nikah atau sebelum akad nikah. Bukan menyusul (setelah) akad nikah.” (Asy-Syarhul Mumthi’, 12:163).

Baca juga:

Namun jika seseorang memberikan syarat pernikahan yang bertentangan dengan syariat Islam, maka tidak diperbolehkan. Misalnya saja seperti tidak boleh menggauli istri , maka syarat seperti ini tidak boleh digunakan. Islam melarang untuk mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Allah berfirman:

قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَاماً وَحَلاَلاً قُلْ آللّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللّهِ تَفْتَرُونَ، وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَشْكُرُونَ

“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.’ Katakanlah: ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan (kedustaan) terhadap Allah?’ Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Yūnus [10]: 59-60)

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung.” (QS. An-Nahl [16]: 116)

Begitu pula dengan syarat yang memberatkan seseorang untuk menikah, maka hukumnya adalah berdosa karena menghambat atau menghalangi jalan pernikahan. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda yang diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallaahu anhu ,

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهُ.

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan redaksi “Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah”. Dan oleh Imam Muslim dengan lafazh yang serupa dan di sahihkan oleh Imam Hakim dengan lafaz tersebut di atas..”

The post Hukum Mengajukan Syarat Sebelum Menikah Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menjual Mahar Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menjual-mahar-dalam-islam Tue, 26 Jun 2018 10:05:54 +0000 https://dalamislam.com/?p=3704 Pernikahan dalam Islam memang merupakan suatu perintah Allah SWT. Tujuan pernikahan dalam Islam, baik itu nikah resmi maupun nikah siri adalah membangun rumah tangga dan keluarga sakinah mawadah warahmah. وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah […]

The post Hukum Menjual Mahar Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan dalam Islam memang merupakan suatu perintah Allah SWT. Tujuan pernikahan dalam Islam, baik itu nikah resmi maupun nikah siri adalah membangun rumah tangga dan keluarga sakinah mawadah warahmah.

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].

وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” [QS. Adz Dzariyaat (51):49].

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌۭ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendiri ( bujangan ) di antara kalian dan orang-orang shaleh diantara para hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka dalam keadaan miskin, Allah-lah yang akan menjadikan kaya dengan karunia-Nya [ QS. An-Nur (24): 32]

Baca juga:

Sebelum memulai suatu pernikahan, maka baiknya dilakukan taaruf dalam Islam, bukan pacaran dalam Islam. Dalam taaruf tersebut hendaknya ditentukan pula bulan baik menikah dan mahar dalam Islam yang akan diberikan nantinya pada saat akad nikah. Mahar adalah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang akan dinikahinya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh dengan kerelaan. Namun jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan kerelaan, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 4)

Sedangkan jika seorang laki-laki menceraikan istrinya sebelum bercampur dengannya, sedangkan mahar telah ditentukan, maka ia hanya perlu membayar setengah dari mahar yang ditentukan saja. Sebagaimana firman Allah SWT :

وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ

“ Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu. “[Qs. al- Baqarah : 237]

Baca juga:

Sedangkan jika ia belum bercampur dengan istri dan ingin bercerai dalam kondisi mahar belum ditentukan, mkaa ia tidak wajib membayar mahar kepada istri yang akan diceraikannya. Sebagaimana firman Allah SWT:

لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ

“ Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka.

Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.[Qs. al- Baqarah : 236]

Dari ayat di atas, jelas menunjukkan bahwa seorang lelaki wajib memberikan mahar sebagai tanda penghormatan kepada calon istri yang dipilihnya.

Mahar yang telah diberikan kepada istri akan menjadi hak penuh milik istri dan suami atau siapa pun juga tidak boleh menggunakan atau bahkan menjual mahar tersebut tanpa izin atau kerelaan dari sang istri. Lalu bagaimana hukumnya menjual mahar dalam Islam? Apakah boleh seorang istri menjual maharnya? Bagaimana jika suaminya yang menjual mahar tersebut?

Baca juga:

Mahar adalah hak penuh milik istri, maka jika sang istri ingin menjual, memberikan, atau menghibahkan maharnya tersebut kepada siapa  pun, hukumnya adalah boleh dan tidak berhak satu orang pun melarangnya. Namun apakah boleh jika suami atau orang tua sang istri yang menjual mahar tersebut dan menggunakannya tanpa seizin istri, maka hukumnya adalah haram.

Ibn Hazm mengatakan, “Tidak halal bagi ayah seorang gadis, baik masih kecil maupun sudah besar, juga ayah seorang janda dan anggota keluarga lainnya, menggunakan sedikit pun dari mahar putri atau keluarganya.

Dan tidak sorang pun yang kami sebutkan di atas, berhak untuk memberikan sebagian mahar itu, tidak kepada suami baik yang telah menceraikan ataupun belum (menceraikan), tidak pula kepada yang lainnya. Siapa yang melakukan demikian, maka itu adalah perbuatan yang salah dan tertolak selamanya.” (Al Muhalla, 9:511).

Namun jika mempelai wanita mengizinkan kepada suaminya atau orang tuanya dengan penuh kerelaan hatinya maka dibolehkan bagi suami atau orang tua untuk mengambilnya. (Tafsir Ibn Katsir, 2:150).

Baca juga:

Allah juga melarang para suami yang ingin mengambil kembali mahar yang telah dia berikan kepada istrinya. Seorang suami yang mengambil mahar kembali sangat tercela dan sama halnya dengan mendzholimi istri, padahal perbuatan dzholim dalam Islam adalah dosa. Sebagaimana Allah SWT berfirman,

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا ( ) وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا ( )

“Jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain (menceraikan istri pertama dan nikah lagi), sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak (mahar), maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.

Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? ( ) Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa: 20 – 21).

Ibnu Katsir mengatakan:

يجب أن يعطي المرأة صداقها طيبا بذلك، فإن طابت هي له به بعد تسميته أو عن شيء منه فليأكله حلالا طيبًا

“Seorang laki-laki wajib memberikan mahar untuk istrinya dengan penuh kerelaan, jika wanita tersebut merelakan seluruh atau sebagian maharnya untuk suaminya setelah disebutkan maka suaminya berhak memakannya (mengambilnya) sebagai sesuatu yang halal dan baik.” (Tafsir Ibn Katsir, 2:213).

Allah menyebut suami yang menarik kembali mahar ketika pernikahan, setelah dia mentalak istrinya, sebagai tindakan buhtan (tuduhan dusta) dan perbuatan dosa. Sebagian ahli tafsir menjelaskan, makna buhtan adalah kedzaliman. (Zadul Masir, 1:386).

Demikianlah artikel tentang hukum menjual mahar dalam Islam yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

The post Hukum Menjual Mahar Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Syarat Pernikahan dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-pernikahan-dalam-islam Thu, 09 Jun 2016 03:48:25 +0000 http://dalamislam.com/?p=648 Pernikahan adalah bersatunya dua insan menjadi sepasang suami istri melalui proses yang sah atau resmi. Pernikahan bertujuan untuk menyatukan dua lawan jenis (laki-laki dan perempuan) yang memiliki rasa kasih sayang dan cinta untuk membangun suatu keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Untuk itu, pernikahan adalah proses sakral dan bukan sebuah permainan belaka. Islam menempatkan pernikahan pun […]

The post Syarat Pernikahan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah bersatunya dua insan menjadi sepasang suami istri melalui proses yang sah atau resmi. Pernikahan bertujuan untuk menyatukan dua lawan jenis (laki-laki dan perempuan) yang memiliki rasa kasih sayang dan cinta untuk membangun suatu keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Untuk itu, pernikahan adalah proses sakral dan bukan sebuah permainan belaka. Islam menempatkan pernikahan pun sebagai penyempurna agama, yaitu merupakan setengah bagian dari dien (agama).

Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya” HR Baihaqi

Lantas bagaimankah syarat-syaratnya dapat dilaksanakan dan diresmikannya sebuah pernikahan? Tentunya Islam mengatur dan membuat hukum-hukum yang berlaku agar pernikahan tersebut dapat terjaga kesuciannya serta membawakan ketentraman bagi pasangan yang berniat melangsungkannya. Untuk itu sebuah pernikahan juga harus sesuai dengan tujuan pernikahan dalam islam, yang mampu membesarkan keluarga, agama, juga keturunan. Berikut adalah penjelasan syarat pernikahan dalam islam :

Syarat Memilih Pasangan atau Jodoh

Untuk melangsungkan pernikahan hal yang paling substantif harus dipersiapkan adalah jodoh atau calon pasangan. Mencari jodoh dalam islam tentu tidak boleh sembarangan. Pasangan yang dipilih tentunya adalah partner yang nantinya akan bersama sama mengarungi bahtera rumah tangga, menyesuaikan visi dan misi keluarga, serta tentunya dengan pondasi agama. Untuk itu, muslim yang hendak menikah disyaratkan oleh Allah dalam ajaran islam untuk memilih jodoh yang sesuai.

  1. Memilih pasangan berdasarkan keimanan

Dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, ternyata seorang muslim disyaratkan untuk memilih wanita atau laki laki yang baik, prinsipnya adalah karena agamanya. Bahkan syarat agama sangat ditekankan oleh ajaran islam ketimbang syarat-syarat yang lain. Mencari jodoh dalam islam sangat mengedepankan masa depan keluarga yang berkah dan penuh rahmah, serta mampu membesarkan islam nantinya. Artinya bagaimanapun seorang mukmin memilih pasangan, disyaratkan menikahi yang seiman, memiliki aqidah dan akhlak yang mulia. Pemilihan jodoh bisa karena banyak faktor, namun islam mensyaratkan keimanan adalah sebuah pondasi awal dari keluarga. Untuk itu penting kiranya mengetahui kriteria calon suami menurut islam dan kriteria calon istri menurut islam, agar tercipta pula kebahagiaan diantara keduanya.

Hal ini disampaikan oleh Rasulullah SAW melalui hadist yang diriwayatkan oleh Muttafaqun’ Alaihi, yang disampaikan oleh Abu Hurairah Radiyaulahu Anhu

Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka sebaik-baik perempuan adalah perempuan yang dinikahi karena agamanya” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam Al-Quran, QS : Al Baqarah : 221, Allah SWT menyampaikan kepada umat islam bahwa untuk memilih wanita (pasangan) haruslah pada kondisi mereka beriman. Bahkan Allah mengesampingkan pemilihan jodoh berdasarkan derajat, harta, atau statusnya. Hal ini dapat dilihat dari perintah menikah wanita mukmin dan larangan menikahi yang musyrik, sedangkan seorang budak, walaupun dia hanya berstatus budak yang mukmin, itu lebih mulia. Perlu kiranya calon suami mengetahui pula bagaimana ciri-ciri istri shalehah, agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Begitupun istri yang mengetahui kriteria suami menurut islam.

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran

Di dalam QS : An Nur : 26, Allah menyampaikan bahwa wanita dan laki-laki yang keji akan mendapatkan pasangan yang serupa dan sebaliknya wanita dan laki-laki yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik pula. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mensyaratkan kemuliaan akhlak bagi pasangan yang ingin berkeluarga, karena kedepannya membina rumah tangga pasti membutuhkan pondasi Iman dan Akhlak.

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)….

  1. Memastikan Garis Nasab atau Mahram nya

Pasangan yang beragama, memiliki keimanan yang lurus, dan berakhlak mulia tentunya menjadi syarat agar rumah tangga tercipta sakinah dan rahmah. Namun perlu diketahui bahwa Islam mengatur pula bahwa pasangan yang akan dinikahi bukanlah berasal dari mahramnya. Pengertian Mahram ini dijelaskan dan diatur dalam QS : An Nur : 31

Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Dalam penjelasan ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa muslim dilarang untuk menikahi yang mahram, diantaranya adalah :

  • Orang Tua Kandung
  • Nenek dan Kakek dari Orang Tua sampai ke atas nya
  • Saudara Kandung se-Ayah dan se-Ibu
  • Sesama Perempuan atau sesama Laki-Laki
  • Paman atau Bibi dari Orang Tua
  • Keponakan
  • Cucu, Cicit, sampai ke bawahnya

Melakukan Peminangan (Khitbah) Sebelum Menikah

Dalam islam Khitbah berarti proses pelamaran antara pihak laki-laki pada pihak perempuan. Perempuan pun bisa meminang atau melamar lelaki. Khitbah dalam islam artinya hanyalah sebuah proses pengantar untuk memastikan apakah pihak yang dilamar bersedia untuk dinikahi dan apakah pihak keluarga bisa menerima (terutama wali, karena wali lah yang akan menikahkan nantinya). Bukan berarti ketika proses khitbah selesai, kedua belah pihak sepakat untuk melangsungkan pernikahan maka sama dengan keduanya sudah sah sebagai sepasang suami istri, atau sudah halal dalam pergaulan.

Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan. Lalu Rasulullah SAW. Bersabda, ”Pergilah untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua”. Lalu ia melihatnya, kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu”.  (HR. Ibnu Majah)

Proses khitbah hanya berfungsi untuk :

  • Mengenal atau memastikan sang calon pasangan (untuk itu diperbolehkan melihat dan mengenal lebih dalam, sesuai syariat)

Memastikan apakah perempuan dalam masa iddah, apakah sudah dilamar oleh lelaki lainnya atau sebaliknya, dan memahami lebih lanjut identitas dari calon pasangan suami/istrinya. Namun tentunya proses ini tidak sama dengan pacaran, karena pacaran dalam islam dikenal dengan istilah ta’aruf dan ada batasan-batasan pergaulan.

  • Memastikan kesetujuan antar dua belah pihak untuk melangsungkan pernikahan

Memastikan apakah sang calon pasangan bersedia untuk dinikahi. Maka dalam hal ini tidak boleh ada pemaksaan. Semua harus bersumber dari kesediaan antara dua belah pihak. Untuk itu, ajaran Islam memerintahkan untuk tidak boleh menerima pinangan lain setelah ada yang meminang sebelumnya. Hal ini untuk menjaga etika dan mempertimbangkan matang-matang sebelum menerima pinangan. Untuk itu perlu diperhatikan pula cara memilih calon pendamping hidup sesuai syariat agama.

Dalam istilah lain, prosesi sebelum pernikahan dikenal istilah bertungangan. Di masyarakat budaya ini juga cukup dikenal dan sering dilaksanakan. Istilah tunangan sering kali disamakan dengan proses khitbah. Namun hukum tunangan dalam islam bukanlah suatu yang wajib dan harus dilakukan, apalagi sampai bertukar cincin atau memberikan sesuatu yang berlebihan. Tunangan bukan pernikahan itu sendiri, sehingga pasangan yang akan menikah bisa langsung pada akad nikah jika sudah selesai mengkhitbah.

Melakukan Prosesi Akad Nikah

Akad nikah adalah proses inti dari sebuah pernikahan. Akad Nikah secara umum berarti melangsungkan kesepakatan, janji, untuk menjadi sepasang suami istri dan melangsungkan bahtera rumah tangga dalam ikatan suci. Untuk melangsungkan prosesi akad nikah, maka tidak boleh dilakukan sembarangan. Hal ini bertujuan untuk melindungi satu sama lain, agar tidak ada pihak yang dirugikan, dipaksa, atau diingkari setelah terjadinya pernikahan.

Untuk melangsungkan akad nikah maka terdapat rukun nikah, sebagai syarat-syarat dalam akad nikah yang harus dipenuhi adanya (wajib). Jika hal-hal atau pihak ini tidak ada, maka akad nikah tidak dapat dilangsungkan jikalaupun pernikahan tetap dilangsungkan maka statusnya pernikahan tersebut tidak sah.

  1. Calon Pengantin Laki-Laki
  2. Calon Pengantin Perempuan
  3. Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan
  4. Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki)
  5. Ijab dan Qobul

Syarat Menikah Untuk Calon Pengantin Laki-Laki

  • Laki-Laki merupakan seorang Muslim, Beriman
  • Laki-Laki yang tertentu, bukan banci (jelas jenis kelaminnya adalah laki-laki)
  • Calon Pengantin Laki-Laki bukan mahram dari Calon Pengantin Wanita
  • Calon Pengantin Laki-Laki mengetahui wali nikah yang sebenarnya dari pihak wanita
  • Calon Pengantin tidak boleh dalam keadaan Ihram atau Haji
  • Calon Pengantin laki-laki menikah karena kemauan sendiri, bukan paksaan atau perintah orang lain
  • Calon Pengantin Laki-Laki Tidak dalam memiliki 4 orang Istri saat menikah
  • Calon Pengantin Laki-Laki sudah mengetahui perempuan yang akan dijadikan pasangan (istri)

Syarat Menikah untuk Calon Pengantin Perempuan

  • Perempuan adalah seorang Muslim, Beriman
  • Perempuan yang tertentu, bukan banci (jelas jenis kelaminnya adalah perempuan)
  • Calon Pengantin Perempuan bukan mahram dari Calon Pengantin Laki-Laki
  • Calon Pengantin Perempuan telah akil baligh (mengalami masa pubertas)
  • Calon Pengantin Perempuan bukan dalam keadaan ihram atau haji
  • Calon Pengantin Perempuan bukan dalam masa Iddah (masa tertentu setelah perceraian atau ditinggal suami karena meninggal)
  • Calon Pengantin Perempuan bukan Istri dari seseorang, atau sudah dalam ikatan pernikahan

Syarat Wali Nikah

Wali nikah khususnya diperuntukkan pada calon pengantin perempuan. Wali nikah perempuan adalah ayahnya, sedangkan jika ayah sudah tidak ada maka digantikan pihak dari keluarga lainnya. Pada dasarnya ayah yang bertanggungjawab untuk menafkahi putrinya, setelah menikah maka tanggung jawab tersebut berganti kepada suaminya kelak. Untuk itu perlu kiranya memperhatikan syarat wali nikah.

Wali nikah harus sesuai dengan syarat berikut ini, jika tidak dipenuhi maka batal atau tidak sah lah pernikahan tersebut. Untuk itu, peran wali sangatlah penting bagi sebuah pernikahan.

  • Wali Nikah merupakan seorang muslim
  • Wali Nikah haruslah laki-laki, tidak boleh perempuan
  • Wali Nikah telah dewasa, akil baligh/pubertas
  • Menjadi wali nikah atas kesadaran dan kemauan sendiri, bukan paksaan atau penipuan
  • Wali Nikah tidak dalam kondisi Ihram atau Berhaji
  • Wali Nikah sehat jasmani, rohani, dan akal pikirannya mampu berpikir jernih
  • Wali Nikah adalah orang yang merdeka dan tidak dibatasi kebebasannya

Untuk menentukan siapa wali dalam pernikahan perlu diperhatikan pula urutan wali nikah dalam islam. Hal ini untuk mengetahui siapa saja yang bisa menjadi wali dan saat kapan orang tersebut bisa menjadi wali dalam pernikahan.

Dalam pemahaman hukum islam kiranya perlu dipahami pula bagaimana jika nikah tanpa wali. Karena dalam kasus tertentu ada beberapa kondisi dimana wali nikah tidak bisa hadir atau digantikan. Agar tidak keliru, maka perlu dipahami lebih lanjut agar pernikahan tetap sah. Dalam masyarakat dikenal dengan nikah siri yang dimana pernikahan tanpa wali. Untuk itu perlu dipahami  bagaimana hukum dan pandangan nikah siri dalam islam.

Syarat Adanya 2 Orang Saksi Pernikahan

Keberadaan saksi dalam pernikahan menjadi hal yang sangat penting pula. Hal ini disebabkan karena saksi yang akan memastikan apakah pernikahan bisa dinilai sah atau tidak. Untuk itu, berikut syarat dari adanya saksi dalam pernikahan.

  • Saksi Pernikahan minimal ada 2 orang
  • Saksi Pernikahan adalah laki-laki yang muslim, bukan perempuan
  • Saksi Pernikahan Sehat Jasmani, Rohani, Akal pikiran mampu berpikir jernih
  • Saksi Pernikahan sudah akhil balig
  • Saksi Pernikahan dapat memahami kalimat ijab qobul
  • Saksi Pernikahan dapat mendengar, melihat, dan berbicara dengan baik (tidak ada gangguan)
  • Saksi Pernikahan adalah orang yang bebas merdeka, tidak dalam tekanan atau pengaruh

Syarat Ijab

  • Semua pihak telah ada dan siap dalam acara untuk Ijab dan Qabul
  • Isi Ijab (pernyataan) tidak boleh mengandung sindiran-sindiran
  • Isi Ijab dinyatakan oleh Wali Nikah Perempuan atau Wakilnya
  • Pernyataan Ijab tidak boleh dikaitkan dengan batas waktu pernikahan, karena pernikahan sah tidak boleh ada batasan waktu seperti nikah mut’ah atau nikah kontrak. Pernyataan Ijab haruslah jelas.
  • Pernyataan dalam Ijab tidak boleh ada persyaratan saat ijab dibacakan/dilafadzkan

Contoh bacaan ijab yang dibacakan oleh Wali Nikah/Wakil kepada calon suami-pengantin laki-laki : “Saudara Rakhmat (Calon Pengantin Laki-Laki), Saya Nikahkan dengan Anak Saya, Annisa binti Parnaungan Nasution (Calon Pengantin Perempuan), dengan mas kawin berupa alat shalat dan cincin emas 500 gram dibayar tunai

Syarat Qobul

  • Bacaan atau Ucapan Qobul haruslah sama sebagaimana yang disebutkan dalam Ijab
  • Pernyataan Qobul tidak boleh mengandung sindirian
  • Pernyataan Qobul dilafadzkan oleh calon suami-pengantin laki-laki
  • Pernyataan Qobul tidak boleh dikaitkan dengan batas waktu pernikahan, karena pernikahan sah tidak boleh ada batasan waktu seperti nikah mut’ah atau nikah kontrak. Pernyataan Qobul haruslah jelas.
  • Pernyataan dalam Qobul tidak boleh ada persyaratan saat ijab dibacakan/dilafadzkan
  • Dalam Qobul menyebutkan nama calon istri secara jelas sesuai dengan nama sah
  • Pernyataan Qobul tidak ditambahkan dengan pernyataan lain

Contoh bacaan Qobul yang dibacakan oleh Calon Suami : Saya terima nikahnya dengan Annisa binti Parnaungan Nasution dengan mas kawin berupa seperangkat alat salat  dan cicin emas 500 gram dibayar tunai”

Setelah selesai proses ijab dan qobul barulah meminta kesaksian para saksi yang hadir, apakah proses pernikahan lewat ijab dan qobul bisa dinilai sah. Setelah selesai dan dinilai sah, maka sepasang pengantin tersebut telah resmi menjadi suami-istri dan hadirin memberikan selamat pada pasangan tersebut disertai ucapan selamat dan doa pernikahan.

Syarat Pemberian Mahar dalam Pernikahan

Mengenai mahar dalam pernikahan dijelaskan Dalam QS : Annisa : 4 ,

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya

Mahar ini menjadi syarat sah juga untuk dilangsungkannya pernikahan. Dalam Islam mahar menjadi sebuah simbol dan arti bahwa wanita calon istrinya perlu dihormati dan dimuliakan. Selain itu, mahar pun menjadi tanda bahwa calon suami benar-benar serius untuk menikahi dan dibuktikan dengan adanya tanda dari mahar tersebut. Tentunya ciri wanita yang baik untuk dinikahi menurut islam bukanlah menilai calon suaminya hanya dari mahar, melainkan dari kesungguhan, niat menikah yang tulus, akhlak, dan tanggung jawab membina rumah tangga.

Persoalan mahar untuk pernikahan islam tidak pernah membatasi atau menentukan jumlah dan bentuknya. Pada intinya tergantung kemampuan dan kesepakatan saja, untuk itu perlu adanya diskusi. Karena adanya mahar dalam pernikahan bukanlah tujuan utama. Tujuan utama pernikahan dikembalikan kepada tujuan adannya bahtera rumah tangga, yang sesuai dengan tujuan membangun rumah tangga dalam islam, menuju sakinah mawaddah dan rahmah, yang menjunjung tinggi keimanan, ketaatan pada Allah, dan akhlak yang mulia.

Begitulah syarat-syarat sebuah pernikahan dalam Islam. Tentunya syarat pernikahan ini harus dipenuhi seluruhnya. Jika salah satu tidak dipenuhi, maka gugur atau tidak sah lah pernikahan tersebut. Namun yang lebih penting adalah bagaimana pasangan suami istri merangkai rumah tangganya dengan cara menjaga keharmonisan rumah tangga menurut islam, untuk selamat, bahagia di dunia dan akhirat kelak.

The post Syarat Pernikahan dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>